• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Publik di Desa Pasca Pemekaran: Studi terhadap Pelayanan Publik pasca Pemekaran Desa di Desa Dewa Jaraecamatan Katiku Tanaabupaten Sumba Tengah T1 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Publik di Desa Pasca Pemekaran: Studi terhadap Pelayanan Publik pasca Pemekaran Desa di Desa Dewa Jaraecamatan Katiku Tanaabupaten Sumba Tengah T1 BAB V"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB V

PELAYANAN PUBLIK PASCA PEMEKARAN

DI DESA DEWA JARA

Pada bab ini penulis akan membahas tentang pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah bagi penduduk desa Dewa Jara, kabupaten Sumba Tengah, pasca pemekaran desa.

Tujuan dari sebuah pemekaran wilayah sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang negara Republik Indonesia tahun 1945 antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif (Raharjo, 2014 :58). Oleh karena itu pelaksanaan pemekaran wilayah dengan mengandung harapan besar yakni mendekatkan pelayanan publik yang efektif dan holistik sehingga mampu mensejahterakan masyarakat didaerah tersebut.

(2)

30 5.1. Latar Belakang Pemekaran Desa Dewa Jara

Seperti yang telah tergambar dalam latar belakang bahwa alasan pemekaran desa karena Dewa Jara dari Desa Anakalang mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar dibandingkan empat desa lainnya dalam wilayah kecamatan Katiku Tana, kabupaten Sumba Tengah.1 Jumlah penduduk yang besar

yang dimiliki oleh desa Anakalang diikuti oleh belum tercapainya kesejahteraan penduduk dengan masih terdapatnya 450 kepala keluarga miskin dari total 761 kepala keluarga yang ada. Keadaan ini kemudian memunculkan keinginan dari para tokoh masyarakat dan aparatur desa Anakalang agar perlu dilakukan pemekaran untuk mendekatkan pelayanan kepada penduduk guna menyelesaikan permasalahan kesejahteraan.

Tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh wanita dan pemuda yang tergabung sebagai perwakilan masyarakat untuk menyampaikan usulan pemekaran desa Anakalang menjadi dua desa. Adapun terdapat 5 poin utama2 yang menjadi pokok pertimbangan untuk mengusulkan pemekaran desa Dewa Jara adalah :

1. Untuk dapat melakukan otonomi masyarakat desa maka penting dilakukan pemekaran pada wilayah desa Anakalang.

2. Terdapatnya sumber daya alam yang memadai bagi penduduk desa untuk dijadikan penghasilan.

3. Terdapatnya sumber daya manusia yang dapat dijadikan aparatur pemerintah desa.

4. Melihat tingkat kesejahteraan penduduk yang masih rendah dengan masih terdapatnya 450 kepala keluarga miskin di desa Anakalang. 5. Mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat.

Setelah berbagai persiapan rencana pemekaran dilakukan oleh tokoh masyarakat bersama aparatur desa Anakalang maka diajukanlah proposal pemekaran desa kepada pemerintah kabupaten Sumba Tengah pada tahun 2010. Dengan dikeluarkan peraturan daerah nomor 10 tahun 2010 oleh pemerintah

1 Lihat Bab I, hal 3-5.

(3)

31 kabupaten Sumba Tengah maka secara sah terbentuklah desa Dewa Jara sebagai desa definitif3dengan wilayah administratif yang terdiri dari 6 Rukun Warga (RW)

dan 15 Rukun Tetangga (RT).

Masyarakat desa Dewa Jara secara positif mendukung terjadi pemekaran desa, karena pemahaman masyarakat akan manfaat pemekaran adalah pelayanan kepada masyarakat yang menyeluruh. Seperti yang dikatakan oleh Umbu Napuberikut ini :

“Memang kalo awalnya, dari persiapan pemekaran kami warga semua dukung ini pemekaran supaya kami semua lebih dapat lagi perhatian dan bantuan yang datang dari pemerintah kabupaten. Kami semua kerjasama sejak persiapan sampai dengan proses pemekaran desa Dewa Jara supaya kami cepat dapat pelayanan publik4.”

Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya pemekaran desa Dewa Jara adalah keinginan dari masyarakat agar pelayananan yang dilakukan olehpemerintah dapat menjangkau masyarakat dan dapat mengkonsetrasikan pembangunan-pembangunan yang dapat bermanfaat besar bagi masyarakat. Pemahaman yang berkembang pada tingkatan masyarakat desa, bahwa pelayanan dapat tergambar melalui pelayanan pemerintah daerah melalui pemerintah desa, pembangunan yang cepat dan terkonsentrasi serta pemberdayaan masyarakat desa Dewa Jara.

