• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN KEINDONESIAAN MELALUI PENDIDIK. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMBANGUN KEINDONESIAAN MELALUI PENDIDIK. docx"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN KEINDONESIAAN MELALUI PENDIDIKAN

(Gambaran Pelaksanaan Program SM-3T di Sumba Timur)

Luthfiyah Nurlaela

Universitas Negeri Surabaya

luthfiyahn@yahoo.com

ABSTRACT

One of the government's policy to accelerate the development of education in the outermost area, leading regions, disadvantaged regions (3T) is a programs for bachelor of education that had carried out tasks of devotion in the remote area (SM-3T) for one year. This program is one answer to solve the problems of education in the district of 3T, among others in East Sumba. The research objective is to describe 3T Program in East Sumba, concerning: 1) Target of SM-3T Program, 2) Implementation of SM-SM-3T Program, 3) Constraint in implementation of SM-SM-3T Program, and 4) Role of 3T Program in build nationalism. This type of research is descriptive. The subjects of study include: 1) the first SM-3T Program participants (2011-2012) as many as 241 participants; 2) principals, teachers, and students; 3) heads of departments and community leaders. Implementation of research started from January to May 2012. The technique of collecting data is through observation, interviews, and questionnaires. The data analysis technique is using qualitative descriptive. The results showed: 1) Target of SM-3T Program in East Sumba involving 21 districts which are used as a task of the participants SM-3T Universitas Negeri Surabaya (Unesa), and involves 85 schools ranging from early childhood, kindergarten, elementary school, secondary school, senior school, and vocational school; 2) Implementation of the SM-3T Program in East Sumba in general had good views of various aspects such as: appropriateness of the placement of SM-3T teachers with the needs of teachers in the school; SM-3T teacher attendance in helping learning, school management, improve the quality of education; to motivate the students to learn; and provide motivation to teach the teachers; 3) Implementation constraint of the program are: the provision of housing for SM-3T teachers are generally less feasible; no electricity, no signal; language barriers; secluded location of the school and in the region of valleys and hills; and the burden of children and youths who have to help their parents before and after school, and so forth; and 4) Role of SM-3T Program is very large in building the spirit of patriotism and nationalism of SM-3T Program participants and communities at the local district. SM-3T Program not only rated as a program to help accelerate the development of education, especially in terms of overcoming the lack of teachers, but also programs that build nationalism.

ABSTRAK

Salah satu kebijakan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) adalah Program Sarjana Mendidik di Daerah 3T (SM-3T). Program ini merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di kabupaten 3T, antara lain di Sumba Timur. Tujuan penelitian adalah untuk memdeskripsikan Program SM-3T di Kabupaten Sumba Timur, menyangkut: 1) Sasaran Program SM-3T, 2) Pelaksanaan Program SM-3T, 3) Kendala pelaksanaan Program SM-3T, dan 4) Peran Program SM-3T dalam membangun ke-Indonesiaan. Jenis penelitian adalah deskriptif. Subyek penelitian meliputi: guru peserta Program SM-3T angkatan 1 (2011-2012) sebanyak 241 peserta; kepala sekolah, guru, dan siswa; kepala dinas dan tokoh masyarakat. Pelaksanaan penelitian yaitu mulai Januari-Mei 2012. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan angket. Teknik analisis data memggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Sasaran Program SM-3T di Sumba Timur melibatkan 21 kecamatan yang digunakan sebagai tempat tugas para peserta SM-SM-3T Unesa, dan melibatkan 85 sekolah mulai dari PAUD, TK, SD/MI, SMP, SMA dan SMK; 2) Pelaksanaan program SM-3T di Sumba Timur pada umunya sudah baik dilihat dari berbagai aspek antara lain: kesesuaian penempatan guru SM-3T dengan kebutuhan guru di sekolah; kehadiran guru SM-3T dalam membantu pembelajaran, manajemen sekolah, meningkatkan kualitas pendidikan; memberikan motivasi belajar pada siswa; dan memberikan motivasi mengajar pada guru; 3) Kendala pelaksanaan program antara lain: penyediaan tempat tinggal untuk guru SM3-T yang pada umumnya kurang layak; tidak ada listrik, tidak ada sinyal; kendala bahasa; lokasi sekolah terpencil dan berada pada daerah lembah atau perbukitan; dan beban anak-anak dan pemuda yang harus membantu orang tua sebelum dan sesudah sekolah, dan sebagainya; dan 4) Peran Program SM-3T sangat besar dalam membangun jiwa patriotisme dan nasionalisme para peserta Program SM-3T maupun masyarakat di kabupaten setempat. Program SM-3T tidak hanya dinilai sebagai program untuk membantu percepatan pembangunan pendidikan khususnya dalam hal mengatasi kekurangan guru, namun juga program yang membangun ke-Indonesiaan.

