• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Seksual Remaja dalam Pencegahan HIV AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Seksual Remaja dalam Pencegahan HIV AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2.1` Perilaku 2.1.1 Definisi

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan

yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari

maupun tidak. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan

merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

Hereditas atau faktor keturunan adalah konsep dasar atau modal untuk perkembanagn

perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu

kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo,

2007).

Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian

yang sangat berbeda satu sama lainnya. Perilaku dapat diartikan sebagai respons

organisme atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada.

Sedangkan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul

berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual remaja adalah tindakan yang

dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang, baik dari

(2)

2.1.2 Bentuk Perilaku

a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan

tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan

atau sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi langsung. Misalnya

pada pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behaviour.

Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus

merupakan overt behaviour (Sarwono, 2011).

2.2 Perilaku Seksual Remaja 2.2.1 Definisi

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Sinkins, perilaku seksual

remaja adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,

bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam

khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak

apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya.

Tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius,

seperti perasaan bersalah, depresi, marah misalnya pada para gadis-gadis yang

(3)

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Sanderowitz dan Paxman, akibat

psikososial lainnya adalah ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial

yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Juga akan terjadi cemoohan

dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya

kesehatan dan risiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada

akibat-akibat putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos

perawatan dan lain-lain (Sarwono, 2011).

2.2.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual

Perubahan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon

reproduksi atau hormon seks baik pada anak laik-laki maupun pada anak perempuan

akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan.

Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase berikut:

a. Pra remaja

Pada masa ini ada beberapa indikator yang telah ditentukan untuk menentukan

identitas gender laki-laki atau perempuan. Pada masa pra remaja ini mereka sudah

mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman

sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya.

b. Remaja awal

Pada masa ini remaja sudah mulai mencoba melakukan onani karena telah

(4)

c. Remaja menengah

Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka

mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan

fisik. Namun demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah.

d. Remaja akhir

Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah

mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran (Soetjiningsih, 2010).

2.2.3 Pola Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosio-kultural. Berdasarkan

faktor-faktor tersebut aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor-faktor-faktor itu.

Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual,

membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan

heteroseksual.

2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Masalah Seksualitas pada Remaja

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido

seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam

bentuk tingkah laku seksual tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan

karena adanya penundaan usia perkawinan, maupun karena norma sosial yang makin

lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,

(5)

Sementara usia kawin ditunda, untuk remaja yang tidak dapat menahan diri

akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.

Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran

informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya

teknologi canggih (video casette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet

dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode

ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari

media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui

masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya karena masih banyak orang tua

yang mentabuhkan pengetahuan seks pada anaknya (Jahja, 2011)

2.3 Remaja 2.3.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2015) yang mengutip pendapat World Health

Organization (WHO), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah

penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk

2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia

diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk

(6)

seperti yang dinyatakan oleh Jahja (2011), yang diawali dengan matangnya

organ-organ fisik dan seksual sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja ini meliputi:

a. Remaja awal : 12-15 tahun

b. Remaja maya : 15-18 tahun

c. Remaja akhir : 19-22 tahun

Secara umum, masa anak remaja atau adolesen adalah salah satu fase

perkembangan hidup manusia ketika seorang individu yang belum dewasa dalam

umur belasan tahun mencapai kulminasi pertumbuhan jasmaniah dan mental. Secara

kronologis, masa anak remaja umumnya berlangsung:

a. Anak-anak putri yang berumur kira-kira 12-15 tahun

b. Anak-anak putra yang berumur 13/14-16/17 tahun

Secara biologis dan kimiawi, pada anak remaja itu mulai tumbuh fungsi

daripada alat-alat kelamin yang sebenarnya, yaitu mulai mengeluarkan

kelenjar-kelenjar kelamin (hormon genetalia) yang sanggup memproduksikan jenisnya. Secara

psikologis, oleh karena pertumbuhan dan perkembangan mental serta pengaruhnya

hormon-hormon genetalia kepada jasmani dan rohani, maka tingkah laku anak-anak

remaja, bukan lagi sebagai anak-anak sebelumnya, tetapi sudah mengarah kepada

tingkah laku orang dewasa. Secara sosio kultural, remaja mulai mengenal,

menemukan dan dikenalkan, kepada norma-norma atau nilai hidup orang dewasa, dan

belajar dan diajar untuk melaksanakannya. Remaja disebut warga muda dari

masyarakat. Dan secara totalitas, bahwa anak remaja mulai tumbuh dan berkembang

(7)

