BAB IV
ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAN ANGGARAN
4.1. Arah Kebijakan Ekonomi Tahun 2009
4.1.1. Kondisi Ekonomi Makro Jawa Timur Tahun 2007
Selama tahun 2007 perekonomian Jawa Timur mengalami
perkembangan yang cukup baik. Secara agregat, pada tahun 2007
ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 6,02% (Angka sangat
sementara). Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh kinerja
seluruh sektor lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan positif,
terutama tiga sektor utama pendukung perekonomian Jawa Timur,
yaitu sektor pertanian tumbuh sebesar 4,28%, sektor industri
pengolahan tumbuh sebesar 3,51% dan sektor perdagangan, hotel &
restoran tumbuh sebesar 9,03%. Peranan ketiga sektor ini cukup
besar terhadap PDRB Jawa Timur, dimana kontribusinya pada tahun
2007 mencapai 74,06% dengan rincian sektor pertanian memberikan
kontribusi sebesar 16,86%, sektor industri pengolahan sebesar
26,21% dan sektor perdagangan, hotel & restoran sebesar 30,99%.
Tabel
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Peranan Sektoral Terhadap PDRB Jawa Timur
Tahun 2007
II Pertambangan dan Penggalian 8,75 2,06
III Industri Pengolahan 3,51 26,21
IV Listrik, Gas dan Air Bersih 12,40 1,80
V Konstruksi 0,41 3,15
Apabila diukur dengan angka absolut PDRB atas dasar harga
berlaku, PDRB Jawa Timur pada tahun 2007 mencapai Rp. 532,04
trilyun atau meningkat sebesar 16,67% bila dibandingkan dengan
tahun 2006 yang tercatat Rp. 470,63 trilyun. Dengan data jumlah
penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu
sebesar 37.478.737 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,06% maka
PDRB per kapita Jawa Timur tahun 2007 mencapai Rp. 14,19 juta
per kapita per tahun. Angka ini secara kasar menunjukkan, bahwa
secara rata-rata setiap penduduk telah mampu menghasilkan Rp.
14,19 juta dalam setahun atau Rp. 1.182.975,00 dalam sebulan,
suatu angka diatas upah minimum Kabupaten/Kota (UMK). Namun
demikian PDRB per kapita tersebut, walaupun nilainya telah
mencapai diatas UMK, akan tetapi secara absolut masih terkoreksi
oleh besarnya nilai inflasi pada tahun berjalan. Dimana nilai inflasi
Jawa Timur (kumulatif Januari-Desember 2007) sebesar 6,67%, yang
berdampak penyesuaian harga, terutama harga-harga kebutuhan
pokok.
Secara umum laju inflasi di Jawa Timur pada tahun 2007 tercatat
sebesar 6,67%, jauh lebih kecil 3,59% dibandingkan inflasi pada
tahun 2006 yang tercatat sebesar 10.26%. Tingginya inflasi pada
tahun 2006 lebih dipicu oleh sektor jasa-jasa yang meningkat hingga
12,14%, sektor industri pengolahan sebesar 10,47%, sektor listrik,
gas kota & air bersih sebesar 9,53%, dan sektor konstruksi sebesar
10,39. Sektor-sektor ini sangat terkait dan rentan terhadap kenaikan
harga BBM pada tahun 2005. Dan pada tahun 2007 sektor-sektor
tersebut masih meningkatkan harga jual barang dan Jasa yang
diproduksinya sehingga inflasi sektor-sektor ini berada di atas
rata-rata inflasi Jawa Timur.
Sedangkan yang menghambat laju inflasi pada tahun 2007 antara
lain sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan inflasi
sektor pertambangan dan penggalian sebesar 5,99% dan sektor
pengangkutan sebesar 4,89%. Sektor pengangkutan sebenarnya
sangat terkait langsung dengan kenaikan harga BBM, namun karena
tingkat persaingan tarif angkutan cukup tinggi menyebabkan
pengusaha harus menunda kenaikan tarif angkutan. Sektor-sektor ini
inflasinya berada pada level di bawah rata-rata inflasi Jawa Timur.
