• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Flow Chart Penelitian

Mulai

Dicuci dan Dijemur Bahan Selama 1-2 Hari

Dihaluskan Bahan yang Telah Dijemur

Dimasukkan Bahan Sesuai Dengan Komposisi yang

Akan Diuji

Dicampur/ Diaduk Bahan

Fermentasi Selama 2 Minggu.

Dimasukkan Adonan Ke Dalam Alat Pencetak Terasi

Catat Waktu Pencetakan

Dijemur Selama 2-3 Hari

Uji Organoleptik

Selesai

(2)

56 Lampiran 2. Data Pengamatan Persentase Bahan Tertinggal dalam Alat dan Daftar

Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 34,33 36 37,33 107,66 35,89

K1G2 37,67 39 39 115,67 38,56

K1G3 38 37,33 37,67 113 37,67

K2G1 29 28,33 28,67 86 28,67

K2G2 30 31 30,67 91,67 30,56

K2G3 31,67 31,33 31,67 94,67 31,56

K3G1 27,33 28,33 28,33 83,99 28,00

K3G2 29 28,67 29 86,67 28,89

K3G3 29 28,33 28,33 85,66 28,55

Total 286 288,32 290,67 864,99

Rataan 31,78 32,04 32,30 96,11 32,04

Data Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal.

SK Db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 423,49 52,94 122,44 ** 2,51016 3,70542

K 2 398,26 199,13 460,57 ** 3,55456 6,0129

G 2 19,04 9,52 22,01 ** 3,55456 6,0129

K X G 4 6,20 1,55 3,58 * 2,92774 4,57904

Galat 18 7,78 0,43

Total 26 431,28

Keterangan:

FK = 27711,396 ** = sangat nyata * = nyata

(3)

Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 12,5 13,5 13 39 13,00

K1G2 15,5 16,5 17,5 49,5 16,50

K1G3 19 18,5 18,5 56 18,67

K2G1 16,5 16,5 16 49 16,33

K2G2 18,5 20 19 57,5 19,17

K2G3 20 21 20,5 61,5 20,50

K3G1 17,5 17 17,5 52 17,33

K3G2 16 18,5 19,5 54 18,00

K3G3 25 26,5 21 72,5 24,17

Total 160,5 168 162,5 491

Rataan 17,83 18,67 18,06 54,56 18,19

Data Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 228,741 28,5926 18,8293 ** 2,51016 3,70542 K 2 67,3519 33,6759 22,1768 ** 3,55456 6,0129 G 2 140,074 70,037 46,122 ** 3,55456 6,0129 K X G 4 21,3148 5,3287 3,50915 * 2,92774 4,57904

Galat 18 27,3333 1,51852

Total 26 9185

Keterangan : FK = 8928.93 ** = sangat nyata * = nyata

(4)

58 Lampiran 4. Data Pengamatan Kadar Protein dan Daftar Analisis Sidik Ragam

Kadar Protein.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 27,23 26,88 26,97 81,07 27,02

K1G2 32,13 30,99 30,64 93,77 31,26

K1G3 27,32 32,74 27,67 87,73 29,24

K2G1 28,98 33,88 24,43 87,29 29,10

K2G2 26,00 30,38 31,43 87,81 29,27

K2G3 26,18 27,58 28,19 81,95 27,32

K3G1 30,56 28,37 26,35 85,27 28,42

K3G2 28,19 29,68 30,56 88,43 29,48

K3G3 27,23 29,15 27,32 83,70 27,90

Total 253,81 269,66 253,54 777,01

Rataan 28,20 29,96 28,17 86,33 28,78

Data Analisis Sidik Ragam Kadar Protein

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 39,894 4,98675 0,92321 tn 2,51016 3,70542 K 2 2,12117 1,06058 0,19635 tn 3,55456 6,0129 G 2 20,1803 10,0901 1,86801 tn 3,55456 6,0129 K X G 4 17,5926 4,39815 0,81424 tn 2,92774 4,57904

Galat 18 97,2275 5,40153

Total 26

Keterangan : FK = 8928.93 ** = sangat nyata * = nyata

(5)

Ragam Jumlah Bakteri E.coli

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 - - - -

K1G2 - - - - -

K1G3 - - - - -

K2G1 - - - - -

K2G2 - - - - -

K2G3 - - - - -

K3G1 - - - - -

K3G2 - - - - -

K3G3 - - - - -

Total - - - - -

Rataan - - - - -

Keterangan:

(6)

60 Lampiran 6. Data Pengamatan Kadar Air dan Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar

Air.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 33,18 30,93 32,35 96,46 32,15

K1G2 34,54 32,37 35,09 102 34,00

K1G3 33,11 33,33 32,91 99,35 33,12

K2G1 29,08 27,79 28,25 85,12 28,37

K2G2 30,98 31,35 29,82 92,15 30,72

K2G3 30,68 30,88 30,77 92,33 30,78

K3G1 23,52 23,33 24,42 71,27 23,76

K3G2 26,1 23,5 25 74,6 24,87

K3G3 23,61 25,13 24,3 73,04 24,35

Total 264,8 258,61 262,91 786,32

Rataan 29,42 28,73 29,21 87,37 29,12

Data Analisis Sidik Ragam Kadar Air

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 373,443 46,6804 59,1443 ** 2,51016 3,70542 K 2 355,203 177,602 225,022 ** 3,55456 6,0129 G 2 15,1833 7,59163 9,61863 ** 3,55456 6,0129 K X G 4 3,05664 0,76416 0,96819 tn 2,92774 4,57904

Galat 18 14,2067 0,78926

Total 26 387,65

Keterangan : FK = 22899,97 ** = sangat nyata * = nyata

(7)

Ragam Nilai Organoleptik Tekstur.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 3,9 4 3,3 11,2 3,73

K1G2 3,7 3,7 3,9 11,3 3,77

K1G3 3,5 3,4 3,4 10,3 3,43

K2G1 3 3,3 3,5 9,8 3,27

K2G2 3 3,1 2,9 9 3,00

K2G3 2,8 2,8 2,4 8 2,67

K3G1 2,5 2,4 2,5 7,4 2,47

K3G2 2,3 2,6 2,1 7 2,33

K3G3 1,9 1,7 1,7 5,3 1,77

Total 26,6 27 25,7 79,3

Rataan 2,96 3,00 2,86 8,81 2,94

Data Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Tekstur

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 11,1296 1,3912 34,1477 ** 2,51016 3,70542 K 2 9,5563 4,77815 117,282 ** 3,55456 6,0129 G 2 1,40519 0,70259 17,2455 ** 3,55456 6,0129 K X G 4 0,16815 0,04204 1,03182 tn 2,92774 4,57904

