• Tidak ada hasil yang ditemukan

srsiem JARINGAT.I DOKUMENIAST DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "srsiem JARINGAT.I DOKUMENIAST DAN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN MANUSIA KARYA

NOMOR :29 TAHTJN : MII

TRIWULAN: I

\TAtrTA INFORMASI PERATI.'MI{ PERT'NDANG.T'NDAT.IGAN

BIDANG IGTENAGN$RJMN

srsIEM

JARINGAT.I

DOKUMENIAST DAN

rMoRM^dsr

(sJDr) HITKUM

PROYEK Pf NYEilMURNAAN PEBATURAN PERI'NDANGUNDANGAN KETENAGAKEN.IAAN

BIRO HUKUM

DEPARTEMEN fENAGA KERIA

Rt

JL GATOT SUBROTq KAV. 51

JAKABTA SELATAN

(2)

MEMEANGUN MANUSIA KARYA

NOMOR

'. 29

TAHI.]N

:

VIII

TRTWULAN

:

I

WARTA INFO RMAS I P ERATU RAN PERUNDAT{G.UNDANGAI{ BIDANG KETENAGAKERJAAN

SISTEM

JARINGAN DOKUMENTASI

DAI{

INFORMASI (SJDI)

HUKUM

PROYEK PENYEMPURNAAI\I PERATURAN

PERUNDANG.UNDANGAIT KETENAGAKEIT'AAN BIRO HUKUM

DEPARTEMEN TENAGA KER.IA RL

JL. GATOT SUBROTO KAV.51 JAKARTA SELATAN

(3)

KATA

PENGANTAR

Penerbitan

Warta

Informasi

Peraturan

perundang-undangan Ketenagakerjaan

(WIRATA)

merupakan salah satu upaya penyebarluasan

inforrnasi hukum

di

bidang ketenagakerjaan dalam rangka kegiatan Proyek

Penyempurfiaan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Tahun Anggdran 199912000.

Dengan diterbitkannya

Wirata

ini,

diharapkan dapat dijadikan bahan

informasi

bagi

pembaca

tentang

peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan

baik

dalam bentuk

abstrak maupun pemuatannya secara

lengkap.

Akhirnya

kritik

dan

saran

pembaca

kami

harapkan

untuk kesempurnaan penerbitan berikutnya.

Jakarta, Juni 1999

Pimpinan Proyek nyempurnaan Peraturan

ndangan Ketenagakerj aan,

(4)

SAMBUTAN

Sejalan dengan era Reformasi di segala bidang kehidupan bangsa Indonesia

saat

ini,

maka Pemerintah bersama-sama DPR telah memutuskan untuk

mcratifikasi Konvensi

ILO

yaitu

Konvensi

ILO

Nomor 105 mengenai

Penghapusan Kerja Paksa, Konvensi

ILO

Nomor

lll

mengenai Larangan Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dan Konvensi

ILO

Nomor 138

mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja. Dengan demikian Indonesia telah meratifikasi semua Konvensi

ILO

mengenai hak-hak dasar

pekerja. Langkah

ini

telah

menegaskan komitmen Indonesia dalam

menegakkan hak asasi manusia sesuai yang diamanatkan oleh TAP MPR

No. XVII/MPR/l998 tentang Hak Asasi Manusia.

Dengan diratifikasi Konvensi

ILO

Nomor 138 tersebut

perlu

dicermati

masalah anak y:rng bekerja. Sehubungan dengan itu dalam Wirata t<ali ini di

muat pula lnstruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Penanggulangan Pekerja Anak.

Di

bidang perlindungan pengupahan, pemerintah

telah

mengeluarkan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah

Minimum,

dan

Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

Nomor

KEP-23/MEN/1999 tentang Upah Minimum Regional

di

27 (dua puluh tujuh) Propinsi di Indonesia dan Upah Minimum Sektoral Regional di 19 (sembilan belas) Propinsi

di

Indonesia. Diharapkan kedua ketentuan baru mengenai

pengupah:rn

ini

dapat mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Dengan pemuatan ketentuan-ketentuan

baru

di

bidang ketenagakerjaan

tersebut, diharapkan "Wirata" dapat menjalankan fungsinya sebagai media

untuk

menyebarluaskan

informasi, khususnya

informasi

di

bidang

ketenagakerjaan.

Juni

1999

ro Hukum,

\\'.O,\

(5)

DAFTAR

ISI

1. Kata Pengantar

2. Kata Sambutan

3. Daftar Isi

4. Daftar Katalog Subyek Peraturan Perundang-undangan

5. Abstrak' Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor

19 Tahun 1999 tentang Pengesahan

ILO

Convention

No.

105 Concerning The

Abolition

of

Forced Labour

(

Konvensi

ILO

Mengenai

Penghapusan Kerja

Paksa )

Undang-undang Republik Indonsia Nomor

20

Tahun 1999 tentang

Pengesahan

ILO

Convention

No.

138 Concerning

Minimum

Age

For

Admission

To

Employment (Konvensi

ILO

Mengenai Usia

Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja) .

Undang-undang

Republik

Indonesia

Nomor

2l

Tahun

1999

tentang

Pengesahan

ILO

Convention

No.

I I

I

Concerning

Discrimination

In

Respect

Of

Employment

And

Occupation

(Konvensi

ILO

Mengenai

Diskriminasi

Dalam

Pekerjaan Dan

Jabatan)

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

Nomor

PER-01/MEN/1999 tentang Upuh Minimum

Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

Nomor

KEP-23A4EN/1999 tentang Penetapan Upah Minimum Regional pada

27

(Dua

Puluh

Tujuh)

Propinsi

di

Indonesia

dan

Upah

Minimum

Sektor

Regional

pada

19

(Sembilan

Belas) Propinsi

di

Indonesia.

Halaman.

lll

6. Undang-undang Republik Indonesia Pengesahan

ILO

Convention No.

Of

Forced

Labour

(Konvensi ILO

Nomor

19

Tahun 1999 tentang

105

Concerning

The

Abolition

Mengenai Penghapusan Kerja

ll

l3

lll

(6)

7.

8.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor

20

Tahun

1999 tentang

Pengesahan

ILO

Convention

No.

138

Concerning

Minimum

Age

For

Admission

to

Employment

(Konvensi

ILO

Mengenai

Usia

Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja).

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor

21

Tahun

1999 tentang Pengesahan

ILO

Convention

No.

111 Concerning Discrimination In Respect

Of

Employment

And

Occupation (Konvensi

ILO

Mengenai Dislcriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan)...

Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor

PER-01/MENiI999 tentang

Upqh Minimum

10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-23/1VIEN/1999 tentang

Penetapan

Upah Minimum

Regional Pada

27

(dua puluh

tujuh)

Propinsi

di

Indonesia dan Upah

Minimum

Sektoral Regional Pada 19 (sembilan belas) Propinsi

di

Indonesia.

11.

Instruksi

Menteri

Dalam

Negeri

Nomor Pelaksanaan Penanggulangan Pekerja Anak.

3

Tahrur 1999

tentang 28 55 72 9. 84 100

(7)

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undanganl

Undang-undang Republik Indonesia

No.

19 Tahun 1999

tanggal

7 Mei

1999, tentang Pengesahan

ILO

Convention

No.

105 Concerning The

Abolition

Of

Forced Labour (Konvensi

ILO

Mengenai Penghapusan

Kerja

Paksa).

Jakarta, 1999.

LL. SEKNEG,

20

HAL.

UU.R.I

TENAGA

KERIA. KERIA

PAKSA.

PENGHAPUSAN.

DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Undane-undans Republik Indonesia

No. 20

Tahun 1999

tanggal

7

Mei

1999, tentang Pengesahan

ILO

Convention

No.