Kata Kunci : Program SM-3T, Kabupaten Sumba Timur, Membangun Ke-Indonesiaan

1. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Pendidikan tidak hanya menjawab masalah-masalah yang sifatnya praktis dan teknis pada saat ini. Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia untuk membangun peradaban unggul di masa depan. Pentingnya

(2)

manusia merupakan unsur vital. Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang tinggi maka diperlukan modal manusia yang berpendidikan tinggi juga. Oleh sebab itu, pengembangan SDM menjadi hal yang sangat prioritas. Bagi sebagian besar orang miskin, pendidikan merupakan salah satu alat mobilitas vertikal yang paling penting. Ketika modal yang lain tidak mereka miliki, terutama modal berupa uang atau barang, hanya dengan modal pendidikanlah mereka dapat berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan memperoleh penghidupan yang lebih baik di masa depan (Sulistyastuti, 2007; Nuh, 2014). Pendidikan yang tinggi, yang ditunjang dengan kondisi kesehatan yang baik, pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Pendidikan dan kesejahteraan memang tidak memiliki hubungan yang bersifat langsung, namun melalui proses panjang di mana pendidikan yang baik akan memberi peluang pada anggota masyarakat untuk dapat terlibat di dalam proses pembangunan ekonomi. Mekanisme tersebut dapat terjadi dengan proses sebagai berikut: Kondisi pendidikan dan kesehatan yang baik merupakan prasayat terbentuknya SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas maka masyarakat akan memiliki produktivitas tinggi. Produktivitas yang tinggi pada gilirannya akan berkontribusi sangat signifikan pada upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi (Sulistyastuti, 2007; Nuh, 2014).

Kesempatan untuk dapat memperoleh pelayanan pendidikan, dengan demikian, dapat pula digunakan sebagai instrumen yang paling efektif untuk 6 memotong matai rantai atau lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty), di mana kemiskinan terjadi karena rendahnya produktivitas orang miskin yang disebabkan rendahnya kualitas SDM (pendidikan dan kondisi kesehatan) orang miskin tersebut. Rendahnya SDM orang miskin itu sendiri disebabkan kondisi kemiskinan mereka sehingga mereka tidak mampu melakukan investasi untuk pendidikan dan kesehatan. Oleh sebab itu, program yang berpihak pada anak-anak dari keluarga miskin dan daerah-daerah tertinggal harus terus ditingkatkan. Nuh (2014) menyebutnya sebagai program keberpihakan (afirmasi), atau pendidikan yang ramah secara sosial. Tujuannya adalah agar anak-anak dari keluarga miskin mendapatkan pendidikan terbaik. Program semacam ini, selain berperan untuk memotong mata rantai kemiskinan, juga sekaligus

meningkatkan harkat dan martabat. Prinsip dasar pendidikan adalah untuk semua, tidak boleh ada diskriminasi, termasuk karena status sosial ekonomi. Akses ke dunia pendidikan harus terbuka luas bagi setiap lapisan masyarakat.

Bila diidentifikasi, permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah tertinggal, termasuk di banyak kabupaten di Sumba Timur, antara lain adalah permasalahan tenaga pendidik, seperti kekurangan jumlah (shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi di bawah standar (underqualification), kurang kompeten (low competencies), dan ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diampu (mismatched). Permasalahan lain dalam penyelenggaraan pendidikan adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi, angka partisipasi sekolah masih rendah, sarana prasarana belum memadai, dan infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti pendidikan masih sangat kurang (Malik, 2013; Jones, 2003; Tim Penyusun Pedoman Program SM-3T, 2011).

