• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN SURAT (Jurnal Ilmiah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN SURAT (Jurnal Ilmiah)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN

TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN

SURAT

(Jurnal Ilmiah)

Oleh

NELDIAN SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

UPAYA DIREKTORAT LALU LINTAS KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN

TERHADAP PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK MEMILIKI KELENGKAPAN

SURAT

Oleh

Neldian Saputra, Eko Rahardjo, SH, M.H, Firganefi, SH, M.H

(neldiansaputra47@gmail.com)

Secara efisien kinerja polisi perlu dipahami, Pekerjaan dasar Polisi Lalu Lintas

adalah “mengawasi lalu lintas”. Mengawasi lalu lintas, membantu menjaga agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancar dan efisien. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimanakah upaya Direktorat lalu lintas kepolisian daerah Lampung dalam penanggulangan pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat dan (2) Faktor apasajakah penghambat upaya Direktorat lalu lintas kepolisian daerah Lampung dalam penanggulangan pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat? Metode yang digunakan di dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode pendeketan yuridis normatif dan didukung oleh pendekatan yuridis empiris yang berupa dukungan dari para pakar hukum pidana dan penegak hukum untuk mendukung data yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa (1) Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilaksanakan dengan cara-cara, yaitu, upaya Pre-Emtif (himbauan), upaya Preventif (pencegahan), dan upaya Represif (tindakan). (2) Faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat, yaitu berasal dari faktor internal dan eksternal dimana masing-masing pihak masih memiliki kekurangan dalam memahami tata aturan yang berlaku dan masih tidak ingin menerima perubahan-perubahan dan bersikap tidak ingin tahu mengenai pelanggaran yang telah diperbuat, hal ini sangat disadari dari kurangnya sosialisasi dan kurangnya rasa kepercayaan dari masing-masing pihak baik dari pihak aparat kepolisian maupun dari pihak masyarakat itu sendiri. Sehingga harus meningkatkan kepercayaan dan koordinasi antar pihak untuk meciptakan keamanan dan kepercayaan.

(3)

DIRECTORATE AGENCY OF POLICE TRAFFIC LAMPUNG IN INFRINGEMENT OF VIOLATION THE MOTORCYCLE

VEHICLES DOES NOT HAVE A COMPLETENESS LETTER

By

Neldian Saputra, Eko Rahardjo, SH, M.H, Firganefi, SH, M.H

(neldiansaputra47@gmail.com)

Efficiently police performance needs to be understood, Traffic Police basic work is "watching for traffic". Keep an eye on traffic, helping to keep the road transport system functioning smoothly and efficiently. The problems discussed in this thesis are (1) How is the effort of Lampung Police Traffic Directorate in overcoming the violation of motorists who do not have the complete letter and (2) what factors inhibit the effort of the Directorate of Lampung Police Traffic in handling the violation against the rider a motor vehicle that does not have a complete letter? The method used in this thesis is by using normative juridical method and supported by empirical juridical approach in the form of support from criminal law expert and law enforcer to support normative juridical data. Based on the results of research and discussion can be drawn a conclusion that (1) Efforts to overcome the done by the police in tackling violations of motorists who do not have the completeness of the letters can be implemented in ways, that is, the Pre-Emtif (call) , Preventive efforts (prevention), and Repressive (action) efforts. (2) Inhibiting factors in the coping effort by the police in dealing with violations against motorists who do not have the completeness of the letters, which are derived from internal and external factors where each party still has a lack of understanding the rules of the applicable and still not want to accept the changes and be unwilling to know about the violations that have been done, it is very aware of the lack of socialization and lack of confidence from each party both from the police and from the community itself. So it should increase trust and coordination between parties to create security and trust.

(4)

I. PENDAHULUAN

Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

terutama di negara

berkembang.Pengaruh ini berupa lajunya pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi yang juga diikuti dengan perkembangan perekonomian masyarakatnya.

