• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Timbal (Pb) Dan Perilaku Pedagang Terhadap Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater) Yang Dijual Di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Timbal (Pb) Dan Perilaku Pedagang Terhadap Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater) Yang Dijual Di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017 Chapter III VI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan

Timbal (Pb) dan perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus

ater) yang di jual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota

Padang Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dan wawancara terhadap pedagang siput

langkitang dilakukan di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota

Padang. Alasan pemilihan lokasi pengambilan karena terdapat penjual siput

berjumlah 62 penjual. Pemeriksaan timbal (Pb) dilakukan yaitu di Balai

Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April

2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual siput

langkitang di Kelurahan Rimbo Kaluang yaitu berjumlah 62 penjual siput

(2)

3.3.2 Sampel

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan teknik random sampling. Menurut Gay dan Diehl (1992) jika

penelitiannya bersifat deksriptif, maka sampel minimumnya adalah 10% dari

populasi. Maka jumlah sampel yang peneliti ambil adalah 20% dari populasi yaitu

12 sampel. Sampel akan diperiksa sebanyak 3 kali pemeriksaan, 12 sampel siput

langkitang yang belum di olah, 12 sampel siput langkitang yang telah diolah, dan

12 siput langkitang yang telah diolah dan terpapar oleh asap kendaraan dimana 6

terbuka dan 6 lagi tertutup.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari wawancara langsung ke lokasi menggunakan

kuesioner dan hasil pemeriksaan sampel di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan

Provinsi Sumatera Barat terhadap keberadaan kadar timbal (Pb) pada daging

siput langkitang.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pemeriksaan Timbal (Pb) di Laboratorium

Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat. Penelitian dimulai dari pengambilan sampel dan membawa

sampel langsung ke laboratorium.

3.5.1.1 Cara Pengambilan Sampel

1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti termos es,

plastic sampel yang telah disterilkan terlebih dahulu, keperluan alat tulis,

(3)

2. Siapkan formulir tentang tanggal pengambilan sampel.

3. Mintalah penjualan untuk membungkus siput langkitang , kemudian

observasi penjual dalam mengolah siput langkitang.

4. Ambil sebungkus makan sampel , masukkan ke dalam wadah yang telah

disterilkan dan tulis identitas sampel kemudian masukkan ke dalam termos

yang telah diisi es.

5. Tuliskan pada botol sampel tersebut nama. Pemberian nama dilakukan

dengan nomor kode.

6. Masukkan plastik sampel ke dalam termos yang telah diisi dengan es.

7. Kirim sampel secepatnya ke Laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

3.5.1.2 Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium

1. Peralatan

a. Atomic Absorption Spectropotometer (AAS)

b. Timbangan Analitik

c. Blender

d. Cawan Porselen

e. Sendok plastik

f. Pipet Volumetrik

g. Corong Kaca

h. Hot Plate/ Bunsen

i. Gelas Ukur 50 ml

j. Erlenmeyer

(4)

l. Kertas Whatmen No.42

m. Batang Pengaduk

2. Bahan

a. Siput Langkitang (sampel)

b. Larutan HNO3

c. Aquadest

3. Cara Kerja Penelitian

Pemeriksaan sampel siput langkitang ini di periksa di Laboratorium

Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yang dilakukan oleh beberapa petugas

laboratorium tersebut. Adapun analisis logam timbal dilakukan dengan beberapa

tahapan :

1. Sediakan sampel dari masing-masing siput langkitang

2. Haluskan siput langkitang hingga homogen dengan menggunakan

blender.

3. Timbang sampel siput yang telah dihaluskan hingga 10 gr.

4. Masukkan ke cawan porselen

5. Keringkan dalam oven pada suhu 1050C

6. Arangkan sampel diatas hot plate/ Bunsen

7. Masukkan dalam tanur pada suhu 5500C sampai arang menjadi abu dan

bewarna putih keabu-abuan.

8. Setelah itu larutkan dengan 10 ml asam nitrat PA

9. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml

(5)

11.Paskan hingga tanda garis dan homogenkan

12.Kemudian saring dengan kertas whatmen No. 42

13.Larutan siap dibaca menggunakan AAS (Atomic Absorption

Specrophotometry).

3.6Definisi Operasional

1. Pedagang Siput Langkitang Pedagang yang mengolah dan menjajakan

siput langkitang yang telah masak di Kelurahan Rimbo Kaluang.

2. Siput Langkitang (Faunus ater) adalah siput yang hidup di air payau

memiliki ukuran relatif besar memiliki panjang mencapai 90 mm tetapi

biasanya rata-rata sekitar 50-60 mm.

3. Timbal (Pb) adalah logam yang memiliki titik lebur rendah, mudah

dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk

melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.

4. Perilaku Pedagang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang

dalam pengolahan siput langkitang serta tentang kandungan timbal (Pb)

pada siput langkitang.

5. Sesuai adalah jika kadar timbal (Pb) pada siput langkitang belum melebihi

batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 7387-2009 yaitu 1,5 mg/kg

(6)

3.7 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan penilaian data umum

dan data perilaku pedagang siput langkitang terkait kadar timbal serta

pengolahannya yang tertera dalam bentuk kuesioner.

Data umum terdiri atas 5 pertanyaan tertutup terkait kadar timbal dan

pengolahan siput langkitang, di mana pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih

dahulu oleh peneliti. Jawaban responden akan diolah dan disajikan dalam bentuk

distribusi.

Aspek pengukuran data perilaku pedagang siput langkitang terkait kadar

timbal dan pengolahan siput langkitang terbagi atas data pengetahuan dan

tindakan yang diukur dengan skala Guttman, sedangkan data sikap diukur dengan

skala Likert.