Persoalan penduduk di daerah tertinggal bukan hanya persoalan lokal, akan tetapi merupakan persoalan bersama (nasional). Oleh karenanya, perlu perhatian berbagai pihak terkait, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan para pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memberdayakan dan mengembangkannya. Melalui upaya tersebut diharapkan secara bertahap masyarakat daerah tertinggal terentas dari ketertinggalannya. Dalam kerangka itu, identifikasi kebutuhan, sumberdaya, dan permasalahan masyarakat daerah tertinggal penting dilakukan (Media Pendidikan, 2010; Muchtar, 2011).

(3)

satu jawaban untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T.

Program SM-3T adalah Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa, agar dapat maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanahkan oleh para pendiri bangsa Indonesia (Tim Penyusun Pedoman Program SM-3T, 2015).

Program SM-3T yang dimulai pada tahun 2011 dilaksanakan oleh 12 LPTK, salah satunya adalah Unesa. Daerah 3-T yang menjadi lokasi penugasan SM-3T Unesa adalah Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Penetapan lokasi tersebut didasarkan atas kesepakatan hasil pertemuan antara Direktorat Tenaga Kependidikan –Dikti dengan LPTK penyelenggara SM-3T.

Tujuan Program SM-3T meliputi: 1) membantu daerah 3T dalam mengatasi permasalahan pendidikan terutama kekurangan tenaga pendidik; 2) memberikan pengalaman pengabdian kepada sarjana pendidikan sehingga terbentuk sikap profesional, cinta tanah air, bela negara, peduli, empati, terampil memecahkan masalah kependidikan, dan bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa, serta memiliki jiwa ketahanmalangan dalam mengembangkan pendidikan pada daerah-daerah tergolong 3T; 3) menyiapkan calon pendidik yang memiliki jiwa keterpanggilan untuk mengabdikan dirinya sebagai pendidik profesional pada daerah 3T; dan 4) mempersiapkan calon pendidik profesional sebelum mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji profil penyelenggaraan Program SM-3T, khususnya yang di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan sasaran program, pelaksanaan program, kendala, dan peran program dalam membangun

ke-Indonesiaan. Gambaran tentang

penyelenggaraan program tersebut penting bagi semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan, baik itu masyarakat, guru, praktisi, pemerintah, dan

pengambil kebijakan. Penyelenggaraan program SM-3T diyakini tidak hanya berarti untuk membantu percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T, namun juga sekaligus untuk membangun ke-Indonesiaan.

2. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tentang: 1) Sasaran Program SM-3T, 2) Pelaksanaan Program SM-3T, 3) Kendala pelaksanaan Program SM-3T; dan 4) Peran Program SM-3T dalam membangun ke-Indonesiaan.

3. METODE PENYELESAIAN

Jenis penelitian adalah deskriptif. Subyek penelitian meliputi: 1) guru peserta Program SM-3T angkatan 1 (2011-2012) sebanyak 241 peserta; 2) kepala sekolah, guru, dan siswa; 3) kepala dinas dan tokoh masyarakat. Pelaksanaan penelitian dimulai Januari-Mei 2012, dengan memanfaatkan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) 1 dan 2, serta komunikasi dengan responden sepanjang masa penugasan. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan angket. Observasi digunakan untuk menggali data tentang kondisi dan potensi bidang pendidikan dan kemasyarakatan, kondisi sekolah, kondisi praktik pembelajaran, tempat tinggal peserta, dan interaksi antara siswa-guru-masyarakat. Wawancara digunakan untuk menggali data tentang pelaksanaan program, kendala, dan pendapat siswa, guru, masyarakat, kepala dan staf dinas pendidikan, terkait dengan penyelenggaraan program. Angket digunakan untuk menggali data terkait penyelenggaraan program, kendala, dan saran serta masukan dari responden. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sasaran Program SM-3T

Daerah sasaran program SM-3T Unesa tahun 2011 adalah Kabupaten Sumba Timur, NTT. Penentuan daerah sasaran merupakan kesepakatan antara Direktorat Tenaga kependidikan Dikti, Pemerintah Daerah Sumba Timur, dan Unesa.

