• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dale Esa: Studi Sosiologis tentang Dale Esa sebagai Modal Sosial Masyarakat Bokonusan di Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dale Esa: Studi Sosiologis tentang Dale Esa sebagai Modal Sosial Masyarakat Bokonusan di Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur T1 BAB IV"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA BOKONUSAN

4.1. Sejarah Desa

Desa Bokonusan dalam sejarah lisan,awal mula nama desa Bokonusan dengan hadirnya seorang pendatang dari pulau Rote Timur (Bilba) yang memiliki keahlian mencari sumber mata air (sumur galih), nama orang tersebut adalah Bokodadik. Bokonusan terdiri dari dua kata yaitu Boko dan Nusan. Boko adalah nama orang yang mengupayakan mendapat air dan Nusan

berasal dari bahasa Rote yang di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu tempat (Domisili)1. Selanjutnya bertepatan dengan kondisi di tempat tersebut orang-orang tinggal tidak mempunyai sumber mata air sehingga mereka sulit untuk mendapatkan untuk kebutuhan sehari-hari mereka dan ternak-ternak yang dipelihara.

Oleh karena itu, menghindari kesulitan air untuk kebutuhan sehari-hari orang-orang yang tinggal berdekatan maka diadakanlah pertemuan untuk mencari jalan keluar tentang kesulitan air yang dihadapi oleh mereka. Pada pertemuan tersebut hadir juga Bokodadik, karena Bokodadik memiliki keahlian untuk mencari sumber mata air maka orang-orang bersekutu mengambil keputusan terhadap Bokodadiklah di percayakan untuk oleh orang-orang dalam pertemuan tersebut untuk mencari sumber mata air di lingkungan mereka tinggal. Menjelang beberapa hari Bokodadik pergi membawa kulit keong laut ke pulau Semau bagian Timur. Di bagaian Timur terdapat sumber mata air yang besar yang di namai Oelomi. Ketika pulangnya Bokodadik dari Oelomi ia membawa air di dalam kulit keong laut tersebut dan meletakan di dekat tempat ia tinggal dan ia menggalinya lalu keluarlah sumber mata air di tempat itu2.

Dari kisah tersebut kondisi pada masa itu, adanya kesulitan sumber mata air yang tidak cukup untuk keperluan sehari-hari terutama untuk hewan ternak pelihara.menurut kepercayaan bahwa orang-orang yang hidup pada zaman itu yang dimaksud orang-arang dari berbagai leo (kelompok sosial), lalu datanglah mereka yang tinggal berdekatan untuk menyaksikan sumber mata air yang ada di tengah-tengah mereka. Untuk menghargai Bokodadik yang mengupayakn sumber air ini di dekat rumahnya, maka orang-orang dari berbagai leo sepakat menamia tempat

serta sumber air dengan nama Bokonusan. Kesepakatan yang disepakati bersama oleh orang dari berbagai leo tersebut merupakan penghargaan atas upaya Bokodadik menggali sumber

(2)

mata air. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran bersama pada masa itu kondisi yang memprihatinkan, sehingga orang-orang dari berbagai leo bersepakat dan memberi kepercayaan kepada Bokodadik bertanggung jawab menggali sumber mata air karena memiliki keahlian mencari sumber mata air. Hal ini, merupakan atas dasar kesadaran bersama untuk mengambil keputusan yang di berikan sebagai bentuk persatuan dan kesatuan orang-orang dari berbagai

leo itulah yang maksud dengan Dale Esa (satu hati).

4.2. Kondisi Umum Desa Bokonusan

Secara geografis desa Boknusan merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Semau dan terletak di ketinggian 15-20 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 27-33

celsius dengan bentangan daratan dan perbukitan. Luas wilayah 21.25 hektar, batas sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan desa Uitao, sebelah selatan berbatasan dengan desa Uiboa kecamatan Semau Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan desa Onansila Kecamatan Semau Selatan sebelah Barat berbatasan dengan Laut sawu3.