Perkembangan perekonomian

tersebut secara signifikan juga diikuti dengan meningkatnya mobilitas masyarakat dari suatu daerah ke daerah lain. Pada titik inilah, peranan penting transportasi juga akan semakin dirasakan.Hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dinamika hidup, mengharuskan setiap manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Jarak tempat yang akan di tempuh oleh setiap manusia bervariasi sifatnya dan terkadang harus ditempuh dengan suatu wahana atau dengan suatu modal transportasi.

Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dan dalam usaha mencapai tujuan nasioanal berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Peranan tersebut merupakan suatu peranan vital, sehingga dijadikan landasan pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (selanjutnya akan disingkat

menjadi UULLDAJ)

sebagaipengganti Undang-Undang Nomor14 Tahun 1992 Tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan yang dipandang tidak relevan lagi bagi masyarakat Indonesia.

Pembangunan yang dilaksanakan Indonesia adalah pembangunan di segala bidang yang merupakan suatu bagian dari proses modernisasi yang menciptakan kesejahteraan dan ketenteraman bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan yang ada saat ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan dan salah satu kekurangan yang paling sering ditemui adalah tingginya tingkat

kemacetan pada jam-jam

sibuk.Kemacetan merupakan salah satu dampak negatif dari semakin majunya pembangunan khususnya di bidang produksi kendaraan bermotor yang pada gilirannya menyebabkan semakin simpang siurnya lalu lintas jalan raya. Hal ini dikarenakan tidak berbandingnya jumlah kendaraan dengan jumlah ruas jalan yang pada akhirnya akan memungkinkankan terjadinya pelanggaran lalu lintas dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi para pengguna jalan raya.Dalam bidang keprasaraan transportasi, pada saat sekarang telah dibangun jalan alternatif, jalan tol, jalan layang (satu tingkat atau lebih satu tingkat), jalan di bawah tanah (under pass), jalan (terowongan) di bawah

permukaan laut.Teknologi

(5)

modern dan canggih, yang didukung

oleh kemajuan teknologi

transportasi, yang selalu memperlihatkan perubahan wajah yang makin maju, modern, dan canggih (transportation is always changing face). Perubahan wajah transportasi menjadi lebih cantik dalam arti semakin efektif dan efisien. 1 Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari.Transportasi merupakan urat nadi bagi kehidupan

perokonomian dan

sosial.Transportasi jalan raya yang efisien bergantung pada kinerja berbagai unsur, namun kinerja Polisi Lalu Lintas adalah salah satu unsur penting dalam mengatur transportasi jalan raya agar terwujudnya suatu keamanan dan keselamatan lalu lintas.

Secara efisien kinerja polisi perlu dipahami, Dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Polisi Lalu Lintas, eksistensi polisi tengah masyarakat bergantung pada tingkah laku anggotanya.Pekerjaan dasar Polisi Lalu Lintas adalah

“mengawasi lalu lintas”.Mengawasi

lalu lintas, membantu menjaga agar sistem transportasi jalan raya berfungsi secara lancer dan efisien.Jika seseorang diijinkan untuk menggunakan jalan raya

1Raharjo Adi Sasmita dan Sakti Adji

Adisasmita, Manajemen Transportasi Darat

Mengatasi Kemacetan di Kota Besar (Jakarta), Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, hlm. 12.

sesuka hati mereka, yang terjadi adalah kekacauan. Jika cacat-cacat di dalam sistem jalan dibiarkan tidak terdeteksi dan tidak dilaporkan, lalu lintas pada akhirnya akan berhenti sama sekali.Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan

pelanggaran hukum, dalam

permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm, menerobos lampu merah, tidak memiliki SIM atau STNK , tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan bonceng tiga dianggap sudah membudaya di kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah. Pelanggaran lalu lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga tiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

(6)

PadaPasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:

1. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan

lain untuk mendorong

perekonomian nasional,

memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

2. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

3. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Di dalam Pasal 5 ayat (3) UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholder), sebagai berikut:

1. Urusan pemerintahan di bidang prasarana jalan, oleh kementrian yang bertanggung jawab di bidang jalan;

2. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan jalan;

3. Urusan pemerintahan di

bidang pengembangan

teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh

kementrian yang

bertanggungjawab di bidang teknologi; dan

4. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,

Penegakan Hukum,

Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan lalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan penal menitikberatkan pada sifat represif (penumpasan atau pemberantasan) setelah suatu tindak pidana terjadi.masalah dalam kebijakan criminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) adalah masalah penentuan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya dikenakan si pelanggar.2 Kebijakan non penal menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan, atau penanggkalan) sebelum suatu tindak pidana terjadi.3

Adanya pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi yang sudah diberikan tugas dan tanggung jawab diharapkan penyelenggara Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat mengurangi pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis ingin menulis skripsi tentang

2Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010,

Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, hlm. 158.