(4)

Tabel 1: Sasaran Program SM-3T kecamatan tempat penugasan disebutkan sebagai kecamatan sangat terpencil, sedangkan sebagian kecil dari jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Sumba Timur. Namun demikian, keberadaan program SM-3T diharapkan memberikan kontribusi yang nyata untuk mengatasi kekurangan guru di sekolah-sekolah tersebut. Sedangkan peserta SM-3T berdasarkan program studi dapat dijabarkan pada Tabel 2.

Tabel 2: Program Studi dan Jumlah Peserta’ No 3. Pendidikan Bahasa 9 16

Inggris bahwa peserta Program SM-3T Unesa tahun 2011 berasal dari 16 program studi (prodi), dan sebagian besar pesertanya adalah perempuan (60,2%). Keadaan ini tentu menjadi perhatian penting, mengingat medan tempat penugasan adalah medan yang sulit, seringkali tidak dilengkapi dengan listrik dan tidak ada sinyal telepon. Air juga tidak selalu mudah untuk diperoleh, begitu juga dengan akses terhadap bahan makanan. Kondisi masyarakat yang pada umumnya masih terbelakang juga tidak serta merta bisa terbuka menerima keberadaan program SM-3T, ditambah lagi dengan adanya perbedaan budaya, adat-istiadat, dan juga agama. Kisah tentang berbagai kendala yang dialami para peserta SM-3T tersebut sangat menyentuh dan dokumen; 4) pengumuman hasil seleksi dokumen; 5) tes akademik, TPA, minat; 6) pengumuman hasil tes; 7) tahap prakondisi; 8) pemberangkatan; dan 7) tahap pelaksanaan.

Pelaksanaan Program SM-3T di daerah penugasan dimulai pada Desember 2011-November 2012. Seluruh peserta diberangkatkan dari Surabaya setelah masa prakondisi (25 Nopember – 6 Desember 2011) yang dilaksanakan di Surabaya. Peserta berasal dari belasan LPTK di seluruh Indonesia.

(5)

Unesa beserta tim pengelola Program SM-3T Unesa. Data monev tersebut merupakan sebagian data yang dimanfaatkan sekaligus sebagai data penelitian ini.

Tim monev melaksanakan tugasnya dengan berpedoman pada instrumen monev. Responden kelompok 1 meliputi: kepala sekolah, guru, dan peserta SM-3T. Selanjutnya responden kelompok 2 meliputi: camat, kepala desa, dan tokoh masyarakat. Instrumen monev untuk responden kelompok 1 maupun 2 menggali informasi tentang keterlibatan peserta SM-3T, baik dalam bidang pendidikan maupun kemasyarakatan.

Berdasarkan instrumen monev 1 dengan responden kepala sekolah, guru, dan peserta SM-3T, hasil monev disajikan pada gambar berikut.

Gambar 1: Hasil Monev 1 Responden Guru, Kepala Sekolah, dan Peserta SM-3T

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa sebagian besar aspek telah terlaksana, meliputi aspek 1 s.d. 13, yaitu: 1) Penempatan guru SM-3T sesuai dengan kebutuhan guru di sekolah; 2) Bidang Ilmu guru SM-3T sesuai dengan kebutuhan sekolah; 3) Kehadiran Guru SM3T membantu pembelajaran di sekolah; 4) Kehadiran Guru SM3T membantu menejemen pendidikan di sekolah; 5) Kehadiran Guru SM3T membantu peningkatan kualitas pendidikan di sekolah; 6) Kehadiran Guru SM3T memberikan motivasi belajar siswa di sekolah; 7) Kehadiran Guru SM3T memberikan motivasi mengajar guru di sekolah; 8) Guru SM-3T mampu berkomunikasi dengan warga sekolah dan orang tua siswa secara baik; 9) Kasek/Guru/siswa/komite sekolah mendukung program yang direncanakan Guru SM-3T; 10) Guru SM-3T melaksanakan tugas pembelajaran pada satuan pendidikan sesuai dengan bidang keahlian dan tuntutan sekolah; 11) Guru SM-3T melaksanakan tugas di sekolah; 12) Guru SM-3T melakukan kegiatan Ekstrakurikuler (pramuka/kesenian/olahraga/drama/sastra; 13) Guru SM-3T melakukan pendampingan belajar siswa di luar jam pelajaran.