Pasca pemekaran di desa Dewa Jara sendiri sejak tahun 2010-2016 berdasarkan pengamatan lapangan sudah terlihat berbagai bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dipotret dengan keadaan pemukiman penduduk hampir semuanya sudah layak huni dengan beratap seng tentunya hal ini berbeda dengan peukiman masyarakat yang dulunya banyak terdapat rumah tidak layak huni dan beratap alang. Mobilisasi masyarakat desa dewa Jara sudah semakin mudah

3Terbentuk sebagai desa persiapan pada tahun 2010 dan menunjuk bapak Umbu Napu sebagai

kepala desa persiapan/bayangan.

4Hasil wawancara dengan Umbu Napu , mantan kepala desa persiapan Desa Dewa Jara, tanggal 12

(4)

32 dengan hadirnya jalan desa yang menghubungkan setiap dusun. Dalam kurun waktu enam tahun pasca pemekaran desa Dewa Jara sudah banyak program yang diupayakan oleh pemerintah guna menjawab kebutuhan masyarakat seperti pembangunan pondok bersalin desa (Polindes) beserta tenaga medis, program bantuan pertanian dengan memberikan bantuan pupuk dan benih unggul, bantuan peternakan dengan pembagian ternak kambing dan babi, pelayanan air bersih dalam bentuk leding, bantuan penerangan dan pelatihan-pelatihan yang dilakukan dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat desa.

5.2. Pelayanan Publik Pasca Pemekaran Desa Dewa Jara

Dalam menggambarkan pelayanan publik pasca pemekaran desa Dewa jara seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis memfokuskan kepada bidang kesehatan, infrastruktur jalan dan ketersediaan air bersih dalam kurun waktu 2010-2015 yang merupakan satu periodesasi pemerintahan.

5.2.1. Pelayanan Publik dalam Bidang Kesehatan

Kesehatan adalah elementer penting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sesuai dengan isi dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 4 yang berbunyi “setiap orang berhak atas kesehatan”. Sehat sebagai hak hidup yang merupakan hak dasar yang tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun.“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh kesehatan”.

Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan per kapita. Dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung percepatan pembangunan lokal, regional maupun nasional.

(5)

33 menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.

5.2.1.1. Fasilitas Kesehatan Desa

Sebelum pemekaran, Desa Anakalang, belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan bagi masayarakat desa, seperti pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) dan rumah sakit. Hal ini dipengaruhi oleh karena Kabupaten Sumba Tengah baru saja memiliki pemerintahan definitif pada tahun 2008. Sehingga untuk pelayanan kesehatan masyarakat pemerintah desa Anakalang masih mengarahkan masyarakatnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di PUSKESMAS desa terdekat yang sudah ada. Salah satunya PUSKESMAS di Desa Wairasa. Sedangkan untuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ketersebarannya juga belum merata karena luas wilayah desa Anakalang pada waktu yang cukup besar.

Pasca pemekaran desa Anakalang, yang kemudian salah satunya menjadi Desa Dewa Jara, merupakan implikasi dari pemekaran Kabupaten Sumba Tengah dalam rangka memperpendek rentang kendali pelayanan publik, pelayanan publik di bidang kesehatan juga menjadi prioritas pembangunan desa.

(6)

34 Gambar 5.1.

Polindes desa Dewa Jara

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Upaya pembangunan fasilitas kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan kesehatan masyarakat desa merupakan salah satu implikasi dari pemekaran yaang dilakukan. Pelayanan publik yang diharapkan agar dapat diperpendek rentang kendalinya telah dilaksanakan seiring semangat pemekaran desa itu sendiri.Hasil pencatatan dilapangan untuk sementara waktu Polindes dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa Dewa Jara dalam layanan kesehatan. Polindes saat ini memiliki satu tenaga Perawat yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

5.2.1.2.Proses Pelayanan Publik Bidang Kesehatan

(7)

35 kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian SPM.

Di desa Dewa Jara meskipun pasca pemekaran telah memiliki infrastruktur dan tenaga kesehatan, namun pada pelayanan kesehatan di Pusat Bersalin Desa (POLINDES) belum memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM). Hal ini diungkapkan oleh Margareta Lende, yang merupakan tenaga medis yang ada di desa Dewa Jara:

“Di POLINDES ini, tidak ada Standar Pelayanan Minimal, itu hanya ada di PUSKESMAS saja. Jadi ketika masyarakat datang untuk dapat pelayanan, saya kerja sendiri, mulai pendaftaran pasien, pemeriksaan, sampai ambil obat.”5

Ditambahkannya pula, bahwa kekurangan tenaga kesehatan di POLINDES yang pada akhirnya membuat standar pelayanan kesehatan belum dapat dilaksanakan dengan baik. Sehingga sebagian keluhan kesehatan warga, selalu diberikan rujukan untuk berobat di PUSKESMAS di desa terdekat atau pada Rumah Sakit yang dikelola oleh pemerintah daerah maupun swasta.Di Desa Dewa Jara sendiri Polindes tidak hanya berfungsi sebagai pondok bersalin bagi masyarakat desa tetapi tenaga kesehatan di polindes juga melakukan pelayanan kesehatan secara umum bagi masyarakat yang datang berobat. Keluhan yang sering dialami oleh masyarakat Dewa Jara yang datang berobat di Polindes kebanyakan seputar sakit kepala, batuk pilek dan penyakit ringan lainnya.