3 Barda Nawawi Arief, 2002, Kebijakan

(7)

“Upaya Ditlantas Polda Lampung Dalam Pemberantasan Pelanggaran Terhadap Kendaraan Bermotor Yang

Tidak Memiliki Kelengkapan Surat”.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan empiris.Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Upaya Direktorat Lalu lintas Kepolisian Daerah Lampung

dalam Penanggulangan

Pelanggaran Terhadap

pengendara Kendaraan

Bermotor yang Tidak

Memiliki Kelengkapan Surat

Suatu perbuatan dapat disebut sebagai pelanggaran apabila perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru diketahui setelah adanya Undang-Undang (wet) yang menentukan demikian. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur mengenai kewajiban bagi pengguna dan penyelenggara jalan. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk pelanggaran salah satunya, yaitu pelanggaran terhadap kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai kelengkapan-kelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan, antara lain

adalah kewajiban menggunakan helm bagi pengguna roda dua dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kewajiban tersebut diatur di dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa

“Setiap kendaraan bermotor yang

dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor, perlengkapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa

helm standar nasional Indonesia”.

Selain peraturan diatas ada juga kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor, yaitu diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yaitu surat yang menandakan

bahwa pengendara telah

mendapatkan izin untuk mengemudi suatu kendaraan tertentu, seperti yang telah diatur di dalam Pasal 77 Ayat (1), yaitu:

“Setiap orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan

bermotor yang dikemudikan.”

Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib memiliki Surat Tanda Keterangan Bermotor (STNK) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti yang diatur di dalam Pasal 106 Ayat (5), yaitu pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di

jalan setiap orang yang

mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan sebagai berikut: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan

Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,

b. Surat Izin Mengemudi,

(8)

Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah menetapkan sanksi, keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak

pidana untuk menegakkan

berlakunya norma. Dalam suatu

perundang-undangan adanya

pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena di dalam hukuman pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.4

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerapkan hukuman pokok berupa penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda, dan pelaku pelanggaran lalu lintas dapat dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana maupun pelanggaran lalu lintas. Sanksi pidana yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas khusunya bagi pengendara kendaraan bermotor di bawah umur yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

4Djoki Prakoso, Pembaharuan Hukum

Pidana di Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 19.

Berdasarkan uraian poin-poin diatas, penulis mendapatkan hasil penelitian yang dilaksanakan di ranah hukum Ditlantas Polda Lampung dan mewawancarai subjek-subjek hukum yang berkaitan dengan skripsi penulis. Selain wawancara penulis juga melakukan survey dengan masyarakat terkait dengan upaya kepolisian dalam memberantas permasalahan tersebut. Penulis berpendapat bahwa perlu adanya sebuah upaya yang dilakukan oleh aparat khususnya kepolisian di dalam menanggulangi dan memberantas permasalahan yang ada pada saat ini khusunya mengenai kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan secara preventif dan represif,

sehingga bukan hanya

menanggulangi kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan pengendara motor tetapi juga adanya suatu tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara bersama-sama melakukan pendekatan dengan masyarakat agar tidak adanya

kesalahpahaman di dalam

pelaksanaannya dan masyarakat sendiri mengetahui dan meyakini apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menanggulangi permasalahan tersebut.

Berbagai pendapat yang penulis dapat berdasarkan dengan hasil penelitian mengenia upaya kepolisian sendiri mendapatkan respon yang sangat beragam, keterkaitan antara internal maupun eksternal di dalam pelaksanaannya sangat berlawanan arah dan tumpang tindih dengan apa yang tercantum di dalam norma-norma dan peraturan perundang-undangan.