138

Concerning

Minimum

Age For

Admission

To

Employment (Konvensi

ILO

Mengenai Usia

Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja). Jakarta, 1999.

LL. SEKNEG,

31

HAL.

UU.R.I

TENAGA

KERIA.

USIA

MINIMUM. DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Undang-undang Republik lndonesia

No.

21

Tahun 1999

tanggal

7

Mei

1999, tentang Pengesahan

ILO

Convention

No.

lll

Concerning

Discrimination

In

Respect

Of

Employment

And

Occupation

(Konvensi

ILO Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan). Jakarta t999.

LL. SEKNEG,

22

HAL. UU. R.I

(8)

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Peraturan Menteri

No.

PER-014{EN/1999

tanggal 12 Januari 1999, tentang Upah

Minimum.

Jakarta, lggg.

LL.

DEPNAKE&

t7

HAL. PERMEN

TENAGA KERIA - UPAH DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Peraturan Menteri

No.

PER-024{EN/1999

tanggal

11

Maret

1999, tentang Pembagian

Uang

Service Pada

Usaha

Hotel, Restoran dan Usaha Pariwisata Lainnya. Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER,

7

HAL. PERMEN

TENAGA

KERIA.

UANG

SERVICE. DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-084{EN/1999

tanggal

25

Januari 1999, tentang Pemberhentian

dan

Pengangkatan

Ketu4

Ketua Pengganti dan Anggota P4D Propinsi

Timor

Timur. Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER,

5

HAL. KEPMEN

(9)

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-1 I/MEN/1999

tanggal

3

Pebruari

1999, tentang Penetapan Perusahaan Penerima Penghargaan

Kecelakaan

Nihil

(Zero Accident Award). Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKE&

5

HAL. KEPMEN

TENAGA

KERIA.

PERUSAHAAN.

PENGHARGAAN.

DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-wrdangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-12A,IEN/1999

tanggal

3

Pebruari 1999,

tentang Pengawasan Pengaturan Tenaga

Kerja

yang mengalami

PHK

melalui

program Transmigrasi

dan

Pemukiman Perambah Hutan

R.L

Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKE&

HAL. KEPMEN

SKB

MENTRANS, PPH

TENAGA

KEzuA.

TRANSMIGRASI -

PHK.

DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-I3A{EN/1999

tanggal

1l

Pebruari 1999, tentang Pengolahan Production

Training

Centre (PTC)

Cibitung

Surabaya" Medan, Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER

2

HAL. KEPMEN

(10)

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja

[Peraturan Perundang-undanganl

Keputusan Menteri

No.

KEP-23/MEN/1999

tanggal

17

Pebruari 1999, tentang Penetapan

Upah Minimum

Regional Pada 27

(Dua

Puluh

Tujuh)

Propinsi

di

Indonesia

dan Upah Minimum

Sektoral Regional Pada 19 (Sembilan Belas) Propinsi

di

Indonesia. Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER.

8

HAL. KEPMEN

TENAGA KERIA - UPAH. DEPNAKER.

Indonesia. Departemen Tenaga

Kerja.

[Peraturan Perundang-undangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-Z9/}I/.ENI 1999

tanggal

17

Maret

1999, tentang Penetapan

Upah Minimum

Sektoral Regional Propinsi Kalimantan Selatan. Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER.

3

HAL. KEPMEN

TENAGA

KERIA.

UPAH - KALSEL. DEPNAKER.

Indonesia. I)epartemen Tenaga

Kerja.

fPeraturan Perundang-unddangan]

Keputusan Menteri

No.

KEP-304,{EN/1999

tanggal

24

Maret

1999, tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Pelatihan Ke{a

Swasta, Jakarta, 1999.

LL.

DEPNAKER.

3

HAL. KEPMEN

(11)

TENAGA

KERJA. KERJA

PAKSA - PENGHAPUSAN

1999

UU. NO.

19

TAHUN

1999.

LL.

SEKNEG

20

HAL.

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PENGESAHAN

rLO

CONVENTION

NO.

105

CONCERNING

THE

ABOLITION

OF

FORCED

LABOUR

(KONVENSI

ILO

MENGENAI

PENGHAPUSAN

KERJA

PAKSA).

ABSTRAK

:

-

Republik

lndonesia

adalah Negara Hukum

yang

berdasarkan

Pancasila

dan

UUD

1945 menjunjung

tinggr

harkat

dan

martabat

manusia

serta

menjamin

semua

warga

negara

bersamaan

kedudukannya

di

dalam hukum, sehingga segala bentuk kerja paksa

harus dihapuskan. Selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus menerus menegakkan dan memajukan pelaksanaan

hak-hak dasar pekerja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka

dipandang perlu mengesahkan

ILO

Convention

No.

105 Concerning

The

Abolition

Of

Forced Labour (Konvensi

ILO

Mengenai Pemghapusan

Kerja

Paksa) dengan Undang-undaog.

-

Dasar hukum Undang-undang

ini

adalah :

Pasal

5

ayat

(1),

Pasal

ll,

Pasal

20

ayat

(l),

dan Pasal

27

IJUD

1945;

TAP.

MPR.RL

No.

XMVMPR/1998. Dalam Undang-undang

ini

mengatur tentang:

a. Pengesahan

ILO

Convention

No.

105

Concerning

Abolition

Of

Forced

Labour

(Konvensi

ILO

Mengenai Penghapusan Kerja

Paksa).

b.Pokok-pokok Konvensi

1. Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

harus

melarang

dan tidak

boleh

menggunakan setiap

bentuk

kerja paksa sebagai

alat

penekanan

politilq alat

pengesahan umtuk

tujuan

pembangunan,

alat

mendisiplinkan

pekerja,

sebagai

hukuman

atas

keterlibatan

dalam

pemogokan

dan

sebagai

(12)

2- Negara anggota

ILo

yang

mengesahkan Konvensi

ini

harus

mengambil tindakan yang menjamin penghapusan

kerja

paksa

dengan segera dan menyeluruh

3.

Negara

anggota

ILo

yang

mengesahkan

Konvensi

harus

melaporkan pelaksanaanmya.

(13)

TENAGA

KERJA. USIA MINIMUM

1999.

UU. NO. 20 TAHUN

1999.

LL.

SEKNEG

3I

HAL.

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK

INDONESIA

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONVENTION

NO.

138

CONCERNING

MINIMUM

AGE

FOR

ADMISSION

TO

EMPLOYMENT (KONVENSI

ILO

MENGENAI

USIA

MINIMUM

UNTTIK DIPERBOLEHKAN

BEKERJA).

ABSTRAK

:

-

Indonesia adalah Negara

Hukum yang

berdasarkan Pancasila dan

UUD

1945

menjunjung

tingE

harkat

dan

martabat

manusia

sehingga anak sebagai generasi penerus bangsa

wajib

memperoleh

jaminan

perlindungan agar dapat tumbuh

dan

berkembang secara

sehat

dan

wajal

baik jasmani dan rohani

maupun

sosial

dan

intelektual. Selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk seca.ra

terus

menerus menegakkan

dan

memajukan pelaksanaan hak-hak

dasar

anak

dalam

kehidupan

bermasyarakat,

berbangsa

dan

bernegara,

maka

dipandang

perlu

mengesahkan

ILO

Convention

No.

138

Concerning

Minimum

Age For

Admission

To

Employment (Konvensi

ILO

Mengenai

Usia

Minimum

Untuk Diperbolehkan Bekerja) dengan Undang-undang.