Sedangkan aspek yang masih sangat kecil keterlaksanaannya adalah aspek 14) Guru SM-3T membina kegiatan pendidikan nonformal (kejar paket (A/B/C). Aspek lain juga masih perlu ditingkatkan keterlaksanaannya, meliputi aspek: 15) Guru SM-3T membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah raga, kesenian, dll.); 16) Guru SM-3T aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat (pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA); dan 17) Guru SM-3T berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan pembangunan di masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan instrumen 2 dengan responden camat, kades, dan tokoh masyarakat, hasil monev sebagai berikut.

Gambar 2: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa, dan Tokoh Masyarakat

Berdasarkan Gambar 2, nampak bahwa sebagian besar aspek telah terlaksana dengan baik. Namun aspek 10) Guru SM-3T membina kegiatan pendidikan nonformal (kejar paket (A/B/C) di masyarakat; masih sangat kecil keterlaksanaannya. Hal ini selaras dengan pendapat dari responden pada instrumen 1. Aspek 12) Guru SM-3T aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat (pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA) juga masih perlu ditingkatkan.

Sedangkan aspek 11) Guru SM-3T membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah raga, kesenian, dll.); dan 13) Guru SM-3T berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan pembangunan di masyarakat; dibandingkan dengan pada saat monev I, kedua aspek tersebut telah meningkat.

(6)

sangat minim, karena masyarakat terlalu disibukkan dengan aktivitas memenuhi kebutuhan sehari-hari (menanam padi, berkebun, beternak, mencari kayu bakar di hutan, dsb), sehingga mereka tidak punya waktu lagi untuk melakukan aktivitas lain.

Sebagaimana pada monev 1, pada monev 2, tim monev melaksanakan tugasnya dengan berpedoman pada instrumen monev. Berdasarkan instrumen monev 1 dengan responden kepala sekolah, guru, dan peserta SM-3T, hasil monev disajikan pada gambar berikut.

Gambar 3: Hasil Monev 2 Responden Guru, Kepala Sekolah, dan Peserta SM-3T

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa sebagian besar aspek telah terlaksana dengan baik. Namun pada aspek 14) Guru SM-3T membina kegiatan pendidikan non formal (kejar paket (A/B/C), masih tetap sangat kecil keterlaksanaannya. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat pada saat ini peserta SM-3T telah memasuki bulan keenam masa pengabdiannya. berdasarkan hasil wawancara, aspek ini tidak bisa terlaksana dengan baik antara lain karena: 1) jarak antara satu desa dengan desa lain sangat jauh dengan medan yang sangat sulit, sehingga peserta SM-3T mengalami kendala berat untuk menjangkau desa-desa tersebut; 2) Kesadaran masyarakat pada pentingnya pendidikan yang masih sangat rendah, sehingga mereka sangat sulit dihimpun untuk melakukan kegiatan pembelajaran; dan 3) dukungan perangkat kecamatan/desa masih belum memadai.

Aspek yang juga masih perlu ditingkatkan keterlaksanaannya, sebagaimana pada monev I, meliputi aspek: 15) Guru SM-3T membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah raga, kesenian, dll.); 16) Guru SM-3T aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat (pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA); dan 17) Guru SM-3T berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan pembangunan di masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan instrumen 2 dengan responden camat, kades, dan tokoh masyarakat, hasil monev sebagai berikut.

Gambar 4: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa, dan Tokoh Masyarakat

Berdasarkan Gambar 4, nampak bahwa sebagian besar aspek telah terlaksana dengan baik. Namun aspek 10) Guru SM-3T membina kegiatan pendidikan nonformal (kejar paket (A/B/C) di masyarakat; masih sangat kecil keterlaksanaannya. Hal ini selaras dengan pendapat dari responden pada instrument 1. Aspek 12) Guru SM-3T aktif dalam kegiatan keagamaan di masyarakat setempat (pengajian, kebaktian, sekolah minggu, TPA) juga masih perlu ditingkatkan.

Sedangkan aspek 11) Guru SM-3T membina kegiatan kepemudaan (pramuka, olah raga, kesenian, dll.); dan 13) Guru SM-3T berpartisipasi (pemikiran/tenaga) dalam kegiatan pembangunan di masyarakat; dibandingkan dengan pada saat monev I, kedua aspek tersebut telah meningkat.

