10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pondasi Tiang Tekan Hidrolis
Pemilihan jenis pondasi bangunan umumnya didasarkan pada beberapa faktor,
antara lain: besarnya beban dan berat bangunan di atasnya, fungsi bangunan di atas
pondasi (upper structure), keadaan tanah Keterangan bangunan dibangun, dan anggaran biaya yang tersedia untuk pekerjaan pondasi bangunan. Pondasi Tiang
Tekan Hidrolis termasuk jenis pondasi dalam yang dapat dibuat dari beton, kayu, dan
baja. Umumnya pondasi Tiang Tekan Hidrolis yang digunakan terbuat dari beton
dengan bentuk penampang dan dimensi tertentu. Beban dari bangunan akan
didistribusikan ke permukaan tanah dan kemudian ke dalam massa tanah. Distribusi
beban tersebut termasuk distribusi ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis (skin friction) dan distribusi beban langsung ke lapisan tanah keras pada ujung Tiang Tekan
Hidrolis (End Bearing). Distribusi beban ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis timbul dari gesekan antara Tiang Tekan Hidrolis dengan massa tanah, sedangkan
pembebanan secara langsung timbul dari tahanan ujung tiang. Dengan demikian,
Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis umumnya digunakan untuk kebutuhan
sebagai berikut:
1. Meneruskan beban bangunan di atas permukaan tanah ke lapisan massa
tanah di bawahnya.
2. Menahan gaya tarikan atau gaya guling dari bangunan di atasnya, seperti
basement bawah.
3. Menopang tanah yang berada di bawah muka air tanah jenuh dan menahan
gaya guling pada menara-menara tinggi.
4. Menahan gaya lateral tanah pada galian basement.
5. Dapat menjadi pondasi Tiang Tekan Hidrolis kelompok sehingga dapat
mengontrol penurunan bangunan dipikul menjadi relatif merata.
6. Meningkatkan kekakuan tanah di bawah pondasi sehingga dapat meredam
amplitudo getaran dari suatu bangunan yang dipikul.
7. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah abutmen jembatan maupun
pir/tiang, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang krusial.
8. Sebagai penopang bangunan lepas pantai yang dapat mendistribusikan beban
dari bangunan melewati air lalu ke tanah dasar di bawahnya.
Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis sudah semakin luas. Umumnya, Tiang Tekan
Hidrolis ditekan Hidrolis secara vertikal untuk menahan beban vertikal, tetapi untuk
2.2. Karakteristik Tanah
Untuk mengetahui karakteristik tanah, para ahli mengadakan penyelidikan
tanah di laboratorium dan lapangan. Secara umum, tanah dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
a. Tanah Kohesif dan Tanah Non Kohesif
Tanah kohesif adalah tanah yang karakteristik butirannya selalu melekat satu sama
lain baik saat basah maupun kering sehingga dibutuhkan suatu gaya untuk
memisahkannya dalam keadaan kering. Sedangkan tanah non kohesif adalah tanah
yang karakteristik butirannya selalu terpisah satu sama lain pada saat kering dan
melekat pada saat basah akibat gaya tarik antar permukaan air. Contoh tanah kohesif
yang sering dibahas karakteristiknya adalah tanah lempung (clay) sedangkan contoh tanah non kohesif misalnya pasir (sand).
b. Tanah berdasarkan teksturnya (Menurut Departemen Pertanian Amerika, USDA)
1. Pasir: butiran dengan diameter 2,0 mm sampai dengan 0,05 mm.
2. Lanau: butiran dengan diameter 0,05 mm sampai dengan 0,002 mm.
3. Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.
c. Tanah berdasarkan sistem Unified (Casagrande 1982 dan ASTM)
1. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya kerikil (G) dan Pasir
2. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya tanah lanau (M) dan
lempung (C).
2.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Sebelum merencanakan desain suatu pondasi, sangat perlu dilakukan
penyelidikan tanah (soil investigation). Tujuan dari penyelidikan tanah adalah untuk mengetahui karakteristik tanah dan lapisan tanah yang akan menopang bangunan di
atasnya. Jika kondisi tanah yang akan menopang bangunan kurang memiliki
sifat-sifat yang diperlukan dalam memikul beban kerja (working load), maka pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan pilihan yang tepat.
Di dalam penyelidikan karakteristik tanah, perlu ditentukan
parameter-parameter tanah yang mempengaruhi desain pondasi, seperti daya dukung tanah
(bearing capaCity), penurunan (besar dan laju penurunan), tekanan tanah efektif dan tekanan air pori serta kuantitas disipasi air tanah. Klasifikasi tanah juga dapat
diperoleh dari penyelidikan tanah tersebut.
2.3.1.Standard Penetration Test (SPT)
Standard Penetration Test adalah suatu jenis percobaan dinamis, dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh:
3. Nilai “N” dari lapisan tanah yang diteliti.
Relative density adalah perbandingan antara berat tanah basah dengan berat tanah seluruhnya. Umumnya relative density dipakai untuk tanah tingkat kerapatan dari tanah berbutir (granular soil).
Sudut geser tanah adalah suatu sudut yang menentukan besar kekuatan
geser tanah, sedangkan nilai “N” adalah jumlah pukulan yang diberikan untuk memasukkan split spoon sedalam 3 × 15 cm, Keterangan “N” yang diperlukan ini dapat dihubungkan dengan sifat-sifat lain dari tanah atau lapisan tanah
tersebut.
Hubungan ketiga nilai di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2. 1. Hubungan antara Dr, ø, dan N dari pasir (Sosrodarsono, 1988)
SPT yang dilakukan pada tanah non kohesif tapi berbutir halus (misalnya
lanau), yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi
yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah
yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash, 1989).
Tabel 2. 2. Hubungan antara Dr dan N pada tanah lempung berlebih yang terjadi untuk jenis tanah yang dinyatakan dengan:
0 =
50
1 + 2�+ 10 (2.2)
Keterangan adalah tegangan efektif ekses, yang tidak lebih dari 2,82
kg/cm2. Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari
suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan
karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada Tabel 2.3.
RELATIVE DENSITY (Dr) NILAI N
Tabel 2. 3. Hal-Hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono,1988)
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk
memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat
geser tanah. Hipotesa pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Mohr Coulomb.
Untuk mendapatkan nilai sudut geser tanah dari tanah yang tidak kohesif
(misalnya pasir) umumnya dapat menggunakan Rumus Dunham (1962) sebagai
berikut:
1. Tanah pasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser
dalam sebesar:
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase, dan lain-lain.
Hal yang perlu
�= 12 + 50 (2.4)
2. Butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi merata.
�= 12 + 25 (2.5)
3. Atau dengan menggunakan rumus Peck.
� = 0.3 + 25 (2.6)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah
dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah.
Ditinjau dari defenisinya, angka penetrasi standard (N-SPT) adalah merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah pukulan per kaki kedalaman
pada alat SPT. Pada tanah lempung, nilai N-SPT kurang begitu akurat karena sifat tanah lempung yang memiliki butiran yang halus dan kohesi yang besar,
sedangkan pada tanah pasir, nilai N-SPT lebih dapat diterima. Nilai N-SPT dapat berubah-ubah pada satu titik lokasi pengujian yang sama. Hal ini
dipengaruhi oleh ketelitian dalam pelaksanaan pengujian. Oleh sebab itu,
pengujian N-SPT hanya sebagai awal pengujian dan diperlukan pengujian lainnya agar mendapatkan hasil parameter tanah yang lebih akurat sehingga
SPT masih belum begitu standard.
Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat
Tabel 2. 4. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1995)
Hubungan antara harga N dengan berat isi tanah yang sebenarnya hampir tidak mempunyai pengaruh karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.5).
Harga berat isi yang dimaksud tergantung pada kadar air.
Tabel 2. 5. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono,1977)
Pada tanah yang tidak kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi
tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi daya
dukung tanah pasir.
Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dengan
melihat nilai-nilai sebagai berikut:
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35.
Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar saja, jadi
bukan merupakan nilai yang teliti. Apabila jumlah pukulan untuk hasil
percobaan pada SPT sebanyak 15, maka:
N = 15 + ½ (ζ’– 15) (2.7)
Secara umum hasil percobaan Sondir lebih akurat daripada hasil
percobaan SPT (Sosrodarsono,1988).
2.3.2.Sondering Test (Tes Sondir)
Tes Sondir (Sondering Test) disebut juga tes Sondir atau Cone Penetration Test. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikasi dari daya
dukung tanah. Tes Sondir juga dapat mengetahui kedalaman atau tebal dari
lapisan-lapisan tanah yang berbeda.
Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung
konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah
perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya
per satuan panjang.
Hasil Sondir dinyatakan dalam sebuah grafik yang menyatakan hubungan
antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai Sondir yaitu
perlawanan penetrasi konus. Alat Sondir yang biasa digunakan ada 2 jenis,
Pada pekerjaan Sondir ringan (2 – 2,5 ton), pembacaan manometer
dihentikan pada keadaan pembacaan tiga kali berturut-turur melebihi 150
kg/cm2 atau kedalaman melebihi 30 meter. Pada pekerjaan Sondir berat (10
ton), pembacaan manometer diberhentikan pada keadaan pembacaan tiga kali
berturut-turut 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimum 50 meter.
Dari hasil percobaan diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat dapat dihitung sebagai berikut:
1. Hambatan Lekat (HL).
= − (2.8)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL).
= =0
(2.9)
3. Jumlah Hambatan Setempat (JHS).
=
10 (2.10)
Keterangan:
JP = Jumlah perlawanan (kg/cm2).
PK = Perlawanan konus (kg/cm2).
A = Tahap pembacaan (setiap kedalaman 20 meter).
I = Kedalaman (meter).
Tes Sondir merupakan percobaan dengan cara memasukkan suatu batang
penetrasi ke dalam tanah dan dengan bantuan manometer yang terdapat pada
alat penetrasi tersebut dapat diketahui kekuatan suatu lapisan tanah pada
kedalaman tertentu (Panduan Praktikum Mekanika Tanah Teknik Sipil USU).
Dari pengetesan ini dapat diperoleh keterangan mengenai:
1. Jenis lapisan tanah.
2. Ketebalan tiap lapisan tanah.
3. Posisi muka air tanah.
4. Daya dukung lapisan tanah, berupa perlawanan penetrasi konus dan
hambatan lekat tanah.
Untuk menghitung daya dukung Ultimate dan daya dukung izin Tiang Tekan Hidrolis berdasarkan data Sondir, dapat dilakukan dengan rumus-rumus
sebagai berikut:
= + (2.11)
=
3 +
5 (2.12)
Keterangan:
Qult = Daya dukung Ultimate (ton).
qc1 = Rata-rata perlawanan penetrasi konus di atas titik 8D.
qc2 = Rata-rata perlawanan penetrasi konus di bawah titik 4D.
Ap = Luas penampang tiang = ¼ π D2(m2).
D = Diameter Tiang Tekan Hidrolis (m).
K = Keliling Tiang Tekan Hidrolis = π D (m).
JHL = Jumlah hambatan lekat.
3 = Faktor keamanan untuk tahanan ujung tiang.
5 = Faktor keamanan untuk tahanan selimut tiang.
2.3.3.Boring Test
Walaupun hasil pengujian tanah dari tes Sondir sudah diketahui, biasanya
masih diperlukan pengujian yang lebih teliti. Oleh sebab itu, penyelidikan tanah
perlu dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari lapisan bawah.
Parameter tanah yang berhubungan dengan mekanika tanah pondasi harus
dicari dengan pengujian-pengujian yang sesuai dengan letak sebenarnya tanah
tersebut. Untuk itu dilakukan pengeboran sesuai kedalaman pondasi agar
dilakukan berbagai pengujian.
Metode pengeboran beserta pengambilan contoh tanah atau pengujian
dan mekanis tanah pondasi dibandingkan metode pengujian lain. Namun
pengujian ini hanya memberikan informasi secara vertikal pada titik
pengeboran. Untuk memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik dalam
arah horizontal, diperlukan suatu survei yang lain, seperti penyelidikan
geofisika/geolistrik.
Penggunaan jenis alat pengeboran disesuaikan dengan tujuan pengeboran,
fungsi dan jenis tanah yang akan dibor. Alat-alat bor yang biasa digunakan
yaitu:
1. Bor tangan.
2. Alat bor rotasi tangan.
3. Bor rotasi hidrolik.
Contoh tanah yang diambil terbagi atas dua jenis yaitu contoh tanah yang
tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah yang terganggu (disturbed sample).
Contoh tanah yang tidak terganggu adalah contoh tanah yang masih
menunjukkan sifat-sifat asli tanah yang ada padanya. Ciri-ciri tanah ini yaitu
tidak mengalami perubahan dalam struktur, kadar air atau susunan kimianya.
Sampel tanah asli ini dipergunakan untuk pengujian engineering properties, antara lain:
1. Permeabilitas.
3. Direct shear triaxial.
Contoh tanah terganggu diambil tanpa adanya usaha-usaha untuk
melindungi struktur tanah asli tersebut. Sampel tanah ini digunakan untuk
percobaan properties index, yaitu:
1. Atterberg limit. 2. Berat jenis.
3. Analisa saringan.
2.4. Tiang Tekan Hidrolis
Pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan salah satu jenis pondasi dalam. Istilah
Tiang Tekan Hidrolis merujuk pada pondasi tiang pancang yang dipancang dengan
cara ditekan secara perlahan-lahan dengan suatu alat Hidrolis yang disebut Jacking Pile. Metode pemancangan Tiang Tekan Hidrolis lebih populer disebut Hydraulic Static Pile Driver (HSPD). Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis memiliki keterbatasan dalam kuat tekan yang diberikan terhadap tiangnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu
alat Jacking Pile yang besar/berat agar dapat memberikan gaya tekan sesuai dengan yang direncanakan. Namun, Tiang Tekan Hidrolis memiliki keunggulan yang tidak
dimiliki oleh tiang pancang dengan Jack Hammer pada umumnya, yaitu tidak menimbulkan suara yang bising dan getaran pada tanah sekeliling yang dapat
merusak bangunan di sekitar lokasi pondasi. Sama seperti tiang pancang pada
umumnya, Tiang Tekan Hidrolis dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria
2.4.1.Menurut MekanismeTransfer Beban
Menurut mekanisme transfer beban, Tiang Tekan Hidrolis terdiri dari:
1. Point Bearing Pile (End Bearing Pile).
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan tahanan ujung. Sesuai dengan
namanya, tiang ini meneruskan beban melalui ujung Tiang Tekan
Hidrolis ke lapisan tanah keras.
