• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI HIDDEN CURRICULUM PADA PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI HIDDEN CURRICULUM PADA PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Pendidikan Agama Islam (PAI)

Oleh:

SIGIT WAHYONO

NIM: 053111129

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 14 Juni 2010 Deklarator,

Sigit Wahyono NIM. 053111129

(5)

ABSTRAK

Sigit Wahyono (053111129), Inovasi Hidden Curriculum Pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati). Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). Bagaimana konsep inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship. 2). Bagaimana inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship di Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research) dengan teknik studi kasus (case study) dan menggenakan pendekatan kualitatif.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa: 1). Konsep inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship merupakan gambaran tentang pembaharuan yang terjadi dalam kurikulum tersembunyi pada pesantren yang menanamkan dan melaksanakan pendidikan entrepreneurship. Pembaharuan tersebut terdapat pada, visi dan misi seorang kyai, pola hubungan komunikasi antara santri-ustadz-kyai. Selain itu terdapat pada tata tertib, rutinitas dan kebijakan yang ada di pesantren.

2). Inovasi hidden curriculumpada pesantren berbasis entrepreneurshipdi Pondok Pesantren Al-Isti’anah terletak pada, Pertama, visi dan misi kyai Rahmat. Setelah melihat tantangan dan profil lulusan pesantren setelah terjun dalam masyarakat, kyai Rahmat mempunyai ide, gagasan yang inovatif, yaitu memberikan kegiatan lapangan kepada santri dalam bentuk ketrampilan pada bidang-bidang usaha. Kedua, hubungan dan komunikasi santri-ustadz-kyai. Terlihat hubugan antara ketiga unsur pesantren ini terjadi pembaharuan yang menyebabkan suasana kebersamaan dan kekeluargaan semakin dekat. Hubungan dan komunikasi antara ketiga unsur pesantren ini tidak hanya terjadi dalam pembelajaran formal pada materi-materi keagamaan, tetapi juga terjadi pada saat kegiatan lapangan atau kegiatan ketrampilan. Ketiga, kegiatan kesehariaan santri. Dengan adanya pelaksanaan kegiatan lapangan menyebabkan aktivitas keseharian santri mengalami perubahan. Dilihat dari aktifitas keseharian santri yang berubah yaitu ketika pagi hari setelah santri salat Shubuh berjama’ah dan mengaji kitab, santri kemudian bersiap-siap untuk menajalankan aktifitas lapangan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kegiatan ini secara tidak langsung tidak memberikan kesempatan kepada santri untuk bermalas-malasan di kamar. Selain waktu pagi, kegiatan lapangan juga dilaksanakan pada sore hari setelah salat Ashar berjama’ah dan mengaji kitab.

(6)

MOTTO

…..





















………



“….. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

.” (Q. S. Ar-Ra’du [13]: 11).1

1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponegoro,

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati baik sebagai hamba Allah dan insane akademis, karya tulis yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1) Ayah (Mulyono), ibu (Ngatmi) dan juga nenek (Darsi) tercinta, yang selalu berjuang dan berdoa tiada henti-hentinya untuk keberhasilan anak-anaknya. 2) Adik (Wasis Noor Rohmansyah) tersayang, yang membuat penulis untuk

selalu berbuat yang terbaik sebagai teladan yang patut dicontoh. Serta semua keluarga yang senantiasa memberikan dukungan

3) Seseorang yang selalu setia menungguku, mendampingiku dalam suka dan duka, selalu memberikan semangat dan bantuan kepadaku (My Dream).

4) Lurah dan direktur LABIBA yang sudah banyak memberikan ilmu dan bimbingan untuk “belajar berfikir jernih” dan semakin bijak dalam menjalani hidup ini. Dan juga seluruh sahabat-sahabat forum ngaji dan diskusi LABIBA. 5) Sahabat-sabahat pengurus PMII Cabang Kota Semarang yang selalu membuat

semangat dan inspirasi untuk berfikir ke depan dan mampu memberi manfaat kepada sesama.

6) Sahabat-sabahat B_Five (Sofyan, Fitri, Ali, Hijriyah, Lysin, Ulis, Munif, dkk), sahabat-sahabat angkatan 05 seperjuangan serta keluarga besar PMII Rayon Tarbiyah yang telah mengajarkan akan arti komitmen dan loyalitas.

7) Teman-teman seperjuangan PAI B angkatan 2005. 8) Almamater IAIN Walisongo Semarang.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah pada setiap ciptaanNya. Tak lupa shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada nabi agung Muhammad SAW atas syafa’at yang diberikan kepada seluruh umatnya dan penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: ”Inovasi Hidden Curriculum Pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati) ”.

Usaha dalam menyelesaikan skripsi ini memang tidak lepas dari berbagai kendala dan hambatan, akan tetapi dapat penulis selesaikan juga walaupun masih banyak kekurangan yang ada. Oleh karena itu penulis panjatkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT dengan Rahman dan Rahim-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada mereka yang telah terlibat dalam penulisan skripsi baik secara emosional, akademis, moral, materiil serta keterlibatannya yang lain, terutama kepada:

1) Yth. Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M. Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2) Yth. Ahmad Muthohar, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3) Yth. Drs. H. Fatah Syukur, NC, M. Ag, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4) Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan bekal ilmu selama menjadi mahasiswa di IAIN Walisongo Semarang.

(9)

5) Kyai Rahmat, selaku Pengasuh pondok pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati yang telah memberikan ijin dan membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

6) Para ustadz dan santri pondok pesantren Al-Isti’anah yang telah membantu penulis dalam menyelsaikan karya tulis ini.

7) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dorongan serta bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semau pihak yang telah bersedia membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan masukan bagi pembaca. Amin. Terima kasih.

Semarang, 14 Juni 2010 Penulis,

Sigit Wahyono NIM: 0531111129

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN ...iii

DEKLARASI ...iv

ABSTRAK ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI...x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Penegasan Istilah...6

C. Perumusan Masalah ...8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

E. Kajian Pustaka...9

F. Metodologi Penelitian ...10

1. Fokus Penelitian...10

2. Pendekatan Penelitian ...10

3. Metode Pengumpulan Data...11

4. Metode Analisis Data...13

BAB II: INOVASI HIDDEN CURRICULUM PADA PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP A. Inovasi hidden curriculum ...15

1. Pengertian Inovasi...15

2. Hidden curriculum ...18

a) Konsep hidden curriculum...19

(11)

c) Keberadaan hidden curriculum...22

B. Pendidikan EntrepreneurshipPada Pesantren...26

1. Pendidikan Entrepreneurship ...26

a) Pengertian Entrepreneurship ...28

b) Hakekat pendidikan Entrepreneurship...29

c) Tujuan pendidikan Entrepreneurship ...32

d) Hidden Curriculum dan Pengembangan Jiwa Entrenpreneurship ...34

2. Karakteristik Pendidikan Pesantren ...36

a) Tradisi dan Pola Hubungan Pergaulan Di Pesantren ...38

b) Kurikulum Pesantren...41

c) Hidden curriculum Pada Pesantren...46

d) Pengembangan Jiwa EntrepreneurshipPada Pesantren ...49

C. Inovasi Hidden Curriculum Pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship ...52

BAB III: HASIL PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN AL-ISTI’ANAH PLANGITAN PATI A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Isti’anah...60