Keadaan iklim yang ada di desa Bokonusan umumnya sama dengan desa alain di Pulau Semau yang di kenal dengan dua (2) musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, namun karena musim hujan yang kurang sehingga wilayah ini termasuk daerah kering dimana hanya empat (4) bulan dalam relatif basah dan delapan (8) bulan dalam kondisi kering. Orbitasi/jarak Desa ibu kota Desa ke Ibu Kota kecamatan 3 km dan jarak Ibu Kota Desa ke Ibu Kota Kabupaten 90 km4.

4.3. Gambaran Umum Demografi

Jumlah penduduk Desa Bokonusan pada tahun 2015 sebayak 1.030 jiwa yang terdiri dari laki-laki 518 jiwa dan perempuan 512 jiwa yang berasal dari 315 kepala keluarga (KK)5. Melihat dari jumlah penduduk desa Bokonusan, jumlah laki-laki lebih tinggi dari jumlah perempuan, pada jumlah tersebut laki-laki terdiri dari jumlah 518 jiwa terpaut 6 jiwa dari perempuan yang berjumlah 512 jiwa yang berasal dari 315 kepala keluarga (KK).

Di Desa Bokonusan pada umumnya jumlah penganut agama terdapat di Desa

Bokonusan adalah Kristen Protestan 1.022 orang, kristen Khatolik 5 orang, Islam 3 orang, sedangkan Hindu dan Budha tidak ada sama sekali yang menganut agama tersebut6. Apa bila

3

RPJMDes Desa Bokonusan Tahun 2016-2021

4RPJMDes Desa Bokonusan Tahun 2016-2021

5

RPJMDes Desa Bokonusan Tahun 2016-2021

6

(3)

melihat dari jumlah penganut agama di desa Bokonusan terlihat bahwa, mayoritas yang beragama adalah Kristen protestan dengan jumlah penganut atau pemeluk 1.022 orang, sedangkan yang berbeda Kristen Khatolik 5 orang dan islam 3 orang. Kemudian agama Hindu dan Budha tidak ada pemeluknya.

Untuk tingkat pendidikan yang ada di Desa Bokonusan, termasuk cukup rendah dimana jumlah orang yang berpendidikan (SD-Sarjana) masih kecil presentasenya dibandingkan dengan jumlah penduduk.Jumlah tingkat pendidikan dapat uraikan sebagai berikut: SD/sederajat berjumlah 188 orang, SMP/sederajat 63 orang SMA/ sederajat 16 orang, Sarjana

4 orang , dan sisanya orang (tidak pernah sekolah) dengan jumlah 759 orang7.

4.4. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi di pedesaan tidak terlepas dari kondisi masyarakat untuk saling bekerja sama satu dengan lain. Dalam hal ini, pengelolaan tanah untuk bertani untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat misal bercocok tanam di kebun. Untuk itu, hal semacam ini merupakan suatu kondisi dimana masyarakat di tandai dengan adanya hubungan-hubungan yang melekat, tolong menolong, dan saling gotong-royong bergantung sama lain untuk bercocok tanam di kebun. Maka dengan demikian hal ini di katakan sebagai bentuk kerukunan/solodaritas dan ikatan sosial yang kuatpada masyarakat. Namun, kerukunan dan solidaritas yang kuat pada masyarakat desa sebenarnya tidak hanya tercipta oleh adanya tuntutan kerja sama langsung itu, melainkan juga disebabkan oleh kesamaa-kesamaan yang ada di antara mereka. Emile Durkheim, toko sosiolog klasik dari prancis memberi istilah solidaritas mekanik untuk jenis solidaritas yang tercipta oleh adanya kesamaan-kesamaan antara anggota suatu kelompok, dan ikatan sosial yang kuat, yang mewujud dalam bentuk tingkat kerukunan yang tinggi, juga menyebabkan terciptanya semacam keharusan sosial bagi sesama petani untuk berbagi tanah garapan (Rahardjo, 1999: 153-156).