-

Dasar Hukum Undang-undang

ini

adalah:

Pasal

5

ayat

(1),

Pasal 11, Pasal

20

ayat

(I),

Pasal

27,

Pasal 31

dan Pasal

34

UUD

1945; TAP. MPR.RI.

No.

XVIVMPR/1998.

-

Dalam Undang-undang

ini

mengatur tentang:

a. Pengesahan

ILO

Convention

No.

138 Concerning Minimum Age

For

Admission

To

Employment (Konvensi

ILO

Mengenai Usia

Minimum Unflrk Diperbolehkan Bekerja). b. Pokok-pokok Konvensi

1. Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

wajib menetapkan kebijakan nasional

untuk

menghapuskan praktek mempekerjakan anak

dan

meningkatkan

usia

minimum untuk diperbolehkan bekerja.

2.

Untuk

pekerjaan-pekerjaan

yang

membahayakan kesehatan,

(14)

kurang

dari

l8

(delapan belas) tahun, kecuali

untuk

pekerjaan

ringan tidak boleh kurang

dari

16 (enam belas) tahur. Negara anggota

ILO

yarlg

mengesahkan Konvensi

ini

wajib

menetapkan

usia

minimum

untuk

diperbolehkan bekerja, aturan mengenai

jam

kerja,

dan

menetapkan

hukuman

atau

sanksi

guna

menjamin pelaksanaannya.

Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

waJib melaporkan pelaksanaannya.

c. Mempertegas batas

usia

minimum

untuk

diperbolehkan bekerja yang berlaku

di

semua sektor

yaitu

15 tahun.

J.

4.

(15)

TENAGA

KERJA.

JABATAN -

DISKRIMINASI

1999.

UU. NO. 21 TAHUN

T999.

LL.

SEKNEG

22

HAL.

UNDANG-UNDANG

REPUBLIK

INDONESIA TENTANG

PENGESAHAN

RESPECT

OF

EMPLOYMENT

AND

OCCUPATTON

(KONVENSI ILO

MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

PEKERJAAN

DAN

JABATAN).

ABSTRAK

'

:

-

Republik

Indonesia

adalah Negara

Huk-um

yang

berdasarkan

Pancasila

dan

UUD

lg45

menjunjung

tinggr

harkat

dan

martabat

manusia

serta

menjamin

semua

warga

negara

bersamaan

kedudukannya didalam hukum, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap pekerjaan berdasarkan

ras,

warna

kulit,

jenis

kelamin,

agam4

pandangan

politik,

kebangsaan,

atau

asal

usul

keturunan

harus dihapus. Selmas dengan keinginan tersebut serta menegalftan

dan

memajukan

pelaksanaan

hak-hak dasar pekerja

dalam

kehidupan

berbangsa

dan

bernegara,

maka

dipandang

perlu mengesahkan

ILO

Convention

No.

111 dengan Undang-undang.

-

Dasar Huk-um Undang-undang

ini

adalah:

Pasal

5

ayat

(l),

Pasal 11,

Pasal

20

ayat

(1),

Pasal

27

UUD 1945;

TAP.

MPR.RI.

No.

XVIVMPR/1998.

-

Dalam Undang-undang

ini

mengatur tentang:

a. Pengesatran

ILO

Convention

No.

I I

I

Concerning Discrimination

In

Respect

Of

Employment

And

Occupation

(Konvensi

ILO Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan).

b. Pokok-pokok Konvensi

1. Negara angota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

wajib

melarang

setiap bentuk

dislaiminasi

dalam

pekerjaan dan

jabatan

termasuk

dalam

memperoleh

pelatihan

dan

keterampilan

yang

didasarkan

atas

ras,

warna

kulit,

jenis kelamin, agama, pandangan

politik,

kebangsaan, atau asal usul

keturunan.

2. Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

wajib

(16)

pentaatan

pelaksanaannya,

peraturan

perundang-undangan,

administrasi,

penyesuaian kebijaksanaan,

pengawasan,

pendidikan dan pelatihan.

3.Negara

anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

wajib melaporkan pelaksanaannya. '

(17)

PERATURAN PERATURAN

MENTERI NO.

PER-O1IVIEN/I999

LL.

DEPNAI(ER

17

HAL.

MENTERI

TENAGA

KERJA

TENTANG

UPAH MINIMUM.

ABSTRAK

:

-

Dalam

rangka

upaya

mewujudkan penghasilan

yang layak

bagt

pekerja,

perlu

ditetapkan

upah minimum

yang

lebih

realistis. Sesuai dengan kemampuan perusahaan secara sektoral, oleh karena

itu

disamping

penetapan

upah

minimum regional

perlu

pula ditetapkan upah minimum sektoral regional.

,

Untuk

mewujudkan maksud tersebut diatas Peraturan

Menteri

No. PER-03/IyIEN/1997 tentang

Upah Minimum

Regional sudah tidak sesuai

lagi,

dan oleh karena

itu

perlu disempurnakan.

-

Dasar hukum Peraturan

ini

adalah:

KUH

Per. Buku

II

Titel

7A

Pasal

1601o;

UU.

No.

I

Tahun 1951;

UU. No.

3

Tahun

1951;

UU.

No. 80

Tahun

1957; UU.

No.

3

Tahun

196l

{.JU.

No.

14

Tahun 1969;

UU. No.

5

Tahun 1974;

UU. No.

7

Tahun 1981; PP.

No.

8

Tahun 1981; KEPRES.

58

Tahun

1969; KEPRES.

No. l22lM

Tahun

1998;

PERMEN.

No.

PER-06A4EN/1985;

PERMEN.

No.

PER-02/lvfENl1993;

PERMEN.

No.

PER-06/MEN/1993;

PERMEN.

No.

PER-Os/IvlEN/1998.

-

Dalam Peraturan

ini

mengatur tentang:

a.

-

Upah Minimum,

UMR

Tk.

I,

UMR

Tk.

II,

UMSR

Tk.

I,

UMSR

Tk.

II,

Sektoral,

pekerja,

pengusaha, perusahaan,

serikat pekerja,

peraturan

perusahaarq kesepakatan kerja bersama, perjanjian kerja, Menteri.

-

Upah minimum terdrri

dari

UMR Tk.

I,

UMR Tk.

II,

UMSR

Tk.

I,

dan UMSR

Tk.

II.

b. Dasar dan wewenang penetapan upah minimum;

(18)

0

-

UMR

Tk. I

dan

UMR

Tk. II

ditetapkan

dengan

mempertimbangkan :

1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). 2. Indek Harga Konsumen (IHK).

3. Kemampuffi, perkembangan dan kelangsungan perusahaan.

4. Upah pada umumnya yang berlaku

di

daerah tertentu dan

antar daerah.

5. Kondisi pasar.

6.

Tingkat

perkembangan perekonomian

dan

pendapatan

per-kapita.

-

UMSR

Tk.

I

dan

UMSR

Tk.

II

ditetapkan berdasarkan

c

I

s/d

6

dengan pertimbangan

kemampuan

perusahaan secara

sektoral, dengan ketenfuan :

1. UMSR

Tk.

I

harus lebih besar sekurang-kurangnya

syo

dan

UMR

TK. I.

2.

UMSR

Tk.

II

harus

lebih

besar sekurang-kurangrya 50 dari

UMR Tk.

IL

d. Tata cara penetapan upah minimum. e. Pelaksanaan ketetapan upah minimum.

f.

Tata cara penangguhan.

g. Sanksi.

CATATAN:

-

Peraturan

ini

mulai berlaku pada tanggal 12 Januari 1999.

-

Dengan

diberlakukan

Permen

ini,

rekomendasi

Gubernur

yang

belum

sesuai

dengan ketentuan

Pasal

5

tetap berlaku

untuk penetapan UMSR

Tk.