Galat 18 0,73333 0,04074

Total 26

Keterangan : FK = 232,907 ** = sangat nyata * = nyata

(8)

62 Lampiran 8. Data Pengamatan Organoleptik Aroma dan Data Analisis Sidik Ragam

Nilai Organoleptik Aroma.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 4 3,9 3,4 11,3 3,77

K1G2 3,8 3,6 3,7 11,1 3,70

K1G3 3,4 3,4 3,4 10,2 3,40

K2G1 3,3 3,1 2,9 9,3 3,10

K2G2 2,7 2,7 2,7 8,1 2,70

K2G3 2,8 2,7 2,5 8 2,67

K3G1 2,7 2,5 2,5 7,7 2,57

K3G2 2,7 2,4 2,4 7,5 2,50

K3G3 2,6 2,6 2,3 7,5 2,50

Total 28 26,9 25,8 80,7

Rataan 3,11 2,99 2,87 8,97 2,99

Data Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Aroma

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 6,57407 0,82176 30,3938 ** 2,51016 3,70542 K 2 5,88963 2,94481 108,918 ** 3,55456 6,0129 G 2 0,46741 0,2337 8,64384 ** 3,55456 6,0129 K X G 4 0,21704 0,05426 2,00685 tn 2,92774 4,57904

Galat 18 0,48667 0,02704

Total 26 7,06074

Keterangan: FK = 240,0093 ** = sangat nyata * = nyata

(9)

Nilai Organoleptik Warna.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1G1 3,8 3,8 2,6 10,2 3,40

K1G2 3,4 3,6 3,6 10,6 3,53

K1G3 2,9 2,8 2,7 8,4 2,80

K2G1 3,5 3,7 3,7 10,9 3,63

K2G2 3,5 3,6 3,6 10,7 3,57

K2G3 3 2,9 2,9 8,8 2,93

K3G1 3 2,7 2,6 8,3 2,77

K3G2 2,7 2,6 2,7 8 2,67

K3G3 2,6 2 2 6,6 2,20

Total 28,4 27,7 26,4 82,5

Rataan 3,16 3,08 2,93 9,17 3,06

Data Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Warna

SK db JK KT F

Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 8 5,96667 0,74583 9,72826 ** 2,51016 3,70542 K 2 3,60667 1,80333 23,5217 ** 3,55456 6,0129 G 2 2,28222 1,14111 14,8841 ** 3,55456 6,0129 K X G 4 0,07778 0,01944 0,25362 tn 2,92774 4,57904

Galat 18 1,38 0,07667

(10)

64

Lampiran 10. Data Kadar Air Bahan Baku Sebelum Diolah Menjadi Terasi.

Bahan Berat Awal (g) Berat Akhir (g) Kadar Air (%) Basah Oven Basah Oven Awal Akhir

Udang Rebon 10 2,13 5 3,51 78,7 29,8

(11)
(12)

66

Lampiran 12. Uji Organoleptik Aroma Terasi

(13)
(14)

68 Lampiran 14. Gambar Proses Pengolahan Terasi

Ikan Kering. Udang Kering

Adonan Terasi Ikan Sebelum Fermentasi

Adonan Terasi Udang Sebelum Fermentasi

(15)

Adonan Terasi Campuran Udang dan Ikan Sebelum Fermentasi

Garam yang Digunakan

Adonan Terasi Saat Fermentasi

Proses Pencetakan Terasi dengan Alat Pencetak Terasi

(16)

70

Proses Penjemuran Terasi Terasi yang Telah Dipotong

(17)

dalam Asam

Alat Destruksi DigiPREP HT Alat DigiPREP Distillation System

(18)

72 Lampiran 16. Gambar Alat Pengujian Jumlah Bakteri E. coli

Tabung Reaksi Labu Erlemenyer

Cawan Petri Inkubator

(19)

Tampak Depan

Tampak Samping

(20)

53

DAFTAR PUSTAKA

Adwyah, R., 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta. Afrianto E. dan E. Liviawaty, 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius,

Yogyakarta.

Antara, N.S., 2009. Potensi Pangan Hasil Laut Terfermentasi. http://staff.unud.ac.id [Diakses pada : 25 Maret 2015].

BSN, 2009. Terasi Udang: Spesifikasi. http://sisni.bsn.go.id [Diakses pada : 15 Maret 2015].

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton, 2009. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiona. UI-Press, Jakarta.

Burhanuddin, 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Daywin, F. J., dkk., 2008. Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Esti, K.P., 2000. Terasi. http://warintek.ristek.go.id [Diakses pada: 9 Maret 2015]. Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Blackie academic and

Professional, Glasgow.

Grave, D.S, 2015. World Register of Marine Species. http://www.marinespecies.org [Diakses pada: 25 Maret 2015].

Hadiwiyoto, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta. Irawan, A., 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan, Cara Mengolah dan

Mengawetkan Ikan Secara Tradisional dan Modern. CV. Aneka, Solo. Jawetz, E., J.L. Melnick, E.A. Adelberg, G.F. Brooks, J.S. Butel, dan L.N.

Ornston, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. University of California, San Francisco.

Junianto, 2012. Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon Dalam Upaya

Mendapatkan Perlindungan Indikasi Geografis. http://download.portalgaruda.org/article [Diakses pada: 25 Maret 2015].

(21)

Nugraha, B., J. Nugroho, N. Bintoro, 2012. Pengaruh Laju Udara dan Suhu Selama Pengeringan Kelapa Parut Kering Secara Pneumatic. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Pilgrim, F.J. and D.R. Peryam, 1996. Sensory Testing Methods : A Manual. ASTM International, Pennsylvania, USA.

Purwaningsih, S., 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahayu, W.P., 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riadi, L., 2007. Teknologi Fermentasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Riwan, 2005. Sifat-Sifat Organoleptik Dalam Pengujian Terhadap Bahan Pangan. htttp://www.ubb.ac.id [Diakses pada : 15 Maret 2015].