2. Friction Pile.
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan gesekan permukaan tiang dengan
tanah di sekelilingnya. Sesuai dengan namanya, tiang ini mentransfer
beban melalui gesekan atau lekatan antara tanah dengan permukaan
memanjang Tiang Tekan Hidrolis. Jenis tiang ini biasanya dipakai jika
lapisan tanah keras terlalu dalam, dan cocok untuk tanah lempung atau
dominan lempung.
3. Compaction Pile.
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan pemadatan tanah di sekeliling
Tiang Tekan Hidrolis. Pada saat pemancangan, Tiang Tekan Hidrolis
ini akan memadatkan tanah di sekelilingnya. Tiang Tekan Hidrolis
jenis ini umumnya digunakan pada tanah granular dan secara
berkelompok.
2.4.2.Menurut Jenis Bahan Atau Material
Menurut jenis bahan atau kualitas materialnya, Tiang Tekan Hidrolis
1. Tiang Tekan Hidrolis baja (steel pile). 2. Tiang Tekan Hidrolis beton (concrete pile). 3. Tiang Tekan Hidrolis kayu (timber pile).
4. Tiang Tekan Hidrolis komposit (composite pile).
Tiang Tekan Hidrolis yang paling umum dipakai adalah Tiang Tekan
Hidrolis beton (concrete pile).
Dalam tesis ini yang diteliti adalah Tiang Tekan Hidrolis beton pracetak
(precast) berbentuk segi empat dengan dimensi 45 cm x 45 cm yang diproduksi oleh Wika Beton. Data spesifikasi teknis Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti
terdapat pada Bab III. Metodologi Penelitian.
2.5. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data SPT
Kapasitas daya dukung ulmimate Tiang Tekan Hidrolis dapat dihitung secara
empiris dari nilai N hasil uji SPT. Untuk Tiang Tekan Hidrolis yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhoff (1956) mengajukan Persamaan sebagai berikut:
= 4. . + 1
50 (2.13)
Untuk Tiang Tekan Hidrolis baja profil:
= 4. . + 1
100 (2.14)
Keterangan:
Nb = Nilai N dari uji SPT pada tanah di sekitar dasar Tiang Tekan Hidrolis.
As = Luas selimut Tiang Tekan Hidrolis (ft2) dengan 1ft = 30,48 cm.
Ab = Luas penampang Tiang Tekan Hidrolis (ft2).
Nilai maksimum /50 dari suku ke-2 pada Persamaan (2.13) dan (2.14), yaitu
suku Persamaan yang menyatakan tahan gesek dinding Tiang Tekan Hidrolis,
disarankan sebesar 1.0 ton/ft2 (1.08 kg/m2 = 107 kN/m2) untuk Persamaan (2.13).
Kedua Persamaan di atas telah digunakan dengan aman untuk perancangan Tiang
Tekan Hidrolis pada lempung kaku (Bromham dan Styles, 1971).
Pada penelitian selanjutnya, Meyerhoff (1976) mengusulkan Persamaan untuk
menghitung tahanan ujung tiang:
= 38 380 (2.15)
Dengan adalah nilai N rata-rata yang dihitung dari 8D di atas dasar Tiang Tekan Hidrolis sampai 4D di bawah dasar Tiang Tekan Hidrolis, sedangkan Lb/D adalah rasio kedalaman yang nilainya kurang dari L/D bila tanahnya berlapis-lapis (Meyerhoff, 1976) (D = Diameter Tiang Tekan Hidrolis).
Berdasarkan Metode Meyerhoff (1976), cara untuk menghitung daya dukung
ujung dan selimut pondasi Tiang Tekan Hidrolis adalah sebagai berikut:
A.Tanah Non Kohesif
= 40 − < 400 − (2.16)
− = 1+ 2
2 (2.17)
Keterangan:
Qp = Tahanan ujung tiang (kN).
Ap = Luas penampang tiang (m2).
Lb = Panjang penetrasi tiang (m).
N1 = Harga N rata-rata dari dasar ke 10D ke atas.
N2 = Harga N rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah.
Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung sebesar:
= 2 − (2.18)
Keterangan:
p = Keliling tiang (m).
Li = Panjang atau tebal lapisan tanah (m).
B.Tanah kohesif
= 9 (2.19)
=2
3 − 10 (2.20)
Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung sebesar:
=� (2.21)
Keterangan: α = Faktor adhesi antara tanah dan tiang (kN/m2).
cu = Kohesi undrained (kN/m2).
Nilai Faktor Adhesi dapat diperoleh dari Grafik pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang dalam Tanah Lempung (Mc Clellend, 1974)
Gambar 2.2. Hubungan antara Sudut Geser Dalam Tanah dengan Nq*
2.6. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data Pembebanan (Loading Test)
Pengujian pembebanan dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara beban
dengan penurunan pondasi akibat pembebanan (beban rencana, beban Testing, dan penurunan tetap setelah beban dipindahkan). Besar daya dukung Tiang Tekan
Hidrolis berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat
pengujian beban.
Tujuan dilakukan pengujian pembebanan vertikal tekan (compressive Loading Test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dengan penurunan pondasi akibat
beban rencana.
2. Untuk menguji tanah di bawah pondasi agar mampu memikul beban rencana
dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan pemancangan tidak terjadi
kegagalan.
3. Untuk menentukan daya dukung yang sebenarnya sebagai kontrol terhadap
hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.
4. Untuk mengetahui tingkat elastisitas tanah, mutu beton dan mutu besi beton
(Wesley,1997).
Uji pembebanan biasanya diperlukan untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena
keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.
2. Besar beban rencana yang tergolong sangat besar khususnya pada bangunan
bertingkat tinggi.
3. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas
bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik
yang dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan
yang berlebihan, dan lain-lain.
4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang tidak lazim, sehingga
5. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan
yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.
6. Kekhawatiran atas rendahnya mutu pelaksanaan ataupun resiko dalam
kesalahan perhitungan dalam perencanaan yang tidak terdeteksi.
Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban
tiang seperti dimuat dalam berbagai literatur dan jurnal. Dari sekian banyak metode
pengujian beban tiang, ada 4 (empat) jenis metode pengujian yang diidentifikasi
sebagai metode pengujian beban dasar, yaitu:
1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test). 2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test). 3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test). 4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test).
2.6.1.Slow Maintaned Load Test Method (SM Test)
Metode pengujian ini disarankan oleh ASTM D1143-81 (1989), yang
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dengan delapan tahap penambahan
pembebanan, yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan
200% hingga 200% dari beban rencana.
2. Pertahankan setiap penambahan pembebanan hingga rata-rata
penurunan berkurang sebesar 0,01 in/h (0,25 mm/h) tapi tidak lebih
dari 2h (h = jam).
4. Setelah waktu holding tercapai, ganti beban dengan pengurangan 25% dengan waktu 1 jam di antara jeda pengurangan beban.
5. Setelah beban bekerja dan diganti, seperti di atas, bebani kembali
Tiang Tekan Hidrolis dengan tes pembebanan dengan penambahan
50% beban rencana, berikan waktu 20 menit diantara penambahan
beban.
6. Kemudian tambah penambahan beban sebesar 10% dari beban rencana
sampai runtuh, dan berikan juga waktu 20 menit diantara penambahan
beban.
Metode pengujian ini umumnya dipertimbangkan sebagai metode
pengujian standard ASTM dan secara umum digunakan pada pengujian
lapangan untuk memasang Tiang Tekan Hidrolis dan spesifikasi tertulis.
Kelemahan utama dari pengujian ini adalah dalam hal waktu yang terpakai,
misalnya suatu jenis periode pengujian memakan waktu 40 sampai 70 jam atau
lebih.
