• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian Dan Pembahasan (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hasil Penelitian Dan Pembahasan (2)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

73

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM LOKASI

Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I, dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10 kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki, Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan.

1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I a. Kelurahan Pandeyan

1) Kondisi Geografis

Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto Sebelah Selatan : Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan Sebelah Timur : Kecamatan Kotagede

(2)

Luas wilayahnya ± 118 Ha dengan luas area pemukiman seluas ± 105 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah timur dialiri oleh sungai gadjah wong.

2) Kodisi Demografis

Kelurahan Pandeyan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.940 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.674 orang, jumlah perempuan sebanyak 6.266 orang. Jumlah penduduk dengan usia < 12 tahun sebanyak 1.853 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 10.087 jiwa. Sebagian besar penduduk di kelurahan pandeyan merupakan pelajar dengan jumlah 4.142 orang.

b. Kelurahan Warungboto 1) Kondisi Geografis

Kelurahan Warungboto memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah utara : Kelurahan Mujamuju Sebelah selatan : Kelurahan Pandeyan Sebelah timur : Kelurahan Rejowinangun Sebelah barat : Kelurahan Tahunan

(3)

2) Kondisi Demografis

Kelurahan warungboto memiliki jumlah penduduk sebanyak 9.547 jiwa, dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.801 jiwa. Sedangan jumlah penduduk menurut usia <12 tahun sebanyak 1.523 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 8.024 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan warungboto merupakan karyawan swasta dengan jumlah 9.56 orang.

c. Kelurahan Sorosutan 1) Kondisi Geografis

Kelurahan Sorosutan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Pandeyan Dan Wirogunan Sebelah Selatan : Kelurahan Tamanan

Sebelah Timur : Kelurahan Giwangan

Sebelah Barat : Kelurahan Brontokusuman Dan Bangunharjo Luas wilayah administrasi ± 163,29 Ha dengan luas area pemukiman seluas ± 144,01 Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah barat dialiri sungai.

2) Kondisi Demografis

(4)

Sebagian besar penduduk kelurahan Sorosutan merupakan karyawan swasta dengan jumlah 1.933 orang.

d. Kelurahan Giwangan 1) Kondisi Geografis

Batas wilayah administrasi kelurahan giwangan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Sorosutan, Kelurahan Pandeyan Dan Prenggan.

Sebelah Selatan : Dusun Tamanan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Sebelah Barat : Kelurahan Sorosutan Dan Dusun Tamanan, Kabupaten Bantul.

Sebelah Timur : Kelurahan Prenggan Kotagede, Jagalan Dan Singosaren Kabupaten Bantul.

Luas wilayah administrasi ± 126,0 Ha. Pada daerah batas kelurahan sebelah timur dan utara merupakan daerah bantaran sungai. 2) Kondisi Demografis

(5)

2. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo II a. Kelurahan Tahunan

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan Tahunan sebagai berikut: Sebelah Utara : Kelurahan Semaki

Sebelah Selatan : Kelurahan Pandeyan Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan Sebelah Timur : Kelurahan Warungboto

Luas wilayah administrasi ± 780 Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan tahunan memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.943 jiwa dengah jumlah laki-laki sebanyak 4.455 jiwa dan perempuan sebanyak 4.488 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia 0-15 tahun sebanyak 2.159 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 6.257 jiwa dan >65 tahun sebanyak 527 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan tahunan merupakan karyawan swasta.

b. Kelurahan Semaki 1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan semaki sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman Sebelah Selatan : Kelurahan Tahunan

(6)

Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan

Luas wilayah administrasi ± 19,76 Ha dengan luas pemukiman ± 3,46 Ha. Pada daerah batas kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan semaki memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.310 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 2.598 jiwa dan perempuan sebanyak 2.712 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia <12 tahun sebanyak 917 jiwa dan usia ≥12 tahun sebanyak 4.827 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan semaki merupakan karyawan swasta.

c. Kelurahan Mujamuju 1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah Kelurahan Mujamuju sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman

Sebelah Selatan : Kelurahan Warungboto Sebelah Timur : Kelurahan Rejowinangun Sebelah Barat : Kelurahan Semaki

(7)

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Mujamuju memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.986 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5.402 jiwa dan perempuan sebanyak 5.584 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia <12 tahun sebanyak 1.834 jiwa dan usia ≥12 tahun sebanyak 9.152 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan mujamuju merupakan karyawan perusahaan swasta dan karyawan swasta.

3. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede I a. Kelurahan Prenggan

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan Prenggan sebagai berikut: Sebelah Utara : Kelurahan Rejowinangun

Sebelah Selatan : Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Sebelah Barat : Kelurahan Pandeyan

Sebelah Timur : Kelurahan Purbayan

Luas wilayah administrasi ± 99 Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

(8)

usia >65 tahun sebanyak 750 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan prenggan merupakan karyawan swasta.

b. Kelurahan Purbayan 1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah kelurahan Purbayan sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Banguntapan, Bantul

Sebelah Selatan : Desa Singosaren Dan Desa Wirokerten, Bantul Sebelah Barat : Kelurahan Prenggan

Sebelah Timur : Desa Bangutapan, Bantul

Luas wilayah administrasi ± 83 Ha. Kelurahan Purbayan tidak memiliki daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

(9)

4. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede II Kelurahan Rejowinangun

1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah kelurahan Rejowinangun sebagai berikut: Sebelah utara : Desa Banguntapan

Sebelah selatan : Kelurahan Prenggan Sebelah barat : Kelurahan Warungboto Sebelah timur : Desa Banguntapan

Luas wilayah administrasi ± 1250 Ha. Pada batas wilayah kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

(10)
(11)

B. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini diperoleh sampel berjumlah 104 sampel yang merupakan penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta pada tahun 2012. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

a. Menurut Umur

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D kota Yogyakarta menurut kategori umur disajikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Menurut Umur Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta Tahun 2013

No. Kategori Umur Frekuensi Prosentase (%)

1. < 12 tahun 50 48,1%

2. ≥ 12 tahun 54 51,9%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.1. dari total 104 penderita demam berdarah

(12)

b. Menurut Jenis Kelamin

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D kota Yogyakarta menurut jenis kelamin disajikan pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta Tahun 2013

No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1. Laki-laki 48 46,2%

2. Perempuan 56 53,8%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.2. dari total 104 penderita demam berdarah

dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,2% dan penderita DBD dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 56 penderita dengan prosentase 53,8%.

c. Menurut Pendidikan

(13)

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta Tahun 2013

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.3. dari total 104 penderita demam berdarah

dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD berpendidikan tidak/belum tamat SD berjumlah 52 penderita dengan prosentase 50%, penderita DBD berpendidikan tamat SD berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMP/Sederajat berjumlah 9 penderita dengan prosentase 8,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMA/Sederajat berjumlah 27 penderita dengan prosentase 26%, dan penderita DBD berpendidikan tamat perguruan tinggi berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%.

d. Menurut Pekerjaan

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D kota Yogyakarta menurut pekerjaan disajikan pada tabel 4.4

No. Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

1. Tidak/Belum Tamat SD 52 50,0%

2. Tamat SD 8 7,7%

3. Tamat SMP/Sederajat 9 8,7%

4. Tamat SMA/Sederajat 27 26,0%

5. Tamat Perguruan Tinggi 8 7,7%

(14)

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta Tahun 2013

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.4 dari total 104 penderita Demam Berdarah

Dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI berjumlah 5 penderita dengan prosentase 4,8%, bekerja sebagai karyawan swasta berjumlah 5 penderita dengan prosentse 4,8%, bekerja sebagai buruh berjumlah 3 penderita dengan prosentase 2,9%, bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7% dan penderita DBD untuk kalangan mahasiswa/pelajar berjumlah 33 penderita dengan prosentase 31,7%, kalangan ibu rumah tangga berjumlah 2 penderita dengan prosentase (1,9%) dan kalangan tidak bekerja berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,1%.

No. Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

1. PNS/TNI/POLRI 5 4,8%

2. Karyawan Swasta 5 4,8%

3. Buruh 3 2,9%

4. Wiraswasta 8 7,7%

5. Mahasiswa/Pelajar 33 31,7%

6. Ibu rumah tangga 2 1,9%

7. Tidak bekerja 48 46,1%

(15)

2. Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah

Dalam penelitian ini katakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan tanaman hias, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi ventilasi rumah.

a. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) dari segi kondisi lingkungan rumah. Pada tabel 4.5 disajikan frekuensi penderita DBD menurut keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan dalam Zona D kota Yogyakarta.

Tabel 4.5

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Frekuensi Prosentase (%)

Ada 87 83,7%

Tidak ada 17 16,3%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

(16)

b. Keberadaan Barang-barang Bekas

Keberadaan barang-barang bekas merupakan kondisi lingkungan rumah yang dapat menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tabel 4.6 disajikan frekuensi keberadaan barang-barang bekas dalam Zona D kota Yogyakarta.