(9)

dalam menanggulangi dan memberantas adanya pelanggaran mengenai kelengkapannya surat-surat kendaraan bermotor ini memiliki tiga tahapan, yaitu:

a. Edukasi,

b. Sosialisasi kepada

masyarakat, dan

c. Melakukan analisis dan pendekatan sosialisasi

terhadap perusahaan

kendaraan.

Ketiga elemen tersebut masing-masing memiliki peranannya sendiri di dalam menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran kendaraan yang terjadi di jalan dan tidak lengkapnya surat-surat kendaraan.5

Ketiga elemen tersebut memiliki artian di dalam peranannya dalam menanggulangi dan mengurangi tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu:

a. Edukasi

Edukasi di dalam keterkaitannya dengan upaya penanggulangan dan pemberantasan kasus pelanggaran kendaraan sangat erat kaitannya dengan partisipasi antara aparat kepolisian dan masyarakat yang bekerja sama dan saling memberikan pembelajaran dan pengetahuan terkait dengan pelanggaran-pelanggaran yang selalu terjadi di jalan. Pembelajaran disini berkenaan dengan adanya sosialisasi dengan masyarakat dan memberikan pengetahuan mengenai aturan perundang-undangan dan tata cara dalam mengantisipasi agar tidak terjadinya pelanggaran dan memberikan rasa aman kepada masyarakat.

5Berdasarkan wawancara dengan Kompol

Ruhyat selaku Kasi Laka Lantas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung, pada tanggal 26 Juli 2017 Pukul 14.00 WIB.

b. Sosialisasi kepada masyarakat

Sosialisasi disini memberikan artian mengenai peranan kepolisian di dalam pelaksanaan penanggulangan pelanggaran surat-surat kendaraan, keterkaitannya seperti pihak kepolisian mengadakan sebuah

acara-acara dalam rangka

memperkenalkan dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait dengan aturan dan larangan di jalan dalam hal mencapai keamanan dan rasa percaya masyarakat kepada

pihak kepolisian dalam

melaksanakan upaya

penanggulangan dan pemberantasan pelanggaran yang terjadi di lapangan. c. Melakukan analisis dan pendekatan sosialisasi terhadap perusahaan kendaraan

Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan cacat perangkat dari sebuah kendaraan tersebut, dapat dilihat dari pembuatannya mulai dari pembuatan mesin sampai dengan pembuatan surat-surat terkait dengan surat-surat kendaraan yang akan dioperasionalkan dan dipasarkan. Hal ini menjadi acuan dalam upaya menanggulangi dan mengurangi pelanggaran di jalan dan dapat memberikan edukasi terhadap perusahaan dan bekerja sama agar menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan mengurangi dampak dari pelanggaran tersebut.

(10)

dapat mengantar anaknya sekolah dan orang tua juga mengizinkan agar mereka masing-masing dapat

mandiri dalam melakukan

aktifitasnya.6 Beliau menambahkan

masing kurangnya sarana dan prasarana yang diberikan oleh angkutan umum di jalan dan mahalnya biaya akomodasi dan trasnportasi sehingga pihak kepolisian masih membiarkan hal tersebut terjadi dengan syarat harus memakai kelengkapan dan keamanan seperti helm, sarung tangan, jaket, dan sepatu.

Pendapat lain diungkapkan oleh Hafran yang mengemukakan bahwa upaya kepolisian khusunya Ditlantas

Polda Lampung di dalam

menanggulangi dan memberantas adanya pelanggaran yang dilakukan

oleh kendaraan dengan

ketidaklengkapan surat-surat kendaraan, yaitu melakukan

sweeping atau razia kendaraan.7

Sweeping atau razia sudah tidak asing lagi bagi masayarakat yang mendengarnya sudah menimbulkan hal-hal negatif kepada aparat kepolisian, hal ini harus dilakukan mengingat adanya pelanggaran yang selalu terjadi dan berulang-ulang sehingga aparat kepolisian sendiri ingin memberikan peringatan, teguran, dan pengetahuan kepada masyarkat khususnya kepada pengendara anak-anak yang masih dibawah umur yang masih belum memiliki surat-surat maupun pengendara yang tidak memakai

6Berdasarkan wawancaradengan Kompol

Ruhyat selaku Kasi Laka Lantas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung, pada tanggal 26 Juli 2017 Pukul 14.00 WIB.