1. Sistem pengajaran ...61

a. Dasar dan Tujuan Pendidikan ...61

b. Kondisi Pembelajaran ...62

1) Keadaan Santri ...62

2) Kegiatan Santri...64

3) Aktivitas Pendidikan ...66

4) Unit Pendidikan...70

c. Kondisi Fisik dan Sarana Prasarana...70

2. Sistem Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Isti’anah...72

B. Penanaman dan pelaksanaan pendidikan entrepreneurship di Pondok Pesantren Al-Isti’anah...74

(12)

1. Figur kyai Nur Rahmat dalam Pengembangan pendidikan entrepreneurshipdi Pondok Pesantren Al-Isti’anah...75 2. Pelaksanaan Pendidikan Entrepreneurship di Pondok

Pesantren Al-Isti’anah...78 3. Tindak Lanjut Pendidikan Entrepreneurship untuk Alumni ...82

BAB IV : ANALISIS HIDDEN CURRICULUM PADA PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP DI PONDOK PESANTREN AL-ISTI’ANAH PLANGITAN PATI A. Inovasi Hidden Curriculum Pada Pesantren Berbasis

Entrepreneurshipdi Pondok Pesantren Al-Isti’anah ...86 B. Urgensi Pendidikan Entrepreneurship di Pondok Pesantren

Al-Isti’anah dalam Eksistensi Pesantren Di Era Globalisasi...92 C. Rekomendasi Pelaksanaan Pendidikan Entrepreneurship di

Pondok Pesantren Al-Isti’anah dilihat dari Input-Proses-Output ...100

BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan ...103 B. Saran-Saran ...104 C. Penutup...106

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal maupun informal, merupakan suatu upaya untuk menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas. Pembaharuan mengiringi perputaran zaman yang tak henti-hentinya berputar sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan. Kebutuhan akan layanan individual terhadap peserta didik dan perbaikan kesempatan belajar bagi mereka, telah menjadi pendorong utama timbulnya pembaharuan dalam pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus mampu mengantisipasi perkembangan tersebut dengan terus menerus mengupayakan suatu program yang sesuai dengan perkembangan anak, perkembangan zaman, situasi, kondisi, dan kebutuhan peserta didik.2

Berbicara soal pendidikan, tentunya tidak terlepas dari bagaimana hasil atau output dari pendidikan tersebut. Salah satu unsur dari pendidikan yang berperan dalam menentukan kualitas lulusannya adalah kurikulum.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian kurikulum sangat penting dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, sukses tidaknya suatu tujuan pendidikan tentu tergantung pada kurikulumnya.

Terkait dengan pendidikan dan kurikulum dalam sebuah institusi atau lembaga pendidikan yang terdapat di negeri ini, ada satu institusi

(14)

pendidikan asli produk negeri ini yang memiliki keunikan dalam hal kurikulumnya. Lembaga ini tidak lain, adalah pesantren.

Secara substansial, pesantren merupakan institusi keagamaan yang tidak mungkin dilepaskan dari masyarakat, khususnya pedesaan. Lembaga ini tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat yang memposisikan dirinya sebagai bagian masyarakat dalam pengertian yang transformatif. Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang sarat dengan nuansa transformasi sosial. Pesantren berikhtiar meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada mulanya ditekankan kepada pembentukan moral keagamaan dan kemudian dikembangkan kepada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis dan terpadu.3

Dari sudut pengelolaan pendidikan di dalamnya, watak kemandirian pesantren dapat dilihat, baik dalam sistem pendidikan dan strukturnya maupun dalam pandangan hidup yang ditimbulkan dalam diri santri.

Struktur pendidikan di pesantren berwatak populis dan memiliki kelenturan yang sangat besar. Semua orang tidak peduli dari strata sosial mana pun, diterima dengan terbuka di pesantren, tanpa hambatan administratif atau finansial apapun. Seorang santri yang tidak memiliki bekal apa pun dapat saja tinggal dan belajar di pesantren, dengan jalan mencari bekal sendiri, seperti menjadi pelayan kyai atau bahkan orang lain disekitar pesantren. Penerimaan siswa tanpa seleksi seperti ini memaksa pesantren untuk melenturkan struktur pendidikannya. Pada dasarnya tidak ada keseragaman kurikulum di pesantren yang berlaku bagi semua santri; seorang dapat menjadi santri untuk waktu dua puluh tahun, dapat pula sehari saja. Struktur pendidikan yang seperti ini jelas memiliki watak mandiri karena dilandaskan pada penyediaan kebutuhan materiil sekecil mungkin untuk dapat mengikuti pendidikan di pesantren. 4

3Ibid, hlm. 2

4Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKis, 2007), cet. II, hlm.

(15)

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi masa depan tentu memiliki tujuan, kurikulum, visi dan misi dalam usaha membentuk bangsa yang lebih beradab. Adapun tujuan yang dicanangkan oleh pesantren yaitu pendidikan yang sesuai dengan norma-norma agama Islam dan selalu bersifat tafaqquh fi ‘l-diin.5

Dalam konteks kurikulum, pesantren memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki oleh pendidikan formal. Walaupun kadang sebagian pelaku pendidikan memandang kurikulum di pesantren tidak mempunyai rumusan yang jelas. Namun kalau kita cermati pendidikan pesantren lebih menekankan pada penanaman sikap moral, keikhlasan, kemandirian, kedisiplinan dll. Penanaman sikap tersebut tersirat dalam seluruh aktifitas keseharian dalam pesantren. Hal-hal tersebut biasa kita sebut sebagai kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum yang tersembunyi dalam seluruh aktivitas pada sebuah lembaga pendidikan dan sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan pendidikan.

Semua pihak tidak meragukan kontribusi pendidikan pesantren dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia, terutama sekali pesantren mampu menunjukkan keunikannya sebagai lembaga pendidikan “kaum marjinal”. Sebagai salah satu institusi informal dalam masyarakat, pesantren memiliki kepedulian yang cukup besar untuk turut melakukan pencerdasan masyarakat sipil, terutama melalui pemberdayaan di bidang pendidikan.6

Untuk mempertahankan keunggulan tersebut perlunya pemikiran-pemikiran yang inovatif dalam aspek kurikulum pesantren, mengingat masyarakat yang selalu berubah maka kurikulum pesantren pun harus selalu berubah.