Tabel
Inflasi PDRB Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2007
II Pertambangan dan Penggalian 10,37 5,99
III Industri Pengolahan 10,47 6,34
IV Listrik, Gas dan Air Bersih 9,53 5,16
V Konstruksi 10,39 8,96
VI Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,55 7,40 VII Pengangkutan dan Komunikasi 10,16 4,89 VII
Selanjutnya ditinjau menurut penggunaan, distribusi PDRB Jawa
Timur tahun 2007 yang terbesar adalah pengeluaran untuk konsumsi
rumah tangga. Konsumsi rumah tangga selama tahun 2007 tercatat
sebesar 55,55% dari seluruh pengeluaran di Jawa Timur, atau sekitar
Rp. 295,55 trilyun yang terdiri dari Rp. 160,66 trilyun untuk konsumsi
makanan dan Rp. 134,89 trilyun untuk konsumsi non makanan.
Dibandingkan dengan tahun 2006 dimana total pengeluaran
konsumsi rumah tangga di Jawa Timur yang tercatat sebesar 59,89%
atau sekitar Rp. 281,85 trilyun yang terdiri atas Rp. 164, 57 trilyun
untuk konsumsi makanan dan Rp. 117,27 trilyun untuk non makanan.
Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
pergesaran secara mendasar mengenai distribusi pengeluaran.
Ekspor yang mencakup baik ekspor ke luar negari maupun ke luar
propinsi menempati urutan kedua dalam distribusi PDRB Jawa Timur
tahun 2007 menurut penggunaan, dengan kontribusi sebesar 35,29%
atau sekitar Rp. 187,74 trilyun. Urutan selanjutnya dengan kontribusi
sebesar 30,33% atau sekitar Rp. 161,37 trilyun ditempati impor baik
dari negara lain maupun dari propinsi lain. Tingginya peran ekspor
dan impor dalam perekonomian Jawa Timur karena Jawa Timur
merupakan pusat industri dan perdagangan di kawasan Indonesia
Timur.
Pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok merupakan
variabel yang bisa digunakan untuk menghitung besarnya investasi
yang ditanam. Pada tahun 2007 investasi yang terserap di Jawa
Timur tercatat sebesar Rp. 168,24 trilyun atau 31,62% dari total
PDRB, yang terdiri dari pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp.
90,29 trilyun atau 16,96% dari total PDRB dan perubahan stok
sebesar Rp. 77,95 trilyun atau 14,65 dari total PDRB. Investasi yang
ditanam ini berasal baik dari masyarakat Jawa Timur sendiri maupun
dari masyarakat luar Jawa Timur. Investasi berguna untuk memacu
kapasitas dari unit kegiatan ekonomi yang belum terpakai secara
optimal.
Konsumsi pemerintah di Jawa Timur pada tahun 2007 tercatat
sebesar 7,34% dari total PDRB atau sekitar Rp. 39,07 trilyun yang
digunakan untuk melaksanakan fungsinya sebagai regulator dalam
rangka mendorong kinerja perekonomian Jawa Timur.
Tabel
Distribusi dan Pertumbuhan PDRB Jawa Timur Menurut PenggunaanTahun 2007
N0 Sektor Kontribusi
(%)
Pertumbuhan (%)
I Konsumsi Rumah Tangga 55,55 6,82
Jika dilihat dari pertumbuhan masing-masing komponen
penggunaan, tampak bahwa konsumsi rumah tangga pada tahun
2007 tumbuh sebesar 6,82% yang berada pada level di atas
pertumbuhan Jawa Timur yang sebesar 5,98. Sedangkan
pertumbuhan tertinggi menurut penggunaan adalah konsumsi
pemerintah yang tumbuh sebesar 13,15%, hal ini seiring dengan
peningkatan perluasan jenis layanan yang diberikan kepada
masyarakat.
Investasi yang merupakan denyut nadi dari pertumbuhan ekonomi,
pada tahun 2007 memperlihatkan peningkatan, dimana pembentukan
modal tetap bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,75%. Peningkatan
tersebut dipicu dengan semakin maraknya pembuatan
bangunan/gedung terutama gedung-gedung pembelanjaan.
Selain investasi, ekspor dan impor di Jawa Timur juga
memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 ekspor tumbuh sebesar 5,10%,
sedangkan impor tumbuh sebesar 5,09%. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan perekonomian Jawa Timur dari tahun ke tahun
menuju arah posistif dan kondisi ini diharapkan dapat mendongkrak
bagi semua dunia usaha di Jawa Timur.