Saono, S., F.G. Winarjo, and D. Karjadi, 1982. Traditional Food Fermentation as Industrial Resources in ASCA Countries. LIPI, Jakarta.

Soekarto, S.T., 2008. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan. IPB-Press, Bogor.

Sudarmadji, S., H. Bambang, dan Suhardi, 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Suprapti, M.L., 2002. Membuat Terasi. Kanisius, Yogyakarta.

Watts, B.M., G.L. Ylimaki, L.E. Jeffery, and L.G. Elias, 1989. Basic Sensory Methods for Food Evaluation. The International Research Centre, Ottawa. Winarno, F.G., 1993. Pangan : Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 2007. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(22)

20

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang rebon, ikan, garam, serta air.

Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pencetak terasi, alu, bungkusan plastik, ember, blender, tempat jemuran, alat tulis, kalkulator, timbangan, oven, kunci pass dan kunci ring.

Persiapan Bahan Baku Terasi

1. Disiapkan udang rebon dan ikan sampah (ikan yang terangkut dari penangkapan udang) yang masih segar.

2. Dipisahkan udang rebon dan ikan sampah dari kotoran-kotoran (misalnya kayu, kulit kerang, kerikil, dll.)

3. Dicuci kemudian dijemur dahulu udang rebon dan ikan selama 1-2 hari.

(23)

5. Dimasukkan bahan sebanyak 3 kg dengan persentase tertentu, air sebanyak 1500 mL, dan garam sesuai dengan perbandingan yang akan diuji ke dalam alu.

6. Ditumbuk sampai bahan tersebut tercampur merata.

7. Dimasukkan adonan terasi yang telah ditumbuk kedalam ember, kemudian ditunggu selama 2 minggu, agar proses fermentasi dapat berlangsung secara sempurna.

8. Adonan siap untuk dicetak.

Prosedur Penelitian

1. Dinyalakan alat pencetak terasi.

2. Dimasukaan adonan terasi sebanyak 3 kg dengan komposisi yang akan diuji ke dalam hopper.

3. Ditampung hasil cetakan terasi ke tempat jemuran. 4. Dijemur selama 1-2 hari agar terasi kering.

5. Dilakukan pengambilan sampel secara acak pada setiap perlakuan untuk dilakukan analisa parameter.

6. Dilakukan uji organoleptik pada terasi yang telah jadi. 7. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali ulangan.

Pengukuran Parameter Penelitian

1. Persentase Bahan Tertinggal dalam Alat

(24)

22

Bahan Tertinggal = Berat bahan tertinggal

Berat bahan awal

x 100% ... (1)

2. Penentuan Kadar Abu Tak Larut dalam Asam

a. Dimasukkan sampel ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya.

b. Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam. c. Didinginkan dalam desikator.

d. Ditimbang cawan porselen yang telah dingin. e. Dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu = W3-W2

W1

x 100% ... (2)

Keterangan :

W1 = Berat sampel

W2 = Berat cawan porselen W3 = Berat cawan porselen + abu 3. Penentuan Kadar Protein pada Terasi

a. Dimasukkan sampel ke dalam DigiTUBE b. Ditambahkan 15 mL H2SO4 98%

c. Ditambahkan 0,2 g selenium mixture

d. Didestruksi dengan DigiPREP HT selama 2 jam sampai bening e. Didestilasi hasil destruksi dengan DigiPREP Distillation System

f. Ditampung destilat dengan 25 mL H3BO3 3% dan 3 tetes indikator tashiro sampai diperoleh larutan warna hijau

(25)

h. Dilakukan titrasi blanko asam borat (H3BO3) dengan HCl 0,1 N sampai diperoleh larutan ungu

i. Dihitung kadar protein menggunakan rumus:

Kadar protein = �Vs-Vb�x N HCl x 14,008 x fp

m sampel x 100% ... (3)

4. Penentuan Jumlah Bakteri E.coli

Penentuan jumlah bakteri E.coli metode MPN (Most Probable Number) terdiri dari 3 tahap, yaitu:

a. Uji Pendugaan

− Disiapkan 9 tabung reaksi yang didalamnya telah dimasukkan tabung durham. 3 tabung reaksi berisi media LBDS (Lactose Broth Double Strand), 6 tabung reaksi berisi median LBSS (Lactose Broth Single Strand).

− Dimasukkan sebanyak 10 mL sampel uji ke dalam tabung yang telah berisi media LBDS.

− Dimasukkan sebanyak 1 mL sampel uji ke dalam 3 tabung yang berisi media LBSS dan 0,1 mL sampel uji ke dalam 3 tabung yang berisi media LBSS.

− Diinkubasi seluruh tabung selama 24 jam pada suhu 35°C.

− Diamati gelembung gas yang terbentuk pada tabung durham disetiap tabung reaksi.

(26)

24

b. Uji Penegasan

− Disiapkan tabung reaksi yang berisi media BGLBB (Brillian Green Lactose Bile Broth) yang didalamnya telah terdapat tabung durham. Jumlah tabung yang digunakan disesuaikan dengan jumlah tabung yang menunjukkan uji positif pada uji sebelumnya.

− Dicelupkan satu ose pada tabung yang menunjukkan uji positif, kemudian dicelupkan ose tersebut ke dalam tabung yang berisi media BGLBB.

− Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C.

− Diamati gelembung gas yang terbentuk pada tabung durham di setiap tabung reaksi.

c. Uji Lengkap

− Disiapkan petri yang telah berisi media EMB (Eosin Metylen Blue). − Dicelupkan satu ose ke dalam tabung reaksi yang menunjukkan uji

positif pada uji sebelumnya.

− Digoreskan ose tersebut pada media EMB. − Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. − Dilihat koloni bakteri yang terbentuk. 5. Penentuan Kadar Air pada Terasi

a. Ditimbang sampel terasi kemudian ditaruh di atas aluminium foil. b. Dimasukkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam.

c. Didinginkan kemudian ditimbang. d. Dihitung kadar air menggunakan rumus:

Kadar air = Berat bahan basah –Berat bahan kering

(27)

6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik meliputi:

- Tekstur, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indera penglihatan secara langsung dengan mata oleh seorang penguji dengan pembobotan sebagai berikut.