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Muangman, definisi

remaja lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria,

yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-

kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan

yang relatif lebih mandiri

Menurut Fudyartanta (2011) tentang periodisasi masa remaja secara terperinci

adalah sebagai berikut:

a. Umur 11-12 tahun yaitu masa pra-remaja putri, disebut juga masa puber putri

b. Umur 13-15/16 tahun merupakan masa remaja putri

c. Umur 13-15 tahun merupakan masa pra-remaja putra

d. Umur 16-18/19 tahun merupakan masa remaja putra

e. Umur 17-19/20 tahun menginjaklah masa pre-dewasa putri

f. Umur 19-21/22 tahun merupakan masa pre-dewasa

Karena rata-rata laki-laki lebih lambat matang dari pada anak perempuan,

maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat, meskipun

pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak perempuan.

(8)

dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat berbeda dengan

perilaku remaja yang lebih muda.

2.3.2 Aspek-Aspek Perkembangan pada Masa Remaja

a. Perkembangan fisik

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Papalia dan Olds (Jahja, 2011)

perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris,

dan keterampilan motorik. Perubahan dalam tubuh ditandai dengan pertambahan

tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, kematangan organ seksual dan

fungsi reproduksi.

b.Perkembangan kognitif

Menurut Jahja (2011) yang mengutip pendapat Santrock, Pada tahap ini

remaja telah mampu berspekulasi tentang sesuatu, di mana mereka telah mulai

membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang

terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir

logis.

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Papalia dan Olds (Jahja, 2011),

perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan

dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial berarti

(9)

d. Perkembangan psikologis remaja

Secara psikologis kedewasaan adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri

psikologis tertentu pada seseorang. Menurut Sarwono (2011) yang mengutip

pendapat Allport, ciri-ciri psikologis adalah:

1. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan

seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri

juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang. Sebaliknya

tumbuh perasaan ikut memiliki.

2. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang

ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan

kemampuan untuk menangkap humor termasuk yang menjadikan dirinya sendiri

sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang diperlukan ia

bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai

orang luar.

3. Memiliki falsafah hidup tertentu. Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu

merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Orang yang sudah

dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam kerangka susunan objek-objek lain

dan manusia-manusia lain di dunia. Orang seperti ini tidak lagi mudah

terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.

2.3.3 Tugas - Tugas Perkembangan Remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu ialah fase remaja. Masa

(10)

dan merupakan masa transisi yang dapat diarahakan kepada perkembangan masa

dewasa yang sehat. Masa remaja ditandai dengan:

a. Berkembangnya sikap dependen kepada orang tua ke arah independen

b. Minat seksualitas

c. Kecenderungan untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika

dan isu-isu moral (Fudyartanta, 2011).

2.3.4 Ciri-Ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi

perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan

yang terjadi selama masa remaja:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang

dikenal sebagai masa storm dan stress. Pada masa ini banyak tuntutan dan

tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak

lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung

jawab.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem

sirkulasi, pencernaan dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti

tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap

konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang

(11)

remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka

pada hal-hal yang lebih penting.

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang

terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain mereka

takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan

kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini (Jahja, 2011).

2.3.5 Alasan dan Kebutuhan yang umum untuk Berpacaran Selama Masa Remaja

Alasan yang umum untuk berpacaran selama masa remaja adalah untuk

hiburan, sosialisasi, status, masa pacaran dan pemilihan teman hidup. Sedangkan

kebutuhan remaja yaitu kebutuhan akan pengendalian diri, kebutuhan akan

kebebasan, kebutuhan akan rasa kekeluargaan, kebutuhan akan penerimaan sosial,

kebutuhan akan penyesuaian diri dan kebutuhan akan agama dan nilai-nilai sosial

(Sarwono, 2011).

2.3.6 Berbagai Konflik yang Dialami oleh Remaja

Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk

bebas dan merdeka, konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan ketergantungan

kepada orang tua, konflik antara kebutuhan seks dan agama serta nilai sosial, konflik

antara prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari oleh remaja ketika ia kecil dahulu

(12)

Gambar 2.1.1 Sarwono, SW Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja

(13)

2.4 HIV/AIDS 2.4.1 Definisi

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Sumitro, salah satu

penyakit kelamin yang sangat ditakuti oleh remaja sejak 1986 adalah AIDS. Penyakit

ini diketahui disebabkan oleh virus-virus tertentu yaitu HIV yang jika menyerang

manusia menyebabkan daya tahan tubuh terhadap serangan kuman penyakit menjadi

hilang. Akibatnya, penderita pelan-pelan akan meninggal karena badannya makin

lama makin lemah.