lebih lanjutnya mengenai pelayanan keseatan yang belum maksimal di desa Dewa Jara, Margaretha Lende mengatakan :

“Tetapi memang tidak bisa memungkiri kalau banyak masyarakat desa yang mengeluhkan kebutuhan mereka. Karena sebenarnya yang mereka butuhkan bukan perawat tetapi bidan desa. Itu sesuai dengan fungsi POLINDES yang merupakan pondok bersalin Desa. Jadi yang dibutuhkan orang-orang adalah bidan yang bisa membantu mereka dalam proses kehamilan dan proses bersalin, jadi warga desa cenderung langsung melakukan

(8)

36 proses bersalin dengan bantuan dukung tradisional atau rumah sakit6

Kebutuhan paling mendasar yang dibutuhkan oleh masyarakat di Desa Dewa Jara(berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala POLINDES) adalah perlu adanya Bidan di Desa yang dapat membantu persalinan bagi ibu-ibu di Desa. Namun demikian, usulan ini belum dimaksimalkan oleh pemerintah kabupaten seperti yang dikatkan oleh Umbu Hama Doku yang merupakan sekretaris desa berikut ini :

Kalau dibidang kesehatan kami sudah punya polindes dengan satu tenaga medis yaitu perawat. Padahal seharusnya aturan yang ada bukan tenaga medis perawat tetapi bidan desa. Karena masyarakat desa Dewa Jara juga butuh bidan desa untuk melahirkan bagi ibu-ibu hamil. Dan juga dalam masa kehamilan bidan desa dapat melakukan sosialisasi tentang kehamilan kepada ibu-ibu hamil. Tetapi karena dinas kesehatan mungkin kekurangan tenaga medis makanya kami belum dapat tenaga bidan padahal seharusnya setiap desa mempunyai tenaga bidan7.

Tidak sesuainya ketersedian tenaga medis dengan kebutuhan masyarakat desa Dewa Jara ini membuat proses persalinan masyarakat harus dilakukan di rumah sakit atau PUSKESMAS di desa terdekat yang jaraknya perjalanannya kurang lebih 4 sampai 5 kilometer dan tidak jarang juga masyarakt yang melakukan proses bersalin dengan bantuan dukun tradisional. Pada titik ini, dapat dikatakan bahwa pelayanan publik yang mestinya mengikuti kebutuhan masyarakat harus lebih diutamakan, tapi aspirasi ini belum direalisasi oeh pemerintah desa.

Untuk pelayanan terhadap balita dan anak-anak, serta ibu hamil, pihak Polindes bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Daerah, melatih ibu-ibu yang berjumlah 6 orang untuk menjadi Kader Posyandu, seperti yang diungkapkan oleh

6Wawancara bersama Margareta Lende Tenaga Medis Perawat di desa Dewa Jara. Wawancara

dilakukan di POLINDES desa Dewa Jara tanggal 16 Mei 2016.

7Wawancara Bersama Umbu Hama Doku sebagai sekretaris desa Dewa Jara periode 2012-2017.

(9)

37 Margaretha Lende mengenai pelayananan kesehatan yang dilakukan selain di Polindes berikut ini :

“Pelayanan kesehatan yang saya lakukan selain di POLINDES adalah dengan membantu kader POSYANDU ketika melakukan kegiatan di posyandu. Dan memberikan pelatihan dan sosialisasi pada kader posyandu8.”

Hal diatas dilakukan untuk menjangkau pelayanan terhadap kesehatan ibu dan anak, yang dilakukan rutin setiap bulan. Setiap dusun yang ada di Desa Dewa Jara, memiliki 2 orang Kader Posyandu. Dalam perencanaan kedepan, Polindes ingin menambah kader posyandu enam orang lagi agar disetiap Rukun Warga/RW (6 RW) di desa Dewa Jara, masing-masingnya memiliki dua orang kader posyandu.

5.2.1.3. Kontrol dan Evaluasi Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Desa

Dalam rangka peningkatan pelayanan bidang kesehatan desa, kontrol terhadap pelayanan menjadi penting. Namun pada kenyataannya kontrol pelayanan bidang kesehatan belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah desa, seperti yang dikatakan oleh Margareta Lende berikut ini :

“Tanggung jawab pelayanan bidang kesehatan dan kontrol, sepenuhnya jadi tanggung jawab kami di Polindes dan Dinas Kesehatan Pemda. Desa hanya memfasilitasi dana pemeliharaan bagi kader Posyandu setiap bulan. Hanya itu saja tanggung jawab yang dilakukan desa. Soal kekurangan tenaga atau pengembangan Polindes, kurang diperhatikan oleh pemerintah desa9.”