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa tugas peserta Program SM-3T tidaklah ringan, baik dalam bidang pendidikan maupun kemasyarakatan. Mereka tidak hanya harus mengajar di sekolah formal, namun juga di sekolah nonformal seperti Kejar Paket A, B, dan C. Mereka juga harus melakukan kegiatan dan menggiatkan kegiatan kepemudaan serta kemasyarakatan. Kondisi geografis dan kemasyarakatan yang seringkali tidak terlalu mendukung menjadi kendala tersendiri. Begitu juga dengan keterbatasan sarana dan prasarana serta fasilitas yang lain. Namun bagaimana pun, kehadiran para peserta Program SM-3T di Kabupaten Sumba Timur telah diakui memberikan pengaruh pada mutu proses pendidikan (Nurlaela, 2012).

(7)

masyarakat; 4) Lokasi sekolah terpencil dan berada pada daerah lembah atau perbukitan; 5) Beban anak-anak dan pemuda yang harus membantu orang tua sebelum dan sesudah sekolah; 6) Orang tua masih memiliki rasa keberatan dalam menyekolahkan anak-anak mereka terutama pada musim panen; 7) Sarana dan prasarana sekolah kurang lengkap; 8) Kendala perbedaan nilai-nilai budaya; 9) Ketakutan bagi peserta program perempuan untuk bermasyarakat karena adanya gangguan dari pemuda setempat; 10) Kekurangdisiplinan guru-guru honorer dalam mengajar, terkadang membuat kegiatan pembelajaran kurang kondusif dan kurang persiapan; 11) Manajemen sekolah yang kurang baik; dan 12) Adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah yang perlu penanganan khusus.

Berbagai kendala tersebut digali baik dari observasi, wawancara, maupun angket. Gambaran betapa berat kendala dan tantangan yang harus dihadapi oleh para guru peserta Program SM-3T angkatan 1 mulai dari masalah air, tempat tinggal, sinyal, listrik, malaria, keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, sikap guru dan masyarakat, bahkan swanggi dan nai, sekaligus menunjukkan betapa tangguh para peserta menghadapi semuanya itu (Nurlaela, 2012; Nurlaela, 2013).

Sebagai daerah tertinggal, di mana salah satu kondisi masyarakatnya adalah sulit menerima perubahan dan pembaharuan, maka beradaptasi dengan masyarakat menjadi tantangan tersendiri. Begitu juga sikap dan perilaku guru serta kepala sekolah setempat, seringkali juga menjadi kendala berat. Namun demikian, selalu ada masyarakat dan juga perangkat desa dan kecamatan yang mendukung para peserta, sehingga mereka tetap bisa bertahan dan bahkan bisa menghadapi semua kendala dan tantangan tersebut dengan sangat baik.

4.4. Peran Program SM-3T dalam membangun ke-Indonesiaan

Program SM-3T memiliki peran yang strategis dalam membangun kecintaan pada Tanah Air, baik pada para guru peserta program maupun bagi siswa dan komponen pendidikan yang lain, serta masyarakat luas. Beberapa catatan dari responden yang diperoleh pada monev 1 dan 2 antara lain: 1) Kami mendukung terselenggaranya program SM-3T kerena sangat membantu dalam membantu mengatasi kekurangan tenaga pengajar di sekolah; 2) Kehadiran guru SM-3T sangat membantu proses belajar mengajar; 3) Kami sangat berterima kasih atas program SM-3T karena membuat siswa tidak lagi terlantar dan menjadi

