BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Ada tiga komoditi strategis yang belakangan ini jadi bahan perbincangan dunia: pangan, minyak dan senjata. Minyak kadang – kadang juga bisa jadi bahan isyu bersama, terutama bila mengenai bahan bakar yang dikonsumsi di dalam negeri (Mahasin, 1981). Salah satu isu bersama yang sering diperbincangkan di dalam negeri adalah mengenai krisis energi.
Ketersediaan sumber bahan bakar fosil semakin menipis. Dalam waktu beberapa tahun ke depan, Indonesia diprediksi terancam krisis energi. Pemakaian bahan bakar fosil penghasil energi di negeri ini bisa dikatakan boros dibandingkan negara lain di kawasan Asia – Pasifik. Oleh sebab itu kita harus beralih ke sumber energi lain yang dapat diperbaharui (Ginting, 2010).
Semakin menipisnya sumber bahan bakar seperti minyak bumi akan menyebabkan terjadinya kelangkaan. Tak heran jika kita banyak melihat antrian panjang pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat. Menurut BPS Sumut (2015), Provinsi Sumatera Utara memiliki penduduk miskin berjumlah sekitar 1.463.670 orang (10,53% dari total jumlah penduduk). Kebanyakan penduduk ekonomi lemah bertempat tinggal di daerah
kabupaten dan berprofesi sebagai petani. Selain bertani mereka juga memelihara ternak,
umumnya unggas dan sapi/lembu di mana ternak tersebut tidak memerlukan modal besar dalam pemeliharaannya dan dijadikan sebagai aset keluarga untuk masyarakat tersebut.
minyak bumi, batubara, gas alam yang merupakan bahan bakar fosil serta sumber energi tradisional seperti kayu bakar. Sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbaharui (non
renewable) sehingga pemakaiannya harus dihemat. Demikian halnya dengan kayu bakar, luas
hutan di Indonesia semakin menipis sehingga penggunaan kayu sebagai bahan bakar harus dikurangi.
Limbah kotoran ternak sapi adalah limbah organik yang berpotensi dijadikan bahan baku pembuatan gas bio dengan menggunakan alat digester biogas yang merupakan energi baru terbarukan, melihat besarnya jumlah populasi ternak sapi di Sumatera Utara. Sapi tersebut setiap harinya menghasilkan feses yang pemanfaatannya sangat minimal yaitu sekitar lima persen sebagai pupuk (Ginting, 2010). Sementara feses lainnya hanya dibiarkan berserakan di lingkungan. Menurut Wibowo (1985), penggunaan biomassa sebagai sumber energi memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Tidak akan habis karena dapat diperbaharui, tidak seperti halnya bahan bakar fosil.
2. Tersedia dalam jumlah besar yang dapat dipakai sebagai bahan dasar untuk produksi.
3. Kombinasi antara penanganan limbah dan produksi energi pada biomassa. 4. Mendukung mengurangi ketergantungan energi dari negara lain
5. Tidak memerlukan terobosan teknologi tinggi untuk mengembangkannya.
Namun selama ini pemanfaatan biogás masih relatif sedikit di daerah Sumatera Utara. Salah satu kendala adalah ketersediaan pengadaan unit – unit gas bio di rumah – rumah warga oleh pemerintah masih minim. Daerah yang akan menjadi objek penelitiaan adalah di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat di kedua kabupaten ini ada yang telah mengolah biogás dari limbah ternak sapi.
Biogas memilki potensi energi yang cukup besar untuk kehidupan khususnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, jika kita tahu bagaimana mengelolanya. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis pengolahan hasil pertanian dapat memberikan multiple effect dan dapat menjadi penggerak dinamika pembangunan pedesaan. Selain itu, dapat juga dipergunakan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara pemberian
green labelling pada produk-produk olahan yang diproses dengan menggunakan green energy.
(Widodo, 2007).
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi adalah salah satu jawaban bagi kemelut isu global tentang krisis energi. Hal ini dikarenakan harga minyak yang mahal serta kadangkala jumlahnya terbatas. Saat ini masyarakat membayar rata – rata Rp.10.000/liter minyak tanah, Rp.6.950/liter bensin. Oleh karena itu masyarakat memanfaatkan gas bio sebagai sumber energi alternatif untuk menghemat biaya sebagai pengganti bahan bakar yaitu minyak tanah ataupun bensin, kayu bakar dan LPG.
pertaniannya. Dengan begitu dapat mengurangi/mitigasi gas rumah kaca dengan mengurangi volume limbah organik di sumbernya (Ginting, 2010).
Untuk memberi gambaran tentang kegunaan biogas berikut adalah beberapa ekivalensi gas bio terhadap jenis bahan bakar komersial yang sudah ada.
Tabel 1.1 Aplikasi dari pemakaian Biogas
Reaksi pembakaran methan (CH4) : CH4 + 2O2 → CO2 ↑ + H2O + Energi Pada pembakaran yang sempurna, maka 1 m3 methane melepas 4700 – 6000 kkal panas
1m3 CH4
Kesetaraan 0,48 kg gas LPG 0,52 liter minyak solar 0,8 liter bensin
0,62 liter minyak tanah 0,6 liter minyak mentah 1,4 kg batubara
4,7 kWh listrik 3,5 kg kayu bakar Sumber : (Ginting, 2010)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti merumuskan masalah yaitu: “Bagaimana pengaruh konversi limbah ternak sapi ke biogas terhadap pendapatan masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh konversi limbah ternak sapi ke biogas terhadap pendapatan masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang.
1.4 Manfaat Penelitiaan
1. Memberikan manfaat bagi petani, peternak dan pemerintah dalam mengatasi masalah ketersedian energi.
2. Sebagai sumber informasi baik akademisi maupun peneliti untuk bahan dalam penelitian selanjutnya.