Tabel 4 : Pembobotan Karakteristik Tekstur

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Bagus

4 Bagus

3 Cukup Bagus

2 Kurang Bagus

1 Tidak Bagus

- Aroma, meripakan pengujian yang dilakukan dengan indera penciuman langsung melalui hidung oleh seorang penguji dengan pembobotan sebagai berikut.

Tabel 5 : Pembobotan Karakteristik Aroma

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Khas

4 Khas

3 Cukup Khas

2 Kurang Khas

1 Tidak Khas

- Warna, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indera penglihatan secara langsung dengan mata oleh seorang penguji dengan pembobotan sebagai berikut.

Tabel 6 : Pembobotan Karakteristik Warna

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Menarik

4 Menarik

3 Cukup Menarik

2 Kurang Menarik

(28)

26

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu kombinasi bahan baku dan persentase garam pada adonan terasi dengan tiga ulangan pada tiap perlakuan. Faktor kombinasi bahan baku pada adonan :

K1 = Udang rebon : Ikan

100% : 0%

K2 = Udang rebon : Ikan

50% : 50%

K3 = Udang rebon : Ikan

0% : 100%

Faktor persentase garam pada adonan : G1 = 10%

G2 = 15% G3 = 20%

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan dilanjutkan dengan uji duncan (DMRT).

Adapun model rancangan yang digunakan yaitu:

Y ijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk ... (5)

Y ijk = hasil pengamatan dari kombinasi perlakuan faktor kombinasi bahan

baku terasi ke-i dan persentase kadar garam ke-j µ = nilai tengah umum

(29)

βj = pengaruh perlakuan persentase kadar garam ke-j

(αβ)ij = pengaruh perlakuan interaksi perlakuan ke-i dan ke-j

(30)

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil pengaruh kombinasi bahan baku terasi terhadap parameter pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi Perlakuan

Bahan

Tertinggal Abu Protein KA E.coli Organoleptik (%) (%) (%) (%) (APM/g) Tekstur Aroma Warna K1 37,37 16,056 29,174 33,09 - 3,64 3,62 3,24 K2 30,26 18,667 28,56 29,956 - 2,98 2,8 3,38 K3 28,48 19,833 28,6 24,323 - 2,19 2,52 2,54

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kombinasi bahan baku terasi berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil pengaruh kadar garam terasi terhadap parameter pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Pengaruh Kadar Garam Perlakuan

Bahan

Tertinggal Abu Protein KA E.coli Organoleptik (%) (%) (%) (%) (APM/g) Tekstur Aroma Warna G1 30,85 15,556 28,181 28,094 - 3,16 3,14 3,27 G2 32,67 17,889 30 29,861 - 3,03 2,98 3,26 G3 32,59 21,111 28,152 29,413 - 2,62 2,82 2,64

(31)

organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli.

Persentase Bahan Tertinggal

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal di alat sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 9:

Tabel 9. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Persentase Bahan Tertinggal.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 28,48 a A

2 1,127 1,544 K2 30,26 b B

3 1,184 1,613 K1 37,37 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan K3 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K1. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan perlakuan K1. Persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 37,37% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 28,48%.

(32)

30

Gambar 1. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%).

Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka bahan yang tertinggal dalam alat semakin besar. Hal ini dikarenakan tekstur adonan terasi yang berbahan baku udang rebon lebih lengket sehingga banyak bahan yang menempel di tabung silinder dan screw press alat pencetak terasi.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal di alat sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 10:

Tabel 10. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 30,85 a A

2 1,127 1,544 G3 32,59 b B

3 1,184 1,613 G2 32,67 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(33)

Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan G1 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3. Perlakuan G2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan G3. Persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada perlakuan G3 yaitu sebesar 32,67% dan terendah pada perlakuan G1 yaitu sebesar 30,85%.

Hubungan antara kadar garam terhadap persentase bahan tertinggal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%). Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar garam yang memiliki persentase bahan tertinggal yang tertinggi terdapat pada kadar garam 15% . Kadar garam tidak akan memberikan pengaruh yang nyata ketika kadarnya lebih dari 15%. Hal ini akan mempengaruhi tekstur adonan dimana semakin tinggi kadar garam, adonan terasi akan menjadi lebih lengket. Hal ini tentu berpengaruh terhadap persentase bahan yang tertinggal.

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik ragam persentase bahan tertinggal (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan

(34)

32

kadar garam memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat.

Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh interaksi kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap persentase bahan tertinggal dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%).

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3G1 28 a A

2 1,127 1,545 K3G3 28,55 a A

3 1,183 1,611 K2G1 28,67 a A

4 1,218 1,655 K3G2 28,89 a A

5 1,242 1,687 K2G2 30,56 b B

6 1,26 1,711 K2G3 31,56 b B

7 1,274 1,73 K1G1 35,89 c C

8 1,284 1,746 K1G3 37,67 d D

9 1,292 1,759 K1G2 38,56 d D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada perlakuan K1G2 yaitu 38,56% dan terendah pada perlakuan K3G1 yaitu 28%. Dari pernyataan di atas diperoleh hasil terbaik pada kombinasi bahan baku dan kadar garam yang berbeda yang disebabkan oleh tekstur adonan terasi tiap perlakuan berbeda-beda yang bergantung pada karakteristik bahan, kadar garam, dan perlakuan .

(35)

Gambar 3. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal Dalam Alat.

Gambar 3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara interaksi kombinasi bahan baku terasi dan kadar garam. Hal ini disebabkan karena tekstur adonan terasi udang yang lengket sehingga bahan banyak tertinggal dalam tabung silinder dan screw press alat dan tekstur adonan dengan kadar garam yang rendah menyebabkan bahan tidak terlalu lengket sehingga bahan tertinggal dalam alat lebih sedikit. Namun dengan kadar garam di atas 15%, tekstur adonan terasi tidak berbeda nyata dengan adonan terasi dengan kadar garam 15%. Nilai R2 pada grafik menunjukkan hubungan keeratan (korelasi) antar perlakuan dimana nilai 1 menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap persentase bahan tertinggal.