Pendidikan pesantren saat ini mengalami ujian yang cukup berat. Paradigma mempertahankan warisan lama yang masih relevan dan mengambil hal terbaru yang lebih baik benar-benar mendapat ujian di era

5Abd. A’la, Pembaharuan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2006), hlm. 24.

6Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, (Seamarang: Need’s Press, 2008),

(16)

globalisasi. Perubahan yang melanda seluruh aspek kehidupan masyarakat membuat pesantren tidak punya pilihan lain selain harus berbenah agar tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai salah satu agen transformasi sosial.

Pesantren tidak bisa menampik dampak dari globalisasi telah menggiring masyarakat pada pola hidup glamor, hedonis7, cenderung berfikir dan bersikap praktis/instan. Globalisasi memberikan ruang seluas-luasnya kepada kekuatan kapitalisme8 untuk menguasai pasar. Dampaknya pasar hanya dikuasi segelintir orang yang mempunyai kekuatan modal dan kekuasaan. Sedangkan masyarakat desa dan kaum lemah semakin tersisihkan dan termarginalkan. Bisa dipastikan pengangguran terjadi dimana-mana.

Globalisasi dan modernisasi9 telah menawarkan banyak hal untuk dipikirkan dan direnungkan, terutama bagi insan-insan pesantren. Pada lapisan luarnya, teknologi modern muncul sebagai buah manis yang bisa dicecap siapa saja dari berbagai belahan dunia. Pada lapisan dalamnya, berupa paradigma dan pandangan dunia, modernitas juga telah merubah cara pandang lama terhadap dunia dan manusia. Dalam konteks ini pilihan terbaik bagi insan-insan pesantren adalah mendialogkannya dengan paradigma dan pandangan dunia yang telah diwariskan oleh generasi pencerahan Islam. Dari dialog sehat ini diharapkan akan muncul sintesis-sintesis baru yang segar dan menggairahkan.10

Pesantren tidak bisa lagi berdiam diri seolah apa yang dikembangkan (lebih tepatnya, dipertahankan) hingga kini akan terus

7Istilah ini erat hubungannya dengan konsep moral yang menyamakan kebaikan dengan

kesenangan. Sedangkan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia, atau harus merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia dinamakan hedonisme. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 282.

8Sistem perekonomian yang menekankan peranan capital (modal), yakni kekayaan dalam

segala jenisnya, termasuk barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Ungkapan klasik kapitalisme dikaitkan dengan Adam Smith. Lihat Lorens Bagus, ibid, hlm. 391.

9Merupakan gerakan untuk merombak cara-cara kehidupan lama untuk menuju

bentuk/model kehidupan yang baru,penerapan model-model baru. Lihat Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,1994), hlm. 476.

(17)

relevan sepanjang jaman. Tak ada satu pun alasan bagi pesantren untuk hanya mempertahankan masa lalu tanpa memikirkan masa depan.

Dalam perkembangannya, untuk merespon tantangan era globalisasi sebagian pesantren melakukan pembaharuan dalam kurikulum dan aktivitas kesehariannya. Sebagian pesantren mencoba memberikan pendidikan entrepreneurship yang diwujudkan dalam bidang-bidang usaha tertentu. Dengan adanya pembaharuan, diharapkan lulusan pesantren mampu bertahan dan mengamalkan ilmu agamanya dalam tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Dan bisa dipastikan pada pesantren berbasis entrepreneurship seperti ini terjadi pembaharuan dalam kurikulumnya.

Pondok Pesantren Al-Isti’anah merupakan pesantren salaf seperti pesantren pada umumnya. Dimana ada kyai yang bermukim pada suatu tempat dan mengajarkan kitab-kitab klasik kepada muridnya. Namun menurut peneliti pesantren ini memiliki karakteristik yang berbeda dibanding pesantren pada umumnya.

Karakteristik berbeda itu terletak pada tujuan yang dicanangkan oleh pendiri pesantren tersebut. Pesantren tersebut mempunyai orientasi tidak hanya membekali santrinya dengan ilmu-ilmu agama, tetapi juga berusaha membekali santri/muridnya dengan kemampuan berfikir dan bertindak kreatif, inovatif, pantang menyerah dan tidak tergantung pada orang lain (mental entrepreneur). Orientasi ini diejawantahkan dalam tradisi keseharian para pengurus maupun para santri. Ada beberapa bidang usaha yang dijadikan media aktualisasi dari mental/atau semangat tersebut, yaitu, pertanian, peternakan, pertukangan, dll. 11

Selain itu, murid/santri dari pesantren ini pada umumnya berangkat dari keluarga yang kurang mampu. Jadi selama proses belajar/mondok santri tanpa sepeserpun dipungut biaya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari santri berasal dari hasil usaha yang dikelola santri.

Berangkat dari kerangka fikir dan kasus inilah peneliti, tertarik untuk meneliti tentang konsep dan pembaharuan kurikulum tersembunyi

(18)

pesantren berbasis entrepreneurship. Karenanya peneliti hendak mengangkat tema skripsi “INOVASI HIDDEN CURRICULUM PADA PESANTREN BERBASIS ENTREPRENEURSHIP (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN AL-ISTI’ANAH PLANGITAN PATI)”.

B. Penegasan Istilah

Agar kajian ini dapat dipahami secara komprehensif (menyeluruh) serta menghindari kesalahpahaman dalam memahami dan menafsirkan judul di atas, maka akan peneliti jelaskan arti beberapa istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini:

1. Inovasi

Yang dimaksud dengan inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaruan, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat).12 Inovasi bisa diartikan suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang bertujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.13

Jadi yang dimaksud inovasi disini adalah memasukkan atau mengenalkan hal-hal yang baru dalam proses kurikulum pada pondok pesantren khususnya di Al-Isti’anah.

2. Hidden curriculum

Secara bahasa, hidden curriculum merupakan bahasa asing, yaitu bahasa inggris yang terdiri dari dua kata yaitu hidden dan curriculum. Hidden berarti tersembunyi dan curriculum berarti kurikulum.

Hidden curriculum juga bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi faktual. Segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas, seperti kebiasaan guru,

12Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: CV Widya

Karya, 2005), cet. Pertama hlm. 184.

(19)

kehadiran guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri dan sebagainya.14

Hidden curriculum juga dapat menunjuk pada suatu hubungan sekolah, yang meliputi interaksi guru, peserta didik, struktur kelas, keseluruhan pola organisasi peserta didik sebagai mikrokosmos sistem nilai sosial.15

Akan tetapi pada penelitian ini, penelitian hidden curriculum tidak di sekolah formal akan tetapi pada pondok pesantren.