lebih giat belajar; 4) Tidak ada kata terlambat dalam mempersiapkan masa depan asal ada campur tangan yang tulus dan ikhlas dari pihak lain; 4) Program SM-3T perlu ditindaklanjuti dalam penempatan guru-guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah agar terjadi kesinambungan program ini; dan 5) Kami berharap setelah periode program SM-3T ini berakhir segera dilanjutkan ke periode; 5) Mengharapkan agar kegiatan SM-3T bisa terus berlanjut karena sangat membantu pendidikan; 6) Dalam rangka mengatasi kekurangan Guru SD, SMP, SMA maka kehadiran guru SM-3T adalah jawaban yang tepat, untuk itu diperlukan komitmen pemerintah pusat untuk melanjutkan program tersebut pada tahun-tahun yang akan datang; 8) Kehadiran guru SM-3T sangat membantu proses pembelajaran di sekolah serta mampu memberi motivasi belajar pada siswa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dalam melaksanaan tugas pengabdiannya, di antara berbagai kendala sulitnya medan, keterbatasan infrastruktur sarana dan prasarana, serta perbedaan budaya dan agama, para peserta SM-3T berjuang untuk bisa bertahan dan menjadi agen perubahan (agent of change). Mereka menjelma menjadi sosok-sosok yang dikagumi, sosok yang selalu menebarkan rasa cinta dan persaudaraan, sosok yang mampu membangkitkan perasaan orang-orang di sekitarnya merasa dihargai dan dipedulikan. Orang-orang ini adalah kelompok masyarakat yang selama ini kurang tersentuh oleh pembangunan di berbagai bidang, sehingga kehadiran guru-guru ini ibarat “oase di padang pasir”. Kehadirannya merefleksikan kepedulian pemerintah terhadap keberadaan daerah-daerah 3T, bahwa mereka dianggap sebagai bagian penting dari NKRI.

Para guru peserta SM-3T tentu saja memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan dengan guru-guru yang lain. Di samping mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa, para guru di daerah 3T ini dengan sendirinya juga menjadi bagian dari katup pengaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena daerah 3T setidaknya memiliki fungsi pertahanan keamanan, fungsi ekologi, dan fungsi ekonomi.

Program SM-3T dapat diharapkan menjadi pencetus (trigger) untuk mewujudkan era Indonesia Baru. Sebuah era di mana setiap insan di titik mana pun di seluruh Indonesia merasa penting dan bangga menjadi bagian dari NKRI. Sebuah era di mana persatuan dan kesatuan bangsa adalah di atas segala-galanya dibanding dengan kepentingan pribadi, kelompok, dan suku bangsa. Indonesia ini kaya, dan kekayaan tersebut tidak bisa tidak harus terus-menerus dipertahankan, dilestarikan, dan dikembangkan dari generasi ke generasi.

(8)

dikemukaan di atas tidak bisa diperoleh secara instan. Karakter itu harus dibangun, ditumbuhkan, dibiasakan, dibudayakan, secara terus-menerus, dengan penuh komitmen, mulai dari perekrutan calon guru, pendidikan, pembinaan, dibarengi dengan jaminan akan kepastian karir dan kesejahteraan. Calon guru juga harus mengalami, menghayati, dan menghadapi berbagai kondisi tugas yang menuntut tidak hanya kecakapan akademik, namun sekaligus juga kecakapan sosial dan emosional, serta kemampuan untuk memecahkan masalah.

Berkaitan dengan hal ini, Program SM-3T merupakan sebuah program yang sangat strategis untuk mencapai maksud tersebut. Para peserta SM-3T yang telah direkrut dengan seleksi yang ketat, dibekali dengan berbagai kemampuan akademik dan nonakademik, termasuk ketahanmalangan (survival), selanjutnya ditugaskan ke daerah 3T. Di daerah 3T, mereka harus terjun mengabdikan diri dengan sepenuh hati, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang kemasyarakatan.

Dengan semua tugas pengabdian yang harus dilakukan, dilengkapi dengan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus dari LPTK dan Dikti serta para stakeholder yang terkait, maka para peserta SM-3T memperoleh bekal yang komprehensif dalam rangka merintis profesinya sebagai guru. Kompetensi yang dituntut dalam UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta Permendiknas tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dapat diperoleh secara lebih utuh dan bermakna. Mereka dihadapkan pada berbagai tugas riil, termasuk berbagai persoalan yang harus dipecahkan, baik di bidang pendidikan maupun bidang kemasyarakatan. Keterampilan hidup mereka terbentuk, ketahanan fisik dan mental tertempa, kepekaan dan kehalusan nurani mereka terasah, dan profesionalitas mereka terbangun.