Dalam hal ini kerukunan/solidaritas semisalanya, adanya orang yang berasal dari satu daerah terdapat solidaritas yang kuat di antara mereka. Demikian pula dengan ada halnya, dalam masyarakat desa terdapat soldaritas yang kuat antara anggotanya karena mereka

sama-sama bekerja sebagai petani yang bercocok tanam di kebun. Selain solidaritas yang kuat, ikatan sosial juga kuat. Artinya dalam situasi kerukunan ini masyarakat memiliki lahan (tanah) pertanian yang luas atau cukup luas merasa berkewajiban merelakan sebagain lahan (tanah)nya itu untuk digarap petani lainnya.

7

(4)

Pada kondisi ekonomi di desa Bokonusan dalam bercocok tanam di kebun, biasanya masyarakat mengadakan suatu kerja dalam bencocok tanam di kebun yang disebut Madene.

Madene adalah kegiatan dalam kondisi kerukunan masyarakat yaitu, gotong-royong, kerja

bergilir, dan kerja sama langsung. Hal ini yang dituturkan oleh Bapak Esron Beeh bahwa: Jadi, biasanya musin hujan tiba kan orang-orang mulai menanam di

kebun itu beramai-rami, mulai satu undang satu untuk kerja bergilir dari satu kebun ke kebun lain, sebaliknya dengan pas musim panen sampai selesai. Nah kegiatan biasa orang-orang sebut dalam bahasa daerah itu Madene dan kegiatan ini setiap tahun dilakukan oleh orang-orang setiap tahun8.

Dalam hasil wawancara tersebut diatas, di ungkapakan bahwa di desa Bokonusan masyarakat melakukan kegiatan Madene sebagai bentuk dimana masyarakat kerja sama untuk

becocok tanam dan himgga memanem hasil dari bercocok tanam tersebut. hal ini merupakan kerukan masyarakat desa Bokonusan yang memiliki sikap solidaritas yang kuat ada pada masyarakat, sebenarnya terlihat seperti yang di sampaikan pada wancara di atas bahwa adanya undangan dari satu pihak ke puhak yang untuk bekerja sama secara bergilir. Melainkan hal yang disebakan oleh masyarakat desa Bokonusan karena adanya kesamaa-kesamaan di antara masyarakat.

Selain bentuk kerukan sebagai sikap solidaritas yang kuat, ada pula ikatan sosial masyarakat yang kuat. Artinya dalam situasi kerukunan yang dibentuk oleh masyarakat desa Bokonusan melalui kegaitan kerja sama secara bergilir, sebagai pemilik tanah harus merelakan tanah untuk orang lain untuk menggarap. Dalam hal ini adanya kewajiban antara pemilik tanah (lahan) dan penggarap tanah (lahan) yang sepakat sesuai adat istiadat yang berlaku dimana mereka tempati. Seperti halnya di desa Bokonusan dalam bercocok tanam di kebun misalnya, apa bila seseorang ingin menggarap di tanah (lahan) orang, hal yang lakukan adalah bersepakat secara bersama sesuai adat istidat yang berlaku di desa guna memenuhi kewajiban bersama antara penggarap dan pemilik tanah (lahan) hal ini biasa disebut Hada Namatini. Hal ini yang dikatakan oleh Bapak Yes Polly bahwa:

Biasanya orang yang mau membuat kebun baru, yang pertama itu pergi meminta izin sama tuan tanah, kemudian kasih uang asah parang atau doi favola fela dengan Dae Mina atau pajak tanah diberikan pada pemilik tanah dalam setiap tahun sekali. Yang kedua, orang itu,Hoka/Hahoka atau pergi undangke rumah-rumah orang di kampung datang bantu kerja sama-sama bersihkan kebun, yang sudahdikasih izin sama pemilik tanah itu9.

8

Hasil wawancara dengan bapak Esrom Beeh pada tanggal29 februari 2017

9

(5)

Apa bila melihat dari kutipan wawancara diatas bahwa dalam kondisi masyarakat mengelola lahan adalah melaui adat istiadat yang berlaku serta perlu saling memenuhi kewajiban anatar pemilik tanah dan penggarap yaitu disebut Hada Namatini. Pada

HadaNamatini, demi ingin berkebun atau bercocok tanam yang di lakukan oleh masyarakat di

desa Bokonusan adalah meminta ijin kepada pemilik tanah berupa uang asah parang/golok atau

Doi Favola Fela sebagai simbol adat sopan santun atau Hada kepada pemilik tanah (Dae

Lamatua), sedangkan Dae Mina adalah pajak tanah yang akan diberikan pada pemilik

tanah/Dae Lamatuan berupa uang setiap tahun.