3. Pesantren

Secara etimologi pesantren berasal dari kata pesantrian yang berarti tempat santri16. Sementara Mastuhu mendefinisikan pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam (tafaqquh fi al-din) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.17

Adapun ciri-ciri pesantren, mengutip pendapatnya Dr. Ziemek, ada tiga ciri; 1) Kiai sebagai pendiri, pelaksana, dan guru. 2). Pelajar (santri) secara pribadi diajari berdasarkan naskah-naskah Arab klasik tentang pengajaran, paham, dan akidah keislaman. 3) Kiai dan santri tinggal bersama-sama untuk masa yang lama, membentuk suatu komunitas seperti asrama, tempat mereka sering disebut pondok.18

Dengan demikian judul di atas bermaksud untuk meneliti mengenai hal-hal yang baru dalam proses pembelajaran pada pondok pesantren khususnya di Al-Isti’anah.

4. Pendidikan entrepreneurship

Pendidikan entrepreneurship terdiri dari kata pendidikan dan entrepreneurship. Pendidikan merupakan kata benda yang dibentuk

14http://zainikhan.multiply.com/jurnal/item/1529. 15

Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pengajaran (Jakarta: Kencana, 2008),hlm. 26

16Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES,

1982), hlm. 18.

17Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 6. 18Syamsul Ma’arif, op.cit, hlm. 63.

(20)

berdasarkan kata asal didik yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dengan demikian pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan.19

Sedangkan entrepreneurship berarti kewirausahaan, kewiraswastaan.20 Secara etimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang menjadi dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup.21

Sementara itu, Zimmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).22

Dari beberapa pengertian tersebut, pendidikan entrepreneurship dapat diartikan sebagai suatu bentuk upaya pengubahan tingkah laku seseorang untuk dapat berfikir kreatif inovatif dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirasa perlu melakukan pembatasan permasalahan. Agar dalam penelitian nanti akan lebih fokus dan mudah dipahami. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship ?

19W. J. S. Porwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1976), cet V, hlm. 232.

20John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), cet. XXIV,

hlm. 216.

21Muh. Yunus, op.cit,hlm. 29.

(21)

2. Bagaimana inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurshipdi Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian skripsi

a) Untuk mengetahui bagaimana konsep inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepeneurship.

b) Untuk mengetahui bagaimana inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship di Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati.

2. Manfaat penelitian skripsi

Dengan mendiskusikan tema inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurshipakan bisa diambil beberapa manfaat antara lain: pertama, memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan kurikulum lebih khusus pada kurikulum tersembunyi. Kedua, ikut memotivasi para pemuda dan kaum terpelajar agar mampu kreatif dan inovatif dalam menyongsong masa depan dan tidak tergantung pada kemapanan. Ketiga, memberikan pembaharuan atau masukan terhadap kurikulum pesantren agar mampu bersaing di tengah gerusan arus globalisasi.

E. Kajian Pustaka

Pembahasan mengenai inovasi hidden curriculum dan khususnya pada pesantren berbasis entrepreneurship jarang ditemukan peneliti. Kalaupun ada hanya membahas tentang pelaksanaan kurikulum, seperti KBK, KTSP dan pelaksanaannya di sekolah formal.

Peneliti menemukan penelitian kurikulum di pesantren yang berjudul “Transformasi Kurikulum Pesantren, di pesantren Futuhiyah Mranggen Demak” yang ditulis oleh Abu Chamid (3103120). Penelitian ini spesifik meneliti tentang perubahan kurikulum yang diterapkan di pesantren Futuhiyah. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Moch. Efendi AR

(22)

(3104239) yang berjudul “Implementasi Pendidikan Kecakapan Hidup pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship (Study Kasus Pondok Pesantren Kyai Ageng Selo Kabupaten Klaten). Penelitian ini mengamati tentang penerapan pendidikan vocational pada pesantren tersebut.

Sedangkan pada penelitian ini, peneliti lebih mencoba melihat bagaimana konsep dan inovasi hidden curriculum pada pesantren yang berbasis entrepreneurship dalam aktivitas kesseharian yang ada di pondok pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati.

F. Metodologi Penelitian 1. Fokus dan ruang lingkup

Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada konsep inovasi dan gambaran inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship. Sedangkan ruang lingkupnya adalah Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati.

2. Pendekatan penelitian a. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (Descriptive Research) dengan teknik studi kasus (case study) dan mengenakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana namanya, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan runtut, faktual serta akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.23 Penelitian ini berisi tentang kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.24

23Lexy J. Meong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2002), cet. XVII. Hlm. 6.

24Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1998), cet.

(23)

Harapannya agar dalam melakukan penelitian, seorang peneliti tidak melompat-lompat dan parsial dalam memahami realitas yang ada.

b. Teknik penelitian

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu teknik penelitian yang memiliki karakteristik antara lain; 1). Menguraikan terlebih dahulu dalam mencari kebenaran ilmiah dengan cara mencari rerata dari frekwensi kejadian atau rerata dari keragaman individual atau dengan kata lain untuk menekankan kedalaman dan keutuhan objek yang akan dan sedang diteliti sebagai pertimbangan utama dalam menetapkan signifikansi penarikan kesimpulan; 2). Sasaran studi penelitian bisa berupa; individu, kelompok, lembaga pendidikan, masyarakat dan sebagainya.25

Dalam teknik ini sangat memungkinkan peneliti untuk dapat mengetahui suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat secara mendasar dan menyeluruh.

3. Metode pengumpulan data a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.26

Pada metode ini peneliti menanyakan sesuatu hal yang telah direncanakan kepada terwancara. Pada wawancara ini peneliti bisa berinteraksi secara langsung, melakukan tanya jawab dengan terwawancara.

Adapun sumber informannya adalah diantaranya adalah pimpinan yayasan, Pengasuh, Ustadz, para santri di Lembaga

25Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),

hlm. 38.

(24)

Pondok Pesantren Al-Isti’anah dan masyarakat sekitar pesantren serta pihak-pihak lain yang berkompeten.

b. Observasi

Pada penelitian yang bersifat kualitatif, observasi lebih sering digunakan sebagai pelengkap instrument lain. Dalam observasi ini peneliti lebih banyak menggunakan salah satu panca indra, yaitu indra penglihatan.27 Dalam melakukan penelitian, peneliti juga menggunakan alat-alat bantu lain yang biasanya sesuai dengan kondisi lapangan antara lain; buku lapangan, handy cam, dan tape recorder.

Sedangkan jenis observasi yang peneliti gunakan adalah dengan metode observasi partisipan. Pada proses observasi ini peneliti terlibat secara langsung dalam kelompok tersebut untuk mengetahui kondisi umum dari pesantren tersebut. Seperti halnya aktifitas keseharian para santri, para pengajarnya dan juga pemilik pesantren (kyai). Selain itu peneliti juga mengamati mengenai keadaan geografis, sarana dan prasarana yang ada dan sebagainya. c. Dokumentasi

Pada teknik ini peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-hari.28 Dalam arti luas berupa; monument, artefak, tape recorder, foto dan lain sebagainya.29

Penggunaan metode ini dilakukan untuk mengetahui alat atau benda yang dianggap penting untuk menunjang penelitian seperti; struktur kepengurusan, struktur organisasi, dokumen resmi (surat keputusan, surat instruksi, surat bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh

27

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), cet. I, hlm. 78-79.