Nilai ekspor Jawa Timur Tahun 2007 sebesar 11,7 milyar US$ atau
mengalami peningkatan sebesar 30,5% dibandingkan tahun 2006
yaitu 9,01 milyar US$. Pencapaian ini menempatkan Jawa Timur
pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional,
setelah sebelumnya menempati urutan ketiga. Pesatnya
pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditi utama Jawa
Timur yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan
kayu; besi baja; Pulp & kertas; makanan & minuman; tekstil;
pengolahan karet; udang dan alat-alat listrik. Kesepuluh komoditas
tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor Jawa
Jawa Timur adalah Jepang; Amerika Serikat, Malaysia; RRC;
Thailand; Singapura; Korea Selatan; Taiwan; Australia dan Jerman.
Sedangkan nilai impor Jawa Timur sampai dengan Oktober tahun
2007 tercatat sebesar 5,70 milyar US$ atau relatif sama
dibandingkan periode yang sama tahun 2006 yaitu 5,69 milyar US$.
Adapun 10 komoditi utama impor non migas Jawa Timur adalah besi
baja; kimia dasar; makanan & minuman; makanan ternak; Pulp &
kertas; hasil pertanian; pengolahan aluminium; barang-barang kimia;
tekstil dan biji lainnya. Sedangkan 10 negara utama asal impor Jawa
Timur meliputi Singapura; RRC; Jepang; Korea Selatan Amerika
Serikat; Australia; Malaysia; Jepang; India dan Taiwan.
4.1.2. Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Timur Tahun 2008
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Propinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008, ditetapkan target
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2008 adalah 6,30%.
Untuk dapat mencapai target tersebut kondisi ekonomi Jawa Timur
tahun 2008 akan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan internal
sebagai berikut :
Lingkungan Eksternal
Pertama, memburuknya perekonomian dunia yang diawali dengan adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat yang disebabkan oleh
jatuhnya pasar surat utang ”subprime mortgage” atau kredit
kepemilikan rumah (KPR) di Amerika Serikat. Subprime mortgage
adalah surat utang yang ditopang jaminan kredit kepemilikan rumah
(KPR) yang profil debitornya memiliki kemampuan membayar yang
rendah (golongan menengah ke bawah). Melemahnya ekonomi
Amerika Serikat menyebabkan meningkatnya persentase gagal
bayar debitor KPR segmen tersebut. Akibatnya, harga surat utang
mortgage membawa kerugian bagi bank dan perusahaan pengelola
dana (fund management) yang membeli surat utang tersebut dan
ternyata yang memiliki surat utang subprime mortgage bukan hanya
perbankan di Amerika Serikat, tetapi ada juga perbankan di Australia,
Singapura, Taiwan, China, atau di India. Perbankan di benua lain
pasti juga memiliki eksposur ke surat utang subprime mortgage yang
akibatnya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh.
Berhubung psikologi pasar selalu cenderung ekstrem, banyak pelaku
pasar percaya bahwa meruginya perbankan besar akan berdampak
kepada pelambatan laju pertumbuhan kredit, dan pelambatan
kegiatan ekonomi yang selanjutnya berdampak pada jatuhnya harga
saham nonperbankan di seluruh dunia yang tentu saja akan
mempengaruhi nilai perdangangan antar negara.
Kedua, melambungnya harga minyak mentah dunia yang mencapai US$ 100 per barrel akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi
dunia. Kenaikan harga minyak akan berdampak pada kenaikan
harga-harga komoditi lainnya yang bisa memicu tingginya laju inflasi
dunia dan kenaikan suku bunga perbankan.
Ketiga, Adanya gagasan pengembangan kerjasama ekonomi di kawasan-kawasan regional terutama di Negara-negara tetangga. Hal
ini akan sangat mempengaruhi kinerja perekonomian Jawa Timur.
Untuk itu diperlukan upaya keterlibatan Jawa Timur dalam hal
kerjasama ekonomi di kawasan-kawasan tersebut.
Keempat : Melambungnya harga bahan baku pangan khususnya
biji-bijian seperti jagung, kedelai di tingkat nasional sebagai akibat
lonjakan harga di tingkat dunia akan memberi dampak terhadap
ketahanan pangan di Jawa Timur, sehingga diperlukan upaya untuk
tetap menjaga kestabilan harga di tingkat nasional.