I

atau UMSR

Tk.

II

Tahun 1999.

-

Peraturan

Menteri

ini

mencabut Permen

No.

PER-03/MEN/1997 dan Keputusan

Dirjen

Binawas

No.

KEP-1618W11997.

(19)

TENAGA

KERJA-

UPAH 1999.

KEPUTUSAN

MENTERI NO.

KEP.23IVIEN/1999

LL.

DEPNAKER

12

HAL.

KEPUTUSAN

MENTERI TENAGA KERJA TENTANG

PENETAPAN

UPAH

MINIMUM

REGIONAL PADA

27

(DUA PULUH TUJUH)

PROPINSI

DAN

UPAH

MINIMUM

SEKTORAL REGIONAL PADA 19 (SEMBILAN

BELAS)

PROPINSI

DI

INDONESIA.

ABSTRAK

:

-

Kondisi

perekonomian

akhir-akhir

ini

telah

menyebabkan

menurunnya daya

beli

pekerjq oleh

karena

itu

perlu

di-jaga agar

upah pekerja dapat mengarah kepada pemenuhan kebutuhan pekerja

dan keluargarrya serta mendorong peningkatan peran serta pekerja

dalam proses produksi.

Akibat kondisi

ekonomi tersebut banyak perusahaan

yang

mengalami kelesuan sehingga

untuk

mewujudkan

penetapan

upah yang

lebih

realistis

sesuai

dengan

daya

kemampuan perusahaan secara sektoral maka disamping penetapan

Upah

Minimum

Regional

Tk.

I

dan

Regional

Tk.

II

perlu ditetapkan

Upah Minimum

Sektoral

Regional

Tk.

I

dan

Upah

Minimum

Sektoral Regional

Tk.

n.

Keputusan Menteri

No.

KEP-l20AdEN/1998 tentang

Upah Minimum

Regional

pada

27

(dua

puluh tujuh)

propinsi

di

Indonesia sudah tidak sesuai

IaE,

maka

untuk

itu

perlu ditetapkan Keputusan Menteri yang baru.

-

Dasar hukum Keputusan

ini

adalah:

KEPRES

No.

122/M Tahun

1998;

PERMEN

No.

PER-01A4EN/1999; KEPMEN

No.

KEP-28iIvIEN/1994.

-

Dalam Keputusan

ini

mengatur tentang:

a.

-

Penetapan

UMR Tk.

I

dan

UMR Tk.

II,

pada

27

Propinsi di

Indonesia.

-

Penetapan

UMSR

Tk.

I

dan UMSR

di

Indonesia.

b. Besar

UMR

dan UMSR bulanan setiap

Tk.

II

pada

Ig

Propi t3 propinsi.

CATATAN:

-

Keputusan

ini

ditetapkan pada tanggal 17 Pebruari 1999 dan mulai berlaku pada tanggal

1

April

1999.

-

Keputusan

ini

mencabut Kepmen

No.

Y\EP-I2O|MEN/1998 tentang

Upah Regional pada

27

(dua puluh

tujuh)

propinsi

di

Indonesia.

(20)

Menimbang: a

Mengingat :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK TNONESIA

NOMOR 19

TAHIIN

1999

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONVENTION NO. 105

CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED I-ABOUR (KON\TENSI

ILO

MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

MAHA

ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa negara Republik Indonesia

yang

berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

harkat

dan

martabat manusia

serta

menjamin semua

warga

negara bersamaan kedudukannya

di

dalam hukum, sehingga segala bentuk kerja

paksa harus dihapuskan;

bahwa

bangsa Indonesia sebagai

bagian

masyarakat internasional

menghormati, menghargai,

dan

menjunjung

tinggi

prinsip

dan

tujuan

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi

Manusia Tahun 1948, Deklarasi Philadelphia Tahun 1944, dan Konstitusi

Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO),

bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal 25

Juni 1957

di

Jenewa, Swiss, telah menyetujui

ILO

Convention No. I0S concerning

the

Abolition

of

Forced Labour

(Konvensi

ILO

mengenai Penghapusan Kerja Paksa);

bahwa ketentuan Konvensi tersebut selaras dengan keinginan bangsa

Indonesia

untuk

secara

terus

menerus menegakkan

dan

memajukan

pelaksanaan hak-hak dasar pekerja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf

a,

b, c,

dan d,

dipandang perlu mengesahkan

ILO

convention

No.

105 concerning the

Abolition

of

Forced Lqbour (Konvensi

ILO

mengenai Penghapusan Kerja Paksa) dengan Undang-undang.

d.

l.

Pasal

5

ayat

(1),

Pasal 11, Pasal

20

ayat

Undang Dasar 1945;

2.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

XVIVMPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

(l),

dan Pasal

27

Undang-Republik Indonesia Nomor

Dengan persetujuan

(21)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG

TENTANG

PENGESAIIAN

ILO

CONVENTION

NO.

105

CONCERNING

THE

ABOLITION

OF

FORCED LABOUR (KONVf,NSI

ILO

MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA)

Pasal I

Mengesahkan

ILO

Convention

No.

105 concerning the Abolition

of

Forced

Labour (Konvensi

ILO

mengenai Penghapusan Kerja Paksa) yang salinan

naskah aslinya dalam bahasa Inggeris

dan

terjemahannya dalam bahasa

Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian

tidak

terpisahkan dari

,

Undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang

ini

mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang

ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan

di

Jakarta

pada tanggal

7 Mei

1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Diundangkan

di

Jakarta

pada tanggal

7 Mei

1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

BACEARUDDIN JUSUF HABIBIE

ttd

AKBAR

TANJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAHUN

T999 NOMOR 55

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

I

ttd

Lambock

V.

Nahattands

(22)

PEJELASAN ATAS

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 1999

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONWNTION NO. IO5

CONCERNING THE ABOI,ITION OF FORCED LABOUR (KONYENSI

ILO

MENGENAI PENGIIAPUSAN KERJA PAKSA)

1.

UMUM

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar

sejak dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang dapat merampas hak

tersebut.

Hak

asasi manusia

diakui

secara universal sebagaimana tercantum dalam

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang disetujui

PBB

Tahun 1948, Deklarasi

ILO

di

Philadelphia Tahun 1944, dan

Konstitusi

ILO.

Dengan demikian semua negara

di

dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan, dan melindungi hak tersebut. Salah satu bentuk hak asasi

adalah kebebasan untuk secara sukarela melakukan suatu pekerjaan. Jaminan kebebasan

tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan telah diatur dalam

UUD

1945 Pasal 27

ayat

(2)

yang menyebutkan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak

bagi

kemanusiaan". Ketentuan tersebut telah

diatur

dalam

Ketetapan

MPR

RI

No.

XVIIA{PR/1998 tentang

Hak

Asasi Manusia dan berbagai

peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai anggota PBB dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau Internationsl

Labour Organization

(LO),

Indonesia menghargai, menjunjung

tinggi dan

berupaya menerapkan keputusan-keputusan kedua lembaga internasional dimaksud.

Konvensi

ILO

No.

105

mengenai Penghapusan

Kerja

Paksa

yang

disetujui pada

Konferensi Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal

25

funi

1957 di Jenewa merupakan bagian dari perlindungan hak asasi pekerja. Konvensi

ini

mewajibkan

setiap negara anggota

ILO

yang telah meratifikasi untuk menghapuskan dan melarang

kerja paksa yang digunakan sebagai .

a.

alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas pemahaman atau

pengungkapan pandangan

politik

atau ideologi yang bertentangan dengan sistem

politik, sosial, dan ekonomi yang berlaku;

b.

cara

mengerahkan

dan

menggunakan tenaga

kerja untuk

tujuan

pembangunan ekonomi;

c.

alat untuk mendisiplinkan kerja;

d.

hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;

(23)

II.