Kadar Abu Tak Larut dalam Asam

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu tak larut

(36)

34

dalam asam sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 12:

Tabel 12. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 16,056 a A

2 2,114 2,896 K2 18,667 b B

3 2,218 3,021 K3 19,833 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan perlakuan K3. Kadar abu tak larut dalam asam tertinggi terdapat pada perlakuan K3 yaitu sebesar 19,833% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 16,056%.

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap kadar abu tak larut dalam asam dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Kadar Abu Tak Larut Asam (%).

(37)

Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka kadar abu tak larut dalam asam semakin kecil. Hal ini dikarenakan bahan baku ikan diolah langsung sehingga isi perut yang mengandung banyak zat pengotor ikut terproses dalam pembuatan terasi sehingga kadar abu tak larut dalam asam pada adonan terasi berbahan baku ikan lebih tinggi dibandingkan adonan terasi berbahan baku udang rebon. hal ini sesuai dengan pernyataan Irawan (1995) yang menyatakan bahwa sekitar 30% dari seluruh organ tubuh ikan berupa kepala, ekor, sirip, dan isi perut ikan yang umumnya dibuang.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu tak larut dalam asama sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 13:

Tabel 13. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 15,556 a A

2 2,114 2,896 G2 17,889 b B

3 2,218 3,021 G3 21,111 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(38)

36

Hubungan antara kadar garam terhadap kadar abu tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Dalam Asam (%).

Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar garam yang memiliki kadar abu tak larut dalam asam yang tertinggi pada kadar garam 20% dan kadar abu tak larut dalam asam terendah pada kadar garam 10%. Hal ini disebabkan oleh garam tidak menguap pada saat pemanasan dengan suhu tinggi sehingga garam hanya menjadi abu sehingga semakin tinggi kadar garam pada terasi maka kadar abu tak larut dalam asam akan semakin tinggi.

Pengaruh Interaksi

(39)

Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) yang menunjukkan pengaruh interaksi kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap kadar abu tak larut dalam asam dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam (%).

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1G1 13 a A

2 2,114 2,896 K2G1 16,333 b B

3 2,218 3,021 K1G2 16,5 bc B

4 2,284 3,103 K3G1 17,333 bcd B

5 2,33 3.162 K3G2 18 bcd BC

6 2,362 3,208 K1G3 18,667 cde BC

7 2,388 3,244 K2G2 19,167 de BC

8 2,407 3,2773 K2G3 20,5 e C

9 2,422 3,298 K3G3 24,167 f D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai kadar abu tak larut dalam asam tertinggi terdapat pada perlakuan K3G3 yaitu 24,167% dan terendah pada perlakuan K1G1 yaitu 13%. Dari pernyataan di atas diperoleh hasil pada kombinasi bahan baku dan kadar garam yang berbeda yang disebabkan oleh kadar kotoran dalam bahan baku, jumlah mineral yang terkandung dalam bahan baku, dan kadar garam itu sendiri.

(40)

38

Gambar 6. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Dalam Asam.

Gambar 6 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara interaksi kombinasi bahan baku terasi dan kadar garam. Adapun dalam hasil pengujian kadar abu tak larut dalam asam pada terasi tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena kadar abu tak larut dalam asam dipengaruhi oleh jumlah zat pengotor selama proses pembuatan terasi, jumlah mineral bahan baku itu sendiri karena bahan baku merupakan hasil laut, dan kadar garam bahan itu sendiri. Nilai R2 pada grafik menunjukkan hubungan keeratan (korelasi) antar perlakuan dimana nilai 1 menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap kadar abu tak larut dalam asam.

Kadar Protein

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

(41)

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar protein bahan sehingga uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) tidak perlu dilakukan.

Jumlah Bakteri E.coli

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa tidak terdapat bakteri E.coli dalam sampel terasi yang diujikan sehingga uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) tidak perlu dilakukan.

Jumlah bakteri E.coli yang negatif menandakan bahwa terasi yang dihasilkan bebas dari bakteri E.coli dan sesuai dengan SNI 01-2716.1-2009.

Kadar Air

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 15:

Tabel 15. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Air.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 24,323 a A

2 1,524 2,088 K2 29,956 b B

3 1,599 2,178 K1 33,09 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(42)

40

perlakuan K3. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 33,09% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 24,323%.

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Kadar Air (%).

Gambar 7 menunjukkan bahwa terasi berbahan baku udang rebon lebih basah dibandingkan dengan terasi berbahan baku ikan. Hal ini dikarenakan dalam proses penjemuran terasi berbahan baku udang rebon lebih sulit kering dibandingakn dengan terasi berbahan baku ikan. Dalam Lampiran 10 diketahui bahwa kadar air udang rebon kering lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air ikan sehingga mempengaruhi kadar air terasi yang dihasilkan.

Pengaruh Kadar Garam

(43)

Tabel 16. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Air.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 28,094 a A

2 1,524 2,088 G3 29,413 b B

3 1,599 2,178 G2 29,861 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan G1 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3. Perlakuan G2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan G3. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan G2 yaitu sebesar 29,861% dan terendah pada perlakuan G1 yaitu sebesar 28,094%.

Hubungan antara kadar garam terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Air Terasi (%).

Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar garam yang rendah menyebabkan kadar air terasi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan literatur Winarno (2007) yang menyatakan bahwa garam merupakan salah satu bahan pengikat air sehingga

(44)

42

menyebabkan bahan dengan konsentrasi garam yang tinggi memiliki kadar air yang tinggi.

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik kadar air (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan kadar garam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar air terasi sehingga uji lanjutan duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Organoleptik

Organoleptik Tekstur

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur terasi sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 17:

Tabel 17. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 2,19 a A

2 0,346 0,474 K2 2,98 b B

3 0,363 0,495 K1 3,64 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(45)

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap nilai organoleptik tekstur dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur.

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka tekstur terasi semakin baik. Hal ini dikarenakan dalam pengolahan terasi ikan sisik dan duri ikan tidak hancur dengan sempurna ketika digiling sehingga tekstur terasi ikan lebih kasar dibandingkan dengan udang rebon yang lebih mudah untuk digiling. Selain itu, pengerjaan terasi ikan lebih sulit dibandingkan dengan proses pengerjaan terasi berbahan baku udang rebon.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik tekstur sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 18:

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

K1 K2 K3

Te

k

st

u

r

(46)

44

Tabel 18. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G3 2,62 a A

2 0,346 0,474 G2 3,03 b B

3 0,363 0,495 G1 3,16 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 18 menunjukkan bahwa perlakuan G3 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G1. Perlakuan G2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1. Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan G1 yaitu sebesar 3,16 dan terendah pada perlakuan G3 yaitu sebesar 2,62.