28Ibid, hlm. 81

29Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1991),

(25)

lembaga yang bersangkutan), dokumen tidak resmi (surat nota, surat pribadi, dll) yang ada di Pondok Pesantren Al-Isti’anah.

Dengan menggunakan metode dokumentasi maka dapat digunakan untuk memperkuat dan memperoleh data tentang kurikulum yang ada di lembaga Pondok Pesantren AL-Isti’anah, dan bagaimana praktek dari kurikulum tersebut.

4. Metode analisis data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasar data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.30

Penelitian skripsi yang bersifat kualitatif pada dasarnya menekankan pada studi fenomena, oleh karena itu analisis yang dipakai lebih ditekankan pada analisis yang dipakai lebih ditekankan pada analisis fenomenologi31. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan studi analisis yang lain, seperti metode deskriptif32 analitis.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1998) mengatakan “analisis telah

30Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:

ALFFABETA, 2008), cet ke-5, hlm. 245.

31

http://ww.infoskripsi.com/Theory/Pendekatan-Fenomenologis-Bagian-1.htm1. tanggal 18 maret 2009.

32Deskriptif: para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan

pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Lihat Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan;

(26)

mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penelitian hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded. Namun pada penelitian kualitatif, analisa data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.33

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dengan cara mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengamalan di Pondok Pesantren Al-Isti’anah terkait dengan kurikulum dan semua aktifitas keseharian yang berlangsung di pesantren tersebut. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan mengenai data yang dianggap penting. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena yang diteliti.

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan analisis terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Metode analisis ini peneliti gunakan untuk menyampaikan hasil penelitian yang diwujudkan bukan dalam angka-angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.34

Jadi secara sederhana analisis data yang dilakukan adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh peneliti sendiri maupun orang lain.35

33Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2008), cet ke-4, hlm.90. 34Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar

Baru, 1989), hlm. 64

(27)

BAB II

INOVASI

HIDDEN CURRICULUM

PADA PESANTREN

BERBASIS

ENTREPRENEURSHIP

A. Inovasi Hidden Curriculum 1. Pengertian Inovasi

Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan.36

Kata “innovation” (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan.37 Tetapi ada yang menjadikan kata

innovation menjadi kata Indonesia yaitu “inovasi”. Kata inovasi sering juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa Inggris “discovery” dan “invention”. Ada juga yang mengaitkan antara pengertian inovasi dan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Untuk memperluas wawasan serta memperjelas pengertian inovasi, maka perlu dibicarakan dulu tentang pengertian discovery, inventiondan innovation38.Yang mana dalam kamus ketiga istilah ini berarti penemuan.

Diskoveri (discovery) adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Misalnya penemuan benua Amerika. Sebenarnya benua Amerika situ sudah lama ada, tetapi baru ditemukan oleh Columbus pada tahun 1492, maka dikatakan Columbus menemukan benua Amerika, artinya adalah orang pertama yang menjumpai benua Amerika.39

36

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), 317.

37Jonh. M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,

2006), cet. XXVIII, hlm. 235.

38Udin Saefudin, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008) hlm. 2.

(28)

Invensi (invention) secara bahasa berarti, penciptaan, penemuan, hasil penemuan, pendapatan40. Invensi adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Misalnya penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik, mode pakaian, dan sebagainya. Tentu saja munculnya ide atau kreatifitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari hal-hal yang sudah ada, tetapi wujud yang ditemukannya benar-benar baru.41

Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.42

Hubungan dari pengertian inovasi, invention dan discovery dapat dijelaskan juga bahwa inovasi dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu baru itu bisa benar-benar baru yang tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan istilah invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Jadi dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses invention atau melalui proses discovery.43

Menurut M. Rogers dalam buku Udin Saifudin mengatakan bahwa “An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by an individual or other unit of adoption. It matters little, so far as human behavior is concerned, whether or not an idea is “objectively” new as mearsured by the lapse of time since its first use or discovery. The perceived newness of the idea for the individual determines his or her

40

Pius A Parwanto, M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, Surabaya), hlm. 271.

41Udin Saefudin, op.cit, hlm. 3.

42Ibid, hlm. 3.

(29)

reaction to if. If the idea seems new to the individual, it is an innovation”.44

“Sebuah inovasi adalah sebuah ide, praktek atau objek yang dirasa baru bagi seseorang atau unit lain dari adopsi. Sedikit sekali hubungannya sepanjang yang menyangkut tingkah laku manusia, baik ide itu secara objektif baru yang diukur dari rentang waktu sejak pertama kali digunakan atau ditemukan. Corak yang dirasa baru dari ide tersebut menentukan reaksi seseorang. Jika ide tersebut kelihatan baru bagi seseorang, maka itu adalah sebuah inovasi”.

Selain pengertian inovasi yang dijabarkan dengan istilah diskoveri dan invensi, dalam wacana sosial dan kepustakaan riset istilah inovasi sering dicampur aduk dengan istilah kreatif.

Sebagaimana yang dikutip Benedicta dalam bukunya “Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian”, untuk membedakan pengertian tersebut, Wehner, Csikzentmihalyi & Magyarei-Back meneliti 100 desertasi dari berbagai bidang ilmu. Mereka menemukan bahwa kreatifitas lebih dikenal dengan istilah inovasi dan cenderung dilihat pada tingkat organisasi. Sebaliknya dalam bidang psikologi, cenderung istilah kreativitas dan lingkup bahasannya cenderung dilihat pada tingkat individu, sedangkan istilah inovasi menunjuk pada kreativitas tingkat organisasi.45

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas terlihat bahwa pengertian antara kreatif dan inovasi memiliki kesamaan-kesamaan. Perbedaannya terletak pada wilayah penerapannya. Kreatifitas menekankan pada munculnya gagasan dan inovasi lebih terkait dengan penerapan gagasan tersebut.

Dari beberapa definisi inovasi yang dibuat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan ahli yang lain. Jika terjadi ketidaksamaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama.

44Udin Saefudin, op.cit,hlm.4

45Benedicta Prihatin Dwi Riyanti, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi

(30)

Semua definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau diskoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.

2. Hidden Curriculum

Pengalaman belajar di sekolah pada dasarnya direncanakan secara terprogram dalam bentuk kurikulum atau yang sering disebut dengan kurikulum resmi. Namun, sifat dan ruang lingkup kurikulum yang telah dirancang secara terprogram dan resmi tersebut sangat terbatas, sehingga dampak yang dapat dievaluasi juga terbatas pula.