7Berdasarkan wawancaradengan Kompol

Hafran selaku Kasi Gar Lalu Lintas di Bagian Gakkum Ditlantas Polda Lampung, pada tanggal 29 Juli 2017 Pukul 15.00 WIB.

kelengkapan kendaraan seperti helm, sarung tangan, sepatu dan lain-lainnya.

Hafran sendiri memberikan masukan yang sama dengan Ruhyat terkait adanya pengendara yang masih di bawah umur, beliau menjelaskan bahwa pengendara anak-anak seharusnya belum dapat mengendarai karena umurnya yang belum cukup dan belum memiliki surat-surat kendaraan. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat keluarga yang sibuk yang tidak bisa mengantar dan sarana dan prasarana yang masih kurang dari layak sehingga kepolisian sendiri hanya memberikan teguran-teguran saja kepada pengendara tersebut.

Hafran juga menambahkan

bahwasannya pada saat pelaksanaan

sweeping atau razia tersebut tidak

ada yang namanya “damai”, disini

keterkaitan dengan razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian masih terdapat banyaknya oknum-oknum baik dari internal (polisi) maupun eksternal (masyarakat) yang masih melakukan permainan kotor tersebut. Beliau menambahkan juga bahwasannya ketika ditilang, pengendara dapat membayar denda langsung melalui Bank dan jika sudah menerima surat tanda bukti sudah membayar dendanya maka pengendara berhak mendapatkan

kembali surat-surat atau

kendaraannya yang ditahan oleh pihak kepolisian. Selain itu juga pengendara dapat melakukan tahapan persidangan jika tidak ingin langsung membayar denda di Bank sehingga dapat mengetahui mekanisme penyelasaian dan tidak menimbulkan kembali pemikiran-pemikiran negatif dari antar pihak.

(11)

sudah memiliki SOP (Standar Operasional Sistem) tersendiri di dalam pelaksanaannya. Sehingga tidak menimbulkan pemikiran bahwa polisi ingin menambah pemasukan dan sebagainya, dan pihak polisi sendiri melakukan analisis terlebih dahulu di lapangan terkait aman atau tidaknya dan terkait dengan adanya pelanggaran atau tidak di daerah tersebut sehingga pelaksanaan

sweeping atau razia tersebut berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diterapkan oleh pihak kepolisian tersebut.

Terkait dengan upaya

pelaksanaannya, pihak kepolisian juga melakukan giat-giat di dalam pelaksanaan agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan mudah untuk dipahami oleh masyarakat sehingga tidak terjadinya angggapan-anggapan miring mengenai kinerja kepolisian baik secara internal maupun eksternal kepolisian tersebut. Dahulu adanya aturan mengenai denda di dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara motor yang menerapkan denda maksimal

terhadap pengendara yang

melanggar, akan tetapi terjadinya pro dan kontra yang mengakibatkan banyaknya kontra yang terjadi. Maka, aturan perundang-undangan menerapkan untuk biaya sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan antar pihak sehingga ketika di proses pengadilam tidak terjadinya adanya simpang siur dan tumpang tindih antar pihak.

Pihak dari kepolisian juga selalu melakukan yang namanya operasi di jalan raya yang dilakukan setiap tahunnya dan memiliki urutannya sendiri, yaitu:

1. Operasi Simpatik;

2. Operasi Patuh;

3. Operasi Ketupat;

4. Operasi Zebra;

5. Operasi Lilin.

Operasi yang dilakukan tersebut

semata-mata untuk terus

meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara dan mengurangi resiko terjadinya pelanggaran dan kecelakaan di jalan, sehingga menciptakan suasana yang aman dan nyaman.