Untuk yang kedua, merupakan bentuk pengolaan lahan yang siap garap oleh si penggarap. Dalam penggarapan oleh si penggarap yang siap dilakuan, biasanya si penggarap

membutuhkan banyak tenaga untuk membantuh dalam memberishka lahan mulai dari memotong pohoh, rumput, hingga membangun pagar sebagai pembatas lahan. Dalam proses mempersiapkan kebun guna untu bercocok tanam masyarakat saling bahu membahu saling membantu si penggara untuk memperhemat waktu pengerjaan lahan tersebut. dalam hal ini si penggarap akan menyebarkan undangan kepada warga-warga yang biasa disebut

(Hoka/Hahoka) sekitar di desa Bokonusan untuk datang membantu membersihka lahan yang

pada awalnya sudah disepakati bersama pemiliki untuk di kelolah oleh penggarap. Tujuan dari kondisi Hada Namatini adalah suatu bentuk kondisi masyarakat dalam mengelola lahan dengan bertani untuk mendapatkan kebutuhan makan sehari-hari.

Pada umumnya di desa Bokonusan terjadi dua musim misalnya, musim kemarau berlangsung selama enam bulan, sebaliknya musim hujan. Selain memanfaatkan kondisi musin tersebut. Saat musim hujanmasyarakat memanfaatkan lahan untuk bertani demi kebutuhan makan, masyarakat desa Bokonusan juga memanfaatkan musim kemarau untuk bernelayan. Hal ini yang disampaikan oleh Bapak Esrom Beeh bahwa:

Biasanya musim pukat ikan mulai dari bulan juli sampai oktober biasa orang sebut bula papuka ika. Selama bulan papuka ini orang biasa mulai berangkat ke laut itu jam tiga pagi pulang sampai jam dua belas siang. Biasanya orang pulang dari laut itu bawa di bakul, kadang mereka bawa 2-4 sekali berangkat. Alat yang orang pakai tangkap ikan pukat senar, dengan perahu sampan dan dayung dari kayu10.

Dari hasil wawancara diatas, selain bercocok tanam pada musim hujan masyarakat juga memnfaatkan musim kemarau untuk menangkap ikan di laut. Alat untuk menangkap ikan (Ika) menggunakan pukat (Puka) yang terbuat dari tali senar. Kemudian perahu sampan atau Kofa Keni yang terbuat dari kayu pilihan, dengan alat dayung atau Sefe yang juga terbuat dari kayu.

10

(6)

Pada kondisi tersbut masyarakat baiasanya menangkap ikan selama empat bulan yaitu, bulan sampai pada bulan oktober. Kemudian dalam sekali menangka ikan di laut atau Tasi kira-kira selama sembilan jam dengan membawa hasil dua sampai empat bakul atau Sapai ikan.

4.5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Desa Bokunusan.

Sistem kekerabatan masyaraka dalam membangun hubungan kekerabatan adalah hubungan sosial. Hubungan sosia (kekerabatan) pada masyarakat Rote didasarkan pada garis dari bapak (patrilinial) yang sangat menarik dalam hubungan kekeluargaannya yang disebut To’o. To’o ini adalah saudara laki-laki dari phak ibu. Hubungan antara To’o dengan keponaak-nya bersifat magis, terutama di dalam hal perkawinan, kematian, pembagian warisan dan

lain-lain. Semua telah diatur dalam norma-norma adat istiadat yang apa bila di langgar akan mendapat sanksi adat. Kemudian, Leo adalah kelomopok sosial (berdasarkan geneologis) yang paling awal terbentukdan di pimpin Mane Leo. Setelah Leo bertambah banyak anggotanya maka dibagi atas kelompok kecil yang disebut Kitak, Nggitak, dan Manulanggak, dan sesudah itu baru kelompok keluarga batih (uma lo atau rumah tangga) (Wilson. Therik, 2015:55).