Dari pernyataan di atas, dapat mengartikan bahwa pelayanan publik bidang kesehatan desa yang mestinya menjadi tanggung jawab pemerintah desa Dewa Jara, tenyata belum menjadi perhatian penting. Fasilitas kesehatan yang

8Wawancara bersama Margareta Lende Tenaga Medis Perawat di desa Dewa Jara. Wawancara

dilakukan di POLINDES desa Dewa Jara tanggal 16 Mei 2016.

9Wawancara bersama Margareta Lende Tenaga Medis Perawat di desa Dewa Jara. Wawancara

(10)

38 ada, seakan dirasa sudah cukup memenuhi pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa, padahal pembangunan manusia di desa juga sangat ditentukan oleh pembangunan kesehatannya.

Selain kontrol terhadap pelayanan bidang kesehatan desa, evaluasi terhadap pelayanan kesehatan juga menjadi penting dalam rangka, peningkatan sumber daya manusia yang sehat di desa. Pada tataran evaluasi kesehatan, pemerintah desa, masih merasa bahwa pelayanan kesehatan desa belum maksimal. seperti yang dikatakan oleh Umbu Hama Doku berikut ini :

“Jujur saja, kami pemerintah desa belum prioritaskan pelayanan publik bidang kesehatan, ini juga karena anggaran di desa yang kurang. Mungkin dengan adanya Dana Desa yang baru nanti, kami coba upayakan lagi untuk, membagi untuk bidang kesehatan dapat diprioritaskan juga10.”

Pernyataan di atas mengartikan bahwa meskipun menurut ketentuan tugas pemerintah desa juga adalah memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan, akan tetapi kenyataannya bidang kesehatan menjadi terbengkalai karena prioritas pembangunan serta anggaran di desa yang masih kurang. Kebutuhan masyarakat terkait bidan di desa yang membantu persalinan yang juga belum direalisasi, semakin menegaskan bahwa kebutuhan pelayanan publik di bidang kesehatan belum menjadi prioritas pemerintah desa.

5.2.2.Pelayanan Publik dalam Bidang Infastruktur Jalan 5.2.2.1.Infrastruktur Jalan Desa

Pembangunan infrastruktur jalan berperan penting dalam pembangunan daerah, khususnya desa. Infrastruktur tidak saja diperlukan untuk mendukung roda kegiatan perekonomian tetapi juga untuk mendukung kegiatan pemerintah yang bersifat administratif, kegiatan pelayanan publik, serta menjadi satu instrumen untuk meningkatkan lalu lintas informasi serta kegiatan lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan pada Pasal 30, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jalan desa

(11)

39 yaitu jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.

Jalan merupakan salah satu komponen mendasar dalam infrastruktur. Data terakhir yang didapatkan, desa Dewa Jara selama tahun 2010-2015menunjukkan peningkatan dalam infrastruktur jalan. Hasil pencatatan penulis pembukaan jalan-jalan dusun sudah digalakkan sejak tahun 2010. Adapun pembukaan jalan-jalan dusun itu merupakan harapan masyarakat Dewa Jara sehingga mereka dengan sukarela memberikan sebagian lokasi tanah untuk akan digunakan sebagai lokasi jalan dusun, seperti yang dikatakan oleh Umbu Napu berikut ini :

“Pelayanan yang dari pemerintah untuk desa Dewa Jara yang paling menonjol itu adalah mengenai infrastruktur jalan. Setelah pemekaran juga ada di ini desa kami masyarakat secara sukarela kasih tanah kepada pemerintah untuk diukur baik itu untuk pengadaan jalan desa ataupun pelebaran jalan yang sudah ada. Kami semua mendukung pelayanan dalam bentuk jalan itu11.”

Secara kualitas jalan-jalan diwilayah desa Dewa Jara secara umum belum parmanen, jalan-jalan dusun kondisinya adalah jalan sirtu perkerasan yang belum diaspal. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1.

Infrastruktur Jalan Desa Dewa Jara

Nama Jalan Jenis Jalan Panjang Lebar Sumber Dana Kalebu gallu – Lailori Sirtu Perkerasan 9 km 3 m Perdesaan PNPM Laisola – Patoki uma Aspal Hotmix 20 km 5 m APBD II Ngadu bolu - Anajiaka Aspal Lapen 7 km 3 m Perdesaan PNPM Praikawilu – Kalebu

gallu Sirtu Perkerasan 4 km 2 m Perdesaan PNPM Laisola – Praikawilu Sirtu Perkerasan 6 km 2 m Perdesaan PNPM

11Hasil wawancara dengan Umbu Napu , mantan kepala desa persiapan Desa Dewa Jara, tanggal

(12)

40 Laisola – Pasar baru Sirtu Perkerasan 7 km 5 m Perdesaan PNPM

Lailori – Rara Sirtu Perkerasan 12 km 2 m Perdesaan PNPM Sumber : Diolah dari data primer

Pasca pemekaran desa, pemerintah desa Dewa Jara telah berupaya untuk memaksimalkan berbagai sumber untuk membangun jalan desa agar setiap pemukiman atau antar pemukiman di desa dapat terhubung oleh jalan yang mampu dilalui atau diakses bahkan dengan kendaraan.