2.6.2.Quick Maintaned Load Test Method (QM Test)
Metode pengujian ini direkomendasikan oleh New York State Department of Transportation, The Federal Highway Administration, dan ASTM 1143-81 (Opsional), yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dalam 20 tahap penambahan beban
sampai 300% dari beban rencana atau setiap penambahan beban
2. Pertahankan setiap pembebanan dengan periode 5 menit dengan
pembacaan setiap 2,5 menit.
3. Tambah penambahan pembebanan hingga jacking berlanjut
dibutuhkan untuk menjaga beban uji atau beban uji tercapai.
4. Setelah interval 5 menit, ganti seluruh beban dari Tiang Tekan Hidrolis
ke dalam 4 tahap pengurangan beban yang sama dengan waktu antara
selama 5 menit.
Metode pengujian ini berlangsung cepat dan ekonomis. Waktu tipikal
untuk pengujian ini selama 3 sampai 5 jam. Metode pengujian ini mewakili
lebih banyak kondisi Undrained. Metode ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan karena termasuk metode cepat.
2.6.3.Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini direkomendasikan oleh Swedish Pile Commission, New York State Department of Transportation, dan ASTM D1143-81 (Opsional). Langkah-langkah utama CRP Test adalah sebagai berikut:
1. Kepala Tiang Tekan Hidrolis diperkuat untuk menerima penurunan
0,05 in/menit (1,25 mm/menit).
2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi rata-rata dicatat.
3. Pengujian dilakukan sampai total penetrasi 2 sampai 3 inchi (50
Keuntungan utama dari metode ini adalah bahwa waktu 2 sampai 3 jam
sangat singkat dan ekonomis. Metode ini cocok untuk friction piles tetapi tidak cocok untuk end-bearing piles karena persyaratan gaya yang besar untuk menghasilkan penetrasi melewati lapisan tanah keras.
2.6.4.Swedish Cyclic Test Method (SC Test)
Metode ini disarankan oleh Swedish Pile Commission dan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis hingga satu-tiga dari beban rencana.
2. Hilangkan beban (unloading) hingga satu-enam dari beban rencana. Ulangi siklus loading dan unloading 20 kali.
3. Tingkatkan beban sampai 50% lebih tinggi dari item (a) dan kemudian
ulangi seperti item (b).
4. Lanjutkan sampai keruntuhan terjadi.
Metode ini adalah waktu terpakai, dan perubahan siklus perilaku Tiang
Tekan Hidrolis sehingga Tiang Tekan Hidrolis berbeda dibandingkan Tiang
Tekan Hidrolis aslinya. Hal itu hanya disarankan untuk proyek-proyek khusus
Keterangan pembebanan siklik menjadi hal yang utama.
Seperti terlihat pada Gambar 2.3, SM Test dan SC Test merupakan tes paling lambat dan CRP Test adalah tes yang paling cepat. Gambar 2.4 membandingkan perilaku beban – penurunan untuk keempat jenis tes tersebut
dengan metode CRP Test dengan baik terdefenisikan dan sesuai dengan kurva beban terhadap penurunan pada QM Test sebelum keruntuhan tercapai. Metode SM Test umumnya digunakan di Amerika Utara karena sederhana, banyak engineer yang familiar dengan metode ini, interpretasinya berdasarkan atas penurunan kotor dan penurunan bersih dapat dibuat dengan mudah, dan
memberikan estimasi yang kasar untuk penurunan Tiang Tekan Hidrolis yang
diharapkan di bawah beban kerja. Interpretasi beban runtuh dari kurva beban –
penurunan diperoleh dari tes pembebanan akan didiskusikan pada subbab 2.9.
Untuk lebih jelasnya, perbandingan waktu yang dibutuhkan pada 4
metode pengujian Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.3. Skala satuan waktu yang digunakan adalah jam, sedangkan beban (load) dalam satuan ton.
Perilaku penurunan (movement) yang terjadi terhadap beban (load) yang diberikan pada 4 metode Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4.Perbandingan Perilaku Beban – Penurunan pada 4 Metode Pengujian (Fellenius, 1975)
Dalam penelitian tesis ini, pelaksanaan Loading Test menggunakan Metode Slow Maintaned Load Test Method dengan alat Jacking Pile System kapasitas 300 ton, yang dilaksanakan dengan menggunakan beban berat sendiri
alat jacking pile ditambah counterweight dengan berat total 420 ton. Test ini menggunakan 1 unit main beam dengan dimemsi 2 buah (750x300x11x18x50),
Pembebanan berjalan setelah dilakukan pemompaan terhadap hydraulic jack kapasitas 500 ton. Hydraulic Jack menekan main beam, beban diteruskan ke berat sendiri unit jacking pile, sehingga aksi dari tekanan hydraulic jack menimbulkan reaksi berupa gaya tekan ke bawah. Gaya tekan ke bawah ini
mengakibatkan penurunan tiang (settlement). Penurunan tiang yang terjadi akibat reaksi tersebut diukur melalui 4 (empat) buah dial gauge pada balok reference beam yang dipasang dengan kokoh.
c. Ketelitian : 0,01 mm.
d. Merk : Mitutoyo.
e. Jumlah : 6 (enam) unit.
4. PRESSURE GAUGE.
a. Kapasitas / Div : 10.000 / 200 psi.
b. Type / No. Seri : 014079332/CL.1,0/Type 2.
c. Merk : WIKA.
d. Jumlah : 1 (satu) unit.
Susunan peralatan pada pelaksanaan pengujian pembebanan (Loading Test) dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Denah Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%)
2.6.5.Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian pembebanan aksial compression kapasitas 300 ton dilaksanakan sesuai dengan ASTM D1143-81, “Standard Test Method for Piles Under Static Axial Compressive δoads”, Section 5.2, “Cyclic δoading Procedures”.
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Bebani tiang sampai 200% dari beban rencana dengan pertambahan
yang sama yaitu: 0%, 25%, 50%, 75%, 125%, 150%, 175%, 200%.
2. Pertahankan penambahan pembebanan hingga kecepatan penurunan
tidak lebih dari 0,01 in/hari atau 0,25 in/jam, tapi tidak lebih dari 2
(dua) jam.
4. Sesudah pembebanan pada massa tersebut beban dikurangkan 25%
dengan selang 1 jam untuk tiap pengurangan.
5. Sesudah beban dipasang dan dikurangi seperti di atas, bebani kembali
tiang pada pengujian dengan kenaikan 50% dari beban rencana yang
diizinkan, 20 menit tiap penambahan beban.
6. Tambahkan beban tiap 10% dari beban rencana sampai keruntuhan
dengan selang penambahan 20 menit.
Percobaan pembebanan lain dapat menggunakan 2 (tipe) sebagai berikut:
a. Percobaan yang dibagi atas 4 (empat) cycle dengan pembebanan setiap cycle adalah sebagai berikut:
I. 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
II. 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
III. 0% - 50% - 125% - 150% - 125% - 50% - 0%
IV. 0% - 50% - 100% - 150% - 175% - 200% - 150% - 100% - 50%
- 0%
b. Percobaan dengan 1 (satu) cycle Keterangan pembebanan diberikan sebagai berikut:
2.6.6.Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang Tekan Hidrolis
Lokasi yang diamati pada pengukuran penurunan Tiang Tekan Hidrolis
ialah pada kepala Tiang Tekan Hidrolisnya. Pembacaan dapat dilakukan pada
lempeng pengujian dengan cara sebagai berikut:
1. Lakukan pembacaan terhadap waktu, beban penurunan dan catat
semua sebelum dan sesudah dilakukannya penambahan atau
pengurangan beban.