Sistem hubungan sosial (kekerabatan) dalam kelompok sosial (Leo) adalah terdiri dari berbagai marga/fam. Hal tersebut terjadi karena semakin bertamabah anggota keluarga, sehingga terbagi menjadi kelompok kecil yaitu marga/fam. Di dalam Leo memiliki pemimpi yang biasa disebut Lasi Leo. sedangkan memimpin seluruh Leo yang ada di desa Bokonusan biasa dinamakan Mane Leo. Kemudian kelompok kecil adalah marga/fam atau (Kitak, Nggitak, dan Manulanggak) yang di pahami sebagai kelompok kecil yang menyatu menjadi Leo. sedang yang paling kecil itu adalah rumah tangga atau disebut Uma Lo, yang terdiri dari bapak, ibu dan anak.

Sistem hubungan sosial (kekerabatan) yang paling kecil adalah rumah tangga atau Uma

Lo, Ketika hubungan perkawinan antara laki-laki dan perempuan menjadi rumah tangga (Uma Lo) yang telah di karunia anak maka, hubungan kekerabatana antara anak dengan saudara ibunya di sebut dengan To’o atau paman. Hubungan antara anak paman dengan anak saudara perepaman paman adalah hubungan kaka adik. Tergantung kelahiran kedua anak tersebut

artinya apa bila anak paman lahir lebih dulu dan anak saudara perempuanya lahir belakangan. Maka akan di panggil kaka, begitu pula sebaliknya dari perempuan (saudari paman).

Hubungan antara anak paman/To’o dengan saudara perempuan paman biasanya di panggil dengan sebutan Mama Besa atau Mama Ana atau disingkat dengan Mamana. Artinya,

(7)

sauadara pempuan paman dengan sebutan Mama Besa. Apa bila paman lahir lebih dulu maka anak paman berhak memanggil saudara perempaun paman dengan sebutan Mama Ana atau disingkat dengan Mamana.

Untuk menjaga dan mempertahankan nilai kekerabantan masyarakat desa Bokonusan atas dasar kebersamaan biasa disebut Na Beu. Na Beu terdiri dari dua kata yaitu, Na yang artinya makan sedangkan Beu yang berarti baru. Apa bila di kedua kata tersebut maka, menjadi makan baru. Hal ini juga yang disampaikan oleh Bapak Yes Polly bahwa:

Na beu itu acara atau kegiatan masyarakat berkumpul makan bersama dengan keluarga bersam sahabat di setiap RW ketika mau mulai panen hasil dikebun. Dalam acara itu setiap KK bawa jagung mudah satu tali isi 20 bulir, waktu kumpul dari jam tiga sore sampai jam lima soreuntuk dimasak di salah satu rumah warga sebagai tempat acara, selanjut acara doa bersama dan makan bersama11.

Melihat dari kutipan wawancara diatas terlihat bahwa, Na Beu adalah makan bersama sebagai bentuk kekerabatan dalam kebersamaan disetia rukun warga/RW yang terjadi pada masyarakat desa Bokonusan. Dalam bentuk kebersamaan tersebut setiap warga membawa

jagun mudah yang di ikat dengan tali yang memiliki dua puluh bulir jagung atau Pela Nula, biasanya untuk mengumpulkan jagung oleh setiap kepala keluarga/KK hanya membutuhkan waktu jam setelah itu, kemudian di masak hingga matang dan siap disaji bersama. Sebelum di sajikan ada acara doa menggunakan bahasa daerah sebagai ungkapan syukur. Tujuan dari Na Beu adalah bentuk kesadaran masyarakat yang menggambil sikap bahwa, dengan acara makan bersama selain untuk ungkapan syukur tetapi juga memperat persadaraan antara satu dengan lain. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Esrom Beeh bahwa:

Tujuan Na Beu itu bukan hanya berdoa, makan kumpul bersama. Tetapi sebenarnya, dengan doa, makan dan kumpul bersama tujuannya mengucap syukur atas hujan dan air yang diberikan sama Tuhan sebagai berkat. Selain untuk mengucap syukur doa, makan dan kumpul bersama kita membuat kegiatan Na Beu itu menunjukan bahwa masih menjaga dan mempertahan hubungan kekeluargaan dan mau terlibat mempertahankan kehidupan bersama dengan orang lain dalam kegiatan Na Beu itu12.