Adapun data perilaku responden siput langkitang yang terbagi atas :

a. Pengetahuan

Untuk data pengetahuan responden, yang terdiri atas 14 buah pertanyaan

yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 14 dengan total skor 28.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu : jika responden menjawab “a” diberi

skor = 2, jika menjawab “b” diberi skor = 1, dan jika menjawab “c” skor = 0.

Berdasarkan jumlah skor menurut Arikunto (2003) Pengetahuan pedagang

siput langkitang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar > 75%

(7)

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar <

75% dari seluruh pertanyaan (skor < 21).

b. Sikap

Data sikap responden, yang terdiri atas 8 buah pertanyaan dengan pilihan

jawaban :

1. SANGAT SETUJU dengan bobot nilai 4

2. SETUJU dengan bobot nilai 3

3. KURANG SETUJU dengan bobot nilai 2

4. TIDAK SETUJU dengan bobot nilai 1

5. SANGAT TIDAK SETUJU dengan bobot nilai 0

Dengan demikian total skor tertinggi adalah 32 dan skor

terendah adalah 0. Kriteria yang digunakan untuk menentukan

sikap pedagang siput langkitang dibagi dalam 2 kategori sebagai

berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar >

75% dari seluruh pertanyaan (skor > 24).

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar

< 75% dari seluruh pertanyaan (skor < 24).

c. Tindakan

Data tindakan responden, yang terdiri dari 6 buah pertanyaan dengan

pilihan jawaban :

1. YA dengan bobot nilai 1

(8)

Dengan demikian, total skor tertinggi adalah 5 dan skor

terendah adalah 0. Kriteria yang digunakan untuk menentukan

tindakan pedagang siput langkitang dibagi dalam 2 kategori

sebagai berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar ≥

75% dari seluruh pertanyaan (skor ≥ 4).

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar

< 75% dari seluruh pertanyaan (skor < 4)

3.8 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan cara :

a. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah dikumpulkan, meliputi

kelengkapan isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi

jawaban, keseragaman satuan data yang digunakan dan sebagainya.

b. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang

terkumpul di setiap instrument penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk

memudahkan dalam penganalisisan dan penafsiran data.

c. Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke

dalam tabel-tabel agar mudah dipahami.

d. Analisis data, yaitu agar pengolahan data secara statistik pada dasarnya

suatu cara mengolah data kuantitatif sederhana, sehingga data penelitian

tersebut mempunyai arti. Pengolah data melalui teknik penelitian dapat

dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah distribusi frekuensi

(9)

3.9 Metode Analisis Data

Data diperoleh dari hasil pengukuran timbal (Pb) dalam pengolahan siput

langkitang yang telah diolah akan dianalisa secara deskriptif, disajikan dalam

bentuk tabel distribusi, kemudian dijelaskan secara deskriptif kondisi dan perilaku

pada masing-masing pedagang yang berhubungan dengan tinggi rendahnya kadar

timbal (Pb) yang akan dibandingkan dengan batas maksimum cemaran timbal

(10)

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Rimbo Kaluang adalah salah satu dari 10 Kelurahan yang

berada di wilayah Kecamatan Padang Barat berada pada ketinggian 8 m dari

permukaan laut. Kelurahan rimbo kaluang merupakan daerah pemukiman

penduduk dan daerah pengembangan wisata. Luas wilayah Kelurahan Rimbo

Kaluang ± 42 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Flamboyan Baru

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ujung Gurun

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

4. Sebelah Timur berbatasan Kelurahan Jati

Kelurahan Rimbo Kaluang memiliki 14 RT (Rukun Tetangga) dan 4 RW

(Rukun Warga). Jarak dari Kelurahan Rimbo Kaluang menuju ibukota kecamatan

adalah ± 1,2 Km. Untuk data kependudukan, pada tahun 2016 didapati jumlah

penduduk di Kelurahan Rimbo Kaluang adalah sebanyak 3.910 jiwa, dimana

terdiri atas 1.986 jiwa penduduk laki-laki dan 1.924 jiwa penduduk perempuan.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang dilakukan di UPTD

Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat di mana pemeriksaan

kadar timbal (Pb) dilakukan dengan menggunakan metode Spektropometri

(11)

dengan cara mendestruksi siput langkitang yang telah dikeringkan, setelah itu

hasil larutan dibaca menggunakan Spektropometri Serapan Atom (SSA).

4.2.1.1Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah dimasak pada Siput Langkitang

Pada pemeriksaan kadar timbal (Pb) sebelum dan sesudah di masak

terdapat sebanyak 24 sampel yang terdiri dari 12 sampel sebelum dimasak dan 12

sampel lagi sesudah dimasak. Sampel sebelum diambil pada pedagang sebelum

pedagang melakukan proses pemasakan. Dalam proses pencucian terdapat 2

sampel yang dicuci sebanyak 5 kali, 3 sampel dicuci sebanyak 6 kali, 3 sampel

dicuci sebanyak 7 kali, 1 sampel dicuci sebanyak 8 kali, 1 sampel lagi dicuci

sebanyak 9 kali dan 1 sampel lagi dicuci sebanyak 10 kali.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang sebelum dan

sesudah dimasak dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(12)

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal pada siput langkitang

sebelum dimasak dan sesudah dimasak terjadi kenaikan kadar timbal serta

penurunan kadar timbal. Sesuai dengan SNI 7387-2009 tentang batas cemaran

timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 8 sampel yang tidak

memenuhi syarat dan 4 sampel yang memenuhi syarat.