Tabel 4.6

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan Barang-barang Bekas

Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Barang-barang Bekas

Frekuensi Prosentase (%)

Ada 53 51,0%

Tidak ada 51 49,0%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Pada tabel 4.6. distribusi penderita DBD menurut keberadaan barang-barang bekas dapat dilihat penderita DBD yang ditemukan atau menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 53 penderita dengan prosentase 51,0% dan penderita DBD yang tidak ditemukan atau tidak menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 51 penderita dengan prosentase 49,0%.

c. Kondisi Ventilasi Rumah

(17)

Tabel 4.7

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Kondisi Ventilasi Rumah

Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Kondisi Ventilasi Rumah Frekuensi Prosentase (%)

Tertutup Kawat Kasa 11 10,6%

Tidak Tertutup Kawat Kasa 93 89,4%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Dari tabel 4.7. distribusi penderita DBD menurut kondisi ventilasi rumah dapat dilihat kondisi ventilasi rumah penderita DBD tertutup kawat kasa berjumlah 11 penderita dengan prosentase 10,6% dan kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa berjumlah 93 penderita dengan prosentase 29,8%.

3. Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

(18)

Tabel 4.8

Kejadian DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Kelurahan Puskesmas Jumlah Kasus DBD Jumlah Penduduk IR Per 10.000 Penduduk

Pandeyan Pusk.

Umbulharjo I

12 11940 10,05

Giwangan 8 7352 10,88

Sorosutan 24 14291 16,79

Warungboto 17 9547 17,80

Mujamuju Pusk.

Umbulharjo II

6 10986 5,46

Tahunan 13 8943 14,53

Semaki 8 5310 15,06

Purbayan Pusk.

Kotagede I

7 11284 6,20

Prenggan 10 11903 8,40

Rejowinangun Pusk. Kotagede II

16 11913 13,43

Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

(19)

91

Gambar 4.2

Peta Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Tahun 2012

(20)

4. Curah Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang dapat mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue terutama terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor (pembawa) penyakit. Curah hujan akan menambah banyaknya genangan air sehingga akan menyebabkan juga banyaknya tempat perkembangbiakan vektor (breeding place). Curah hujan dengan kasus demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9

Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2012

Bulan Curah Hujan

(mm) Jumlah Hari Hujan Jumlah Kasus DBD

Januari 242,0 19 3

Februari 278,0 17 13

Maret 142,0 12 3

April 119,0 13 14

Mei 38,0 2 13

Juni 0 0 15

Juli 0 0 7

Aguatus 0 0 2

September 0 0 5

Oktober 63,0 5 4

November 170,0 12 12

Desember 409,0 8 30

Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

(21)

hari pada bulan desember. Curah hujan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0 mm - 409,0 mm. Kasus demam berdarah dengue

tertinggi berada pada bulan desember sebanyak 30 kasus dengan curah hujan sebesar 409,0 mm, sementara kasus terendah berada pada bulan agustus sebanyak 2 kasus dengan curah hujan sebesar 0 mm. Keterkaitan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta disajikan pada gambar 4.7

Gambar 4.3 menerangkan bahwa kasus demam berdarah dengue banyak terjadi pada bulan oktober – april yang merupakan musim penghujan dengan durasi hari hujan yang cukup lama dan terjadi

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Curah Hujan (mm) 242 278 142 119 38 0 0 0 0 63 170 409

Jumlah Hari Hujan 19 17 12 13 2 0 0 0 0 5 12 8

Jumlah Kasus DBD 3 13 3 14 13 15 7 2 5 4 12 30

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Gambar 4.3

Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

(22)

penurunan kasus demam berdarah dengue terjadi pada bulan juli – september yang merupakan puncak musim kemarau.

5. Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Suhu udara juga merupakan faktor kondisi iklim yang dapat mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue dengan berpengaruh pada perkembangan vektor nyamuk penyebab penyakit. Pada suhu udara rendah nyamuk dapat bertahan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun di bawah suhu kritis. Pada suhu optimal untuk perkembangan nyamuk akan berkembang dengan cepat. Keadaaan suhu udara dengan kasus demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.10

Tabel 4.10

Suhu Udara Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2012

Bulan Rata-rata Suhu Udara (oC)

Jumlah Kasus DBD

Januari 27,4 3

Februari 27,2 13

Maret 27,1 3

April 27,7 14

Mei 27,3 13

Juni 26,6 15

Juli 25,2 7

Agustus 25,2 2

September 26,8 5

Oktober 28,0 4

November 28,1 12

(23)

Tabel 4.10 menerangkan bahwa suhu terendah sebesar 25,2oC pada bulan juli dan agustus dan suhu tertinggti terjadi pada bulan november sebesar 28,1oC. Kisaran suhu udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1oC. Kejadian demam berdarah dengue tertinggi terjadi pada bulan desember sebanyak 30 kasus dan terendah terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 kasus. Pada bulan desember merupakan puncak musim penghujan sehingga meningkatkan suhu udara dan kelembaban udara.

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada suhu diatas 27oC kasus demam berdarah dengue mengalami peningkatan. Pada bulan desember jumlah kasus demam berdarah dengue paling tinggi.