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI

1.

Konvensi

ILO No.

29

Tahun 1930 mengenai Kerja Paksa meminta semua negara

anggota

ILO

melarang semua bentuk

kerja

paksa

atau wajib kerja

kecuali

melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan wajib militer, wajib kerja dalam rangka

pengabdian sebagai warga negara, wajib kerja menurut keputusan pengadilan, wajib

melakukan pekerjaan dalam keadaan darurat atau wajib kerja sebagai bentuk kerja

gotong royong.

2.

Dalam penerapan Konvensi

No.

29 Tahun 1930 tersebut ditemukan berbagai bentuk penyimpangan. Oleh sebab

itu

dirasakan perlu menyusun dan mengesahkan konvensi

yang secara khusus melarang siapapun mempekerjakan seseorang secara paksa dalam

bentpk mewajibkan tahanan politik untuk bekerja, mengerahkan tenaga kerja dengan

dalih untuk pembangunan ekonomi, mewajibkan kerja untuk mendisiplinkan pekerja,

menghukum pekerja

atas

keikutsertaannya

dalam

pemogokan

atau

melakukan

diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.

III. ALASAN INDONESIA MENGESAHKAN KONVENSI

1.

Pancasila sebagai falsafah

dan

pandangan hidup bangsa Indonesia dan

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum nasional, menjunjung tinggi

harkat dan martabat pekerja sebagaimana tercermin dalam Sila Kemanusiaan yang

Adil

dan

Beradab.

Azas

ini

merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa

Indonesia bertekad untuk mencegah, melarang, dan menghapuskan segala bentuk

kerja paksa sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.

Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia

telah

menetapkan peraturan perundang-undangan

yang

mengatur pencegahan dan pelarangan segala bentuk kerja paksa yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat pekerja.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Ketetapan Nomor

XYII/N{PR/1998 menugasi Presiden dan DPR untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Disamping

itu

Presiden Republik Indonesia telah

ikut

menandatangani Keputusan Pertemuan Tingkat Tinggi mengenai

Pembangunan Sosial

di

Kopenhagen Tahun 1995. Keputusan pertemuan tersebut

antara lain mendorong anggota PBB meratifikasi tujuh konvensi

ILO

yang memuat

hak-hak dasar pekerja, termasuk Konvensi

No.

105

Tahun

1957

mengenai Penghapusan Keda Paksa.

4.

ILO

dalam Sidang Umumnya

yang ke-86

di

Jenewa bulan

Juni

1998 telah

menyepakati Deklarasi

ILO

mengenai Prinsip dan Hak-hak Dasar

di

Tempat Kerja.

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa

setiap

negara

wajib

menghormati dan mewujudkan prinsip-prinsip ketujuh Konvensi Dasar ILO.

2.

J.

(24)

5.

Dalam pengamalan Pancasila dan penerapan peraturan perundang-undangan masih

dirasakan adanya penyimpangan.

Oleh

karena

itu

pengesahan Konvensi ini dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan hukum secara efektif sehingga akan

lebih menjarnin perlindungan hak pekerja dari setiap bentuk pemaksaan kerja.

6.

Pengesahan Konvensi

ini

menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memajukan dan melindungi hak-hak dasar pekerja khususnya hak untuk bebas dari kerja paksa. Hal

ini

akan lebih meningkatkan citra positif Indonesia dan memantapkan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia.

IV. POKOK-POKOK KONVENSI

1.

Negara anggota

ILO

yang mengesahkan Konvensi

ini

harus melarang dan tidak

boleh menggunakan setiap bentuk kerja paksa sebagai alat penekanan

politik,

alat pengerahan untuk tujuan pembangunan, alat mendisiplinkan pekerja, sebagai hukuman

atas keterlibatan dalam pemogokan dan sebagai tindakan diskriminasi.

2.

Negara anggota

ILO

yang mengesahkan Konvensi

ini

harus mengambil tindakan

yang menjamin penghapusan kerja paksa dengan segera dan menyeluruh.

3.

Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi harus melaporkan pelaksanaannya

PASAL

DEMI

PASAL Pasal I

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia,

maka yang berlaku adalah naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggeris.

Pasal 2

Cukup jelas

(25)

International

Labour

Conference

CONVENTION 105

CONVENTION CONCERNING THE ABOLITION

oF

FORCED LABOU& ADOPTED

BY

THE CONFERENCE

AT

ITS FORTIETH SESSION,

GENEVAs 25 JUNE 1957

AUTI{ENTIC TEXT

(26)

Convention 105

CONVENTION CONCERNING THE ABOLITION

OF

FORCED LABOUR The General Conference

of

the International Labour Organisation,

Having

been convened

at

Geneva

by

the Governing Body

of

the

International Labour

Office, and having met

in

its Fortieth Session on

5

June 1957, and

Having considered the question

of

forced labour, which is the fourth item

on

the

agenda

of

the session, and

Having rtoted the provisions

of

the Forced Labour Convention, 1930, and

Having noted that the Slavery Protection Convention, 1926, provides

that

all

necessary

measures shall be taken

to

prevent compulsory

or

forced labour from developing into conditions analogous

to

slavery and that the Suplementary Convention on the Abolition

of

Slavery,

the

Slave Trade

ard

Institutions and Practices Similar

to

Slavery, 1956,

provides for the complete abolition

of

debt bondage and serftlorn, and

Having noted that the Protection

of

Wages Convention, 1949, provides that wages small be paid regularly and prohibits methods

of

payment which deprive

the

worker

of

a

genuine possibility

of

terminating his employment, and

Having decide upon

the

adoption

of

further proposals

with

regard

to

the

abolition

of

certain forms

of

forced

or

compulsory labour constituting

a

violation

of

the rights

of

man referred to

in

the Charter

of

the United Nations and enunciated by the Universal

Declaration

of

Human Rights, and

Haring determined that these proposals shall take the from

of

an international Conventiorl

adopts this twenthy-fifth day

of

June

of

the year one thousand nine hundred and

fifty-seven the following Convention, which may be cited as the Abolition

of

Forced Labour

Convention, 1957 .

Article I

Each Member

of

the International Labour Organisation which ratifies this Conventioan

Undertakes

to

suppress and not

to

make use

of

any form

of

forced

or

copmulsory

labour-(a)

as

a

means

of

political coercion

or

education

or

as

a

punishment

for

holding or

expressing political views

or

views ideologically opposed

to

the

established political,

social

or

economic system;

(b) as a method

of

mobilising and using labour

for

purposes

of

economic development;

(c) as a means

of

labour discipline;

(d) as a punishment

for

having participated

in

strikes;

(27)

Article 2

Each Member

of

the International Labour Organisation which ratifies

this

Convention

undertakes

to

take effective measures

to

secure the immediate and complete abolition of

forced

or

compulsory labour as specified

in

Article 1

of

this Convention.

Article 3

The formal ratifications

of

this

Convention shall

be

communicated

to

the

Director-General

of

the International Labour Office

for

registration.

Article 4

1.

This Convention shall be binding only upon those Members

of

the International Labour Organisation whose ratifications have been registered with the Director-General.

2. It

shall come into force twelve months after the date on which the ratification

of

two

Members have been registered with the Director-General.

3.

Thereafter, this Convention shall come into force

for

any Member twelve months after

the date on which its ratification has been registered.

Article 5

l.