Gambar 5.2.

Jalan sirtu perkerasan Praikawilu – Kalebu gallu

Sumber : Dokumentasi Penelitian

(13)

41 5.2.2.2.Proses Pelayanan Publik Jalan Desa

Jika melihat infrastruktur jalan di atas, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa pemekaran desa telah membawa dampak yang signifikan terkait dengan dipermudahnya akses dan mobilitas warga. Akan tetapi, jika kita menilik pada standar pelayanan minimal pembanguanan jalan desa (yaitu jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer), hal ini mesti seturut dengan peraturan yang berlaku. Menurut PP 34/2006 tentang Jalan Pasal 15 dan 16, jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7, 5 (tujuh koma lima) meter, sedangkan jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 (lima belas) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6, 5 (enam koma lima) meter. Jika menilik pada Tabel 5.2. maka jalan yang dibangun oleh pemerintah desa di atas belum seturut dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut penuturan Kepala Urusan Umumdesa Dewa Jawa, Agustinus K. Daungu , masalah pembangunan jalan yang belum maksimal sesuai dengan peraturan, dikarenakan sebagian besar jalan yang dibangun adalah melewati tanah kepemilikan masyarakat.

“Semua jalan desa yang dibangun adalah di atas tanah milik masyarakat. Semua itu sudah dikasi secara sukarela. Jadi, agak susah juga mau minta lebih lagi untuk diperlebar sesuai dengan aturan, karena nanti kebun atau lahan milik masyarakat jadi berkurang. Selain itu juga, masyarakat tuntut ganti rugi lahan lagi, kalau kami minta tanah lebih untuk bangun jalan. Jadi apa yang masyarakat kasih itulah yang kami maksimalkan12.”

Pernyataan dapat dilihat bahwa pemekaran juga berbanding terbalik pada ketersediaan aset yang dimiliki oleh pemerintah desa untuk pembangunan infrastruktur jalan desa. Namun demikian, karena semangat pemekaran itu pula

(14)

42 masyarakat mampu berkontribusi secara nyata untuk pembangunan infrastruktur jalan desa.

5.2.2.3.Kontrol dan Evaluasi Terhadap Pelayanan Publik Jalan Desa Pembangunan infrastruktur jalan desa juga dibarengi dengan kontrol dari pemerintah desa terhadap jalan yang dibangun. Ini dimaksudkan agar masyarakat tetap menikmati pelayanan publik dengan baik. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, jalan jenis aspal lapen dan hotmix memiliki anggaran rehabilitasi sesuai tingkat kerusakan setiap tahun yang dimuat dalam Rencana Kerja Desa (RKDes) dan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), setiap tahun anggaran. Sedangkan untuk jalan jenis sirtu perkerasan, direhabilitasi total setiap 3 tahun sekali, oleh karena curah yang terkadang badan jalan menjadi tergerus oleh air, seperti yang dikatakan olehAgustinus K. Daungu sebagai KAUR umum berikut ini :

“Kami berusaha untuk setiap jalan yang dibangun di desa memundahkan masyarakat untuk beraktivitas, terutama yang memiliki kendaraan, agar mereka juga menikmati akses jalan yang baik. Baik itu antar kampung (antar pemukiman) maupun ketika mereka keluar kampung. Makanya kami selalu anggarkan rehabilitasi jalan setiap pembahasan RKD dan APBDes tahunan13.”

Pernyataan di atas membuktikan bahwa desa berkomitmen penuh atas pembangunan dan pelayanan publik yang dilakukan. Ini terlihat dari komitmen pemerintah desa yang tetap mendukung fasilitas pelayanan publik yang baik, terutama jalan desa, agar diakses dengan baik oleh masyarakat desa.

Namun demikian, kontrol pemerintah desa dan dukungan dari segi anggaran untuk pelayanan infastruktur jalan desa, belum dibarengi dengan kontrol terhadap pengguna jalan desa, khususnya berkaitan dengan bobot/berat kendaraan yang melintasi jalan desa. Hal ini belum diatur dalam peraturan desa, sehingga terkadang setiap tahun beberapa kali rehabilitasi jalan desa dilakukan.