Dampak langsung dari kurikulum resmi itu berupa dampak pengajaran atau yang disebut dengan instructional effect. Di samping ada dampak langsung, juga ada dampak pengiring atau yang dapat disebut dengan nurturant effect. Dampak ini biasanya tidak dirancang secara resmi dan terprogram, namun keberadaannya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pendidikan siswa, misalnya kedisiplinan, cara berpikir kreativitas kejujuran dan sebagainya.46

Pemikiran adanya dampak tidak langsung dalam pendidikan di sekolah tersebut tampaknya konsisten dengan pemikiran bahwa perubahan perilaku peserta didik atau siswa terjadi apabila dirinya memperoleh sejumlah pengetahuan dan atau pengalaman yang tersedia tidak hanya pada kurikulum resmi, tetapi juga pada kurikulum yang tersembunyi atau yang dikenal dengan hidden curriculum. Kurikulum tersembunyi merupakan bagian dari kurikulum yang tidak tertulis pada pedoman

46Nurul Ulfatin, Kurikulum Tersembunyi (Hidden Curriculum) di Sekolah Bercirikan

(31)

kurikulum sebagaimana yang disyahkan oleh pemerintah atau penyusun dan pengembang kurikulum.47

a. Konsep Hidden Curriculum

Istilah hidden curriculum menunjuk kepada segala sesuatu yang dapat berpengaruh di dalam berlangsungnya pengajaran dan pendidikan, yang mungkin meningkatkan atau mendorong atau bahkan melemahkan usaha pencapaian tujuan pendidikan. Dengan kata lain, hidden curriculum menunjuk pada praktek dan hasil persekolah yang tidak diuraikan dalam kurikulum terprogram atau petunjuk kurikulum kebijakan sekolah, namun merupakan bagian yang tidak teratur dan efektif mengenai pengalaman sekolah.48

Dalam kaitannnya dengan hidden curriculum ini seringkali timbul beberapa permasalahan penting, yaitu: dari mana datangnya hidden curriculum, siswa, guru, atau orang yang berkepentingan untuk mendapatkan pelayanan sekolah? Apa yang kita kerjakan ketika kita menemui hidden curriculum? Seyogyanya apakah kita meninggalkannya tanpa mengetahui atau mempelajarinya?

Hidden (ketersembunyian) merupakan aspek alamiah dalam hal yang berhubungan dengan pengalaman sekolah? pertanyaan ini perlu dimengerti dan dipahami oleh setiap pihak yang berkepentingan dengan pendidikan dan kurikulum. Namun pertama-tama seyogyanya kita mengerti apa arti hidden curriculum.49

Kurikulum tersembunyi (the hidden curriculum) adalah kurikulum yang tidak direncanakan. Hilda Taba mengatakan bahwa “curriculum is a plan for learning”, yakni aktivitas dan pengalaman anak di sekolah harus direncanakan agar menjadi kurikulum. Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum sebenarnya mencakup pengalaman yang direncanakan dan juga yang tidak direncanakan, yang disebut

47Ibid, hlm. 8.

48Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo,1996),

hlm. 25.

(32)

kurikulum tersembunyi. Anak didik mempunyai aturan tersendiri sebagai reaksi terhadap kurikulum formal seperti tentang mencontek, membuat pekerjaan rumah, menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, mencari strategi belajar yang efektif, dan banyak lagi hal lainnya.50

Beberapa ahli pendidikan juga mencoba menelaah hidden curriculum. Seperti A. V. Kelly dalam buku The Curriculum menjelaskan bahwa,

Some educationist speak of the hidden curriculum, by which they mean those thing which pupils learn at school because of the way in which the work of the school is planned and organized, and through, the materials provided, but which are not in themselves overtly included in the planning or even in the consciousness of those responsible for the school arrangements. Social roles, for example, are learnt in this way, it is claimed, as are sex roles and attitudes to many other aspects of living. Implicit in any set of arrangements are the attitudes and values of those who create them, and these will be communicated to pupils in this accidental and perhaps even sinister way. This factor is of course of particular significance when the curriculum is planned and imposed by government.51

“Beberapa ahli pendidikan berbicara tentang kurikulum tersembunyi, dengan apa yang mereka maksud dengan hal yang siswa pelajari di sekolah. Karena cara dimana pelajaran/pekerjaan sekolah yang direncanakan dan diatur melalui materi yang disediakan/diberikan, tetapi apa yang tidak ada pada diri mereka pada lahirnya termasuk dalam perencanaan atau meskipun kesadaran akan tanggung jawab pada susunan sekolah. Peran sosial, contohnya dipelajari dengan cara ini, itu diklaim sebagaimana peran dan sikap seseorang berdasar jenis kelamin terhadap aspek kehidupan lainnya. Implisit disetiap wacana/susunan yaitu sikap dan nilai yang membuatnya, dan ini akan disampaikan kepada siswa secara kebetulan atau mungkin dengan cara menakutkan. Faktor ini pasti berarti ketika kurikulum direncanakan dan ditentukan oleh pemerintah”.

Menurut Overly dan Valance, dalam bukunya Subandijah, dikatakan bahwa hidden curriculum meliputi kurikulum yang tidak dipelajari, hasil persekolahan non-akademik. Dalam kaitannya dengan

50Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2007), cet kedua, hlm. 49.

(33)

hal ini banyak para ahli kurikulum yang mengajukan konsepsi maupun pengertian hidden curriculum,misalnya:

a) Dreeben memfokuskan pada “apa yang dipelajari di sekolah” sebagai suatu fungsi struktur sosial kelas dan latihan otoritas guru. b) Kolhberg mengidentifikasikan hidden curriculum sebagai hal yang

berhubungan dengan pendidikan moral dan peranan guru dalam mentransformasikan standar moral.

c) Henry cenderung pada hubungan antara siswa dengan guru, aturan untuk mengatur hubungan tersebut dan peranan aturan ini dalam mendidik untuk kepatuhan (decolitas).

d) Kritisi sosial seperti Goodman, friedenberg, Reiner dan Illich menggunakan konsepsi hidden curriculum sebagai aturan untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan penguatan sekolah mengenai struktur kelas dan norma sosial tertentu.52

b. Aspek hidden curriculum

Dalam proses pembelajaran yang sudah direncanakan secara terprogram, kenyataannya hasil dari proses pembelajaran tersebut selain sesuai dengan tujuan perilaku yang telah dirumuskan juga ada perilaku sebagai hasil belajar di luar tujuan yang dirumuskan. Inilah hakekat dari kurikulum tersembunyi. Kemudian timbul pertanyaan apa saja faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang tidak direncanakan itu?

Glatthom dalam bukunya Subandijah, mengatakan bahwa ada dua aspek dalam hidden curriculum, yaitu aspek yang relatif dan aspek yang dapat berubah.

1. Aspek relatif tetap

Hal yang dimaksudkan dengan aspek relatif tetap adalah ideologi, keyakinan, nilai budaya masyarakat yang mempengaruhi sekolah dalam arti bahwa budaya masyarakat yang menetapkan

(34)

pengetahuan mana yang perlu diwariskan pada generasi mendatang suatu bangsa.