Gambar 4.4

Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012 0

5 10 15 20 25 30 35

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(24)

6. Kelembaban Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Selain curah hujan dan suhu udara, kondisi iklim yang dapat mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue ialah kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat penetasan telur nyamuk Aedes aegypti. Keadaan kelembapan udara dengan kasus demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11

Kelembaban Udara Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2012

Bulan Rata-rata Kelembaban Udara (%)

Jumlah Kasus DBD

Januari 82,4 3

Februari 82,9 13

Maret 82,2 3

April 81,8 14

Mei 82,0 13

Juni 80,6 15

Juli 78,0 7

Agustus 75,4 2

September 74,5 5

Oktober 77,7 4

November 82,0 12

Desember 82,7 30

(25)

82,9%. Kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar 2 kasus pada bulan agustus dengan kelembaban udara sebesar 75,2%.

Gambar 4.5 menerangkan keterkaitan kelembaban udara dengan kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D di wilayah kota Yogyakarta. Kelembaban udara diatas 80% dapat meningkatkan jumlah kasus demam berdarah dengue. Kelembaban udara optimum untuk perkembangan telur nyamuk berkisar anatara 60% - 80%.

Gambar 4.5

Kelembapan Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(26)

7. Kepadatan Penduduk Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Kota Yogyakarta sebagai ibu kota provinsi DIY merupakan pusat perekonomian dan kota pelajar sebagai tempat berkumpulnya para mahasiswa dari berbagai daerah menyebabkan tingginya kepadatan penduduk kota. Distribusi Kepadatan penduduk dengan kasus demam berdarah dengue dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta tahun 2012 disajikan pada tabel 4.12

Tabel 4.12

Kepadatan Penduduk Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2012

Kelurahan Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)

Jumlah Kasus DBD IR Per 10.000 Penduduk

Mujamuju 1170 6 5,46

Purbayan 13596 7 6,20

Prenggan 12024 10 8,40

Pandeyan 10119 12 10,05

Sorosutan 8768 24 16,79

Warungboto 31405 17 17,80

Semaki 27948 8 15,06

Rejowinangun 9531 16 13,43

Giwangan 5835 8 10,88

Tahunan 11466 13 14,53

Sumber: Profil kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

(27)
(28)
(29)

8. Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus DBD Dalam Zona D Angka bebas jentik juga berpengaruh pada kejadian demam berdarah dengue. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti pada suatu wilayah.

Tabel 4.13

Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta Tahun 2012 Wilayah Kerja Angka Bebas Jentik (ABJ) (%) Jumlah Penduduk Jumlah Kasus DBD IR Per 10.000 Penduduk

Pusk. Umbulharjo I 75,68 43130 67 15,53

Pusk. Umbulharjo II 76,28 25673 24 9,34

Pusk. Kotagede I 75,97 23187 17 7,33

Pusk. Kotagede II 77,73 11913 16 13,43

Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

(30)

Gambar 4.7

(31)

9. Pola Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

Untuk melihat pola persebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta dengan menggukan buffer jarak terbang nyamuk radius 200 meter dan pengelompokan kasus (Cluster). Pola sebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D berdasarkan buffer jarak terbang nyamuk dapat dilihat pada gambar 4.8 terlihat bahwa pola persebarannya cenderung menjalar melalui suatu polulasi dari satu daerah ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara manusia dengan vektor penyebab penyakit.

Pada penelitian ini untuk melihat pengelompokan/clustering penyakit demam berdarah dengue menggunakan satu pendekatan yakni analisis tetangga terdekat dengan menggunakan Average Nearst Neighbor. Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat pola persebaran penyakit demam berdarah dengue. Adapun pola dalam pendekatan ini adalah seragam (uniform), acak (random), dan mengelompok (cluster). Hasil analisis tetangga terdekat diperoleh nilai Z = -17,002937dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok. Peta

(32)
(33)

Gambar 4.9

Cluster Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D

Membentuk Pola Sebaran Mengelompok Dalam Ruang (Spasial)

(34)

105

(35)

10.Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan variabel penelitian dalam penyebaran penyakit demam berdarah dengue dengan menggunakan uji chi kuadrat/chi square (X2) satu sampel. Variabel yang masuk dalam analisis ini ialah karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Serta dari karakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan tanaman hias/pekarangan, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi ventilasi rumah.