2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan
tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih dari 10
menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan
beban.
3. Sesudah beban puncak dibebankan, pastikan bahwa tiang tidak runtuh.
Lakukan pembacaan pada interval tidak lebih dari 20 menit pada 2 jam
pertama, tidak lebih dari 1 jam pada 10 jam berikutnya dan tidak lebih
dari 2 jam untuk 12 jam berikutnya.
4. Jika terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum
beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban, lakukan
pembacaan dan catat dengan interval tidak lebih dari 20 menit.
5. Lakukan pembacaan akhir 12 jam sesudah beban dipindahkan.
6. Besar beban (dalam ton) dan lama pembebanan serta waktu
Beban runtuh Ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai beban saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan
beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan dapat
berubah-ubah, misalnya saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10% dari
diameter ujung atau penurunan kotor 1,50 inchi (38 mm) dan penurunan bersih
0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana.
2.7. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil SPT
Dari data SPT (N-Value) daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dapat
direncanakan dan dihitung. Tesis ini menggunakan metode Meyerhoff (1976) untuk
menghitung daya dukung Tiang Tekan Hidrolis. Metode ini banyak digunakan untuk
merencanakan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dan menentukan daya dukung
tiang izinnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
=
3 + 5 (2.22)
Keterangan:
P = Daya dukung tiang izin (ton).
m = Koefisien perlawanan ujung.
n = Koefisien perlawanan geser tiang.
N2 = Nilai N-SPT dari ujung tiang hingga 4 kali diameter di atas ujung tiang.
Na = Nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang.
Na = ½ (N1 + N2) ≤ 40 (2.23) 3 dan 5 = Faktor keamanan tergantung pada jenis pondasi.
As = Luas tiang pada interval kedalaman.
Untuk menentukan nilai koefisien perlawanan ujung tiang (m) dan koefisien perlawanan gesek tiang (n) dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 6. Harga m dan n untuk Persamaan Meyerhoff
2.8. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil Sondir Data hasil pengujian Sondir juga dapat digunakan untuk menghitung daya
dukung Tiang Tekan Hidrolis. Perencanaan pondasi Tiang Tekan Hidrolis dengan
NO. JENIS TANAH JENIS TIANG m n BATASAN
Meyerhoff (1976)
Pasiran Pondasi dalam 40 0.2
Lempungan 0.5
Okahara (1992) 0.2 ≤ 10 t/m2
Pasiran Tiang tekan hidrolis cor di tempat “
inner digging” 40 0.5 ≤ 20 t/m
2
0.1 ≤ 5 t/m2
1 ≤ 15 t/m2 Tiang tekan hidrolis cor di tempat
-menggunakan hasil Sondir ini dilakukan dengan metode langsung dengan rumus yang
diperkenalkan Meyerhoff (1976) sebagai berikut:
= + (2.24)
= 3 +
5 (2.25)
Keterangan:
Qu = Kapasitas daya dukung Tiang Tekan Hidrolis tunggal.
qp = Tahanan ujung Sondir.
qc = Tahanan ujung Sondir terkoreksi.
qp = qc menurut Meyerhoff dapat diambil untuk keperluan praktis.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
KH = Keliling Tiang Tekan Hidrolis.
Ap = Luas penampang tiang.
3 dan 5 = Faktor keamanan.
2.9. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan (Loading Test)
Umumnya data uji pembebanan diplotkan dengan beban sebagai absis dan
penurunan sebagai ordinat. Data yang berupa titik ini kemudian digunakan untuk
Beban runtuh Ultimate suatu Tiang Tekan Hidrolis didefenisikan sebagai beban saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan
beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan kotor 1,50 inchi (38
mm) dan penurunan bersih 0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana.
Banyak ahli teknik mendefenisikan beban runtuh adalah titik potong dari garis
singgung awal kurva (penurunan vs beban) dengan garis singgung atau perluasan
bagian akhir dari kurva. Ada beberapa metode interpretasi data Loading Test yang dibahas dalam tesis ini antara lain:
1. Metode Davisson (1972).
2. Metode Chin (1970, 1971).
3. Metode Mazurkiewicz (1972).
2.9.1.Metode Davisson (1972)
Langkah-langkah untuk mendapatkan daya dukung ultimate dengan metode Davisson terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Gambar kurva beban vs penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7.
3. Gambar garis OA menurut Persamaan penurunan elastis (∆) seperti
yang didefenisikan pada point b. Gambar sebuah garis BC sejajar
dengan garis OA pada suatu jarak x Keterangan x = 0,15 + D/120 in, (D = diameter Tiang Tekan Hidrolis dalam satuan inchi).
4. Daya dukung ultimate adalah perpotongan antara garis BC dengan kurva Beban-Penurunan seperti tertulis di point c.
Metode ini sejatinya direkomendasikan untuk driven piles, dan lebih cocok digunakan untuk metode QM Test. Keuntungan utama dari metode ini adalah batas garis BC dapat digambarkan sebelum pengujian dilakukan.
Adapun hal itu dapat digunakan seperti kriteria penerimaan untuk proof-Tested contract pile. Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Davisson dapat diihat pada Gambar 2.7.
2.9.2.Metode Chin (1970, 1971)
Metode Chin ditunjukkan pada Gambar 2.8 dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Gambar grafik ∆/Qva vs ∆, Keterangan ∆ adalah penurunan dan Qva adalah beban kerja.
2. Daya dukung Ultimate (Qv)ult kemudian sama dengan 1/C1. Gambar 2.8 menjelaskan semua hal ini. Hubungan ini diberikan dalam gambar
ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan mendekati
kurva hiperbolik.
Interpretasi daya dukung Ultimate dalam metode ini diaplikasikan dalam
QM dan SM Test, menyediakan peningkatan waktu yang konstan yang dipakai
selama pengujian. Pemilihan garis lurus dari titik-titik seharusnya dapat
dipahami bahwa titik-titik data tidak muncul ke bawah pada garis lurus hingga
pengujian pembebanan melewati nilai batas Davisson. Metode ini tidak
menyediakan nilai keruntuhan yang sesuai kenyataan untuk
pengujian-pengujian yang mengikuti metode standard ASTM karena pengujian-pengujian itu tidak
mempunyai peningkatan beban waktu yang konstan.
Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Chin secara grafis dapat dilihat
Gambar 2. 8. Grafik Persamaan Pada Metode Chin
2.9.3.Metode Mazurkiewicz (1972)
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.9, adapun langkah-langkah
perhitungan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dengan metode ini adalah
sebagai berikut:
1. Plot kurva beban terhadap penurunan.
2. Pilih suatu tahap penurunan kepala Tiang Tekan Hidrolis dan gambar
garis vertikal yang memotong kurva. Kemudian gambar garis
horizontal dari titik perpotongan tersebut pada kurva hingga memotong
sumbu beban.
3. Dari perpotongan setiap beban, gambar garis yang membentuk sudut
4. Perpotongan-perpotongan ini akan membentuk suatu garis lurus. Titik
yang diperoleh oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada
sumbu beban (vertikal) adalah beban runtuh.