Pada hasil pemeriksaan kadar timbal sebelum dan sesudah dimasak terdapat 8

sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu sampel 1 sebelum dimasak dengan

kadar sebesar 2,563 terjadi peningkatan setelah dimasak sebesar 0,234 mg/kg,

sampel 4 dengan kadar sebesar 2,115 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan

sebesar 0,034 mg/kg setelah dimasak, sampel 5 dengan kadar sebesar 2,759 mg/kg

sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,023 mg/kg setelah dimasak, sampel

6 dengan kadar timbal sebesar 4,943 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan

sebesar 0,107 mg/kg setelah dimasak, sampel 7 dengan kadar sebesar 4,109 mg/kg

sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0,079 mg/kg setelah dimasak,

sampel 9 dengan kadar sebesar 2,288 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan

sebesar 0,075 mg/kg) setelah dimasak, sampel 11 dengan kadar 5,074 mg/kg

sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,214 mg/kg setelah dimasak, lalu

kemudian sampel 12 dengan kadar sebesar 3,324 mg/kg sebelum dimasak terjadi

peningkatan sebesar 0.075 mg/kg setelah dimasak.

Terdapat juga 4 yang memenuhi syarat yaitu sampel 2 dengan kadar sebesar 1,220

mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0,172 mg/kg setelah dimasak,

(13)

sebesar 0,082 mg/kg sesudah dimasak, sampel 8 dengan kadar sebesar 0,854

mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,077 mg/kg setelah dimasak,

kemudian sampel 10 dengan kadar sebesar 0,617 mg/kg sebelum dimasak terjadi

peningkatan 0,022 mg/kg setelah dimasak. .

4.2.1.2Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Terbuka

Pada pemeriksaan kadar timbal pada siput terbuka terdapat 6 sampel siput

langkitang yang diperiksa. Sampel tersebut berasal dari penjual yang menjual

siput langkitang dalam keadaan terbuka di pinggir jalan. Waktu pengambilan

dimulai dari pukul 16.00-18.00 WIB dikarenakan pada waktu tersebut merupakan

waktu dengan lalu lintas yang padat. Dimana 60% jalan raya diisi oleh

pengendara sepeda motor yang berbahan bakar premium dan 30% lagi kendaraan

mobil yang berbahan bakar premium dan 10% lagi kendaraan berbahan bakar

solar.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang yang terbuka

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Terbuka

(14)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal (Pb) terendah adalah terdapat pada

sampel 5 yaitu dengan kadar sebesar 2,798 mg/kg, diikuti oleh sampel 4 dengan

kadar sebesar 3,626 mg/kg, selanjutnya sampel 1 dengan kadar sebesar 3,788

mg/kg, selanjutnya sampel 6 dengan kadar sebesar 5,765 mg/kg, kemudian

sampel 3 dengan kadar sebesar 7,801 mg/kg dan kadar tertinggi terdapat pada

sampel 2 dengan kadar sebesar 9,011 mg/kg. Sesuai dengan SNI 7387-2009

tentang batas cemaran timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat

seluruh sampel tidak memenuhi syarat.

4.1.2.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Tertutup

Pada pemeriksaan kadar timbal pada siput langkitang yang tertutup

terdapat 6 sampel siput langkitang yang diperiksa. Sampel tersebut berasal dari

siput langkitang pada penjual yang menjual siput langkitang dengan wadah

tertutup. Waktu pengambilan sama dengan sampel terbuka yaitu pada pukul

16.00-18.00 WIB dengan alasan pada jam tersebut lalu lintas di jalanan di

Kelurahan Rimbo Kaluang terkhususnya di tepi pantai Padang sedang padat.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang yang tertutup

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(15)

Keterangan :

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal (Pb) mulai dari yang

terendah adalah sampel 2 dengan kadar sebesar 0,171 mg/kg, diikuti oleh sampel

sampel 1 dengan kadar sebesar 0,722 mg/kg, selanjutnya sampel 6 dengan kadar

sebesar 0,962 mg/kg, selanjutnya sampel 5 dengan kadar sebesar 1,037 mg/kg,

kemudian sampel 3 dengan kadar sebesar 1,151 mg/kg dan kadar tertinggi adalah

sampel 4 dengan kadar sebesar 2,755 mg/kg. Sesuai dengan SNI 7387-2009

tentang batas cemaran timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa hanya

sampel 4 yang kadar timbalnya memenuhi persyaratan dan 1 sampel tidak

memenuhi syarat.

4.3 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil pemeriksaan dilaboratorium pada siput langkitang yang

terbuka dan tertutup, selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui

apakah data siput langkitang terbuka dan tertutup normal. Data dikatakan normal

apabila P value > 0,05. Untuk uji normalitas terdapat 2 uji yaitu uji

kolmogorov-smirnov dan uji Shapiro-wilk. Syarat dalam melakukan uji kolmogorov-smirnov

adalah apabila data berjumlah di atas 50, sedangkan untuk uji Shapiro-wilk

dilakukan apabila data berjumlah di bawah 50. Dalam hal ini penulis

menggunakan uji kolmogorov-smirnov karena jumlah data berjumlah dibawah

(16)

4.3.1 Hasil Uji Shapiro-wilk pada Siput Langkitang yang Terbuka dengan Siput Langkitang yang Tertutup

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Tertutup

Sampel n % p

siput langkitang terbuka p = 0,422 dan data siput langkitang tertutup p = 0,131.

Apabila data dikatakan normal maka selanjutnya digunakan uji T

Dependen pada sampel siput langkitang yang terbuka dan pada siput langkitang

yang tertutup.

4.3.2 Hasil Tes Uji T-Dependen pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Siput Langkitang yang Tertutup

Tabel 4.5 Hasil Statistik Uji T-Dependen pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Siput Langkitang yang Tertutup

Sampel Mean SD SE p N

Terbuka 5,464 2,507 1,023

0,17 6

Tertutup 1,127 0,867 0,354

Pada tabel di atas, berupa rata-rata dan standar deviasi pengukuran

pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata pengukuran pertama adalah 5,464

dengan SD = 2,507. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata dalah 1,127 dengan

SD = 0,867.