HIV adalah virus yang menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat

berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk system

kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit,

tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita

dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Manusia yang

terkena virus HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan

waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk berubah

menjadi AIDS yang mematikan (WHO, 2008).

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.

Acquired artinya di dapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan. Immuno berarti

sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah

kumpulan gejala. AIDS adalah sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan

(14)

Penularan virus HIV dapat terjadi melalui darah, air mani, hubungan seksual, atau

cairan vagina. Namun virus ini tidak dapat menular lewat kontak fisik biasa, seperti

berpelukan, berciuman, atau berjabat tangan dengan seseorang yang terinfeksi HIV

atau AIDS (Nursalam, 2011).

2.4.2 Definisi ODHA

ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. ODHA digunakan

sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positif terinveksi HIV.

ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah

lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA diajurkan oleh Prof Dr

Antom M. Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Dekdibdud, kepada aktivis YPI Al. Husein Habsy dan Alm Suzana Murni. Sekarang,

istilah ODHA sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap Istilah

ODHA untuk di dunia digunakan PLWHA yaitu singkatan dari People Living With

HIV AIDS.

2.4.3 Sejarah HIV/AIDS

Sejarah HIV AIDS diawali saat diidentifikasi sejenis simpanse sebagai

sumber infeksi HIV ke manusia di Afrika Selatan. Simian Immunodeficiency

Virus (SIV) diyakini yang menularkan virus ke tubuh manusia. Virus ini bermutasi

menjadi Human Immunodeficiency Virus (HIV) saat manusia memburu hewan ini

untuk pangan. Pada keadaan ini diduga terjadi kontak dengan darah simpanse yang

telah terinfeksi virus imunodefisiensi. Perlahan namun pasti, virus ini menyebar ke

(15)

beberapa pihak masih mencurigai adanya sumber infeksi HIV lain, bahkan ada yang

pernah mengatakan sumber infeksi HIV adalah akibat adanya kecelakaan produk

penelitian biologi. Namun hal ini tidak benar karena sebelum epidemik terjadi

pertama kali pada tahun 1975, belum ada teknologi saat itu yang mampu untuk

merancang jenis virus tersebut.

Pada tahun 1986, tipe virus HIV-2 ditemukan dan diisolasi dari penderita

AIDS di Afrika Selatan. Transmisi virus HIV-2 serupa dengan transmisi virus HIV-1

dan mengakibatkan gejala-gejala infeksi yang tidak berbeda dengan gejala-gejala

yang diakibatkan virus HIV-1. Pada penderita yang terinfeksi virus HIV-2, perjalanan

menjadi AIDS dinyatakan lebih lambat dan lebih ringan dibandingkan penderita yang

terinfeksi virus HIV-1. Selain itu, di tahap awal, penularan virus HIV-2 lebih rendah

dibandingkan penularan virus HIV-1. Namun, pada tahap lanjut, risiko penularan

infeksi HIV-2 lebih tinggi dibandingkan penularan infeksi HIV-1.

Infeksi HIV-2 lebih sering ditemukan di daratan Afrika. Kasus pertama

infeksi virus HIV-2 ditemukan di Amerika Serikat tahun 1987 dan kemudian

ditemukan pula kasus-kasus infeksi HIV-2 di bagian dunia yang lain. Infeksi virus

HIV menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok dunia, terutama akibat penularan

secara kontak atau hubungan badan. Sebesar 75% kasus terjadi akibat faktor risiko

ini, terutama hubungan badan lain jenis (Anonim, 2012)

2.4.4 Gejala Klinis

Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu

(16)

pemeriksaan laboratorium, seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5

tahun, jika tidak diobati maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala

klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut

yang luas, Pneumonia interstisialis limfositik, Ensefalopati kronik. Menurut WHO

(2011), ada beberapa gejala dan tanda mayor antara lain :kehilangan berat badan (BB)

> 10%, Diare Kronik > 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya adalah

: Batuk menetap > 1 bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes Zoster berulang,

Kandidiasis orofaring, Herpes simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopati yang

meluas. Tanda lainnya adalah : Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis

kriptokokal.

Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak

mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami

gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan

turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut

biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam

kondisi tidak aktif selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus

menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin

tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik (WHO, 2011). Gejala

mayor HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu yang singkat

2. Diare tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

(17)

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS KPAN (2013) adalah sebagai berikut

batuk berkepanjangan (lebih dari satu bulan), kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi

jamur pada mulut dan kerongkongan, pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh

tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak, dan lipatan paha.

2.4.5 HIV Ada dalam Tiap Cairan Tubuh

Darah (plasma dan serum) 10-50 ml², urin <1 ml², air liur/saliva <1 ml², air

mani/semen 10-50 ml², air susu ibu <1 ml², air mata <1 ml², keringat 0 ml², cairan

otak 10-1000 ml², cairan/sekret vagina <1 ml², dan sekret telinga 5-10 ml², darah

18,000/ul, mani: 11,000/ul, cairan vagina: 7,000/ul, cairan amnion: 4,000/ul dan ASI

dan air liur: 1/ul (Muhaimin, 2009).

2.4.6 Penularan HIV

Terjadi melalui luka/perlukaan, kontak dengan cairan tubuh HIV+, hubungan

seksual, IDU, transfusi darah/transplantasi organ dan ibu ke bayi.

2.4.7 PMS sebagai co-factor

1. Ulcerative: sifilis dan chancroid 3-9 kali, herpes Simplex 2 kali

2. Inflamasi: Go, chlamidia, Trichomoniasis 3-5 kali, bacterial Vaginosis 1,5-2 kali

2.4.8 Keterkaitan infeksi HIV dan Infeksi Menular Seksual

Infeksi Menular Seksual atau IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui

hubungan seksual baik melalui vagina, anus atau mulut. Orang yang mengidap IMS

memiliki risiko yang lebih besar untuk terinfeksi HIV. Penyakit IMS misalnya:

Sifilis, Kencing Nanah (Gonore), klamidia, genitalia, infeksi trikomonas dan kutil

(18)

tertular HIV saat berhubungan seks tanpa pengaman. Gejala yang timbul tergantung

pada jenis IMS yang diderita. Beberapa gejala IMS yang mungkin timbul adalah

keluarnya sekret atau nanah dari penis, vagina atau anus, nyeri atau terasa panas

waktu kencing, benjolan, bintil atau luka pada penis, vagina, anus atau mulut,

pembengkakan di pangkal paha, perdarahan setelah berhubungan kelamin, nyeri pada

perut bawah (wanita) dan nyeri pada buah pelir (Muhaimin, 2009)

2.4.9 Pencegahan

Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counseling

and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu

masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Program VCT

dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan

memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini

termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi, dan

edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak (Prevention

of Mother To Child Transmission – PMTCT) dan akses terapi infeksi oportunistik,

seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular seksual. Secara umum tes HIV

berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/AIDS serta untuk meyakinkan

bahwa darah untuk transfusi dan organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV

(Kumalasari, 2013).

Menurut KPAN (2013) ada 4 hal sederhana mencegah penularan HIV AIDS

yaitu program ABCD :

(19)

2. Be Faithful– Selalu setia pada pasangan

3. Condom– Gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko

4. Drugs – Jauhi Napza

5. Equipment - Jangan pakai jarum suntik atau peralatan tajam lainnya bersama-sama

dengan orang yang terinfeksi HIV.

Pencegahan HIV/AIDS melalui program pemerintah/LSM yaitu dengan

skrining darah donor, prevention of mother to child transmission (PMTCT), Harm

Reduction/NEP, substitusi (metadon), penerapan Universal Precaution. Pencegahan

melalui upaya medis adalah dengan pengobatan PMS, pemberian ARV dan

sirkumsisi/sunat. Sedangkan pencegahan HIV/AIDS dengan upaya struktural yaitu

ekonomi, budaya, hukum, kesetaraan gender, perubahan perilaku, diskriminasi,

norma dan nilai (Muhaimin, 2009).

Cara efektif untuk mencegah penularan HIV dan AIDS karena semua orang

tanpa kecuali dapat tertular HIV apabila perilaku sehari-hari termasuk dalam perilaku

yang berisiko tinggi terpapar HIV. Maka yang perlu dilakukan antara lain:

1. Mencari informasi yang lengkap dan benar tentang HIV dan AIDS;

2. Mendiskusikan secara terbuka permasalahan seksual yang sering dialami dengan

pasangan maupun dengan orang yang memang paham mengenai hal ini;

3. Menghindari penggunaan obat-obatan dan jarum suntik,tattoo,dan tindik;

4. Tidak melakukan kontak langsung percampuran darah dengan orang yang sudah

(20)

5. Menghindari pelaku yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak sehat dan

tidak bertanggung jawab (Anonim, 2012).