Metode ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan
mendekati kurva parabolik. Nilai beban runtuh diperoleh dengan metode ini
seharusnya bagaimanapun memenuhi 80% kriteria. Lebih jauh lagi, semua
perpotongan garis-garis ini tidak selalu membentuk garis lurus. Bagaimanapun,
beberapa penegasan mungkin diperlukan dalam menggambar garis lurus.
Gambar 2.9. menunjukkan contoh prosedur bagaimana interpretasi hasil
Loading Test dengan metode Mazurkiewicz digunakan.
2.10. Daya Dukung Aksial Tiang Tekan Hidrolis Berdasarkan Kekuatan Bahan Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (Soil Investigation) yang telah dibahas sebelumnya, kapasitas daya dukung aksial tiang juga perlu diuji berdasarkan kekuatan
dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan
kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari Persamaan berikut ini:
= � . (2.26)
Keterangan:
Ptiang = Daya dukung tiang yang diizinkan (kN). b = Kuat tekan beton yang diizinkan (kN/m2). Atiang = Luas Penampang Tiang Tekan Hidrolis (m2).
2.11. Penurunan Tiang Tekan Hidrolis
Penurunan pada pondasi Tiang Tekan Hidrolis dapat dikaji dari 2 komponen,
yaitu: penurunan elastis dan penurunan konsolidasi. Penurunan elastis tergantung dari
sifat elastis tanah dan Tiang Tekan Hidrolis itu sendiri. Dalam perhitungan, perlu
dibedakan antara penurunan tiang tunggal dengan penurunan tiang kelompok.
Penurunan pada tiang kelompok bergantung dari penurunan tiang tunggal. Penurunan
total pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan penjumlahan dari penurunan elastis
2.11.1. Penurunan Elastis Tiang Tekan Hidrolis Tunggal
Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban vertikal Qw dapat dihitung dengan rumus:
S = S1 + S2 + S3 (2.27)
Keterangan:
S = Penurunan tiang total.
S1 = Penurunan batang tiang.
S2 = Penurunan tiang akibat beban titik.
S3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang. Berikut adalah langkah-langkah dalam menentukan ketiga faktor
penurunan di atas yaitu:
a. Menentukan S1
Jika diasumsikan bahan tiang adalah elastis, maka deformasi batang
tiang dapat dihitung dengan rumus berikut:
1=
+ �
(2.28)
Keterangan:
Qws = Beban yang dipikul selimut tiang di bawah kondisi beban kerja.
Ap = Luas penampang tiang. L = Panjang tiang.
Ep = Modulus Young bahan tiang.
Besarnya bergantung pada sifat distribusi tahanan selimut
sepanjang batang tiang. Jika distribusi f adalah seragam atau parabola, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10, pada (a) dan (b) besar adalah
0.5. Namun untuk distribusi f dalam bentuk segitiga, Gambar 2.10 (c) nilai sekitar 0.67 (Vesic, 1977).
Bentuk distribusi tahanan selimut sepanjang tiang tekan hidrolis
ditampilkan pada Gambar 2.10. Tampak bahwa ada 3 jenis distribusi
tahanan selimut tiang tekan hidrolis.
b. Menentukan S2
Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban pada ujung tiang
dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama dengan penurunan pada
pondasi dangkal. Rumusnya adalah sebagai berikut:
2 = 1− � 2 (2.29)
= (2.30)
Keterangan:
D = Lebar atau diameter Tiang Tekan Hidrolis. qwp = Beban titik per satuan luas ujung tiang. Es = Modulus Young tanah.
s = Angka Poisson tanah.
Iwp = Faktor pengaruh.
Untuk tujuan praktis, Iwp dapat ditentukan sama dengan αr sebagaimana digunakan pada penurunan elastis pondasi dangkal. Jika
tidak ada hasil laboratorium, maka nilai Modulus Young dan angka
Poisson dapat diperoleh dari korelasi sebagaimana terlihat pada Tabel
2.7. Nilai kedua parameter tersebut tergantung pada jenis tanah dan
Tabel 2. 7. Parameter Elastis Tanah (Meyerhoff, 1956)
Vesic (1977) juga mengajukan suatu metode semi empiris untuk
menentukan besarnya penurunan S2. Metode itu dapat dinyatakan dengan rumus berikut:
2 = .
. (2.31)
Keterangan: qp = Tahanan ujung batas tiang.
Cp = Koefisien empiris.
Nilai Cp pada berbagai jenis tanah ditampilkan pada Tabel 2.8.
c. Menentukan S3
Penurunan tiang yang diakibatkan oleh pembebanan pada selimut
tiang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
3 = 1− � 2 (2.32)
Keterangan:
p = Keliling tiang.
L = Panjang tiang yang tertanam.
Iws = Faktor pengaruh.
Perlu dicatat bahwa suku Qws / pL pada Persamaan di atas adalah nilai rata-rata f di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh Iws dapat dinyatakan dengan sebuah hubungan empiris yang sederhana sebagai
(Vesic, 1977).
= 2 + 0.35 (2.33)
Vesic (1977) juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana
untuk menentukan S3 sebagai berikut:
3 = (2.34)
Cs = Sebuah konstanta empiris.
= 0.93 + 0.16 (2.35)
Nilai Cp dapat diperoleh dari Tabel 2.8.
2.11.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang
Beberapa penyelidikan tentang penurunan tiang kelompok yang telah
dipublikasikan dalam literatur memiliki hasil yang sangat beragam. Hubungan
yang paling sederhana untuk penurunan tiang kelompok diberikan oleh Vesic
(1969) sebagai berikut:
( )= (2.36)
Keterangan:
Sg(e) = Penurunan elastik tiang kelompok. Bg = Lebar tiang kelompok.
D = Diameter satu tiang dalam kelompok. s = Penurunan elastik tiang tunggal.
Untuk tiang kelompok di dalam pasir atau kerikil, Meyerhoff (1976)
=
0.92
(2.37)
2 = (2.38)
= 1−
8 0.5 (2.39)
Keterangan:
Lg dan Bg = Panjang dan lebar tiang kelompok.
Ncorr = N-SPT koreksi rata-rata dalam daerah penurunan (≈ sedalam Bgdi bawah Ujung tiang).
I = Faktor pengaruh.
L = Panjang tiang yang tertanam.
Dengan cara yang sama, penurunan tiang kelompok dapat
dihubungkan juga dengan CPT sebagai berikut:
( ) = 2 (2.40)
Keterangan:
qc = Nilai CPT rata-rata pada daerah penurunan.
Dalam Persamaan (2.40) semua simbol harus dalam satuan yang sesuai
2.11.3. Efisiensi Kelompok Tiang
Efisiensi kelompok tiang sesungguhnya dapat dihitung berdasarkan
jenis tanah, cara pembebanan, dan geometri dari kelompok tiang. Yang dibahas
dalam tesis ini adalah efisiensi geometris, yaitu hanya dihitung berdasarkan
jumlah dan jarak antar tiang dalam satu kelompok. Di dalam banyak
pelaksanaan pondasi, Tiang Tekan Hidrolis digunakan dalam bentuk kelompok
tiang untuk meneruskan beban dari bangunan ke tanah. Gambar 2.11
merupakan gambaran grup tiang tekan hidrolis sebanyak n1× n2 tiang. Lebar grup tiang ke arah sumbu Y disimbolkan Bg, sedangkan lebar grup tiang ke arah sumbu X disimbolkan Lg. Jarak antar tiang disimbolkan d. Secara umum, defenisi dari efisiensi dalam kelompok tiang pancang atau tiang tekan hidrolis
merupakan suatu kondisi dimana daya dukung kelompok tiang lebih kecil dari
daya dukung tiang tunggal dikalikan dengan jumlah titik tiangnya.