E. SIMPULAN

Simpulan hasil penelitian meliputi: 1) Sasaran Program SM-3T di Sumba Timur melibatkan 21 kecamatan yang digunakan sebagai tempat tugas para peserta SM-3T Unesa, dan melibatkan 85 sekolah mulai dari PAUD, TK, SD/MI, SMP, SMA dan SMK; 2) Pelaksanaan program SM-3T di Sumba Timur pada umunya sudah baik dilihat dari berbagai aspek antara lain: kesesuaian penempatan guru SM-3T dengan kebutuhan guru di sekolah; kehadiran guru SM-3T dalam membantu

pembelajaran, manajemen sekolah,

meningkatkan kualitas pendidikan; memberikan

motivasi belajar pada siswa; dan memberikan motivasi mengajar pada guru; 3) Kendala pelaksanaan program antara lain: penyediaan tempat tinggal untuk guru SM3-T yang pada umumnya kurang layak; tidak ada listrik, tidak ada sinyal; kendala bahasa; lokasi sekolah terpencil dan berada pada daerah lembah atau perbukitan; dan beban anak-anak dan pemuda yang harus membantu orang tua sebelum dan sesudah sekolah, dan sebagainya; dan 4) Peran Program SM-3T sangat besar dalam membangun jiwa patriotisme dan nasionalisme para peserta Program SM-3T maupun masyarakat di kabupaten setempat. Program SM-3T tidak hanya dinilai sebagai program untuk membantu percepatan pembangunan pendidikan khususnya dalam hal mengatasi kekurangan guru, namun juga program yang membangun ke-Indonesiaan.

REFERENSI

Jones, Gavin, et.al,“Pengamatan Cepat SMERU tentang Permasalahan Pendidikan dan Program JPS, Beasiswa dan DBO di Empat Provinsi.” Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU, September 2003.

Media Indonesia. 20 Mei 2010. Kebijakan PDT Mendorong Kebangkitan Daerah Tertinggal.

Malik, Hermen. 2013. Fajar Kebangkitan Daerah Tertinggal. Jakarta: Penerbit LP3IS.

Mukhtar, dkk. Masyarakat Desa Tertinggal: Kebutuhan, Permasalahan, Aset, dan Konsep Model Pemberdayaannya (Studi di Desa Jambu, Engkangin, Sendangmulyo & Mlatirejo). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011. Hal. 17-34.

Nuh, Mohammad. Nuh, Mohammad. Menyemai Kreator Peradaban. Jakarta: Zaman. (2014).

Nurlaela, Luthfiyah. Unesa untuk Pendidikan di Daerah Tertinggal, dalam 50 Tahun Unesa Emas Bermartabat. Surabaya: Unesa University Press. (2014).

Nurlaela, Luthfiyah. Jawa Timur untuk Pendidikan Daerah Tertinggal, dalam Pintu Gerbang MEA 2015 Harus Dibuka. Jakarta: Prenadamedia Group. (2015)

Nurlaela, Luthfiyah. Berbagi di Ujung Negeri. Surabaya: PT Revka Petra Media. (2013) Nurlaela, Luthfiyah. Jejak-jejak Penuh Kesan.

Surabaya: PT Revka Petra Media. (2012)

Gambar

Tabel 1: Sasaran Program SM-3T
Gambar 2: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa,
Gambar 4: Hasil Monev II Responden Camat, Kepala Desa,

Referensi

Dokumen terkait

penelitian dapat digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini dan juga dinyatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,864 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Dengan catatan, pemohon membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melunasi BHP Frekuensi dalam waktu 20 hari kerja yang harus disampaikan kepada Kominfo Cq.. Penyiaran dalam waktu

Pendapat yang sama yang dikemukakan Winkel (1986) bahwa faktor non intelektual seperti rasa percaya diri, motivasi belajar, minat dan kondisi berpengaruh terhadap proses

Dari bentuk pola radiasi antena direksional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-3 diatas tampak bahwa energi paling besar adalah yang mengarah pada sudut 90 o dari titik nol (0

Dalam perhitungan RCA (Revealed Comparative Advantage) jika hasil persamaan menunjukkan nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu lebih dari satu (>1), maka negara

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pelaksanaan Kurikulum 2013 mata pelajaran PAI di SMP Negeri 5 Yogyakarta dinyatakan telah berjalan dengan baik.(2) Respon guru

Performa Berahi Sapi PO Berbagai Umur yang Disinkronisasi Menggunakan Medroxy Progesterone Acetate di Satker Kendal.. JURNAL PETERNAKAN INDONESIA INDONESIAN JOURNAL OF