2.4.10 Pengobatan

Pengobatan HIV dan AIDS pada dasarnya meliputi aspek medis klinis,

psikologis dan aspek sosial yang meliputi pengobatan supportive (dukungan),

pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan pengobatan

antiretroviral.ARVmerupakan singkatan dari Antiretroviral, yaitu obat yang dapat

menghentikan reproduksi HIV di dalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja

secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun–tahun dan

dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang yang terinfeksi HIV dapat

mencegah AIDS. Semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV tersebut, ARV

memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat sehat melalui strategi

penanggulangan AIDS yang memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan,

dukungan serta pengobatan. ARV masih merupakan cara paling efektif serta mampu

menurunkan angka kematian dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup orang

terinfeksi HIV sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat

(KPAN, 2012).

2.5 Landasan Teori

Dalam membuat kerangka pikir, digunakan teori model perubahan perilaku

menurut teori Anderson. Menurut Anderson (1975) dalam Notoatmodjo pemanfaatan

pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors),

(21)

1. Karakteristik predisposisi

Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu

mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda,

yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan dalam kelompok:

a. Ciri-ciri demografi seperti : jenis kelamin, umur, status perkawinan, keluarga dan

lain-lain.

b. Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan

sebagainya. Kepercayaan kesehatan (health belief) seperti : keyakinan

penyembuhan penyakit

2. Karakter kemampuan

Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat

seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan terhadap

pelayanan kesehatan, Anderson (1975) membaginya kedalam 2 golongan yaitu:

a. Sumber daya keluarga, seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam

asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan

pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Sumber daya masyarakat, seperti: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada,

jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk

terhadap tenaga kesehatan, lokasi pemukiman penduduk. Menurut Anderson

semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan

(22)

3. Karakteristik kebutuhan

Komponen yang paling langsung berhubungan denagn pemanfaatan

pelayanan kesehatan, Anderson menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili

kebutuhan pelayanan kesehatan, penilaian dari terhadap suatu penyakit merupakan

dari faktor kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu:

a. Penilaian individu adalah penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan

individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang

diderita.

b. Penilaian klinik merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang

merawatnya, yang mencerminkan antara lain dari hasil pemeriksaan dan

penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.

Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta bahwa setiap individu

mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang

berbeda-beda disebabkan karena adanya perberbeda-bedaan ciri-ciri individu seperti umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras dan keyakinan individu (Anderson dalam

(23)

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2.6 Teori Anderson (1975) tentang Perubahan Perilaku

Dalam skema tersebut menunjukkan bahwa perilaku remaja dipengaruhi oleh

karakteristik remaja yang terdiri dari individu tersebut yaitu umur, tingkat pendidikan

dan jenis kelamin. Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik selain itu juga

sumber informasi yang terdiri dari teman sebaya, orang tua, petugas kesehatan dan

media yang membentuk pengetahuan perilaku seksual dan pencegahan HIV/AIDS.

Kemudian timbul respon/sikap pada perilaku seksual masa remaja yang ditunjukkan

dengan tindakan-tindakan seksual dan suatu intensi/niat untuk berperilaku/bertindak. Karakteristik

1. Umur 2. Pendidikan 3. Jenis Kelamin

Sumber Informasi 1. Teman Sebaya 2. Orang tua

3. Petugas Kesehatan 4. Media

Gambar

Gambar 2.1.1 Sarwono, SW Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja
Gambar 2.6 Teori Anderson (1975) tentang Perubahan Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Paninggahan Kabupaten Solok Tahun 2017 didapatkan bahwa

[r]

Sebutan yang dikenal dengan perjanjian antara kaum Muslimin dengan kaum non muslim, yang mana setiap orang dijamin keamanannya dan kebebasan dalam beragama

the efficacy of toothpaste containing kayu sugi (miswak) on dental plaque accumulation both toothpastes were able to reduce plaque, but toothpaste containing Kayu sugi more

Peserta didik diminta untuk membaca dan mengamati materi yang ada dibuku tentang topik pembahasan yang akan di kuizkan. Tim terdiri dari Siswa yang

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak , Bandung: Rafika Aditama, 2008. Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan , Jakarta: Akademi

The results of this study showed that composite direct veneer in post-bleaching enamels using VIII generation bonding (Group 2) had a higher tensile strength compared