2. Aspek yang dapat berubah

Aspek yang dapat dirubah meliputi variabel organisasi sistem sosial dan kebudayaan. Variabel organisasi meliputi bagaimana guru mengelola kelas, bagaimana pelajaran diberikan, bagaimana sistem kenaikan kelas (promosi) dilakukan. Sistem sosial meliputi bagaimana pola hubungan sosial guru dengan guru; guru dengan kepala sekolah; guru dengan peserta didik; guru dengan staf sekolah lain. Hal ini dapat menciptakan iklim sekolah, yaitu iklim yang menekankan pada prosedur, otoritas, dan ketaatan serta iklim yang menekankan pada prosedur demokratis, partisipasi, dan self-discipline, sedang yang dimaksud dengan variabel kebudayaan adalah hal yang meliputi sistem keyakinan dan nilai yang didukung oleh masyarakat dan sekolah.53

c. Keberadaan Hidden Curriculum

Munculnya kurikulum tersembunyi ini sebenarnya karena luasnya makna kurikulum itu sendiri. Dalam hal ini kurikulum mencakup hal-hal yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini penyusun kurikulum.54

Kurikulum sebenarnya ada pada setiap komponen sekolah, baik itu komponen peristiwa atau kegiatan, maupun komponen manusia dan material. Apabila dicermati, pada setiap komponen sekolah tersebut terdapat banyak hal yang tersembunyi yang dapat mempengaruhi perilaku siswa. Sebatas mana hal-hal yang tersembunyi itu, ternyata sangat tidak jelas dan sangat tergantung dari sudut pandang serta kecermatan orang yang melihatnya.

53Ibid, hlm. 27.

(35)

Hidden curriculum memiliki tiga dimensi, seperti yang dikemukakan oleh Bellack dan Kliebard (1977) dalam bukunya Wina Sanjaya, bahwa:

1. Hidden Curriculum dapat menunjukkan pada suatu hubungan sekolah, yang meliputi interaksi guru, peserta didik, struktur kelas, keseluruhan pola organisasional peserta didik sebagai mikrokosmos sistem nilai sosial.

2. Hidden Curriculum dapat menjelaskan sejumlah proses pelaksanaan di dalam atau di luar sekolah yang meliputi hal-hal yang memiliki nilai tambah, sosialisasi, pemeliharaan struktur kelas.

3. Hidden Curriculum mencakup perbedaan tingkat kesenjangan (intensionalitas) yang ke dalam “ketersembunyian” seperti halnya yang dihayati oleh para peneliti, tingkat yang berhubungan dengan hasil yang insidental. Bahkan hal ini kadang-kadang tidak diharapkan dari penyusun kurikulum dalam kaitannya dengan fungsi sosial pendidikan. 55

Usaha untuk menganalisis kurikulum tersembunyi telah dilakukan oleh beberapa ahli. Nurul Ulfatin dalam jurnal pendidikan menjelaskan keberadaan hidden curriculum menurut Jackson menemukan kurikulum tersembunyi itu ada pada 3R (rules, routines, regulations). 3R ini menurut Jackson tidak tampak pada kurikulum resmi atau kurikulum yang terjadwal dalam kegiatan belajar-mengajar. Adanya tata tertib sekolah secara tidak langsung mengandung kurikulum tersembunyi yang bertujuan mendidik dan melatih siswa untuk berdisiplin dan patuh pada aturan. Tata tertib bisa mengandung makna suatu reinforcement bagi siswa, tetapi sebaliknya dapat juga mengandung makna punishment bagi siswa yang lain.56

55Wina Sanjaya, op. cit, hlm. 26. 56Nurul Ulfatin, op.cit, hlm. 7.

(36)

Dari beberapa analisis yang dilakukan oleh para ahli tersebut tampak begitu banyak dan luasnya persembunyian kurikulum tersembunyi, bahkan di dalam proses belajar itu sendiri terdapat kurikulum tersembunyi.

Dalam suatu studi klasik yang dilakukan oleh Lippit & White yang dikutip Nurul Ulfatin dalam jurnal pendidikan, menggambarkan perilaku kelompok belajar pada rezim otoriter dan demokratis. Pada rezim otoriter, segala keputusan ditentukan oleh pemimpin kelompok, sedangkan pada rezim demokratis keputusan didiskusikan dan dikonsultasikan antara pemimpin dan anggota kelompok. Akibat dari rezim yang berbeda itu, perilaku yang ditampilkan oleh kedua kelompok belajar itu juga berbeda. Pada rezim otoriter, ditampilkan sikap kerja yang menyerang dan kompetitif, sedangkan pada rezim demokratis ditampilkan sikap kerjasama dan bersahabat. Ide pokok dari kurikulum tersembunyi dalam studi tersebut ditunjukkan bahwa akibat dari kurikulum resmi yang dikembangkan itu bisa menghasilkan perilaku belajar yang kebetulan dan kadang-kadang lain (di luar) dari yang diinginkan.57

Kurikulum tersembunyi, tersembunyi di balik segala sesuatu yang termasuk dalam komponen sekolah, baik sesuatu itu berupa aktivitas seperti kegiatan belajar mengajar, maupun berupa orang dan benda-benda atau fasilitas yang ada di sekolah. Walaupun kurikulum tersembunyi tidak tertulis dalam garis-garis besar program pengajaran atau dalam bentuk pedoman kurikulum yang lain, namun keberadaannya terkait erat dengan perubahan perilaku siswa.58 Oleh karena itu, jika kita menginginkan perubahan perilaku siswa secara lengkap, maka kita harus memperhatikan secara serius tidak hanya pada kurikulum resminya, tetapi juga pada kurikulum tersembunyinya.

57Nurul ulfatin, op. cit, hlm. 10.