Jumlah Tiang Tekan Hidrolis dalam grup = n1× n2
Keterangan: Lg≥ Bg
Lg = (n1– 1)d + 2(D/2) (2.41)
Bg = (n2– 1)d + 2(D/2) (2.42)
Efisiensi dari load-bearing capaCity dari kelompok Tiang Tekan Hidrolis dapat dirumuskan:
= ( ) (2.43)
Keterangan:
η = Efisiensi kelompok tiang.
Qg(x) = Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis
grup.
Q(x) = Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis tunggal tanpa pengaruh grup.
Banyak praktisi struktur menggunakan analisis yang disederhanakan
untuk memperoleh efisiensi dari grup Tiang Tekan Hidrolis friction, khususnya di tanah pasir. Berdasarkan jarak antar tiang di dalam grup, Tiang Tekan
Hidrolis dapat berperilaku dengan 2 (dua) cara, yaitu:
Sebagai suatu blok, daya dukung dari Tiang Tekan Hidrolis friction
fav = Ketahanan gesekan satuan rata-rata.
Dengan cara yang sama, pada Tiang Tekan Hidrolis yang berperilaku
sebagai individu (tunggal).
= (2.45)
Keterangan:
p = Keliling penampang masing-masing Tiang Tekan Hidrolis.
Jika jarak pusat tiang ke pusat tiang, d cukup besar, maka η > 1. Dalam hal ini, tiang berperilaku sebagai Tiang Tekan Hidrolis tunggal. Secara praktis,
jika η < 1. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.9.
( ) = (2.47)
Dan jika η ≥ 1, maka : ( ) =
Tabel 2. 9. Persamaan Efisiensi Grup dari Tiang Tekan Hidrolis Gesekan (Friction Piles) (Das, 1998)
Feld (1943) mengajukan suatu metode yang mana kapasitas beban dari
Tiang Tekan Hidrolis tunggal (gesekan) pada suatu grup di tanah pasir dapat
dihitung. Menurut metode ini, daya dukung Ultimate dari suatu tiang dikurangi seperenambelas (1/16) dari masing-masing diagonal atau barisan tiang.
Berdasarkan pengamatan eksperimental terhadap perilaku kelompok
tiang pada tanah pasir, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang ditekan Hidrolis di tanah
2. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang dibor di tanah pasir dengan
jarak konvensional (d≈3D), Qg(u)mungkin dapat diambil antara 2/3 sampai 3/4 kali dari Σ Qu (kapasitas ujung dan gesekan dari Tiang
Tekan Hidrolis tunggal).
Jika grup tiang berada di tanah lempung jenuh, langkah-langkah
perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tentukan Σ Qu = n1n2(Qp + Qs), Qp = Ap[9cu(p)] dan Qs= Σ αpcu∆L 2. Tentukan daya dukung Ultimate dengan asumsi bahwa tiang dalam
grup berperilaku sebagai suatu blok pondasi dengan dimensi Lg× Bg × L.
Daya dukung gesekan dari blok pondasi yaitu:
Σpgcu∆δ = Σ 2(δg + Bg)cu∆L
Daya dukung ujung tiang:
Apqp = Apcu(p) ∗= ( ) ( ) ∗ Keterangan:
cu(p) = Kohesi undrained tanah lempung pada ujung Tiang Tekan Hidrolis.
= ( ) ∗+ 2 + Δ (2.48)
3. Bandingkan hasil dari No.1 dan No.2 di atas. Nilai yang lebih
Untuk daya dukung ujung tiang di tanah keras (rock), sebagian besar
peraturan bangunan yang menekankan bahwa Qg(u) = Σ Qu, menyatakan bahwa
jarak minimum pusat ke pusat Tiang Tekan Hidrolis adalah D + 300 mm. Untuk Tiang Tekan Hidrolis bentuk H dan Tiang Tekan Hidrolis berpenampang
bujur sangkar, besar D sama dengan dimensi diagonal dari penampang Tiang Tekan Hidrolis.
2.12. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Horizontal / Lateral
Selain beban vertikal yang harus dipikul oleh pondasi tiang, akibat dari beban
lateral juga perlu diperhitungkan dalam analisis pondasi Tiang Tekan Hidrolis. Beban
lateral tersebut bisa berupa beban akibat angin, beban gempa, gaya akibat gelombang
pada struktur lepas pantai, maupun akibat tekanan tanah lateral. Broms (1964)
mengembangkan analisis sederhana untuk menghitung daya dukung akibat beban
lateral pada pondasi tiang. Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah
yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah
mencapai nilai Ultimate dengan membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.
Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20, dan tiang panjang (long pile) jika D/B ≥ 20, Keterangan D = kedalaman tiang dan B = diameter tiang.
Kelebihan dari Metode Broms adalah:
1. Dapat digunakan pada tiang panjang dan atau tiang pendek.
Kekurangan dari Metode Broms adalah:
1. Berlaku hanya untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah pasir saja
atau tanah lempung saja.
2. Tidak dapat diterapkan pada tanah berlapis, Keterangan merupakan kondisi
sebenarnya di lapangan.
2.12.1. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Bebas (Free Head) Yang dimaksud dengan tiang pendek adalah tiang yang perbandingan
antara panjang tiang terhadap diameter tiangnya masih lebih kecil dari 20 yaitu
L/D < 20.
Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan
distribusi dari tahanan Ultimate tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.12.
Pada tanah berbutir kasar atau pasiran, titik rotasi dianggap berada di
dekat ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat
ujung (Gambar 2.13 dan 2.14) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat.
Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh:
=0,5 � ′ 3
+ (2.49)
Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x0:
0 = 0,82 �′
= + 15 0 (2.50)
Gambar 2.13. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah lempung (Broms,
1964) Gambar 2.14. Reaksi tanah
dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas
Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan gambar yang menggunakan
suku tak berdimensi L/D seperti terlihat pada Gambar 2.15 dan 2.16.
Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang
kedalaman, yaitu:
= + 1,5 + 0,5 0 untuk 1,5 + 0 2.51
= 2,25 − 0 2 untuk − 0 (2.52)
Keterangan harga x0dinyatakan sebagai berikut:
0 =
9 (2.53)
Solusi perhitungan diberikan pada Gambar 2.15 dan 2.16 Keterangan
dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu / (cu.B)2, sehingga Hudapat dihitung.
Gambar 2.16. Daya dukung lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah lempung (Broms,
1964) Gambar 2.15. Daya dukung
lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas
2.12.2. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Terjepit (Fixed Head) Pola keruntuhan yang dapat terjadi dan distribusi dari tahanan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan 2.18.
Pada tanah pasir, maka kapasitas lateral dan momen maksimum
dinyatakan sebagai berikut:
= 1,5 �′ 2 (2.54)
= �′ 3 (2.55)
Reaksi antara tanah dengan momen lentur tiang pendek dapat dilihat
pada Gambar 2.19.
Gambar 2. 16. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang terjepit
pada tanah pasir (Broms, 1964)
Gambar 2. 15. Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang terjepit (Broms,
Gambar 2.17. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit pada tanah lempung (Broms, 1964)
Untuk tanah lempung, tahanan lateral dan momen maksimum dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
= 9 −1,5 2.56
= 4,5 2 −2,25 2 2.57
Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, untuk kondisi kepala
tiang terjepit solusi secara grafis juga diberikan berupa gambar dengan suku tak
berdimensi L/D sebagaimana terlihat pada Gambar 2.19.