Kelima : Membaiknya kondisi ekonomi makro nasional didukung oleh
SBI yang makin kondusif bagi percepatan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Lingkungan Internal
Pertama, Sering terjadinya bencana alam merupakan faktor internal yang harus disikapi, khususnya bencana lumpur LAPINDO yang
sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.
Kedua, adanya pemilihan kepala daerah yang salah satunya Pemilihan Gubernur Jawa Timur untuk masa jabatan 2008-2013. Hal
ini akan menyebabkan dunia usaha bersikap “wait and see” terhadap
kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Kepala Daerah
terpilih, sehingga penciptaan investasi-investasi baru akan
cenderung stagnan.
Ketiga, Dukungan sektor perbankan untuk bisa mendorong percepatan pergerakan ekonomi riil masih rendah. Hal ini ditandai
dengan tingkat penyaluran kredit perbankan di Jawa Timur masih
rendah. Berdasarkan data dari Bank Indonesia angka Loan to Debt
Ratio (LDR) bank-bank di Jawa Timur hanya mencapai 59%,
sehingga masih ada sekitar 41% dana yang dihimpun perbankan dari
masyarakat yang belum disalurkan (iddle money). Sedangkan dari
plafond kredit yang disalurkan hanya sekitar 7% dalam bentuk kredit
jangka panjang, dan 93% kredit jangka pendek yang sebagian besar
untuk kredit konsumsi, sehingga dana yang disalurkan untuk
menggerakkan sektor riil masih sangat sedikit;
Keempat : Meningkatnya upaya Pemerintah dalam menata
kebijakan/regulasi yang mampu mendorong percepatan tumbuhnya
ekonomi riil, sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan
Kelima : Membaiknya kondisi makro ekonomi Jawa Timur didukung
dengan tingkat inflasi Jawa Timur yang tetap terkendali, hal ini
ditandai dengan masih terkendalinya stabilitas harga-harga di Jawa
Timur bahkan angka inflasi Jawa Timur ini masih lebih rendah dari
nasional yang mencapai 6,95%, selain itu iklim usaha jawa Timur
yang masih tetap kondusif, menyebabkan kinerja ekspor Jawa Timur
masih optimis akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro Jawa Timur tahun
2007 dan proyeksi makro ekonomi tahun 2008 seperti yang telah
diuraikan diatas, maka kebijakan ekonomi Jawa Timur tahun 2009
diarahkan pada :
Pertama, memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan produksi bukan lagi konsumsi,
sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi juga diiringi dengan
peningkatan penyediaan lapangan kerja baru untuk menampung
bertambahnya angkatan kerja baru maupun pengangguran yang
masih ada.
Kedua, peningkatan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, kelancaran dan efisiensi jaringan distribusi.
Ketiga, perkuatan struktur ekonomi, dengan mengembangkan sektor industri yang berbasis bahan baku lokal terutama yang didukung oleh
sektor pertanian dalam arti luas
Keempat, peningkatan daya saing UMKM dan ekonomi sektor riil dengan fasilitasi permodalan melalui program subsidi bunga
pinjaman agar bisa mendorong perbankan untuk berperan
meningkatkan kinerja UMKM dan menggerakkan ekonomi sektor riil
melalui pemberian kredit dengan bunga non komersial
Kelima, peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer melaui pemberdayaan hasil-hasil produski dibidang pertanian
Keenam, mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan kemandirian dalam rangka peningkatan produktivitas melalui inovasi,
penguasaan, penelitian, pengembangan dan penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Tekonologi
Ketujuh, penataan kelembagaan ekonomi dengan menciptakan kerangka regulasi yang bisa menjamin iklim persaingan usaha yang
sehat dan kondusif serta perlindungan konsumen serta
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Jawa Timur
dalam rangka percepatan investasi baru dengan pemberian insentif
dan disinsentif bagi calon investor baru di kawasan tersebut sehingga
industri di Jawa Timur bisa berkembang dengan pesat.
Kedelapan, mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi terutama infrastruktur transportasi dan sumber daya air
dalam rangka meningkatkan produksi, kelancaran distribusi maupun
penciptaan investasi-investasi baru.