13Wawancara dilakukan Dengan Agustinus K. Daungu sebagai KAUR umum desa Dewa Jara

(15)

43 Secara umum, pembangunan infrastruktur jalan desa di Dewa Jara pasca pemekaran desa telah sesuai dengan harapan pemekaran. Berbagai pembangunan di bidang infastruktur jalan, meskipun belum maksimal, tetapi telah mempermudah akses dan mobilitas masyarakat desa. Selain itu, komitmen masyarakat dalam berpartisipasi terhadap pelayanan publik khususnya infrastruktur jalan desa dengan secara swadaya berkontribusi untuk pembangunan jalan desa menjadi nilai positif bahwa tanggung jawab pembangunan desa pasca pemekaran tidak saja menjadi tugas pemerintah desa, melainkan membutuhkan partisipasi masyarakat.

Pada proses kontrol terhadap pelayanan publik, yang masih lemah. Kontrol terhadap fasilitas jalan desa hanya menjadi tugas pemerintah, dan itu hanya pada daya dukung anggaran desa. Di sisi lain, belum dibuatnya aturan mengenai penggunaan fasilitas jalan desa oleh masyarakat, khusus yang menggunakan kendaraan, yang melintasi jalan desa dan mempengaruhi kualitas infastruktur jalan desa, belum dicermati oleh pemerintah desa sebagai kontrol terhadap pelayanan publik itu sendiri.

5.2.3.Pelayanan Publik Ketersediaan Air Bersih

5.2.3.1.Instruktur dan Proses Pelayanan Air Bersih Desa

Pelayanan air bersih merupakan salah satu pelayanan publik yang utama kepada masyarakat. Air adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun akses masyarakat Sumba secara umum terhadap air bersih pada saat musim hujan sangat mudah tetapi hal ini berbanding terbalik ketika musim kemarau dikarenakan banyak terjadinya kekeringan pada sumber air yang biasanya dimanfaatkan.

(16)

44 kemarau masyarakat harus mengakses air bersih di mata air besar yang jauh dari rumah.

Berbeda ketika pasca pemekaran, meskipun belum ada sumber air yang dibangun oleh PDAM di desa, pemerintah mulai mengeksplorasi dan membangun berbagai sumber air yang dapat digunakan oleh masyarakat desa. Berikut tabel jumlah sumber air dan akses masyarakat terhadap air per Kepala Keluarga di desa Dewa Jara:

Tabel 5.2.

Akses Kepala Keluarga Desa Dewa Jara Terhadap Air Bersih No. Sumber Air Bersih Jumlah Pemanfatan

(KK)

1. Mata air 22 194

2. Sumur gali 8 30

3. Pipa 1 50

4. Bak penampung air

hujan 12 24

Total 43 298

Sumber : Profil desa Dewa Jara 2015

(17)

45 Gambar 5.3.

Pemanfaatan sumber air melalui bak penampung air hujan dan leding

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Upaya nyata dari pemerintah dalam rangka pelayanan air bersih kepada masyarakat desa Dewa Jara sejak pemekaran adalah dengan membuat bak penampung air hujan sejak tahun 2010. Sampai dengan saat ini bak penampung air hujan yang ada di desa Dewa Jara adalah sejumlah 15 unit14 yang tersebar

dalam setiap dusun. Selain membangun bak penampung air hujan, pemerintah daerah dan pemerintah desa juga dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih kepada masyarakat desa Dewa Jara mengupayakan pembangunan bak penampung air yang bersumber dari mata air Waikadika. Proses penyedotan air dari mata air ke bak penampung yang kemudian akan dialiri menggunakan pipa ke rumah

(18)

46 penduduk menggunakan bantuan tenaga surya yang merupakan bantuan dari pemerintah daerah.

Gambar 5.4.

Pemanfaatan Sumber Daya Air melalui Pipa ke Rumah Penduduk

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Upaya pemerintah dalam memenuhi air bersih diatas belum maksimal dikarenakan bak penampung air hujan sendiri hanya berfungsi pada saat musim hujan. Pengaliran air melalui pipa (leding) juga belum maksimal dan hanya baru menjangkau ± 10 % masyarakat desa Dewa Jara, hal ini mengakibatkan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan air bersih dilakukan secara mandiri dengan mengakses air langsung pada sumber mata air atau membuat sumur galian yang kemudian dipakai secara berkelompok.

Gambar 5.5.

Pemanfaatan Sumber Daya Air melalui sumur galian

(19)

47 Gambar 5.6.

Pemanfaatan Sumber Daya Air melalui mata air alami

Sumber : Dokumentasi Penelitian

5.2.3.2.Kontrol dan Evaluasi Terhadap Pelayanan Air Bersih Desa

(20)

48 Gambar 5.7.

Pemanfaatan tenaga surya untuk mengaliri air bersih melalui pipa

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Di samping itu, pipa-pipa yang mengalirkan air ke rumah-rumah dicabut atau diambil oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Adapun alasan oknum tersebut melakukan pengrusakan/pencurian pipa dikarenakan pipa tersebut selain mempunyai nilai ekonomis aksi tersebut merupakan bentuk protes karena kurangnya transparansi dan tidak meratanya pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Yohanis Wada Gaba KAUR Pemerintahan desa Dewa Jara berikut ini :

“Pengolahan air bersih sudah ada juga dengan upaya pemerintah menyedot air dari mata air menggunakan tenaga surya dan dialiri lewat pipa tetapi kondisinya tidak terawat karena memang masyarakat yang kasih rusak dengan mencuri pipa yang ada, hingga sampai sekarang air tidak bisa sampai disemua rumah tangga yang ada di desa dewa Jara15.”