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko dari karakteristik penderita demam berdarah dengue sebagai pejamu (host) yang dihinggapi virus dengue dan sasaran gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Tabel 4.14

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Menurut Umur Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Kategori Umur Frekuensi X2 X2 tabel Asymp.sig (p-value) < 12 tahun 50

0,615 3,841 0,433 ≥ 12 tahun 54

Sumber: Data Primer Terolah

(36)

penyebaran penyakit DBD. Dapat dilihat dari nilai p-value >0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.15

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Menurut Jenis Kelamin Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Jenis Kelamin Frekuensi X2 X2 tabel Asymp.sig (p-value)

Laki-laki 48

0,154 3,841 0,695

Perempuan 56

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin dalam penyebaran penyakit DBD, karena dilihat dari nilai p-value >0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

c. Pendidikan

Tabel 4.16

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Menurut Pendidikan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Pendidikan Frekuensi X2 X

2

tabel

Asymp.sig (p-value) Tidak/Belum Tamat SD 52

71,096 9,488 0,000

Tamat SD 8

(37)

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik pendidikan dalam penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Dapat dilihat dari nilai p-value <0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel. d. Pekerjaan

Tabel 4.17

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Menurut Pekerjaan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Pekerjaan Frekuensi X2 X

2

tabel

Asymp.sig (p-value)

PNS/TNI/POLRI 5

132,923 12,592 0,000

Swasta 5

Buruh 3

Wiraswasta 8

Mahasiswa/Pelajar 33 Ibu rumah tangga 2

Tidak Bekerja 48 Sumber: Data Primer Terolah

(38)

e. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan Tabel 4.18

Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Tanaman

Hias/Pekarangan Frekuensi X

2 X2

tabel

Asymp.sig (p-value)

Ada 87

47,115 3,841 0,000

Tidak ada 17

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi lingkungan rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dari karakteristik keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan. Dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel.

f. Keberadaan Barang-barang Bekas Tabel 4.19

Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran Penyakit DBDDalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2013

Keberadaan Barang-barang

Bekas

Frekuensi X2 X

2

tabel

Asymp.sig (p-value)

Ada 53

0,038 3,841 0,845

Tidak ada 51

Sumber: Data Primer Terolah

(39)

berdarah dengue. Dilihat dari nilai p-value > 0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

g. Kondisi Ventilasi Rumah

Tabel 4.20

Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit DBD

Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Kondisi Ventilasi

Rumah Frekuensi X

2 X2

tabel

Asymp.sig (p-value) Tertutup Kawat Kasa 11

64,654 3,841 0,000 Tidak Tertutup Kawat

Kasa 93

Sumber: Data Primer Terolah

(40)

C. PEMBAHASAN

1. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Umur

Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik umur pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sehingga dapat dikatakan penderita demam berdarah dengue dalam Zona D menyerang semua kategori umur.

Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua kelompok umur bukan hanya pada kelompok umur dibawah umur 12 tahun saja yakni anak-anak akan tetapi dapat juga menyerang kelompok umur 12 tahun keatas yakni dewasa muda dan dewasa tua. Soegeng Soegijanto dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”

menyatakan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya cenderung terjadi pada anak kelompok usia 4-5 tahun. Namun telah terjadi pergeseran kasus yang mengarah juga pada kelompok usia 15 – 44 tahun. Berarti penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang mempunyai potensi dalam pembangunan.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya kebanyakan kasus demam berdarah dengue di malaysia pada kalangan umur adalah sama (Bakar et.al, 2004). Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Ipa et.al pada tahun 2004 di daerah ciamis, jawa barat menghasilkan infeksi virus

(41)

dewasa yang terinfeksi satu strain virus tidak kebal. Beberapa penyakit tertentu pada bayi (anaka balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Sedangkan pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Depkes (2011) menjelaskan bahwa semua orang rentan terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan kekebalan homolog seumur hidup. Tetapi tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap infeksi serotipe yang berbeda.

2. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor-faktor yang mempengaruhi kekebalan selain usia. Kekebalan berdasarkan jenis kelamin hanya berpengaruh pada penyakit menular tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Jadi, penderita demam berdarah dengue dalam Zona D terjadi pada laki-laki dan perempuan.

(42)

dan jenis kelamin (Avrina et.al, 2010). Hal yang berbeda diungkapkan oleh Bakar et.al, (2004) dalam penelitiannya di malaysia bahwa penderita demam berdarah dengue lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki daripada perempuan. Dikarenakan pada penelitian sebelumnya menyatakan berkaitan dengan aktivitas luar rumah dan jangkitan di lingkungan tempat bekerja.

Hasyimi et.al, dalam penelitiannya menghasilkan responden jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang hampir sama (OR 1 dan 0,98 (0,72-1,33). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk terjangkit DBD adalah sama (M. Hasyimi et.al, 2007). Hal yang serupa dikemukakan oleh Kemenkes RI, 2010 dalam “Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue” bahwa risiko terkena demam berdarah dengue untuk

laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.

3. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Pendidikan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

(43)

Pada penderita dengan pendidikan tidak/belum tamat sekolah dasar (balita dan anak usia sekolah) belum dapat memahami tentang perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan derajat kesehatannya. Sehingga diperlukan peran orang yang lebih dewasa dan matang dalam membimbing mereka. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni” menjelaskan bahwa Pendidikan

merupakan proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu dan kelompok atau masyarakat. Berdasar pada asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari belajar.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat kebanyakan penderita demam berdarah dengue adalah pada tingkat pendidikan belum sekolah dan SD (61%) (Wahyono et.al dalam Kemenkes RI, 2010).

4. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan

Pekerjaan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

(44)

sebanyak 48 penderita dan kalangan mahasiswa/pelajar sebanyak 33 penderita. Pada penderita kalangan tidak bekerja kebanyakan waktunya dihabiskan di rumah sehingga kemungkinan mendapat gigitan nyamuk di lingkungan rumah. Sementara untuk kalangan mahasiswa/pelajar lebih banyak beraktifitas di lingkungan sekolah atau kampus kemungkinan memiliki ancaman yang sama dengan lingkungan rumah.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya penderita demam berdarah dengue di malaysia banyak terjadi pada kalangan ibu rumah tangga (IRT) dan pelajar. Kemungkinan ibu rumah tangga dan pelajar mendapat gigitan nyamuk ketika beraktifitas didalam rumah bahkan mungkin ketika beraktifitas di lingkungan sekolah untuk para pelajar (Bakar et.al, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani, karakteristik penderita demam berdarah dengue di Medan tahun 2008 paling banyak dari kalangan pelajar/mahasiswa.

(45)

5. Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias Dan Tanaman

Pekarangan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Penderita demam berdarah dengue rata-rata memiliki atau ditemukan tanaman hias seperti bunga yang tumbuh pada media tanah maupun pot bunga dan berbagai jenis tanaman pekarang di sekitar halaman rumah penderita.

Menurut Prasetyo (2012) Lingkungan biologi yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue

adalah jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena banyaknya tanaman akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halaman. Semakin banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan akan menambah tempat untuk istirahat nyamuk dan memperpanjang umur nyamuk.

(46)

dengan yang tidak menderita penyakit demam berdarah dengue (Djarjito et.al, 2008).

6. Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Dari hasil survei dapat dilihat baik di lingkungan rumah penderita yang tidak memiliki atau tidak ditemukan barang-barang bekas hampir sebanding dengan penderita yang memiliki atau ditemukan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Pada lingkungan rumah penderita yang ditemukan barang-barang bekas, kebanyakan barang-barang bekas berupa kaleng, botol, ember dan lain-lain yang tidak berisi air atau berisi sedikit air dalam kondisi terbuka lebar dan terkena oleh sinar matahari secara langsung sehingga kurang disukai oleh nyamuk sebagai tempat perindukan.

Penderita demam berdarah dengue tidak cenderung menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan pada kebiasaan setiap individu yang berdeba dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah. Penderita demam berdarah dengue yang berada di lingkungan perumahan elite biasanya tidak ditemukan barang-barang bekas.

(47)

aegypti biasanya ditemukan dan hampir selalu mengigit dalam rumah. Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah tempat air didalam dan dekat rumah.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya di wilayah kerja puskesmas tegal timur kota Tegal, mengubur barang-barang bekas tidak selalu dapat mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue (Agustin, 2010).

7. Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit

DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan kondisi ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Jadi, penderita demam berdarah dengue rata-rata ditemukan kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa. Dalam artikel yang dimuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjudul “Waspada Demam Berdarah” untuk mencegah gigitan nyamuk ialah

dengan menggunakan obat nyamuk, memakai obat repelent, dan memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Pada daerah penelitian banyak penderita demam berdarah dengue yang ventilasi rumahnya tidak tertutup kawat kasa.

(48)

Lampung. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah, akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (DBD), sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya terpasang kasa (Tamza, 2013).

8. Curah Hujan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Curah hujan bulanan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0-409,0 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 120 mm dan curah hujan mingguan berkisar antara 9,5 mm–102,2 mm. Terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue pada musim penghujan yang dimulai pada bulan oktober - april dengan durasi hujan yang cukup lama dan terjadi penurunan pada musim kemarau bulan mei – september.

(49)

tersedianya habitat vektor. Curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk.

Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa Perubahan musim akan mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk atau panjang umur nyamuk. Di daerah jakarta survei terhadap kebiasaan mengigit nyamuk Ae. aegypti

menunjukkan bahwa pada musim kemarau nyamuk itu paling sering mengigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah gigitan terjadi pada siang-sore hari. Pergeseran ini memungkinkan vektor

Ae. aegypti melakukan gigitan yang tidak terputus pada waktu orang tidur siang hari selama musim hujan. Kemungkinan lain ialah perubahan musim mempengaruhi virus atau manusia sendiri yang mengubah sikapnya terhadap gigitan nyamuk, misalnya menggunakan waktu untuk lebih banyak tinggal dalam rumah selama musim hujan.