4.2. Prospek Ekonomi Tahun 2009
Kondisi perekonomian di Jawa Timur sudah mengindikasikan ke arah
keadaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonominya yang menunjukkan peningkatan. Setelah sempat
mengalami kontraksi minus 16,12 % pada tahun 1998, pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur terus menanjak, dari posisi pertumbuhan 1,24
% pada tahun 1999, meningkat berturut-turut menjadi 3,24 % tahun
2000, 3,33 % tahun 2001, 3,80 % tahun 2002, 4,78 tahun 2003, 5,83
tahun 2004 dan pada tahun 2005 mencapai 5,84 %, yang merupakan
angka pertumbuhan tertinggi sejak krisis. Sedangkan pada tahun
2006 untuk pertumbuhan ekonomi Jawa Timur telah mencapai 5,80%
dan terus meningkat pada tahun 2007, dimana pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur mencapai 6,02% (angka sementara) dan
diharapkan setelah dilakukan validasi pertumbuhan ekonomi Jawa
2008 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diproyeksikan bisa
mencapai 6,30% dan diperkirakan masih bisa ditingkatkan lagi pada
tahun 2009.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2009, jika ditinjau
berdasarkan sektor ekonomi diperkirakan tidak banyak mengalami
perubahan yang mendasar bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, dimana pertumbuhannya masih akan ditopang oleh tiga
sektor pendukung utama yaitu Sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian.
Dari sisi moneter, Kondisi stabilitas ekonomi makro, seperti
kestabilan nilai tukar rupiah, terkendalinya laju inflasi dan kestabilan
tingkat suku bunga perbankan akan mempengaruhi prospek
perekonomian Jawa Timur tahun 2009. Dengan perkiraan relatif
stabilnya nilai tukar rupiah dan menurunnya suku bunga perbankan
serta dukungan kebijakan moneter yang hati-hati, serta laju inflasi
rata-rata bisa ditekan pada angka 5 - 7 % per tahun, maka prospek
ekonomi Jawa Timur 2009 akan lebih baik dibandingkan pada
tahun-tahun sebelumnya, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
pada tahun 2009 bisa mencapai lebih dari 6,30%.
Dibidang perbankan, diharapkan bank-bank di Jawa Timur dapat
terus meningkatkan dukungan pada ekonomi sektor riil dengan
difasilitasi oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan memberikan
subsidi bunga kepada UMKM, sehingga peran bank-bank di Jawa
Timur dapat ditingkatkan untuk dapat memberikan kredit-kredit modal
usaha kepada UMKM dengan bunga yang terjangkau.
4.3. Arah Kebijakan Anggaran Tahun 2009 4.3.1. Kebijakan Pendapatan Daerah
Kebijakan Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun
a. Peningkatan target pendapatan daerah baik pajak
langsung maupun tidak langsung secara terencana sesuai
kondisi perekonomian dengan memperhatikan kendala,
potensi, dan coverage ratio yang ada,
b. Mengembangkan kebijakan pendapatan daerah yang
dapat diterima masyarakat, partisipatif, bertanggung jawab
dan berkelanjutan.
c. Perluasan sumber-sumber penerimaan daerah
4.3.2. Kebijakan Belanja Daerah.
Kebijakan Belanja Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009
diarahkan pada:
a. Pemenuhan belanja sesuai urusan-urusan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Propinsi, baik urusan wajib
maupun urusan pilihan sesuai dengan peraturan
perundangan;
b. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat,
khususnya bidang pendidikan, kesehatan dan pangan.
c. Stimulasi pertumbuhan ekonomi di sektor riil melalui
fasilitasi pemberian subsidi bunga kepada kredit yang
dilakukan oleh UMKM;
d. Melanjutkan proyek-proyek strategis sesuai tahapan.
e. Penanganan bencana alam dan pasca bencana alam.
Belanja penanganan bencana alam dan paska bencana
alam dialokasikan dengan pola ”ploting mengambang”
yang sewaktu-waktu dapat dibelanjakan. Belanja dari pola
ploting mengambang jika tidak dapat diserap karena tidak
terjadi bencana, sisa lebih bukan tidak dihitung sebagai
f. Mengakomodasikan dinamika masyarakat yang
berkembang
g. Memenuhi prinsip keadilan tidak hanya terkonsentrasi
pada lokus tertentu serta dengan tetap memperhatikan
aspirasi masyarakat.
h. Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
4.3.3. Kebijakan Pembiayaan Daerah.
Kebijakan Pembiayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun
2009 diarahkan untuk meningkatkan manajemen pembiayaan
daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efektifitas dan
profitabilitas.