Hubungan antara kadar garam terhadap nilai organoleptik tekstur dapat dilihat pada Gambar 10.

(47)

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik ragam nilai organoleptik tekstur (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan kadar garam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai organoleptik tekstur sehingga uji lanjutan duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Organoleptik Aroma

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma terasi sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 19:

Tabel 19. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Aroma.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 2,52 a A

2 0,282 0,386 K2 2,8 b B

3 0,296 0,403 K1 3,62 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 19 menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan perlakuan K3. Nilai organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 3,62 dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 2,52.

(48)

46

Gambar 11. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Aroma.

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka aroma terasi semakin baik. Hal ini disebabkan karena aroma sampel terasi berbahan baku udang rebon tidak terlalu tajam sehingga lebih disukai oleh panelis. Selain itu, menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), terasi udang rebon termasuk terasi kelas I, terasi berbahan baku campuran udang rebon dan ikan laut termasuk terasi kelas II dan terasi berbahan baku ikan termasuk terasi kelas III.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik aroma sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 20:

3,62

2,8

2,52

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

K1 K2 K3

A

ro

ma

(49)

Tabel 20. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Aroma.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G3 2,82 a A

2 0,282 0,386 G2 2,98 b AB

3 0,296 0,403 G1 3,14 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 20 menunjukkan bahwa perlakuan G3 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G1. Perlakuan G2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1. Nilai organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan G1 yaitu sebesar 3,14 dan terendah pada perlakuan G3 yaitu sebesar 2,82.

Hubungan antara kadar garam terhadap nilai organoleptik aroma dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Aroma.

Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa kadar garam terasi berbanding lurus dengan nilai organoleptik aroma. Hal ini disebabkan karena sampel terasi dengan kadar garam 10% memiliki bau yang lebih khas daripada sampel terasi dengan kadar garam 15% maupun 20% sehingga lebih disukai oleh panelis.

(50)

48

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik ragam nilai organoleptik aroma (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan kadar garam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai organoleptik aroma sehingga uji lanjutan duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Organoleptik Warna

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna terasi sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 21:

Tabel 21.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Warna.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 2,54 a A

2 0,475 0,651 K1 3,24 b B

3 0,498 0,679 K2 3,38 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 21 menunjukkan bahwa perlakuan K3 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K1. Perlakuan K2 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan K2 yaitu sebesar 3,38 dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 2,54.

(51)

Gambar 13. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Warna.

Gambar 13 menunjukkan bahwa terasi yang berbahan baku udang rebon dan campuran udang rebon dan ikan lebih disukai oleh panelis daripada terasi yang berbahan baku ikan. Hal ini dikarenakan terasi yang berbahan baku ikan memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan terasi berbahan baku udang rebon maupun terasi berbahan baku campuran udang rebon dan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprapti (2002) yang menyatakan bahwa terasi udang umumnya memilki warna cokelat kemerahan sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kadar garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik warna sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 22.

3,24 3,38

2,54

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

K1 K2 K3

Wa

rna

(52)

50

Tabel 22.Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Warna.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G3 2,64 a A

2 0,475 0,651 G2 3,26 b B

3 0,498 0,679 G1 3,27 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 22 menunjukkan bahwa perlakuan G3 memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G1. Perlakuan G2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan G1. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan G1 yaitu sebesar 3,27 dan terendah pada perlakuan G3 yaitu sebesar 2,64.

Hubungan antara kadar garam terhadap nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Warna. Dari Gambar 14 menunjukkan bahwa warna terasi dengan kadar garam 20% kurang disukai oleh panelis dibandingkan dengan terasi dengan kadar garam 10% dan 15%. Hal ini dikarenakan terasi yang memiliki kadar garam tinggi menjadi lebih pucat pada saat penjemuran sehingga kurang disukai oleh panelis.

(53)

Pengaruh Interaksi

(54)

52

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kombinasi bahan baku terasi berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli.

2. Kadar garam berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli. 3. Kadar abu tak larut dalam asam dan kadar protein terasi pada tiap perlakuan

belum memenuhi standar dalam SNI 01-2716.1-2009, sedangkan kadar air dan jumlah bakteri E.coli sudah memenuhi standar dalam SNI 01-2716.1-2009.

4. Terasi dengan persentase bahan tertinggal dalam alat paling sedikit adalah terasi dengan bahan baku ikan dan kadar garam 10%.

5. Mutu hasil terasi yang terbaik adalah terasi dengan bahan baku udang rebon dan kadar garam 10%.

Saran

1. Perlu digunakan alat penggiling mekanis agar bahan baku terasi tergiling dengan halus.

(55)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Terasi

Udang diklasifikasikan ke dalam filum Arthopoda, kelas Crustacea, dan bangsa Decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnya yaitu udang laut dan udang darat (Purwaningsih, 2000).

Dari sekian banyak jenis udang yang terdapat di perairan Indonesia, jenis udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting antara lain Penaeus monodon (udang windu), Penaeus merguiensis (udang putih), dan Metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain Macrobranchium rosenbergii (udang galah), Panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).

Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran, sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000).

Fermentasi

(56)

5

makanan, dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857 ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik (Riadi, 2007).

Menurut Saono, et al. (1982), setiap negara di Asia Tenggara memiliki jenis fermentasi pasta ikan yang berbeda-beda, namun secara umum hampir sama dengan produk terasi di Indonesia. Adapun nama-nama produk fermentasi pasta ikan di beberapa negara Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1: Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara.

Produk Negara

Bagoong Filipina

Belachan Malaysia

Kapi Thailand

Mam-Tom Vietnam

Ngapi Myanmar

Padec Laos

Prahoc Kamboja

Terasi Indonesia

(Saono, et al., 1982).

Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia yang menyebabkan terasi berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap dan menimbulkan cita rasa (flavouring agent) (Kemenristek, 2002).

(57)

mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan volatile terasi. Hal inilah yang menjadikan terasi memiliki bau yang khas selama proses fermentasi.