Uji T berpasangan, terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran

(17)

tailed), maka dapat disimpulkan ada perbedaan signifikan terhadap makanan

antara pengukuran dengan dibiarkan dalam keadaan terbuka dan tertutup.

4.4 Karakteristik Pedagang

4.4.1 Data Umum

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pedagang

No Karakteristik Responden Jumlah %

(18)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa responden yang lebih

banyak diwawancarai berada pada umur 40 tahun yaitu sebanyak 4 orang (33.3%).

Sebagian besar responden berjualan selama > 8 jam per hari yaitu sebanyak 8

orang (66.7%). Seluruh responden memilih lokasi berdagang karena strategis atau

mudah diliat oleh calon pembeli. Untuk sumber siput langkitang seluruh

responden menjawab siput langkitang berasal dari pasar tradisional. Distribusi

responden berdasarkan lama proses perebusan siput langkitang sebagian besar

merebus siput langkitang selama > 30 menit yaitu sebanyak 7 orang (58.4).

Frekuensi penggantian air dalam proses pencucian siput langkitang paling banyak

adalah 6 kali dan 7 kali (25%).

4.4.2Perilaku Pedagang

A. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur dengan 14 pertanyaan mengenai perilaku

pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di

Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Pengolahan Terhadap Siput Langkitang

No Pertanyaan n %

1. Pengertian Timbal (Pb)

a. Logam berat yang beracun 3 25.0

b. Tidak Tahu 9 75.0

2. Ada logam berat timbal yang dapat masuk ke dalam siput langkitang

(19)

a. Ya 3 25.0

c. Tidak tahu 9 75.0

5. Dampak dari Bahaya Timbal Bagi Kesehatan

b. Gangguan sistem syaraf, hipertensi sampai kanker 4 33.3

c. Tidak tahu 8 66.7

6. Jarak Berjualan dari Jalan Raya

a. Lebih dari 100 meter 8 66.7

b. Kurang dari 100 meter 2 16.7

c. Tidak tahu 2 16.7

7. Timbal dari Asap Kendaraan Bermotor dapat Mencemari Makanan

a. Ya, karena salah satu sumber timbal berasal dari asap

kendaraan bermotor

8. Lokasi Berjualan yang Memenuhi Syarat

a. Jauh dari sumber pencemar, tersedia tempat air

bersih

9 75.0

b. Yang sering dilalui oleh pembeli 2 16.7

c. Tidak tahu 1 8.3

9. Mencegah Siput Langkitang dari Bahan Pencemar

a. Mencuci dan merebus siput langkitang

dengan baik

9 75.0

b. Menggunakan penutup pada wadah 2 16.7

c. Tidak tahu 1 8.3

10. Peralatan Masak yang Memenuhi Syarat

a. Masih baru, berwarna cerah, mudah dibersihkan 1 8.3

b. Permukaan alat tidak cacat, mudah dibersihkan, saat

kontak dengan makanan tidak mengeluarkan logam berbahaya

11 91.7

11. Waktu yang dibutuhkan untuk Merebus Siput Langkitang

a. Lebih dari 30 menit 10 83.3

b. Kurang dari 30 menit 1 8.3

c. Tidak tahu 1 8.3

12. Air yang Baik digunakan untuk Mencuci Siput Langkitang

a. Air tergenang dalam ember 4 33.3

b. Air yang mengalir 8 66.7

13. Mengonsumsi Makanan Olahan Tercemar sama dengan Menggunakan Timbal

a. Ya 7 58.3

b. Tidak 2 16.7

c. Tidak tahu 3 25.0

14. Mengkonsumsi Siput Langkitang yang Tercemar Timbal dalam Jangka Waktu yang Lama Dapat Membahayakan Kesehatan

a. Tidak 1 8.3

b. Ya 7 58.3

c. Tidak tahu 4 33.3

(20)

Berdasarkan data di atas, sebagian besar responden telah mengetahui cara mencegah

siput langkitang dari bahan pencemar adalah dengan mencuci dan merebus

dengan baik. Hampir seluruh responden tidak mengetahui dampak timbal (Pb)

bagi kesehatan. Padahal timbal (Pb) memiliki dampak yang berbahaya apabila

dikonsumsi secara terus-menerus. Responden mengetahui bahwa peralatan

masak yang memenuhi syarat adalah permukaan alat tidak cacat, mudah

dibersihkan, saat kontak dengan makanan tidak mengeluarkan logam berbahaya.

A. Sikap

Sikap responden diukur dengan 8 pertanyaan mengenai perilaku pedagang

terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di Kelurahan

Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

(21)

siput langkitang

Berdasarkan data di atas, sebagian besar responden setuju jika jarak tempat

berdagang siput langkitang hendaknya jauh dari sumber pencemar yaitu 100 m.

Responden juga setuju wadah Penyimpanan hasil olahan siput langkitang

(22)

apabila merebus siput langkitang hendaknya dilakukan selama ≥ 30 menit untuk

menurunkan kadar timbal (Pb).