(21)

49 Lebih lanjutnya lagi Umbu Hama Doku sebagai sekretaris desa Dewa Jara berikut :

“Air leding yang sekarang ada baru menjangkau sekitar 10% dari semua masyarakat yang ada di Desa Dewa Jara16.”

Berkaitan dengan masalah ini juga, pemerintah desa Dewa Jara tidak memiliki aturan mengikat dan sanksi terhadap penyalahgunaan atau pencurian fasilitas air bersih. Sehingga dalam tataran kontrol terhadap fasilitas air dapat dikatakan pemerintah desa sangat lemah.

5.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Publik di Desa Dewa Jara

Pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu fungsi penting aparat pemerintahan dan sifatnya sangat luas karena menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sangat beraneka ragam kepentingan dan kebutuhannya. Sedangkan pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung. Keberaneka ragaman kebutuhan yang dimiliki oleh masyakat dan harus difasilitasi oleh pemerintah ini mengakibatkan banyak pertimbangan dalam wujud hambatan maupun dukungan.

Adapun faktor pendukung dan penghambat pelayanan publik di Desa Dewa Jara berdasarkan tiga bidang yang diteliti yakni kesehatan, infrastruktur jalan, dan ketersediaan air bersih, selanjutnya akan digambarkann sebagai berikut:

5.3.1.Faktor Pendukung Pelayanan Publik

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan faktor-faktor yang mendukung pelayanan publik di desa Dewa Jara adalah sebagai. Faktor pendukung yang dimaksudkan adalah pertama adalah adanya dukungan moril dan materil masyarakat dalam proses pemekaran dan proses pelayanan publik di desa Dewa Jara, seperti yang dikatakan oleh Umbu Napu sebagai berikut :

(22)

50 “Kami semua masyarakat dukung sejak awal proses pemekaran dan setelah pemekaran juga ada di ini desa kami masyarakat secara sukarela kasih tanah kepada pemerintah untuk diukur baik itu untuk pengadaan jalan desa ataupun pelebaran jalan yang sudah ada17.”

Adapun dukungan yang diberikan oleh masyarakat desa Dewa Jara baik dalam persiapan sampai dengan proses pelayanan sudah menjadi modal berharga bagi pemerintah daerah dan pemerintah desa. Dimana dalam proses pelayanan masyarakat desa Dewa Jara lebih mementingkan terealisasinya pembangunan sehingga mereka secara sukarela menyumbangkan tanah sebagai tempat pembangunan infrastruktur jalan desa, polindes dan lain-lain.

Faktor pendukung kedua adalah Pasca pemekaran desa dewa Jara sudah dilakukannya upaya pelayanan publik yang menyentuh kebutuhan dasar dari masyarakat yaitu dalam bidang infrastruktur jalan, kesehatan dan pelayanan air bersih. Sehingga pada tahun-tahun kedepannya pemerintah daerah dan pemerintah desa adalah meningkatkan pelayanan dalam ketiga bidang tersebut sehingga dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat; ketiga ketersediaan sumber daya beberapa titik mata air yang kemudian dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat desa yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah; keempat bersedianya masyarakat desa Dewa Jara untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara nyata dalam program pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan seperti tenaga atau kader posyandu yang merupakan pelayan bagi kesehatan ibu dan balita di dusun-dusun. Ini membuktikan bahwa pelayanan publik di desa Dewa Jara, khususnya di bidang kesehatan telah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah desa dan masyarakat.

Berdasarkan keempat faktor pendukung di atas, pemerintah desa Dewa Jara dapat menjalankan pelayanan publik dengan dengan didukung oleh partisipasi masyarakat, berdasar pada kepentingan umum, berporos pada pemberdayaan, dan faktor geografis desa.

17Hasil wawancara dengan Umbu Napu , mantan kepala desa persiapan Desa Dewa Jara, tanggal

(23)

51 Partisipasimerupakan penempatan masyarakat untuk berperan aktif dalam pelayanan publik (Sinambela, 2008 : 141). Di desa Dewa Jara, ini terlihat dari partisipasi masyarakat yang memberikan tanahnya untuk pembangunan infrastruktur jalan desa. Pelayanan publik juga mesti berdasar pada kepentingan umum. Dukungan pemerintah desa dalam bentuk anggaraan rehabilitasi infrastruktur jalan desa, adalah bentuk kongkrit pemerintah desa telah menempatkan pelayanan publik dengan berdasar pada kepentingan umum.