4.3.4. Strategi Pendapatan Daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah
Strategi di bidang pendapatan asli daerah pada prinsipnya
diarahkan pada peningkatan pendapatan daerah yang
dilaksanakan dengan 3 (tiga) fokus strategi, yaitu:
i. Bidang Pendapatan
a. Perluasan dan peningkatan sumber penerimaan dan
pembiayaan Daerah serta mendorong peningkatan
tertib administrasi keuangan Daerah
b. Peningkatan Hubungan Kerja/ kerjasama antar
Dinas dilingkungan Propinsi Jawa Timur dan
dengan Pemerintah/BUMN dalam rangka
peningkatan penerimaan Bagi Hasil dari
c. Pengembangan fasilitasi kerjasama dengan
Kabupaten/Kota dibidang Pajak dan Retribusi
Daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.
d. Optimalisasi pemanfaatan aset dan pengelolaan
BUMD yang didukung oleh sistem evaluasi kinerja
BUMD yang memungkinkan BUMD dioptimalkan
maupun dilakukan re-strukturisasi.
ii. Bidang Pelayanan Publik
a. Pengembangan/ peningkatan sarana dan prasarana
pelayanan masyarakat,
b. Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan
masyarakat,
c. Meningkatkan kualitas pelayanan, dengan
pemanfaatan teknologi informasi (hardware dan
software) sebagai pendukung utama kelembagaan,
d. Pengembangan sistem dan prosedur pemungutan
dan pembayaran pajak, retribusi daerah dan
pendapatan lainnya
iii. Bidang Kelembagaan
a. Penyederhanaan peraturan perundang-undangan,
b. Pengembangan manajemen pendapatan daerah
dengan prinsip profesionalitas, efisiensi, transparan
dan bertanggung jawab,
c. Peningkatan kapabilitas dan profesionalisme
Sumber Daya Manusia Aparatur dibidang
pengelolaan Keuangan Daerah,
e. Program Rekruitmen Sumber Daya Manusia
Aparatur berbasis Kompetensi.
f. Optimalisasi UPTD
2. Dana Perimbangan
a. Merubah struktur Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (DK/TP) untuk bisa dijadikan Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk Propinsi.
b. Memperjuangkan “redistribusi” Penerimaan Pusat ke
Daerah diluar DAU dan DAK, yang mengarah kepada
keseimbangan yang proporsional bagi daerah yang
mempunyai sumber daya ekonomi dan memberikan
kontribusi berupa cukai atau pajak ke Pusat.
4.3.5. Strategi Belanja Daerah.
a. Melaksanakan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan
belanja melalui kejelasan klasifikasi pada obyek belanja.
Layanan dasar dengan pola full allocated/cost sharing,
penanganan bencana/keadaan darurat pola full
allocated/cost sharing, belanja pengembangan ekonomi
di sektor riil dengan pola stimulasi, insentif dan subsidi.
b. Memperbanyak konsep public-private inisiatif yang
ditindaklanjuti dengan kesepakatan-kesepakatan
pembiayaan (public private funding agreement).
c. Stimulasi kebijakan eksternal dalam rangka pemanfaatan
idle capital lembaga perbankan untuk mengoptimalkan
baki debet kredit untuk sector riil dalam rangka
percepatan pertumbuhan ekonomi.
d. Optimalisasi Pemanfaatan belanja untuk mendukung
e. Efektivitas stimulasi sektor riil melalui penyusunan
prospektus bisnis melalui pembentukan pengelolaan
inisiasi investasi (management board investation
initiation).
4.3.6. Strategi Pembiayaan Daerah.
a. Apabila APBD surplus maka perlu dilakukan transfer ke
persediaan Kas dalam bentuk giro, deposito, penyertaan
modal atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun
berjalan.
b. Apabila APBD defisit, maka perlu memanfaatkan
anggaran yang berasal dari sisa lebih perhitungan
anggaran tahun lalu, dan melakukan rasionalisasi
belanja.
c. Apabila Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak
mencukupi untuk menutup defisit APBD, maka ditutup