(37)

Gb. 1. Bagan keberadaan hidden curriculumdalam sebuah lembaga.59

59Disarikan dari berbagai macam sumber, yaitu: Pengembangan Kurikulum, Teori dan

Praktik (Abdullah Aidi, 2007), Kurikulum dan pengajaran (Wina Sanjaya, 2008), dan Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Subandijah, 1996)

Institusi/sekolah Cita-cita/tujuan Kurikulum Pengajaran Guru Murid Ditinjau dari berbagai aspek

Konsep dan pelaksanaanya Struktur dan mata pelajaran Proses pengembangan dan ruang lingkup

1. Kurikulum ideal 2. Kurikulum actual/factual 3. Kurikulum tersembunyi 1. Separated curriculum 2. Integrated curriculum 3. Correlated curriculum 1. Kurikulum nasional

2. Kurikulum Negara Bagian (Provinsi) 3. Kurikulum sekolah

Kurikulum yang tidak direncanakan secara terprogam

tetapi keberadaannya berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku PS

Aspek relatif tetap Aspek yang dapat berubah

a. Ideology b. Keyakinan c. Nilai budaya

masyarakat

a. Variabel organisasi

- Bagaimana guru mengelola kelas - Bagaimana pelajaran diberikan - Bagaimana kenaikan kelas (promosi) b. Variabel sistem sosial

- Bagaimana pola hub guru dgn guru - Bagaimana pola hub guru dengan kep sek - Bagaimana pola hub guru dengan PS - Bagaimana pola hub guru Staf c. Variabel kebudayaan

- Bagaimana sistem keyakinan - Bagaimana sistem nilai

(38)

B. Pendidikan EntrepreneurshipPada Pesantren 1. Pendidikan entrepreneurship

Pendidikan merupakan persoalan yang penting bagi semua umat dan bangsa. Pendidikan merupakan model rekayasa sosial yang paling efektif untuk menyiapkan suatu bentuk masyarakat masa depan. Dengan kata lain, masa depan sebuah bangsa akan ditentukan oleh konsep dan pelaksanaan pendidikan.

Pendidikan, pada dasarnya secara konseptual-kelimuan didefinisikan sebagai suatu rangkaian proses kegiatan yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematis, berkesinambungan, terpola, dan terstruktur terhadap anak didik dalam rangka untuk membentuk para peserta didik tadi menjadi sosok manusia yang berkualitas secara nalar-intelektual dan berkualitas secara moral-spiritual.60

Dalam Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.61

Pada tataran praktis yang bersifat formal akademis-kelembagaan, kegiatan pendidikan merupakan suatu sistem yang terpadu. Sebagai suatu sistem, pendidikan mensyaratkan adanya berbagai perangkat seperti para pendidik, para anak didik, sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum dan materi pendidikan, metode pendidikan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan pada prinsipnya bertujuan mengantarkan para peserta didik agar dapat mengembangkan seluruh perangkat potensi diri mereka masing-masing sehingga mereka nantinya bisa menjadi manusia yang cakap, pandai,

60Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam, Di Tengah Kompleksitas Tantangan

Modernitas, (Jakarta: PT Bakti Aksara Persada, 2003), hlm. 1.

61Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

(39)

terampil dan mau hidup secara mandiri dan hidup secara layak dalam memenuhi segala kebutuhan hidup mereka.62

Dilihat dari alur perspektif sosiokultural, aktifitas pendidikan dan kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses kreatif budaya dan pembudayaan manusia yang berlangsung secara dialektik, sinergi, integral dan total dalam seluruh aspek kehidupan manusia itu sendiri. Proses penanaman nilai-nilai budaya dan aktivitas pembudayaan yang kreatif ini berlangsung sepanjang dinamika kehidupan manusia, dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, dan dari satu generasi ke generasi berikutnya.63

Dalam perspektif Islam, pendidikan dipandang sebagai proses terkait dengan upaya mempersiapkan manusia untuk memikul taklif(tugas hidup) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan kemampuan belajar.

Proses mandat yang diberikan Allah kepada manusia untuk menjadi khalifah di bumi serta manusia diberi kemampuan untuk mengenal nama-nama (belajar) termaktub pada Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 30-32.                                                                       

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan Khalifah di bumi itu orang yang akan membuat

62Faisal Ismail, op. cit, hlm. 2.

(40)

kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”, Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.64

Dari ayat ini menegaskan bahwa manusia diberikan kelebihan dibanding makhluk Allah SWT yang lain agar manusia mampu menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi. Untuk menjalankan tugas tersebut manusia diwajibkan untuk selalu belajar, belajar dan belajar.

a) Pengertian Entrepreneurship

Entrepreneurship atau kewirausahaan, berasal dari entrepreneur (wirausahawan) yang menurut Kuratko dan Hodgetts sebagaimana dikutip oleh Manurung dalam bukunya Muh Yunus, mengatakan bahwa entrepreneur(wirausahawan), berasal dari bahasa Perancis entreprende yang berarti mengambil pekerjaan (to undertake). Konsep mengenai entrepreneuradalah: the entrepreneur is one who undertakes to organize, manage, and assume the risk of business.65

Kata wirausaha berkaitan dengan kegiatan usaha atau kegiatan bisnis pada umumnya. Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kemampuan menilai peluang-peluang usaha (bisnis) dan mengkombinasikan berbagai macam sumber daya (resources) yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat untuk meraih keuntungan di masa depan. Wirausaha pada hakekatnya adalah sifat,

64Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV

ALWAAH, 1993) hlm. 13-14.

65Muh Yunus, Islam dan Kewirausahaan Inovatif, (Malang: UIN Malang Press, 2008),

(41)

ciri dan watak seseorang yang memiliki kemampuan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.66

Intinya seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan hakekat kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya.

Terdapat ciri umum yang selalu ada dalam diri wirausahawan, yaitu kemampuan mengubah sesuatu menjadi lebih baik atau menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, atau berjiwa kreatif dan inovatif. Ciri kreatif dan inovatif ini sebagai sifat yang terdapat pada diri wirausahawan. 67

Peter F Drucker dalam bukunya Kasmir mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sementara itu, Zemmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).68

Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumya.

b) Hakikat Pendidikan Entrepreneurship

Menjadi perdebatan menarik yang perlu kita ungkap disini adalah apakah pendidikan entrepreneurship ini berorientasi untuk menyiapkan individu-individu dengan kesiapan jasmani maupun rohani menjadi orang-orang yang bergerak di dunia usaha yang mempunyai usaha kerja yang berbentuk perusahaan atau sejenisnya.

66Ibid, hlm. 29.

67Suharyadi, dkk, Kewirausahaan, Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, (Jakarta:

Salemba Empat, 2008), cet Kedua, hlm. 7.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang : perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan unit produksi berbasis inovasi produk yang dikembangkan di SMK

Melalui hasil penelitian ini, diharapkan lembaga memperoleh masukan, gambaran, serta informasi yang berkaitan dengan Implementasi “T he Hidden Curriculum ” Aspek Lingkungan

Hidden Curriculum pada Pembelajaran Akidah Akhlak. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Data di ambil menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan interview,

Dari data yang sudah diperoleh dari penelitian di SMP Negeri 2 Jatikalen baik berupa observasi, dokumentasi dan hasil wawancara, bahwasannya hidden curriculum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hidden curriculum pada mata pelajaran pendidikan Al-Islam sudah baik memberikan pembiasaan yang positif kepada siswa pada

Allah). Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam &.. 2) Entrepreneurship di pesantren Al-Amien dan Darul Ulum,

Kesimpulan penelitian ini mendiskripsikan tentang pengembangan kurikulum KKNI berbasis Entrepreneurship sebagai berikut: Kurikulum KKNI berbasis entrepreneurship pada prodi

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis proses pembelajaran sikap yang diwujudkan dengan hidden curriculum dalam setiap proses pembelajaran di