Selain pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh aparat kepolisian, penulis juga melakukan wawancara dengan Dosen yang memberikan pengetahuan dan masukannya terkait upaya yang harus dilakukan oleh aparat dalam menanggulangi dan

memberantas pelanggaran

pengendara yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat.

Menurut pendapat Erna Dewi, upaya yang dapat dilakukan terkait dengan adanya penanggulangan dan pencegahan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara ini dilakukan upaya penal dan upaya

non-penal. a. Upaya Penal

Secara umum upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui

sarana “penal” dan “non penal”,

Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana (penal) dalam mengatur masyarakat lewat

perundang-undangan pada

hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy). Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) lebih menitikberatkan pada sifat

Represive

(12)

bagian dari usaha penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegak hukum (Law

Enforcement). Walaupun

penggunaan sarana hukum pidana

“penal” dalam suatu kebijakan

kriminal bukan merupakan posisi strategis dalam penanggulangan namun bukan pula suatu langkah kebijakan yang bisa di sederhanakan dengan mengambil sikap ekstrim untuk menghapuskan sarana hukum

pidana “penal”. Karena

permasalahannya tidak terletak pada eksistensinya akan tetapi pada masalah kebijakan penggunaannya. b. Upaya Non-Penal

Upaya Non-Penal disini dapat dikatakan sebagai upaya yang dilakukan di luar ranah hukum, atau dengan menggunakan upaya-upaya yang ada di kehidupan masyarakat baik upaya dari luar maupun upaya dari dalam terkait hal menanggulangi dan memberantas permasalahan pelanggaran lalu lintas. Upaya tersebut dapat dilakukan bukan hanya oleh penegak hukum saja, akan tetapi kesadaran dari masyarakat dan menerapkan nilai-nilai kedisiplinan serta nilai-nilai-nilai-nilai aturan yang berlaku sehingga menciptakan adanya suatu kesadaran dari diri masyarakat untuk mematuhi aturan yang ada dan menimbulkan efek jera dari perbuatan yang telah dilakukannya.8

Erna Dewi menambahkan bahwa upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi dan memberantas

8Berdasarkan wawancara dengan Dr. Erna

Dewi, S.H., M.H. selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tanggal 24 Juli 2017 pukul 13.00 WIB.

pelanggaran kendaraan yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilakukan dengan tiga kegiatan atau operasi rutin, yaitu:

a. Upaya Pre-Emtif, yaitu berupa upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak ditlantas untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan

dalam penanggulangan

kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik

sehingga norma-norma

tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meski ada

kesempatan melakukan

pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan.

b. Upaya Preventif, yaitu meliputi rangkaian kegiatan pengaturan, penjagaan, patrol, dan pengawalan lokasi

yang diperkirakan

mengandung “police

hazard”, termasuk juga

kegiatan pembinaan

masyarakat. Yang ditujukan untuk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam

upaya pencegahan

,menangkal dan memerangi kejahatan.

c. Upaya Represif, yaitu

meliputi rangkaian

penindakan yang ditujukan

kearah pengungkapan

(13)

serta upaya paksa lainnya yang disahkan menurut undang-undang.

Berdasarkan pemaparan dan penjelasan dari masing-masing para ahli dan subjek hukum di atas, penulis sendiri memiliki pendapat tersendiri mengenai upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian terkait dengan pelanggaran ketidaklengkapan surat-surat kendaraan, yaitu penulis berpendapat bahwa upaya-upaya yang harus dilakukan oleh aparat kepolisian harus adanya koordinasi antara masyarakat dan penegak hukum agar terciptanya suatu keharmonisan antar sesama dan tidak terjadinya hal-hal negatif yang timbul akibat banyaknya asumsi dari masyarakat terkait dengan kinerja aparat hukum yang masih dilihat belum memihak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan ke tempat-tempat umum atau tempat-tempat-tempat-tempat pendidikan serta di jalan raya sebagai cara ampuh dalam menangani dan

mengurangi

pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Lalu upaya selanjutnya pihak kepolisian dapat memberikan keterangan dan tidak mentutup-tutupi mengenai tilang yang dilakukan oleh masyarakat, karena masih banyaknya keluhan masyarakat yang menganggap polisi

tersebut “tidak ramah” dan

menimbulkan hal-hal negatif di antara dua sisi yang menyebabkan ketidakacuhan terhadap masing-masing pribadi dan tidak memberikan efek yang baik untuk kedepannya.