A

Member which has ratified this Convention may denounce

it

after the expiration of ten years from the date

on

which the Convention

first

comes

into

force,

by

an

act

communicated

to

the

Director-General

of

the

International

Labour

Ofiice

for registration. Such denunciation shall

not

take effect

until

one year after

the

date on

which

it

is registered.

2.

Each Member which has ratified this Convention and which does not, within the year following

the

expiration

of

the

period

of

ten

years mentioned

in

the

preceding

paragraph, exercise the right

of

denunciation provided

for in

this Article,

will

be bound

for

another period

of

ten years and, thereafter, may denounce this Convention

at

the

expiration

of

each period

of

ten years under the terms provided

for

in this Article.

Article 6

l.

The Director-General

of

the International Labour Offfice shall notify all Members

of

the

International

Labour

Organisation

of

the

registration

of all

ratifications and denunciations communicated

to

him by the Members

of

the Organisation.

(28)

2.

When notifying

the

Members of

ratification communicated

to

him,

Members

of

the Organisation to

force.

the

Organisation

of

the Director-General

the date upon which

the

registration

shall draw the

the

Convention

of

the

second

attention

of

the

will

come into

The

Director-General

of

the

Internatioanl Secretary-General

of

the United Nations for

the

Charter

of

the

United Nations full

denunciation registered by him

in

accordance

Article 7

Labour

Office

shall

communicate

to

the

registration

in

accordance

with

article 102 of

particulars

of all

ratifications

and

acts of

with the provisions

of

the preceding Articles.

Article 8

At

such times as

it

may consider necessary

the

Governing

Body

of

the

International

Labour Office shall present

to

the General Conference

a

report

on

the working

of

this

Convention and shall examine the desirability

of

placing on the agenda

of

the Conference

the question

of

its revision

in

whole

or in

part.

Article 9

l.

Should the Conferenoe adopt

a

new Convention revising this Convention

in

whole or

in

part, then, unless the new Convention otherwise

provides-(a) the ratification by a Member

of

the new revising Convention shall

the

immediate denunciation

of

this

Convention, notwithstanding Article

5

above,

if

and when

the

new revising Convention shall

force;

(b)

as from

the

date when

the

new

revising Convention comes

Convention shall cease

to

be open

to

ratification by the Members.

ipso

jure

involve

the

provisions

of

have come intq

into

force

this

2.

This Convention shall

in

any case remain

in

force

in its

actual form and content for

those Members which have ratified

it

but have not ratified the revising Convention.

Article

l0

The

English

and

French versions

of

the text

of

this

Convention

&re

equally authoritative.

The foregoing

is

the

authentic

text

of

the

Convetion

duly

adopted

by

the

General

Conference

of

the International Labour Organisation during

its

Fortieth Session which was

(29)

IN

FAITH WHEREOF we have appended our signatures this fourth day

of

July 1957. The President

of

the Conference,

IIAROLD

HOLT.

The Director-General

of

the International Labour Office,

DAVID

A.

MORSE.

The

text

of

the

Convention as here

presented

is

a

true

copy

of

the

text

authenticated

by

the

signatures

of

the

President

of

the

International Labour

Conference and

of

the

Director-General

of

the International Labour Office.

Certified true and complete copy,

for

the Dirctor-General

of

the International Labour Office:

Certified true and complete copy,

For the Director-General

of the Intemational Labour Office:

DOMINICK DEWIN

Logal Advisor

of &e Intemational Labour Office

(30)

Konferensi

Ketenagakerjaan Internasional

KONI\IENSI 105

KONT\'ENSI MENGENAI PENGHAPUSAN

KERIA PAKSA

DISETUJTII OLEH KONFERENSI

PADA SIDANGNYA YANG KEEMPAT PULUH,

GENEVA 25 JUNI 1957

(31)

Konvensi 105

KONVENSI MENGENAI PENGIIAPUSAN KERJA PAKSA

Konferensi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional,

Setelah diundang

ke

Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional,

dan setelah mengadakan sidangnya yang keempat puluh pada tanggal

5

Juni 1957, dan

Setelah mempertimbangkan masalah kerja paksa, yang merupakan aoara keempat dalam agenda sidang

itu,

dan

Setelah memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi Keda Paksa, 1930, dan

Setelah memperhatikan bahwa Konvensi Perbudakan, 1926, menyatakan bahwa semua

tindakan yang

perlu wajib

diambil

untuk

mencegah

wajib kerja atau kerja

paksa

berkembang menjadi kondisi

yang

$arna dengan perbudakan

dan

bahwa Konvensi

Tambahan tentang Penghapustm Perbudakan, Perdagangan Budak dan LembagaJembaga

serta Praktek-praktek Sejenis Perbudakan, 1956, menyatakan penghapusan menyeluruh

kerja ijon dan perhambaan, dan

Setelah memperhatikan bahwa Konvensi Perlindungan Upah, 1949, menyatakan bahwa upah wajib dibayarkan secara teratur dan melarang cara-cara pembayaran yang meniadakan

kemungkinan bagi pekerja menghentikan hubungan kerjanya, dan

Setelah memutuskan untuk menerima usulan selanjutnya yang berkaitan dengan penghapusan

bentuk-bentuk tertentu kerja paksa atut wajib kerja yang merupakan pelanggaran hak-hak seseorang sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa dan

ditegaskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan

Setelah menetapkan bahwa usulan tersebut harus berbentuk Konvensi Internasional.

menyetujui, pada tanggal dua puluh lima bulan Juni tahun seribu sembilan ratus lima puluh

tujuh, Konvensi

ini

yang disebut Konvensi Penghapusan Kerja Paksa, 1957 :

Pasal I

Setiap anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratifikasi Konvensi ini wajib melarang dan tidak memanfaatkan segala bentuk kerja paksa atau wajib kerja :

(a) sebagai alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas pemahaman

atau pengungkapan pandangan

politik

atau ideologi yang bertentangan dengan sistem

politik, sosial, dan ekonomi yang berlaku;

(32)

(b) sebagai cara mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan pembangunan ekonomi;

(c) sebagai alat untuk mendisiplinkan kerja;

(d) sebagai hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;

(e) sebagai cara melakukan diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan atau agama. Pasal 2

Setiap anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional yang meratifikasi Konvensi ini

harus mengambil tindakan efektif untuk menjamin penghapusan segera dan menyeluruh atas

kerja paksa atau wajib kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Konvensi ini.

Pasal 3

Ratifikasi resmi Konvensi

ini

harus disampaikan kepada

Direktur

Jenderal Kantor

Ketenagakerjaan Internasional untuk didaftar.

Pasal 4

1.

Konvensi

ini

mengikat hanya

bagi

anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional

yang ratifikasinya telah didaftar oleh Direlctur Jenderal.

2.

Konvensi

ini

mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratifikasi oleh dua anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional telah didaftar oleh Direktur Jenderal.

3.

Selanjutnya, Konvensi

ini

akan berlaku bagi setiap Anggota dua belas bulan setelah tanggal ratifikasinya didaftar.

Pasal 5

1. Anggota yang telah meratifikasi Konvensi

ini

dapat membatalkannya, setelah melampaui

waktu

sepuluh tahun terhitung sejak tanggal Konvensi

ini

mulai

berlaku, dengan menyampaikan keterangan kepada Direktur Jenderal Kantor Ketenagakerjaan Internasional untuk didaftar. Pembatalan

itu

tidak

akan berlaku hingga satu tahun setelah tanggal pendaftarannya.

2.

Setiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi

ini

dan yang dalam waktu satu tahun

setelah berakhirnya masa sepuluh tahun sebagaimana tersebut dalam ayat tersebut di atas tidak menggunakan hak pembatalan menurut ketentuan dalam pasal ini, akan terikat

untuk sepuluh tahun lagi, dan sesudah

itu

dapat membatalkan Konvensi

ini

pada waktu berakhirnya tiap-tiap masa sepuluh tahun sebagaimana diatur dalam pasal ini.