B. Tindakan

Tindakan responden diukur dengan 6 pertanyaan mengenai perilaku

pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di

Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

Tabel 4.9 Distribusi Tindakan Responden Mengenai Pengolahan Terhadap Siput Langkitang

Pertanyaan Ya Tidak

1. Jarak tempat berdagang siput langkitang jauh dari kepadatan lalu lintas kendaraan

bermotor yaitu ≥ 100 m 7 58.3 5 41.7

2. Wadah penyimpanan hasil olahan siput

langkitang diberi penutup untuk

mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor

5. Mencuci siput langkitang menggunakan air mengalir

Berdasarkan data di atas, seluruh responden menggunakan wadah

penyimpanan hasil olahan siput langkitang yang matang diberi penutup untuk

mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor. Namun sebagian dari

pedagang masih berjualan pada jarak yang dekat dengan jalan raya. Padahal jarak

berjualan yang benar adalah jauh dari kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor

yaitu ≥ 100 m. Sebagian responden masih menggunakan wajan yang terbuat dari

(23)

Penilaian tingkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan dengan

menghitung jumlah total skor jawaban responden. Berdasarkan skoring terhadap

pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai analisis kadar timbal (Pb)

dan perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang

dijual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun

2017.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Pengolahan Terhadap Siput Langkitang

No. Kategori Baik Tidak Baik

n % n %

1 Pengetahuan 0 0 12 100.0

2 Sikap 4 33.3 8 66.7

3 Tindakan 4 33.7 8 66.7

Total 12

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa pengetahuan responden

paling banyak pada tingkat tidak baik yaitu berjumlah 12 orang (100%). Pada

kategori sikap diketahui bahwa sikap responden paling banyak pada tidak baik

yaitu berjumlah 8 orang (66.7%). Dan pada kategori tindakan responden paling

(24)

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah dimasak pada Siput Langkitang

Pemeriksaan awal kadar timbal (Pb) dilakukan dengan menggunakan

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di UPTD Laboratorium Kesehatan

Provinsi Sumatera Barat dan menunjukkan adanya timbal (Pb) pada sampel siput

langkitang. SNI 7387-2009 menyebutkan bahwa batas maksimum cemaran timbal

(Pb) yaitu sebesar 1,5 mg/kg (ppm). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sampel

siput langkitang yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.

Pada siput langkitang sebelum dimasak sampel dengan kadar tertinggi

terdapat pada sampel 11 dengan kadar timbal sebesar 5,047 mg/kg. Menurut

Hutagalung (2001) logam berat secara alami memiliki konsentrasi yang rendah

pada perairan. Tinggi rendahnya konsentrasi logam berat disebabkan oleh jumlah

masukan limbah logam berat ke perairan.

Konsentrasi logam berat Pb pada siput langkitang (Faunus ater)

cenderung memiliki konsentrasi yang besar. Dimana konsentrasi Pb pada siput

langkitang yang terbesar adalah 5,047 mg/kg, sedangkan batas maksimum

cemaran kadar timbal pada Gastropoda yang ditetapkan oleh SNI (2008) yaitu

sebesar 1,5 mg/kg. Tingginyaa kadar timbal pada siput langkitang di dukung oleh

penelitian Saenab (2013) bahwa kadar timbal pada siput langkitang di Desa

(25)

artinya telah melampaui ambang batas yang diperkenankan oleh SNI yaitu sebesar

1,5 mg/kg.

Setelah dimasak kadar timbal (Pb) pada beberapa sampel mengalami

penurunan tapi hanya sedikit saja dan beberapa lagi malah terjadi peningkatan.

Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh perilaku dari pedagang yang melakukan

perebusan yang tidak sesuai. Walaupun mengalami penurunan kadar timbal tapi

tetap saja di atas batas maksimum yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 1,5 mg/kg.

Pada sampel 1 terlihat ketika siput langkitang masih mentah kadar

timbalnya sebesar 2,563 mg/kg, setelah dilakukan proses pemasakan kadar timbal

naik menjadi 2,797 mg/kg. Hal ini bisa diakibatkan karena penggunaan kuali yang

terbuat dari aluminium yang mengakibatkan kadar timbal menjadi naik, karena

kuali yang terbuat dari aluminium dilapisi oleh timbal (Pb) peneliti berasumsi

bahwa selama perebusan timbal yang terdapat pada kuali terkikis oleh spatula saat

memasak maka timbal tersebut tercampur kedalam masakan tersebut. Selain itu,

proses perebusan siput langkitang juga bisa menjadi faktor tingginya kadar

timbal. Perebusan dengan waktu yang singkat juga dapat mempengaruhi kadar

timbal. Para pedagang berasalan bahwa perebusan terlalu lama akan membuat

tekstur dari siput langkitang tersebut tidak kenyal dan akan cenderung lembek.

Hal ini akan mengurangi penjualan karena para pembeli lebih suka dengan tekstur

siput langkitang yang masih kenyal. Pedagang cenderung merebus siput

langkitang dengan melihat apakah air sudah mendidih atau belum. Namun

(26)

sejalan dengan hasil penelitian dari Sari (2014) dimana perebusan selama 30

menit dapat menunjukkan penurunan kadar timbal sebesar 31,86%.

Banyaknya sampel yang tidak memenuhi syarat mempunyai dampak yang

buruk bagi kesehatan. Tingginya kadar timbal yang masuk dalam tubuh manusia

dapat mengakibatkan toksisitas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Aryanti (2013) bahwa kadar asupan maksimal timbal (Pb) adalah sebesar 50

mg/kg berat badan setiap harinya. Apabila tubuh mengalami keterpaparan timbal

(Pb) lebih dari batas penggunaan maksimum yang sudah diperoleh tersebut, maka

akan muncul gejala seperti wajah pucat, sakit perut, konstipasi, muntah, anemia

dan sering terlihat garis biru pada gusi di atas gigi. Pada pemeriksaan psikologis

dan neuropsikologis ditemukan gejala berkurangnya kemampuan sistem memori,

konsentrasi menurun, sulit berbicara dan gangguan saraf lainnya. Dampak lebih

lanjut dari keterpaparan timbal berlebih adalah gangguan sistem sintesa

hemoglobin (Hb) yang mengakibatkan anemia serta gangguan pada organ

reproduksi seperti keguguran pada janin pada wanita hamil dan menurunkan

bahkan meningkatkan jumlah sperma secara abnormal pada pria.