Dengan kata lain, kepolisian yang

bertugas menangani dan

menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan ketidaklengkapan surat-surat sudah sangat maksimal dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang ada, akan tetapi masih banyak

terdapatnya praktek yang

menyimpang di lapangan yang membuat asumsi kepada masyarakat sebagai kegiatan kepolisian yang dianggap tidak baik dan tidak sesuai.

4. Faktor Penghambat Upaya Direktorat Lalu lintas Kepolisian

Daerah Lampung Dalam

Penanggulangan Pelanggaran Terhadap pengendara Kendaraan Bermotor Yang Tidak Memiliki Kelengkapan Surat

Upaya Ditlantas Polda Lampung dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan yang tidak memiliki kelengkapan surat memiliki hambatan-hambatan baik hambatan secara internal dan hambatan secara eksternal. Hambatan-hambatan tersebut terjadi bukan hanya terjadi secara tidak sengaja, akan tetapi terjadi juga dengan adanya kesadaran dari masing masing diri individu baik dari internal aparat kepolisian dan masyarakat yang terlibat di dalam pelaksanaan upaya tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto, terdapat lima faktor penghambat di dalam upaya penegakkan hukum, yaitu:

1. Faktor Hukumnya Sendiri.

2. Faktor Penegak Hukum.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas.

4. Faktor Masyarakat.

5. Faktor Kebudayaan.9

Kelima faktor tersebut memiliki artiannya masing-masing, yaitu:

9Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,

(14)

A.Faktor Hukum

Di dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup low enforcement saja, namun juga peace

maintenance, karena

penyelenggaraan hukum

sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan dengan hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.

Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat, dan hukum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang

dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu. Mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat diambil contoh pada pasal 363 KUHP yang perumusan

tindak pidananya hanya

mencantumkan maksimumnya saja, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok perbedaan antara tuntutan dengan pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.

B. Faktor Penegak Hukum

Di dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum. Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau

perlakuan yang dipandang

melampaui wewenang atau

(15)

melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.

Hal ini dapat berakibat tidak memahami batas-batas kewenangan, karena kurang pemahaman terhadap

hukum, sehingga terjadi

penyalahgunaan wewenang dalam melakukan tugas penyidikan dan tugas kepolisian lainnya. Masalah peningkatan kualitas ini merupakan salah satu kendala yang dialami diberbagai instansi, tetapi khusus bagi aparat yang melaksanakan tugas wewenangnya menyangkut hak asasi manusia (dalam hal ini aparat penegak hukum) seharusnya mendapat prioritas. Walaupun disadari bahwa dalam hal peningkatan mutu berkaitan erat dengan anggaran lainnya yang selama ini bagi Polri selalu kurang dan sangat minim.

C. Faktor Sarana dan Fasilitas

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

Masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi

sebagai faktor pendukung. Sebab apabila sarana fisik seperti kertas tidak ada dan karbon kurang cukup dan mesin tik yang kurang baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

D. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam

masyarakat. Setiap warga

masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan. Sikap

(16)

perlengkapan yang sesuai dengan ketentuan, dan belum memenuhi kriteria untuk mengendarai kendaraan dan belum memiliki surat-surat mengemudi seperti halnya anak-anak dibawah umur dan anak sekolah yang seringkali melakukan pelanggaran secara berulang-ulang.

E. Faktor Kebudayaan

Di dalam kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak

hukum, penerapannya pun

dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas. Kelima faktor yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, tidaklah disebutkan faktor mana yang sangat dominan berpengaruh atau mutlaklah semua faktor tersebut harus mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Namun sistematika dari kelima

faktor ini jika bisa optimal, setidaknya hukum dinilai dapat efektif.