(33)

Pasal 6

l.

Direktur Jenderal Kantor Ketenagakerjaan Internasional wajib memberitahukan kepada

segenap anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional tentang pendaftaran semua

pengesahan dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh anggota Organisasi.

2.

Pada saat memberitahukan kepada anggota Organisasi tentang pendaftaran ratifikasi

kedua yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal wajib meminta perhatian anggota

Organisasi mengenai tanggal mulai berlakunya Konvensi ini.

Pasal 7

Direktur Jenderal Kantor Ketenagakerjaan Internasional

wajib

menyampaikan kepada

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa untuk didaftar, sesuai dengan pasal rc2 Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, hal ikwal mengenai semua ratifikasi dan pembatalan

yang didaftarkannya menurut ketentuan pasal-pasal tersebut

di

atas. Pasal 8

Pada waktu yang dianggap perlu, Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional wajib menyampaikan kepada Konferensi laporan mengenai pelaksanaan Konvensi

ini

dan

wajib mempertimbangkan perlunya mengagendakan dalam Konvensi, perubahan Konvensi ini

seluruhnya atau sebagian.

Pasal 9

1. Jika

Konferensi menyetujui Konvensi

baru

yang memperbaiki Konvensi

ini

secara

keseluruhan atau sebagian, kecuali Konvensi baru menetukan lain, maka:

(a) ratifikasi oleh anggota atas Konvensi baru yang memperbaiki, secara hukum berarti

pembatalan atas Konvensi

ini

tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal

(5)

di

atas,

jika

dan bilamana Konvensi baru yang memperbaiki

itu

mulai berlaku;

(b) sejak tanggal Konvensi baru yang memperbaiki

itu

berlaku, Konvensi

ini

tidak dapat disahkan lagi oleh anggota.

2.

Konvensi

ini

akan tetap berlaku dalam bentuk dan

isi

aslinya bagi Anggota yang telah

meratifikasinya, tetapi belum mengesahkan Konvensi yang memperbaikinya.

Pasal

l0

Naskah Konvensi

ini

dalam bahasa Inggeris dan bahasa Perancis sama-sama resmi.

(34)

Menimbang: a.

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1999

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONWNTION NO.

I3S

CONCERNING

MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI

ILO

MANGENAI USIA

MINIMUM

UNTUK

DIPERBOLEHKAN KERJA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

MAIIA

ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa

negara Republik Indonesia

yang

berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

harkat

dan

martabat manusia sehingga anak sebagai generasi penerus

bangsa wajib memperoleh jaminan perlindungan agar dapat tumbuh dan

berkembang secara sehat dan wajar, baik jasmani dan rohani, maupun

sosial dan intelektual;

bahwa

bangsa Indonesia sebagai

bagian

masyarakat internasional

menghormati, menghargai, dan menjujung tinggi prinsip dan tujuan Piagam

Perserikatan Bangsa Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi

Manusia Tahun 1948, Deklarasi Philadelphia

Tahun

1944, Konstitusi

Organisasi Ketenagakerjaan Internasional

(ILO),

dan Konvensi Hak-hak

Anak Tahun 1989;

bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Internasional

yang

kelima

puluh

delapan tanggal 26 Juni 1973, telah menyetujui

ILO

Convention

No.

138

concerning Minimum Age

for

Admission

to

Employment (Konvensi ILO

mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja);

bahwa Konvensi tersebut selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus menerus menegakkan dan meningkatkan pelaksanaan hak-hak

dasar anak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam

huruf

a,

b, c,

dan d

dipandang

perlu

mengesahkan

ILO

Convention

No.

138

concerning

Minimum Age

for

Admision

ta

Employment (Konvensi

ILO

mengenai

Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) dengan Undang-undang; b.

d.

(35)

Mengingat

:

l.

Pasal

5

ayat (1), Pasal 11, Pasal

20

ayat (1), Pasal 27

,

Pasal 31 , dan

Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945;

2.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII / MPR

I

1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN

RAI(YAT

REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN

Menetapkan:UNDANG-UNDANG

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONVENTION

,

NO.

138

CONCERNING

MINIMUM

AGE

FOR

ADMISSION

TO

EMPLOYMENT

(

KONVENSI

ILO

MENGENAI

USIA

MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA ).

Pasal

I

Mengesahkan

ILO

Convention

No.

138

concerning Minimum

Age

for Admission

to

Employment (Konvensi

ILO

mengenai Usia Minimum untuk

Diperbolehkan Bekerja) dengan membuat suatu Pernyataan sesuai dengan

ketentuan Pasal

2

ayat

(l)

yang naskah aslinya dalam bahasa Inggeris dan

terjemahanya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.

Pasal 2

Undang-undang

ini

mulai

berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar

setiap

orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan

di

Jakarta

pada tanggal

7

Mei

1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd

BACIIARUDDIN JUSUF HABIBTS

(36)

Diundangkan

di

Jakarta

pada tanggal

7 Mei

1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA trd

AKBAR

TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 56

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan

Perundang-undangan

I

ttd

(37)

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1999

TENTANG

PENGESAHAN

ILO

CONVENTION NO. I3S

CONCERNING

MINIMAM

AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT

( KONVENSI

ILO

MENGENAI USIA

MINIMUM

UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKtrRJA )

L

UMUM

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar sejak

dilahirkarL sehingga

tidak

ada manusia atau pihak

lain

yang boleh merampas hak

tersebut. Hak dasar anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak-hak Asasi

Manusia, Deklarasi

ILO

di

Philadelphia Tahun 1944, Konstitusi

ILO,

Deklarasi PBB

Tahun 1959 tentang Hak-hak Analq Konvensi

PBB

Tahun 1966 tentang Hak-hak

Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dan Konvensi PBB Tahun 1989 tentang Hak-hak Anak.

Dengan demikian semua Negara

di

dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan, dan melindungi hak tersebut.

Salah satu bentuk hak dasar anak adalah jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh

baik fisik maupun mental. Jaminan perlindungan hak dasar tersebut sesuai dengan

nilai-nilai

Pancasila dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagai anggota

PBB

dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International

Labour Organization

(tr-O),

Indonesia menghargai, menjunjung tinggi

,

dan berupaya menerapkan keputusan-keputusan lembaga internasional dimaksud.

Konvensi

ILO

No.

138 Tahun 1973 mengenai Usia Mnimum untuk Diperbolehkan

Bekerja yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan International kelima puluh

delapan tanggal

26

Juni

1973

di

Jenewa merupakan salah

satu

Konvensi yang

melindungi hak asasi anak. Konvensi

ini

mewajibkan setiap negara anggota

ILO

yang

telah meratifikasi, menetapkan batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.

Sesuai dengan ketentuan Pasal

2

ayat

(l)

Konvensi, Indonesia melampirkan Pernyataan

(Declaration) yang menetapkan bahwa batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja

yang diberlakukan

di

wilayah Republik Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun.

(38)

U.

POKOK.POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI

l.

Konvensi

No.

5

Tahun 1919 mengenai

Usia

Minimum

untuk

Sektor Industri,

Konvensi

No.

7

Tahun l92O mengenai Usia Minimum

untuk

Sektor Kelautan,

Konvensi

No.

l0

Tahun 1921 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Agraria, dan

Konvensi

No.

33 Tahun 1932 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Non Industri, menetapkan bahwa usia minimum untuk bekerja 14 (empat belas) tahun. Selanjutnya

Konvensi

No.