(50)

yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu manusia ke manusia lain (EHP, 2008 Dalam Dini et.al, 2010).

9. Suhu Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1oC dengan rata-rata suhu udara sebesar 27oC. Kasus demam berdarah dengue dalam Zona D banyak terjadi pada suhu diatas 27oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu yang optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan juga merupakan suhu yang optimal dalam peningkatan kasus demam berdarah dengue.

Dalam Prasetyo (2012) menjelaskan bahwa Suhu udara dapat mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Pada suhu rendah nyamuk dapat bertahan akan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun dibawah suhu kritis. Pada suhu yang sangat tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologis nyamuk. Dalam hal persebaran kasus demam berdarah dengue, suhu berpengaruh terhadap perkembangan vektor penyakit yakni nyamuk Aedes aegypti.

(51)

ideal menyebabkan populasi vektor menjadi tinggi dan menyebabkan kontak antara vektor dan manusia menjadi sering (Mukhlisin, 2008).

10.Kelembaban Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D Kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 74,5% sampai 82,9% dengan rata-rata kelembapan udara sebesar 80%. Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue pada kelembapan diatas 80%. Kaitan kelembaban udara dengan kejadian DBD adalah dalam hal kemampuan nyamuk untuk bertahan hidup.

Dalam makalah publikasi oleh Sugeng Juwono Mardihusodo (1974– 1992) mengungkapkan bahwa kelembaban udara optimum untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di daerah Yogyakarta berkisar antara 81,5% - 89,5%. Kelembaban udara yang tinggi, akan meyebabkan tingkat kematian nyamuk Ae.Aegypti akan semakin rendah, hal ini menyebabkan vektor dapat bertahan hidup lebih lama (Daud, 2008).

(52)

11.Kepadatan Penduduk Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D Hasil penelitian menungkapkan kepadatan penduduk paling tinggi berada di Kelurahan Warungboto sebesar 31405 jiwa/km2. Sementara kepadatan penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar 1170 jiwa/km2. Kejadian demam berdarah paling tinggi sebesar IR = 17,80 per 10.000 penduduk di kelurahan Warungboto. Sementara kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar IR = 5,46 per 10.000 penduduk di kelurahan Mujamuju.

Dalam Mukhlisin (2008) menjelaskan bahwa nyamuk Aedes aegypti

memiliki sifat multiple bitting dan cenderung lebih suka darah manusia, kebiasaan mengigit pada siang hari dan sore hari. Mobilitas, aktifitas dan kepadatan penduduk kota yang tinggi menyebabkan peningkatan risiko terjadi transmisi virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti ke manusia. Hal yang serupa dikemukakan oleh Sukowati (2010) dalam artikelnya yang berjudul “Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya Di Indonesia” bahwa sifat dari nyamuk tersebut meningkatkan risiko

penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu mengigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang (Kemenkes RI, 2010).

(53)

penduduk. Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka semakin rentan terhadap penyakit DBD, terutama di negara berkembang dimana penduduk yang padat diiringi dengan kurangnya kebersihan lingkungan (Daud, 2008).

12.Angka Bebas Jentik Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D Dari data yang ada dapat dilihat bahwa seluruh wilayah kerja puskesmas yang berada dalam Zona D memiliki angka bebas jentik kurang dari 95% berarti bahwa seluruh kelurahan yang berada dalam wilayah kerja puskesmas berpotensial dalam terjadinya penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Angka bebas jentik paling rendah berada di wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I jumlah kasus sebanyak 68 kasus dengan angka insiden rate (IR = 15,76). Sementara angka bebas jentik yang paling tinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Kotegede II jumlah kasus sebanyak 16 kasus dengan angka insiden rate (IR = 13,43). Angka insiden rate paling rendah berada di wilayah kerja Puskesmas Kotagede I (IR = 7,33) sebanyak 17 kasus.

Angka bebas jentik (ABJ) lebih menggambarkan luasnya persebaran nyamuk disuatu wilayah. Indikator dalam keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk dapat diukur dengan angka bebas jentik (ABJ). ABJ <95% dapat berpotensi dalam penularan penyakit sedangkan ABJ ≥95% tidak

(54)

Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hasyim tahun 2009 bahwa Angka Bebas Jentik yang rendah (ABJ rendah) dapat meningkatkan kejadian demam berdarah dengue di Sumatera Selatan. Angka bebas jentik (ABJ) dapat menggambarkan besaran masalah DBD. Penyebaran habitat nyamuk Ae.aegypti, mungkin disebabkan meningkatnya mobilitas penduduk dan transportasi dari suatu daerah ke daerah lain serta adanya perubahan lingkungan misalnya banyaknya tanaman yang ditebang sehingga suhu udara menjadi tinggi, dan penduduk makin padat, sehingga keadaan tersebut sesuai dengan habitat nyamuk (Hasyim, 2009).