5.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang Terbuka

Pada hasil pemeriksaan siput langkitang terbuka didapatkan hasil yang

tinggi. Berdasarkan pemeriksaan di UPTD Laboratorium Kesehatan Sumatera

Barat yang menunjukkan adanya timbal (Pb) pada setiap sampel dengan kadar

diatas batas maksimum seperti yang telah ditetapkan SNI. Kadar tertinggi

ditemukan pada sampel 2 dengan kadar sebesar 9,011 mg/kg dan terendah pada

(27)

Faktor tingginya kadar timbal (Pb) adalah karena siput langkitang tidak

menggunakan wadah penutup sehingga timbal yang terdapat pada asap kendaraan

bermotor dengan mudahnya masuk ke dalam siput langkitang tersebut.

Pengambilan sampel dilakukan dari jam 16.00-18.00 WIB dengan alasan waktu

tersebut merupakan waktu dimana lalu lintas kendaraan sedang padat dan

merupakan jam sibuk sehingga jumlah partikel timbal di udara juga banyak. Pada

jam tersebut masyarakat banyak datang untuk membeli siput langkitang dan

duduk di tepi pantai sambil menikmati pemandangan. Siput langkitang yang ada

dibiarkan terbuka dari jam 16.00-18.00 WIB untuk mengetahui kadar timbal yang

terdapat pada siput langkitang tersebut.

Tingginya kadar timbal pada siput langkitang terbuka sejalan dengan

penelitian Marbun (2010) yang menyebutkan terjadi peningkatan kadar timbal

pada semua gorengan bakwan pada waktu sesaat setelah diangkat dari kuali

penggorengan, tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan hingga

enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan.

Semakin lama makanan tersebut terpapar oleh asap kendaraan bermotor

maka akan semakin banyak timbal (Pb) yang dikandung makanan tersebut. Hal ini

sesuai dengan penelitian Yulianti (2005) diperoleh hasil bahwa ada pengaruh lama

waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di depan

Java Supermall Peterongan Semarang.

Sanjaya (2006) menyebutkan bahwa timbal yang berasal dari bahan bakar

mengandung timbal yang merupakan sumber utama dari timbal di atmosfer dan

(28)

dalam bentuk partikel, sedangkan 25% lainnya akan berada dalam kendaraan

(saringan asap). Dari 75% timbal yang diemisikan itu dari kendaraan bermotor

tersebut, sekitar 40% jatuh pada jarak dekat, 8% jatuh pada jarak agak jauh, 24%

jatuh pada jarak jauh dan 3% tidak dapat diukur.

Lokasi berjualan yang terlalu dekat dengan jalan raya dan parkir

kendaraan bermotor juga sangat mempengaruhi kadar timbal (Pb) pada makanan

jajanan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Karmila (2004) yaitu untuk mengetahui kandungan timbal pada beras yang

ditanam di pinggir jalan. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruhnya positif

mengandung timbal dan semakin jauh jarak padi dari jalan raya semakin sedikit

kandungan timbal (Pb) nya.

Pengambilan sampel dari pedagang siput langkitang yang berjualan di

pinggir jalan menjadikan emisi dari asap kendaraan bermotor sebagai faktor

utama sumber polusi timbal (Pb). Menurut Parsa (2001) dalam Antari (2007),

polusi timbal (Pb) di kawasan jalan raya dan perkotaan sangat tergantung pada

kecepatan lalu lintas, jarak terhadap jalan raya, arah dan kecepatan angin, cara

mengendarai dan kecepatan kendaraan.

5.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang Tertutup

Kadar timbal pada sampel siput langkitang yang tertutup memiliki kadar

timbal rata-rata dibawah ambang batas. Kadar timbal pada sampel siput

langkitang tertutup adalah berkisar dari 0,171 mg/kg – 2,755 mg/kg.

Kadar timbal pada sampel 1 memiliki kadar terendah ssebesar 0,171

(29)

adalah karena wadah penutup nya cukup efektif untuk mengurangi cemaran

sejalan dengan penelitian Siburian (2016) dimana kadar timbal pada minyak

goreng yang memakai penutup pada wajannya memiliki kadar yang terendah.

Kadar timbal pada sampel 4 merupakan kadar tertinggi diantara semuanya

dengan kadar sebesar 2,755 mg/kg. Tingginya kadar timbal pada sampel yang

telah ditutup dengan wadah bisa diakibatkan karena penutup pada wadah kurang

efektif dalam menghalangi bahan pencemar masuk ke dalam siput langkitang.

Sehingga bahan pencemar tetap dapat masuk kedalam siput langkitang.

Penggunaan penutup pada wadah merupakan hal yang penting untuk

mengurangi siput langkitang dari bahan pencemar seperti timbal yang berasal dari

kendaraan bermotor karena timbal banyak terdapat pada asap kendaraan bermotor.

Jarak pedagang yang dekat dengan jalan raya juga mendukung penggunaan

penutup pada wadah tempat siput langkitang disajikan.

5.4 Karakteristik Pedagang

5.4.1 Data Umum

Data umum pada kuesioner adalah data yang berisi kondisi-kondisi yang

bisa saja terkait dengan tinggi rendahnya kadar timbal pada siput langkitang. Hasil

menunjukkan bahwa seluruh responden pedagang menjajakan dagangannya tepat

di pinggir jalan raya yang ramai akan lalu lalang kendaraan bermotor dengan

alasan lokasi tersebut sangat strategis, ramai dilalui, mudah dijangkau oleh calon

pembeli dan tentunya menjadi kondisi yang bagus untuk mendatangkan

(30)

siput langkitang dari pasar tradisional karena hanya di pasar tradisional terdapat

penjual siput langkitang tersebut.