Produk ikan dapat diawetkan dengan pengolahan secara fermentasi. Bermacam-macam petis ikan dibuat di negara-negara Asia. Pada dasarnya, ikan kecil-kecil atau udang dibersihkan, dicuci, dicampur dengan garam (1 kg garam untuk 10 kg ikan) dan dikemas rapat-rapat dalam wadah. Selama penyimpanan jaringan daging ikan dihidrolisa oleh enzim yang ada pada bahan pangan dan yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme-mikroorganisme yang telah berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya dan perlu dipelajari lebih lanjut. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti Leuconostoc mesenteroids, Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi (Buckle, dkk., 2009).

(58)

7

lama. Mikroorganisme halofilik mengambil peran dominan dalam pembentukan flavor produk akhir (Antara, 2009).

Bahan Baku Pembuatan Terasi Udang Rebon Udang Rebon

Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan hidup di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015), udang rebon pertama kali ditemukan oleh H. Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan dalam genus Acetes. Sampai sekarang, udang rebon terdapat 14 jenis spesies, dimana spesies Acetes indicus merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia.

Terasi yang merupakan produk fermentasi spontan dengan bahan dasar udang atau udang rebon secara umum memiliki komposisi 30-50% air, 20-45% protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang kecil (Suprapti, 2002). Berikut merupakan kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 g pada Tabel 2. Tabel 2 : Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram.

Zat Gizi Komposisi

(59)

Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Burhanuddin, 2001).

Banyak yang menduga bahwa garam pada mulanya ditambahkan ke dalam beberapa makanan untuk meningkatkan cita rasa. Lama kemudian diketahui bahwa penambahan garam dalam beberapa kasus juga bertujuan untuk mengubah produk asli menjadi produk yang berbeda dan lebih atraktif. Studi terbaru menunjukkan, penambahan garam akan berefek langsung pada mikroorganisme pembusukan (Saono, et al., 1982).

Ikan

Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh organ tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala, ekor, sirip dan isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus tidak seperti kebanyakan hewan mamalia darat (Irawan, 1995).

(60)

9

mengeluarkan bau busuk dan makin cepat membusuk bila tidak segera mendapat penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan (Irawan, 1995).

Trash fish dianggap sebagai bahan sisa tangkapan (hasil ikutan dalam penangkapan ikan atau udang), sehingga nilai ekonomisnya rendah. Namun bila kemudian dapat diolah menjadi produk yang dapat dinaikkan nilai ekonominya dengan diolah menjadi produk terasi. Peluang pasarnya cerah karena terasi tidak hanya digunakan di Indonesia namun juga di negara-negara lain di kawasan Asia (Suprapti, 2002).

Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya sebagai berikut:

1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh asam - asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino dalam tubuh manusia.

2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon).

3. Daging ikan mengandung asam – asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

4. Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Disamping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

(61)

menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.

2. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.

(Adwyah, 2008).

Proses Pengolahan Terasi

Cara pembuatan terasi secara umum sebagai berikut :

1. Pertama-tama, udang rebon dicuci dengan air bersih agar semua kotoran terbuang. Selanjutnya udang rebon dimasukkan kedalam karung selama semalam agar bahan baku tersebut menjadi setengah busuk.

2. Keesokan harinya udang rebon tersebut dicuci kembali dan langsung dijemur dibawah sinar matahari sampai setengah kering (kurang lebih selama 1-2 hari). Selama penjemuran, udang rebon harus sering dibalik-balik agar keringnya merata dan kotoran yang mungkin masih melekat dapat dibersihkan.

3. Setelah agak kering, daging udang rebon ditumbuk sampai halus dan dibiarkan lagi selama semalam agar protein yang terkandung didalamnya benar-benar terurai.

4. Selanjutnya kedalam daging udang rebon ditambahkan garam secukupnya untuk membunuh bakteri pembusuk. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal 30% dari berat total udang rebon, agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin.

(62)

11

malam agar bakteri pembusuk benar-benar mati. Setelah sat malam, gumpalan bahan terasi tersebut dihancurkan kembali dan dijemur dibawah sinar matahari selama 3-4 hari.

6. Terasi yang telah kering kemudian ditumbuk kembali sampai benar-benar halus dan dibungkus kembali dengan tikar atau daun pisang kering. Selanjutnya terasi tersebut dibiarkan kembali selama 1-4 minggu, agar proses fermentasi dapat berlangsung secara sempurna. Proses fermentasi dapat dianggap selesai apabila telah tercium aroma terasi yang khas.

7. Daya tahan terasi diolah dengan cara seperti diatas dapat mencapai 12 bulan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Mutu Hasil Terasi

Perkembangan teknologi pengolahan pangan telah memungkinkan produksi makanan terbungkus (kemasan) dalam jumlah yang besar dengan daya tahan yang relatif lama. Berkembangnya pembuatan makanan terolah dalam kemasan siap pakai secara besar-besaran telah menimbulkan berbagai masalah. Terjadinya kesalahan dalam proses pengolahan suatu produk terbungkus secara besar-besaran dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pada masyarakat luas (Winarno, 1993).

(63)

Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan terasi ikan (Suprapti, 2002).

Kadang-kadang pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan dengan sengaja menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan terasi. Tindakan demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi menjadi rendah, kadang-kadang zat pewarna yang digunakan mengandung logam Cu atau Mg yang berbahaya bagi kesehatan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Persyaratan mutu terasi berdasarkan SNI 01-2716.1-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 : Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009

Jenis Uji Satuan Persyaratan

I. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

II. Cemaran Mikroba *

- Escherichia coli APM/g Minimal < 3

- Salmonella Per 25 g Negatif

- Staphylococcus aureus Koloni / g 1 x 103

- Vibrio cholerae Per 25 g Negatif

III. Kimia

- Kadar Air % Fraksi Massa 30-50

- Kadar Abu Tak Larut dalam Asam % Fraksi Massa Maksimal 1,5

- Kadar Garam % Fraksi Massa Maksimal 10

- Kadar Protein % Fraksi Massa Maksimal 15 - Kadar Karbohidrat % Fraksi Massa Maksimal 2 (BSN, 2009).

Teknik Pengolahan Terasi

(64)

13

sangat berkaitan dengan mutu terasi yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.