58

Tahun 1936 mengenai Usia Minimum untuk Kelautan, Konvensi

No.

59 Tahun 1937 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Industri, Konvensi No.

60 Tahun 1937 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Non Industri, dan Konvensi

No.

ll2

Tahun 1959 mengenai

Usia

Minimum

untuk

Pelaut, mengubah usia

minimum untuk bekerja menjadi 15 (lima belas) tahun.

2.

Dalam penerapan berbagai Konvensi tersebut

di

atas

di

banyak negara masih

ditemukan berbagai bentuk penlmpangan batas usia minimum untuk bekerja. Oleh

karena

itu

ILO

merasa perlu menyusun dan mengesahkan konvensi yang secara

khusus mempertegas batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang berlaku

disemua sektor yaitu 15 ( lima belas

)

tahun.

M.ALASAN

INDONESIA MENGESAHKAN KONVtrNSI

l.

Pancasila sebagai falsafah

dan

pandangan hidup bangsa Indonesia

dan

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum nasional, menjungjung

tinggi

harkat

dan

martabat manusia seperti tercermin dalam sila-sila Pancasila

khususnya Sila Kemanusiaan yang

Adil

dan Beradab. Untuk

itu

bangsa Indonesia

bertekad melindungi hak dasar anak sesuai dengan Konvensi ini .

2.

Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945,

Indonesia telah menetapkan berbagai peraturan perundiurg-undangan yang mengatur

perlindungan terhadap anak.

3.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Ketetapan Nomor XVIIi\{PR/199S tentang

Hak

Asasi Manusia menugasi Presiden dan DPR untuk

meratifikasi berbagai instrumen

PBB

yang berkaitan dengan

hak

asasi manusia.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi

PBB

tanggal

30

September 1990 mengenai

Hak-hak

Anak

Disamping

itu

Presiden

Republik

Indonesia

telah

ikut

menandatangani Keputusan Pertemuan Tingkat

Tinggi

mengenai Pembangunan Sosial

di

Kopenhagen Tahun 1995. Keputusan Pertemuan tersebut antara lain mendorong

anggota PBB meratifikasi tujuh Konvensi

ILO

yang memuat hak-hak dasar pekerja,

termasuk Konvensi

No.

138

Tahun 1973

mengenai

Usia

Minimum

untuk diperbolehkan Bekerja.

4.

ILO

dalam sidang umumnya

yang ke-86

di

Jenewa

bulan

Juni

1998 telah

(39)

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa

setiap

negara

rrajib

menghormati dan

mewujudkan prinsip-prinnsip ketujuh Konvensi Dasar ILO.

Dalam pengamalan Pancasila

dan

penerapan peraturan perundang-undangan masih

dirasakan adanya penyimpangan perlindungan hak anak. Oleh karena

itu

pengesahan

Konvensi

ini

dimaksudkan

untuk

menghapuskan

segala

bentuk

praktek

mempekerjakan anak serta meningkatkan perlindungan dan penegakan hukum secara

efektif sehingga akan lebih menjamin perlindungan anak

dari

exploitasi ekonomi,

pekerjaan

yang

membahayakan keselamatan

dan

kesehatan

anak,

mengganggu

pendidikan, serta menggangggu perkembangan fisik dan mental anak.

Pengesahan Konvensi

ini

menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memajukan dan

melindungi hak dasar anak sebagaimana diuraikan pada butir

5.

Hal

ini

akan lebih

meningkatkan

citra positif

Indonesia

dan

memantapkan kepercayaan masyarakat internasional.

TV. POKOK.POKOK KONVENSI

l.

Negara anggota

ILO

yang mengesahkan Konvensi

ini

wajib menetapkan kebijakan

nasional untuk menghapuskan praklek mempekerjakan anak dan meningkatkan usia

minimum untuk diperbolehkan bekerja.

2.

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral

anak harus diupayakan tidak boleh kurang

dari usia

l8

(delapan belas) tahun,

kecuali untuk pekerjaan ringan tidak kurang dari 16 (enam belas) tahun.

3.

Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan Konvensi

ini

wajib

menetapkan usia

minimum untuk diperbolehkan bekerja, aturan mengenai

jam kerjq

dan menetapkan

hukuman atau sanksi guna menjamin pelaksanaannya.

4.

Negara anggota

ILO

yang

mengesahkan

Konvensi

ini

wajib

melaporkan pelaksanaannya.

V.

PASAL

DEMI

PASAL Pasal I

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia,

maka yang berlaku adalah naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggeris.

Pasal 2

Cukup jelas

TAMBAIIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3835

5.

6.

(40)

LAMPIRAN

UNDANC-UNDANG RNPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1999

TENTANG

PANGESAIIAN

ILO KONWNTION

NO. I3S CONCERNING MINIMT]M

AGE

FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT

(KONVENSI

ILO

MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLNHKAN BNKERJA)

PERT\TYATAAN

MENGENAI USIA

MINIMUM

UNTUK

DIPERBOLEIIKAN BEKERJA

Sesuai dengan Pasal

2

ayat

(1)

Konvensi, Pemerintah Republik Indonesia dengan ini

menyatakan bahwa usia minimum untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 (lima belas) tahun.

PRESIDEN Rf,PUBLIK INDONESIA ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan

Perundang-undangan I ttd

(41)

ANNEX OF

THf,

LAW

OF THE

REPUBLTC

OF THE

INDONESIA NUMBER 20

YEAR

1999

ON

THE

RATIFICATION OF

THE

ILO

CONVENTION NO.

I38

CONCERNING MINIMUN AGE FOR ADMISSION

TO

EMPLOYMENT

DECLARATION

CONCERNING

MINIMUM AGE

FOR ADMISSION

TO

EMPLOYMENT

In

accordance

with

Article

2

Paragraph

I

of

the

Convention,

the

Government

of

the

Republic

of

Indonesia hereby declares that the minimum age

for

admission

to

employment

is

15 (fifteen) years.

PRESIDf,NT

OF THE

REPUBLIC

OF

INDONESIA

BACHARUDDTN JUSUF HABIBIE

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

I

ttd

Lambock

V.

Nahattands

(42)

International

Labour

Conference

CONVENTION 138

CONVENTION CONCERNTNG MINIMUM AGE

FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT,

ADOPTED

BY

THE CONFERENCE

AT

ITS FIFTY-EIGHTH SESSION

GENEVAs 26 JUNE 1973

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian telah terbukti bahwa ada efektivitas media hitungan statistik menyatakan hasil hitung bilangan matematika siswa tunanetra kelas iv di SLB

Opini adalah pendapat/pikiran/pendirian yang dapat ditulis melalui media teks untuk disampaikan kepada orang lain melalui media cetak (khususnya majalah, surat kabar) dan

Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Model Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) pada kurikulum 2013 di Indonesia ini belum berjalan dengan baik,

Hal ini menandakan bahwa dalam rangka memenangkan persaingan untuk dapat duduk menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Sragen maka salah satu saluran komunikasi

Tahap fabrikasi dilakukan dengan metode arcdischarge yakni menggunakan elektroda grafit yang berasal dari batu baterai kering bekas dan medium cair suspensi TiO 2 dalam

The data have been analyzed based on the research question to answer the research question. This studied used videos downloaded from YouTube. The videos were analyzed

BCA juga memperkuat kerja sama co-branding dengan bank- bank lainnya dimana para nasabah bank lain dapat melakukan transaksi pembayaran melalui kartu Flazz di seluruh merchant

Struktur Cemara Timur ditemukan pada akhir tahun 1976 dengan pemboran eksplorasi pertama pada sumur CMT-01 dengan produksi minyak sebesar 150 BOPD dan 5 MMCFGPD