Selanjutnya, rata-rata lamanya mereka berdagang setiap hari adalah lebih

atau sama dengan 8 jam per hari dengan rentang waktu dari pukul 14.00 WIB

hingga 23.00 WIB. Rentang waktu ini sangat tepat bagi mereka, di mana pada saat

itu merupakan jam pembeli mulai berdatangan dan alasan lain adalah mereka

harus menghabiskan dagangan yang dimasak selama satu hari tersebut. Untuk hal

perebusan siput langkitang, rata-rata lama perebusannya adalah lebih dari 30

menit tapi terkadang mereka juga mengatakan merebus siput langkitang hanya

sampai air rebusan tersebut mendidih. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga

kualitas daging siput agar tetap baik.

Seluruh responden juga melakukan pencucian selama lebih dari 7 kali

untuk memastikan siput langkitang benar-benar bersih dari lumpur-lumpur yang

terdapat pada siput langkitang tersebut. Ketika ditanyakan mengenai dampak

kesehatan yang timbul akibat mengonsumsi siput langkitang yang mengandung

timbal seluruh responden menjawab tidak tahu.

5.4.2 Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pedagang memiliki skor

yang hampir sama tentang pengolahan siput langkitang yaitu 15 (53,3%) dari total

minimal adalah 21 (75%), sehingga dapat dikatakan pengetahuannya tidak baik.

Secara rinci seluruh responden tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan

timbal , apakah timbal dapat masuk ke dalam siput langkitang, serta sumber dari

(31)

mendengar kata timbal. Padahal timbal merupakan salah satu partikel pencemar.

Sejalan dengan Wardhana (2001) bahwa terjadinya pencemaran udara karena

adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara, dimana timbal (Pb) adalah

salah satu partikel polutan pencemar.

Namun demikian, seluruh responden mengetahui bahwa cara mencegah

siput langkitang dari bahan pencemar seperti timbal dengan cara mencuci dan

merebus siput langkitang dengan baik. Mereka juga mengetahui bahwa waktu

yang dibutuhkan untuk merebus siput langkitang adalah ≥ 30 menit, tanpa

mengetahui bahwa perebusan siput langkitang selama ≥ 30 menit tersebut dapat

menimbulkan kadar timbal pada siput langkitang tersebut.

Seluruh pedagang juga mengetahui lokasi berdagang yang baik itu ≥ 100

m. Namun pada kondisinya lokasi berdagang siput langkitang < 100 m. Lokasi

berdagang yang berada dekat dengan jalan raya merupakan salah satu faktor

resiko tercemar oleh timbal. Hal ini dikarenakan banyaknya volume kendaraan

bermotor menyumbang polusi udara sebesar 60-70%. Sehingga pada prinsipnya

baik pedagang maupun dagangan siput langkitang sebenarnya berada pada

kawasan resiko terpapar asap yang mengandung timbal (Pb) setiap harinya.

Pengetahuan tentang pengolahan siput langkitang tidak terlepas dari

informasi yang diterima responden. Informasi yang didapat dari pendidikan

formal, pengalaman sendiri atau orang lain, maupun dari berbagai media

informasi yang disediakan. Hal ini sejalan dengan teori Achmadi (2014) bahwa

faktor eksternal yang dapat memengaruhi pengetahuan yaitu faktor dari luar diri,

(32)

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Kaitannya dengan pengetahuan pedagang adalah sejauh mana para pedagang

mengetahui ataupun memperoleh informasi mengenai pengolahan siput

langkitang. Kurangnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang akan

dilakukan, karenanya menurut Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo

(2003) bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi untuk

terjadinya perilaku.

5.4.3 Sikap

Seluruh pedagang menunjukkan sikap bagus karena setuju bila lokasi

penjualan siput langkitang harus bebas dari pencemaran dengan jarak ≥ 100 m.

Hal di atas turut meminimalisir cemaran timbal bila dilaksanakan dengan baik.

Seluruh pedagang juga kurang setuju dengan jarak tempat berdagang mereka

dekat dengan kepadatan lalu lintas.

Untuk penggunaan penutup pada wadah penyimpanan hasil olahan dari

siput langkitang seluruh pedagang menyatakan sikap setuju terhadap hal tersebut.

Alasan mereka adalah untuk melindungi siput langkitang dari debu-debu yang

ada. Dari sini kita bisa melihat bahwa mereka sudah tahu bahwa penggunaan

penutup wadah pada dagangannya adalah baik.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau

objek (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini sikap pedagang dapat diartikan

sebagai reaksi atau respon tentang setuju/ tidaknya pedagang terhadap beberapa

(33)

bermotor. Wujud nyata dari sikap ini adalah tindakan, dimana terkadang banyak

sikap yang positif tetapi tidak diikuti dengan tindakan yang diharapkan sesuai

dengan sikap itu tadi.

5.4.4 Tindakan

Dalam hal ini, tindakan merupakan bentuk nyata perilaku pedagang siput

langkitang dalam menghindari makanan olahannya dari cemaran timbal (Pb).

Tindakan yang sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan akan beresiko

lebih kecil tercemar polutan baik dari udara, air maupun penjamah itu sendiri.

Tindakan ini juga merupakan penentu akhir besar-kecilnya kadar timbal yang

terkandung dalam siput langkitang yang dijual oleh para pedagang tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden membuka usaha

dagangannya dipinggir jalan raya dengan alasan banyak calon pembeli yang dapat

melihat serta membelinya. Hampir seluruh responden mencuci siput langkitang

dengan air yang ada pada ember dengan alasan penghematan penggunaan air.

Padahal seharusnya pencucian siput langkitang dilakukan dengan menggunakan

air mengalir.