Komposisi bahan baku terasi merupakan hal utama dalam pembuatan terasi, terutama jika terasi dicetak menggunakan alat/mesin. Adapun komposisi bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai untuk alat pencetak terasi.

Alat Pencetak Terasi di Pasaran

Pada umumnya, alat pencetak terasi yang ada di pasaran sekarang merupakan alat jenis extruder. Menurut Frame (1994), extruder juga sering

digunakan pada pengolahan bahan makanan karena extruder mampu menghasilkan

energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan. Extruder

mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang dengan bentuk tertentu (die).

Prinsip Kerja Alat Pencetak Terasi

(65)

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat

Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat keluar dari mesin pengolahan membutuhkan tenaga operator untuk mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugraha, dkk., 2012).

Kadar Abu Tak Larut

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dangaram anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 2003).

(66)

15

bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 % (Yunizal, dkk.,1998).

Kadar Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O, dan N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2007).

Prinsip analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: bahan organik di didihkan dengan asam sulfat pekat sehingga unsur-unsur dapat terurai. Atom karbon menjadi CO2 dan nitrogen menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian dibuat alkalis dengan menambahkan NaOH berlebihan sehingga ion amonium bebas menjadi amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara distilasi kemudian dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang terbentuk dititrasi dengan HCl (Sudarmadji, dkk., 2003).

Kadar Bakteri E. coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang

(67)

dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz, et al., 1995).

Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu : 1. Infeksi saluran kemih

E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.

2. Diare

E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda

(Jawetz, et al., 1995).

Kadar Air

(68)

17

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2007)

Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol. Konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan Aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Winarno, 2007).

Organoleptik

Secara umum, jumlah responden bergantung pada keanekaragaman produk, penilaian reproduktivitas, dan juga terdapat perbedaan dasar pada parameternya. Sekadar informasi, uji deskriptif biasanya memiliki empat responden atau lebih dan sering berjumlah antara delapan sampai sepuluh responden atau lebih. Uji diskriminatif sangat jarang menggunakan kurang dari 20 sampai 25 responden (biasanya berjumlah diatas 40 responden) terkecuali jika

produk yang diuji hanya memiliki perbedaan yang sedikit (Pilgrim and Peryam, 1996).

(69)

Menurut Riwan (2005), indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk dalam uji organoleptik adalah :

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

(70)

19

(71)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang memiliki hasil perikanan yang sangat besar. Hasil perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan, kerang, dan udang. Umumnya sebagian besar hasil perikanan di Indonesia di ekspor dan sebagian lagi untuk kebutuhan dalam negeri. Karena sifat hasil perikanan yang tergolong mudah rusak (perishable), maka pengolahan hasil perikanan sangat dibutuhkan. Salah satu pengolahan hasil perikanan yang sering dijumpai di Indonesia adalah pembuatan terasi.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi (Afrianto dan Liviawaty, 1991). Pembuatan terasi banyak dilakukan oleh penduduk di daerah pesisir secara tradisional. Dewasa ini, pembuatan terasi juga telah diproduksi dalam skala besar oleh pabrik-pabrik secara modern.

(72)

2

Bahan utama dalam pembuatan terasi adalah udang rebon sebagai bahan baku dan garam untuk proses fermentasi terasi itu sendiri. Adapun bahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah tepung beras, tepung tapioka, penyedap rasa, dan bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut dicampur membentuk adonan dengan komposisi tertentu untuk memperoleh kualitas terasi yang diinginkan, baik untuk diperoleh terasi dengan kualitas tinggi maupun hanya untuk menambah volume produk dengan memperbesar jumlah tepung yang dimasukkan dalam adonan.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991), permintaan luar negeri terutama negara Arab Saudi dan Belanda akan terasi cukup besar, namun sebagian belum terpenuhi, sehingga peluang ekspor terasi Indonesia sangat baik. Dengan demikian, para produsen terasi di Indonesia dapat meningkatkan hasil produksi mereka dengan harapan produk terasi di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan ekspor sehingga menambah keuntungan produsen sekaligus menambah devisa negara.

Industri terasi biasanya merupakan industri rumah tangga yang pengolahannya masih dilakukan secara manual dan tradisional dengan tumbukan dan lumatan sebagai proses utama. Kapasitas dan mutu produksi pengolahan secara tradisional masih dalam tingkat yang rendah. Kapasitas dan mutu produksi terasi dapat ditingkatkan antara lain dengan pengembangan alat yang bekerja secara mekanis dengan efisiensi yang tingi dan biaya yang rendah (Sutrisno, 1983).

(73)

bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai untuk alat pencetak terasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji komposisi bahan baku terasi dengan menggunakan alat pencetak terasi dan kualitas terasi yang dihasilkan.

Hipotesis Penelitian

1. Diduga adanya pengaruh komposisi udang rebon dan ikan serta garam terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat pencetak terasi.

2. Diduga adanya pengaruh komposisi udang rebon dan ikan serta garam terhadap kualitas terasi yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

Gambar

Tabel 4 : Pembobotan Karakteristik Tekstur
Tabel 7. Data Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi  Perlakuan
Tabel 9. Uji DMRT  Kombinasi  Bahan Baku Terasi Terhadap Persentase Bahan  Tertinggal
Gambar  1  menunjukkan bahwa  semakin besar persentase udang maka  bahan yang tertinggal dalam alat semakin besar
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Acara : Klarifikasi, Verifikasi Dokumen Penaw aran ( dengan membaw a serta berkas dokumen penaw aran asli). Demikian disampikan kepada Saudara, atas perhatiannya diucapkan

Penulisan Tesis merupakan tugas akhir Mata kuliah ini membahas mengenai penyusunan proposal tesis untuk menjelaskan apa yang dilakukan, bagaimana hal itu hendak

Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda

Citra digital merupakan salah satu media digital yang memiliki resiko untuk dimanipulasi. Informasi yang disampaikan dapat disalahgunakan oleh pihak lain, demi

Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Syari’ah

Kesadaran penuh akan berharganya tubuh yang dimiliki oleh perempuan haruslah diterapkan dalam sebuah media hal tersebut dapat mengubah stigma

From the quotation above shows that the people did not wanted to listen to her because Mulan was a woman and most of all Mulan had known as lier because she did the