5.3.2.Faktor Penghambat Pelayanan Publik

Selain faktor pendukung diatas pelayanan publik di desa Dewa Jara juga harus berhadapan dengan faktor yang penghambat. Ada beberapa faktor yang menghambat diantaranya adalah : pertamadalam pelayanan kesehatan di desa Dewa Jara masih kurangnya tenaga kesehatan. Kurangnya tenaga kesehatan ini mengakibatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan di Polindes tidak berjalan secara maksimal. Kebutuhan masyarakat desa Dewa Jara sendiri adalah tenaga medis bidan sedangkan tenaga medis yang ada saat ini adalah perawat hal lainnya yang juga menyebabkan tidak maksimalnya pelayanan kesehatan adalah ketersediaan alat penunjangdan obat-obatanyang di Polindes yang kurang memadai, seperti yang dikatakan oleh Margareta Lende kepala Polindes Desa Dewa Jara berikut ini :

“Yang menjadi penghambat pelayanan kesehatan yang ada di desa Dewa Jara sama seperti yang Saya katakan tadi bahwa tenaga medis yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kemudian juga ketersediaan obat-obatan dan alat-alat penunjang yang kurang memadai yang akhirnya membuat pelayanan kita tidak maksimal18.”

Hal yang sama mengenai pelayanan kesehatan dikatakan oleh Umbu Hama Doku sekeretaris desa Dewa Jara Berikut ini :

18Wawancara bersama Margareta Lende Tenaga Medis Perawat di desa Dewa Jara. Wawancara

(24)

52 “Padahal seharusnya aturan yang ada bukan tenaga medis perawat tetapi bidan desa. Karena masyarakat desa Dewa Jara juga butuh bidan desa untuk melahirkan bagi ibu-ibu hamil19.”

Hambatan ini kemudian menyebabkan masyarakat melakukan pengobatan dan proses bersalin dilakukan di puskesmas yang jaraknya ± 4-5 km dari desa Dewa Jara. Pemerintah desa Dewa Jara juga tidak menjalankan prinsip aspiratif dalam pelayanan publik sehingga kebutuhan warga terkait bidang kesehatan, dimana dalam masyarakat sendiri masih mengeluhkan ketersediaan tenaga medis perawat yang ada dengan kebutuhan mereka yaitu tenaga medis bidan desa.

Faktor penghambat kedua adalah lemahnya fungsi pengawasan dan perawatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap fasilitas-fasilitas yang ada di desa Dewa Jara. Hal ini mengakibatkan kerusakan dan kondisi tidak terawat pada fasilitas-fasilitas seperti pipa air, bangunan polindes dan infrastruktur jalan. pemerintah juga tidak menjamin keamanan fasilitas pelayanan publikdalam bentuk peraturan desa dengan mengontrol dan mengawasi fasilitas tersebut.

ketigaPemerintah desa Dewa Jara belum dapat melakukan pelayanan yang transparan dan akuntabilitas. Aparatur pemerintah desa hanya melakukan pelayanan kepada masyarakat desa tetapi pelayanan tersebut tidak dilakukan secara transparan hal inilah yang menyebabkan aksi protes dari masyarakat sehingga terjadinya pengrusakan pipa air.Dalam melaksanakan pelayanan publik akuntabilitas juga menjadi faktor sangat penting. Akuntabilitas adalah instrumen yang menunjukkan apakah prinsip-prinsip pemerintahan yang seturut dengan kaidah-kaidah atau peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan pelayanan publik di bidang kesehatan, infrastruktur jalan desa, dan pelayanan air bersih, tidak adanya Standar Pelayanan Minimal merupakan sebuah proses yang tidak akuntabel yang dilakukan oleh pemerintah desa.

19Wawancara Bersama Umbu Hama Doku sebagai sekretaris desa Dewa Jara periode 2012-2017.

Gambar

Gambar 5.1.
Tabel 5.1.
Gambar 5.2.
Tabel 5.2.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Saran, diharapkan agar aparatur Pemerintah Desa khususnya Kepala Kampung Menggala Kecamatan Menggala Timur yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Instrumen tes yaitu alat yang digunakan peneliti untuk mengetahui tingkat ketelitian siswa dalam menerima dan merespon materi dari guru. Soal tes ini berupa masalah

Hasil pengukuran menggunakan sensor pergeser- an berbasis serat optik plastik yang terbaik diperoleh pada pegas jenis kedua dan jumlah rol adalah 9.. Pada kondisi tersebut

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan sangat berguna dan bermanfaat guna membuktikan

Tawuran antar warga manggarai dan warga tambak selalu menjadi agenda perbincangan karena konfliknya yang terus berulang, masalah ini bukan perkara baru dan jangan

(4) Deskripsi apakah ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran problem posing dan pemberian motivasi terhadap kreatifitas berfikir matematika siswa kelas VII

(2) Faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Diperiksa