Dalam praktek Na Beu dalam kehidupan bersama, biasanya terjadi ketika menjelang akhir musim hujan atau tanaman sudah matang di kebun masing-masing, maka orang-orang mulai berkumpul dengan tujuan melaporkan kepada ketua RT masing-masing. Kemudian disepakati bersama mengumpulkan hasil kebun seperti jagung mudah atau Pela Nula serta kayu

11

Hasil wawancara dengan bapak Yes Polly pada tanggal 3 maret 2017.

12

(8)

bakar (kai nakatutu) di rumah ketua RT. Tugas para ibu rumah memsak di dan para bapak menyiap air serta kayu untuk siap memasak jagung dari yang sudah terkumpulkan.

Dalam kegiatan Na Beu tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang kuasa bahwa dengan berkat air hujan yang diberikan selama musim penghujan masyarakat dapat menanam hingga memanen hasil kebun mereka. Selain dengan mengadakan kegiatan Na

Beu sebagai ucapapan syukur mereka, ada pun sebenarnya memiliki tujuan meningkatkan hubungan kekerabatan antara masyarakat desa dan mampu mempertahankan, menjaga dalam kehidupan bersama sebagai bentuk kebersamaan dalam kegiatan Na Beu tersebut.

Kegiatan Na Beu merupakan sebuah praktek yang secara turun temurn yang pada

gilirannya membentuk hubungan kekerabatan masyarakat. Untuk melestarikan kekerabatan masyarakat desa Bokonusan, tujuan kegiatan Na Beu sebagai usaha untuk saling menguatkan hubungan kekerabatan dalam masyarakat. Na Beu merupakan salah satu sarana untuk masyarakat berkumpul bersama dengan keluarga, sahabat dan kenalan. Dalam praktek Na Beu, masyarakat ikut berpartisipasi karena hal ini dianggap sebagai kewajiban bersama. Dalam hal ini nilai kebersamaan sangat kuat dirsakan oleh masyarakat. Kebiasaan masyarakat mengadakan Na Beu bisa dikatakan sebagai bentuk kekerabatan masyarakat desa Bokonusan. Tujuan Na Beu adalah untuk mengumpulkan orang serta hasil kebun, Na Beu tersebut hanya membtuhkan tenaga, bahan makan seperti jagung mudah atau Pela Nula dengan 20 bulir per kaka serta kayu bakar (Kai Nakatutu) sebagai bahan bakar uttuk memasak jagung/Pela. Ada

pun Na Beu memiliki nilai kebersamaan karena masyarakat menikmati hasil mereka bersama

Referensi

Dokumen terkait

berpendapat bahwa demokrasi memiliki kesamaan dan keselarasan dengan asas musyawarah dalam Islam, tetapi sebgaian yang lain berpendapat bahwa demokrasi merupakan hal yang

Development of E-Module on Service Company Accounting Subject to Support the Scientific Approach in Improving Learning Outcomes and Motivation of Students Grade X SMK PGRI

Administrasi kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi Negara, sesuai dengan aturan hukum

memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang akan diberikn selama rentang sehat sakit, akan melihat terlebih dahulu setatus keseatan dalam rentang sehat sakit tersebut, apakah

[r]

o Palpasi : Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae untuk merasakan apakah ada penumpukan cairan, atau pasien dehidrasi bila teraba cekung.. Sclera

data dengan menggunakan SPSS 16.0 diperoleh data nilai kedua kelas tersebut. berdistribusi normal dan

melakukan pemungutan kepada wajib pajak dengan menggunakan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sudah cukup efektif, Hasil analisis kontribusi menunjukkan bahwa kontribusi