Berdasarkan hasil yang menunjukkan bahwa semua responden memiliki

perilaku yang tidak baik dalam mengolah siput langkitang, sehingga diduga

menjadi penyebab tingginya kadar timbal dalam sampel siput langkitang. Hal ini

didukung oleh lokasi berdagang mereka yang berada tepat dipinggi jalan yang

ramai akan lalu lalang kendaraan bermotor, sehingga cemaran timbal melalui asap

kendaraan bermotor menjadi lebih tinggi pada siput langkitang yang dijual oleh

(34)

Para konsumen yang suka jajan di pinggir jalan harus berhati-hati karena

makanan yang tercemar akan merusak kesehatan seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya bahwa pengkonsumsian bahan makanan yang tercemar logam berat

oleh konsumen secara terus-menerus akan terakumulasi dalam jaringan tubuh

sehingga lambat laun akan membahayakan kesehatan konsumen itu sendiri.

Mengingat resiko yang ditimbulkan tersebut, maka perlu kiranya

dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap masyarakat akan

pencemaran timbal (Pb) ini. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain

mendukung dan terus melanjutkan program penghapusan bensin bertimbal oleh

pemerintah, sekaligus mencari bahan alternative lain untuk

mengurangi/menghilangkan penggunaan timbal (Pb) pada bahan bakar kendaraan

bermotor. Upaya lain yakni dengan melakukan penanaman pohon di pinggir jalan

yang dapat menyerap timbal (Pb) misalnya pohon mahoni, mangga, akasia dan

lain-lain, untuk mengurangi pemaparan timbal (Pb) pada makanan jajanan.

Penanaman pohon peneduh jalan juga perlu dilakukan. Penelitian Antari, dkk

(2007) membuktikan jenis pohon peneduh seperti Angsana dan Glodogan

memiliki daun berdaya serap tinggi terhadap timbal (Pb). Melakukan pemantauan

rutin terhadap kadar timbal (Pb) di udara dan dalam darah masyarakat yang

(35)

1. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang mentah

adalah 5,074 mg/kg dan terendah adalah 0,617 mg/kg. Dimana batas yang

telah ditetapkan adalah 1,5 mg/kg. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada

siput langkitang yang matang adalah 4,860 mg/kg dan terendah adalah

0,639 mg/kg. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang

terbuka adalah 9,011 mg/kg dan terendah adalah 2,798 mg/kg..

Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang tertutup

adalah 2,755 mg/kg dan terendah adalah 0,171 mg/kg.

2. Berdasarkan hasil kuesioner untuk pengetahuan pedagang terhadap

pengolahan siput langkitang didapatkan hasil bahwa masih kurangnya

pengetahuan pedagang tentang bagaimana mengolah makanan dengan

baik dan benar. Disamping itu masih minimnya pengetahuan pedagang

tentang paparan timbal (Pb) terhadap makanan dari emisi asap kendaraan

bermotor.

3. Berdasarkan hasil kuesioner untuk sikap menunjukkan bahwa hampir

seluruh pedagang memiliki sikap tidak baik dalam pengolahan siput

langkitang.

4. Berdasarkan hasil kuesioner untuk tindakan juga menunjukkan hampir

seluruh pedagang memiliki tindakan yang tidak baik dalam proses

(36)

6.2 Saran

1. Kepada Para Pedagang Siput Langkitang

a. Sebaiknya lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya

menerapkan prinsip hygiene dan sanitasi pengolahan makanan,

agar makanan yang diolah lebih berkualitas dan tidak

membahayakan kesehatan pembeli/konsumen

b. Dalam proses perebusan sebaiknya dilakukan selama > 30

menit karena berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium

merebus selama > 30 menit dapat menurunkan kadar timbal

sebesar 30%

c. Dalam proses pencucian sebaiknya dilakukan lebih dari 7 kali

agar timbal yang terdapat pada siput langkitang dapat hilang

saat proses pencucian.

2. Kepada para konsumen jajanan siput langkitang, sebaiknya harus

lebih selektif dalam memilih jajanan, baik dari segi lokasi berdagang

maupun kesadaran pedagang dalam menerapkan prinsip higiene dan

sanitasi pengolahan siput langkitang tersebut.

3. Kepada pemerintah setempat, misalnya Dinas Kesehatan Kota

Padang, sebaiknya rutin melakukan sosialisasi tentang potensi bahaya

yang bisa saja mencemari dagangan para pedagang siput langkitang

dan juga membuat peraturan tentang syarat- syarat untuk berjualan

(37)

4. Kepada media informasi, baik cetak maupun elektronik, untuk

meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai makanan jajanan

sehat kepada masyarakat umum, khususnya pencemaran akibat timbal

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang
Tabel 4.3
Tabel 4.4
+6

Referensi

Dokumen terkait

While the resources use mental illness and suicide as the topics to be explored, the resources have been developed in a way as to expose students to

Respon varietas kepala mentega (V1) terhadap pemberian nutrisi (Hidrogroup dan Greentonik) menunjukkan bahwa pemberian nutrisi menghasilkan jumlah daun, biomassa

Bagian sistem untuk pengguna meliputi: proses pendaftaran dan verifikasi pendaftaran ke dalam sistem, proses login ke dalam sistem, proses manajemen user, proses masuk ke halaman

Metoda analitis dalam perencanaan tebal overlay mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat digunakan untuk menganalisis berbagai variasi pembebanan untuk mendapatkan hasil yang

kepala sekolah dan guru di SMA Negeri 4 Pangkep ternyata masih banyak guru yang belum mengikuti seluruh komponen PKB, ini disebabkan oleh kurangnya peranan kepala sekolah

Mengingat kebutuhan tanah yang semakin meningkat dan bencana alam terkadang hanya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tanah sesaat, maka

PERUBAHAN NAMA IKATAN ADHYAKSA DHARMAKARINI DAERAH / CABANG KETUA UMUM IKATAN ADHYAKSA DHARMAKARINIc. Menimbang

1) Pada paket pertama (Hakikat Suami/Hakikat Istri), pasangan suami-istri sudah diajak untuk mengenali pribadinya lebih dalam sehingga ia mengetahui siapa dirinya, apa