Sistematika tersebut artinya untuk membangun efektifitas hukum harus diawali untuk mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian bagaimana masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun. Dari apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto, tentu bukan hanya kelima faktor tersebut, tetapi banyak faktor-faktor lainnya yang ikut mempengaruhi efektifnya suatu hukum diterapkan. Salah satu inisialnya adalah faktor keadaan atau kondisi yang melingkupi penerapan suatu hukum.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian

dalam menanggulangi

pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat dapat dilaksanakan dengan cara-cara, yaitu:

a.Upaya Pre-Emtif (himbauan),

b.Upaya Preventif (pencegahan), dan

(17)

aparat maupun dari pihak masyarakat tersebut sehingga berkurangnya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh oleh pengendara. Upaya-upaya tersebut juga harus diseimbangkan dengan adanya edukasi (pembelajaran) bagi masyarakat, dan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat dan meningkatkan kesadaran masing-masing individu agar mengurangi adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak aparat/oknum kepolisian yang masih bermain dengan curang maupun dari pihak

masyarakat yang masih “apatis”

dengan tata aturan hukum yang berlaku.

2. Faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menanggulangi

pelanggaran terhadap

pengendara kendaraan bermotor

yang tidak memiliki

kelengkapan surat-surat, yaitu berasal dari faktor internal dan eksternal dimana masing-masing

pihak masih memiliki

kekurangan dalam memahami tata aturan yang berlaku dan masih tidak ingin menerima perubahan-perubahan dan bersikap tidak ingin tahu mengenai pelanggaran yang telah diperbuat, hal ini sangat disadari dari kurangnya sosialisasi dan kurangnya rasa kepercayaan dari masing-masing pihak baik dari pihak aparat kepolisian maupun dari pihak

masyarakat itu sendiri. Sehingga

harus meningkatkan

kepercayaan dan koordinasi antar pihak untuk meciptakan keamanan dan kepercayaan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat penulis berikan yaitu, permasalahan mengenai upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian sudah sangat sesuai dengan tata aturan perundang-undangan yang berlaku dan sudah melakukan segala upaya untuk melakukan segala bentuk koordinasi dalam meningkatkan keamanan dan kenyamanan masyarakat di jalan raya. Akan tetapi masih kurangnya sosialisasi dan kerjasama yang

dibangun bersama dengan

masyarakat sehingga masih kurangnya rasa kepercayaan dan rasa tidak mau tahu mengenai tata aturan yang berlaku. Sehingga masih selalu terjadi adanya

pelanggaran-pelanggaran yang dapat

mengakibatkan kerugian dalam hal-hal kaitannya dengan tata aturan lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, 2002,

Kebijakan Hukum Pidana, Bandung:

Citra Aditya Bakti, hlm. 68.

Djoki Prakoso, Pembaharuan

Hukum Pidana di Indonesia,

(18)

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, hlm. 158.

Raharjo Adi Sasmita dan Sakti Adji

Adisasmita, Manajemen

Transportasi Darat Mengatasi

Kemacetan di Kota Besar (Jakarta),

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, hlm. 12.

Soerjono Soekanto, 1983,

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Penegakkan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hlm 47.

Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan setelah memenuhi kriteria : a. menyelesaikan seluruh program

301.000-500.000, Bahan baku, sebesar 91,67 % yaitu dengan membeli dari distributor penyalur / diantar dan jumlah bahan baku yang diperlukan pengrajin dalam seti

Keterangan : Kriteria di atas adalah tidak baku dan hanya mempakan gabungan untuk menyederhanakan dan men~batasi pengamatan yang dilakukan untuk kawasan konservasi

[r]

2005/2006. Skipsi Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNNES, Pembimbing I : Tri Tunggal Setiawan, S.Pd. M.Kes, Pembimbing II : Drs. Kata Kunci

Untuk mendeskripsikan cara yang dilakukan oleh penyandang tunanetra untuk mengatasi kendala-kendala dalam meraih prestasi di Sekolah Luar Biasa Bagian

Aryasena Art & Furniture adalah: mempertahankan kualitas kayu yang digunakan; mempertahankan asal kayu legal karena merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh hasil belajar matematika setelah dilakukan pembelajaran dengan model TGT dan RME, (2)