2.12.3. Daya Dukung Tiang Panjang dengan Kepala Bebas (Free Head) Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah
Gambar 2. 18. Tahanan tanah dan momen lentur tiang panjang dan kepala tiang bebas (Broms, 1964)
Pada tanah pasir, karena momen maksimum terletak pada titik dengan
gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya Ultimate lateral dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
= + 0,67 0 2.58
0 = 0,82 �′ 2.59
=
+ 0,54 �′
2.60
Mu adalah momen kapasitas ultimate dari penampang tiang. Hu dapat dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai
�′ 3 terhadap nilai
�′ 4 seperti pada Gambar 2.20 (a dan b).
Untuk tanah lempung digunakan Persamaan seperti pada tiang pendek.
Keterangan: 0 =
9
Dengan mengetahui nilai 3 maka nilai 2 dapat ditentukan dari
Gambar 2.20.b maka harga Hudapat diperoleh.
2.12.4. Daya Dukung Tiang Panjang dan Kepala Terjepit (Fixed Head) Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan 2.22. Momen maksimum dan gaya
Ultimate lateral dapat dihitung menggunakan Persamaan:
= + 0,67 0 (2.62)
Untuk perhitungan daya dukung lateral Ultimate, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.23(a) dapat digunakan untuk tanah pasir,
sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.23(b).
Gambar 2.22. Daya dukung lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah lempung
(Broms, 1964) Gambar 2.21. Daya dukung
lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah pasir
Gambar 2.23. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang – kepala tiang terjepit (Broms, 1964)
Keterangan untuk tanah pasir dapat menggunakan Persamaan:
= 2
+ 0,67 0
2.63
0 = 0,82 �′
0,5
2.64
Sedangkan untuk tanah lempung dapat menggunakan Persamaan:
= 2
1,5 + 0,5 0 2.65
0 =
9 2.66
2.13. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Metode elemen hingga dikembangkan secara modern dalam bidang teknik
Hrennikoff dan tahun 1943 oleh McHenry, Keterangan digunakan dalam bentuk
elemen satu dimensi (one dimensional element) berupa elemen batang dan elemen balok untuk pemecahan masalah massa benda yang menerus.
Perkembangan elemen dua dimensi (two dimensional element) dimulai oleh Turner, dkk pada tahun 1956, dimana mereka menurunkan matriks kekakuan untuk
elemen batang, elemen balok, dan elemen berdimensi dua berupa elemen segitiga dan
elemen segiempat. Metode ini dikenal juga sebagai direct stiffness method untuk mendapatkan matriks kekakuan total struktur.
Berbagai penemuan dan pengembangan dalam metode elemen hingga semakin
gencar seiring dengan perkembangan pesat dalam teknologi komputerisasi sehingga
analisis dan perhitungan dari elemen-elemen hingga dapat dilakukan dengan lebih
cepat dan akurat hasilnya.
Pada prinsipnya, metode elemen hingga dilakukan dengan menggunakan
konsep diskritisasi yaitu dengan cara membagi-bagi suatu benda atau struktur
menjadi bagian-bagian yang kecil yang dinamakan elemen-elemen hingga. Jadi
analisis dilakukan pada elemen-elemen kecil tersebut sehingga analisis yang
dilakukan menjadi lebih sederhana daripada bila langsung menganalisis suatu benda
langsung secara keseluruhan. Arah gaya luar yang bekerja pada benda dan juga
karakteristik material pembentuk benda tersebut akan menentukan bagaimana efek
yang ditimbulkan pada elemen-elemen penyusun benda, berupa deformasi ataupun
Metode elemen hingga (FEM) dalam bidang teknik sipil (civil engineering) umumnya dipakai pada analisa struktur dan analisa geoteknik. Dalam hal ini, FEM
untuk analisa geoteknik berbeda dengan FEM untuk analisa struktur. Pada program
Fem geoteknik tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon
tekanan air pori dan kuadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah.
Namun ada juga program lain yang menyamakannya (Suhairiani, 2012).
Pada permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material
yang sifat dan kekakuannya berbeda jauh, misalnya pada Tiang Tekan Hidrolis,
antara material beton Tiang Tekan Hidrolis dengan tanah di sekeliling tiang. Untuk
dinding penahan tanah terdiri dari dinding (pasangan batu ataupun beton) dan tanah.
Untuk pondasi dangkal terdiri dari beton dan tanah. Untuk kasus timbunan yang
menggunakan geotextile terdiri dari geotextile dan tanah, dan seterusnya. Untuk kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface (elemen antara).
Jika tidak menggunakan elemen antara maka akan terjadi slip pada struktur (elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang
kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan
tanah. Penggunaan elemen interface ini hanya dijumpai pada kasus pemodelan elemen hingga pada bidang Geoteknik atau yang berhubungan dengan tanah.
Secara garis besar, langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga adalah
sebagai berikut:
2. Pemilihan Fungsi Perpindahan
3. Mendefenisikan Hubungan antara Regangan/Perpindahan dan Hubungan
Tegangan-Regangan
4. Menurunkan Matriks Kekakuan Struktur dan Persamaannya
5. Membentuk Matriks Kekakuan Total
6. Membentuk Matriks gaya
7. Menghitung Tegangan pada Elemen
Mengingat dalam penelitian ini menggunakan elemen Axisymmetri dengan 15 (lima belas) titik nodal, maka langkah-langkah yang akan dibahas dalam metode
elemen hingga khususnya berhubungan dengan elemen Axisymmetri.
2.13.1. Perumusan Elemen
Untuk elemen-elemen segitiga pada fungsi interpolasi ada dua
koordinat lokal yaitu dan. Selanjutnya kita menggunakan koordinat
bantuan 1. Contoh penomoran lokal dan penentuan titik nodal dapat
dilihat pada Gambar 2.24.
2.13.2. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 6 Titik Nodal
2.13.3. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 15 Titik Nodal
N11=
41
42
. 8/3N12=
4 1
4 2
. 8/3 N13=32
4 1
N14=32
4 1
N15=32
41
2.13.4. Integrasi Numerik Dari Elemen Segitiga
Perumusan integrasi numerik untuk elemen segitiga adalah sebagai
berikut:
Finite Element Method menggunakan integrasi Gaussian. Untuk elemen 6 node integrasi didasarkan pada 3 titik contoh, sedangkan untuk elemen 15 node menggunakan 12 titik contoh. Posisi dan faktor berat titik integrasi disajikan dalam Tabel 2.10 dan Tabel 2.11.
Tabel 2. 11. Integrasi 12 titik, untuk elemen 15 titik nodal (Waternan, 2004)
2.14. Pemodelan Pada Program Finite Element Method
Finite Element Method adalah suatu program yang menggunakan prinsip-prinsip metode elemen hingga (Finite Element Method) untuk aplikasi Geoteknik yang mana model-model tanah digunakan untuk mensimulasikan perilaku tanah.
Sebelum melakukan perhitungan dengan program metode elemen hingga di Finite Element Method terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan
kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh.
Untuk menghitung korelasi beban vertikal batas (Ultimate) dengan
displacement yang terjadi pada suatu Tiang Tekan Hidrolis dengan metode elemen hingga di Finite Element Method, model tanah yang digunakan adalah model Mohr Coulomb dan model Soft Soil dengan analisis Axisymetric. Kedua model ini digunakan untuk membandingkan hasil model mana yang paling sesuai dan