13.Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D Kejadian kasus demam berdarah dengue tertinggi berada di tujuh kelurahan yakni Warungboto sebanyak 17 kasus (IR = 17,80), Sorosutan sebanyak 24 kasus (IR = 16,79), Tahunan sebanyak 13 kasus (IR = 14,53), Semaki sebanyak 8 kasus (IR = 15,06), Rejowinangun sebanyak 16 kasus (IR = 13,43), Giwangan sebanyak 8 kasus (IR = 10,88), dan Pandeyan sebanyak 12 kasus (IR = 10,05). Sementara kelurahan yang paling rendah kejadian demam berdarah dengue berada di tiga kelurahan yaitu Mujamuju sebanyak 6 kasus (IR = 5,46), Purbayan sebanyak 7 kasus (IR = 6,20), dan Prenggan sebanyak 10 kasus (IR = 8,40).

(55)

penduduk tidak merata, dimana persebarannya hanya terpusat pada wilayah pengembangan kawasan baru. Kelurahan Warungboto adalah salah satunya, karena kelurahan warungboto merupakan kawasan yang ramai dengan kompleks pertokoan, pemukiman dan berada di pinggir kota serta ramai dikunjungi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa penyakit demam berdarah dengue biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan, kemudian mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai lalu lintas itu maka semakin besar kemungkinan penyebaran.

Dalam penelitian lain yang sejenis menyatakan pola pergerakan kasus demam berdarah dengue berputar pada pemukiman padat yang merupakan faktor risiko penularan DBD (Lasut et.al, 2009).

14.Pola Persebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda, salah satunya adalah nyamuk. Penyakit demam berdarah dengue ini termasuk dalam penyakit menular (contagius disease) atau juga disebut

communicabel disease dimana persebaran penyakit ini disebarkan oleh manusia atau binatang ke manusia atau binatang lainnya (Soedarmo, 2009).

(56)

persebaran penyakit demam berdarah dengue menjalar melalui suatu populasi dari satu daerah ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara manusia dengan vektor penyakit demam berdarah dengue. Sejalan dalam teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan Masyarakat Ilmu

dan Seni” penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan

(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Penularan ini salah satunya dapat melalui kontak lansung dengan penyebab penyakit (Notoatmodjo, 2007).

Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat pola persebaran kasus penyakit demam berdarah dengue (Prasetyo, 2012). Untuk analisis tetangga terdekat digunakan software Arc GIS tipe 9.3 dan data yang dianalisis adalah titik koordinat lokasi kasus penyakit demam berdarah dengue. Hasil analisis diperoleh nilai Z = -17,002937 dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok.

(57)

Peta arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue menunjukkan pola persebaran yang berhubungan dengan arah angin, dimana secara umum angin bergerak dari barat ke timur yang disertai dengan curah hujan yang optimum dalam durasi hujan yang cukup lama. Hal ini akan sangat mendukung dalam pergerakan nyamuk.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya di kecamatan Magetan kabupaten Magetan arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue selama tahun 2008-2011 mengikuti arah angin yang menuju barat daya sampai dengan timur laut (Prasetyo, 2012). Dalam artikel penelitian yang disusun oleh Wahyono et.al yang berjudul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Dan Upaya Penanggulangannya Di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat”

Gambar

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian (Wilayah Zona D) Kota Yogyakarta
Tabel 4.1 Karakteristik  Responden Menurut Umur
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(2) Rangkaian kegiatan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Unit Kerja Sama Sekretariat Jenderal bersama dengan Unit Hukum Sekretariat

MC acara Adat dan Keagamaan adalah MC yang memiliki kompetensi dalam memahami dan memandu pelaksanaan MC acara adat dari etnis tertentu, dan atau agama

Metode penelitian yang dilakukan melalui survey kuesioner dengan target responden adalah pihak owner dan kon- traktor pelaksanaan proyek konstruksi bencana alam dan

8479.50 10 - - - Automated machines for transport, handling and storage of semiconductor wafers, wafer cassettes, wafer boxes and other materials for semiconductor devices. 8479.50 90

2. Menjelaskan fungsi-fungsi bagian tubuh hewan yang ada di sekitar rumah dengan benar. 3. Mendeskripsikan bagian tumbuhan yang ada disekitar rumah

tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri. Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh

Dalam penjualan angsuran terdapat empat metode bunga penjualan angsuran, diantaranya metode Sisa Harga Kontrak, metode Long End Interest, metode Short End Interest, metode