BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian
pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya
disebut bahwa adat lebih sederhana jika dibanding masa kini, maka keadaan itu
sering terjadi sebagai dampak pemikiran manusia yang telah berubah. Adat adalah
bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk
mengembangkan seni hidupnya. Demikian halnya peran dan fungsi Dalihan Na
Tolu, juga merupakan pikiran manusia untuk mempererat persaudaraan yang telah
dibina. Hanya saja, akibat pengaruh agama dan kemajuan imu pengetahuan,
penghargaan kearah mempererat persaudaraan mengalami pengikisan.
Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, konformitas masyarakat
cenderung tinggi. Perubahan nilai maupun pergeseran nilai dianggap tabu,
sehingga kepatuhan dalam menjaga nilai menjadi sesuatu keharusan bagi semua
anggota masyarakat. Setiap masyarakat selama dalam perkembangannya pasti
mengalami perubahan. Hal yang membedakan adalah kadar perubahan itu sendiri,
baik itu perubahan yang sifatnya evolutif maupun perubahan yang sifatnya
revolusioner. Sejak dahulu kala etnis Batak Toba sangat setia melakukan upacara
adat dalam berbagai kegiatan. Adat sebagai bagian dari kebudayaan elemen untuk
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan merupakan identitas budaya. Pada
dasarnya adat di dalam implementasinya berfungsi menciptakan dan memelihara
keteraturan, sehingga tercapai harmonisasi hubungan secara horizontal sesama
Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu dari ratusan kelompok
masyarakat yang tersebar di Indonesia.Masyarakat Batak Toba berdiri dengan satu
identitas budaya. Masyarakat Batak Toba berasal dari daerah tertentu yang
memiliki bahasa dan adat istiadat sendiri. Adat istiadat tersebut merupakan ciri
pembeda dengan masyarakat lain yang ada di dunia. Masyarakat Batak Toba
hidup dibawah pengawasan adat istiadat yang berperan mengatur keseluruhan
tingkah lakunya.
(http://bonapasogittapanuliutara.blogspot.com/2013/08/gotong-royong-masyarakat-desa banua.htm.)
Pada hakekatnya masyarakat Batak Toba secara keseluruhan berasal dari
daerah dataran tinggi Tapanuli bagian utara seperti: Tarutung, Siborong-borong,
Dolok Sanggul, Samosir, Porsea, dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba yang
berdiam di luar daerah tersebut adalah orang-orang yang pergi merantau dan
tinggal menetap di daerah tujuannya, sedangkan Masyarakat Batak Toba yang
tetap berdiam di daerah tersebut dinamakan halak namanginani bona
pasogit (masyarakat yang tinggal di kampung halaman ). (Gultom, Dj.1992.
Dalihan Na Tolu : nilai budaya Suku Batak. Medan TV armada).
Masyarakat hidup sesuai aturan adat istiadat yang berlaku. Setiap individu
harus berperilaku sesuai adat, karena adat yang berlaku dijadikan sebagai hukum
yang mengatur sistem individu dalam masyarakat. Masyarakat yang melakukan
pelanggaran terhadap aturan adat akan dikenakan sanksi atau hukuman, sama
seperti dalam sebuah negara jika ada seorang warga masyarakat yang bersalah
akan dihukum sesuai hukum negara. Perbedaanya adalah dalam hukum adat,
itu dan bukan hukum negara. Hukuman tersebut datang dari anggota masyarakat
itu sendiri. Masyarakat yang memiliki adat istiadat sendiri, norma hukum dalam
masyarakat, dinamakan masyarakat yang berbudaya.
Setiap etnik masyarakat memiliki kebudayaan tersendiri yang dijadikan
sebagai tata cara sikap perilaku dalam masyarakat. Sama halnya dengan etnik
Batak Toba yang memiliki kebudayaan tersendiri. Batak Toba memiliki nilai yang
terkandung dalam kebudayaan tersendiri. Nilai budaya dapat dijabarkan dengan
aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Masyarakat yang mengerti
akan nilai budayanya, berarti masyarakat tersebut sudah mengetahui apa yang
pantas dan yang tidak pantas dilakukan ( Koentjaraningrat, 1983:81).
Aturan-aturan yang merupakan nilai budaya digunakan menjadi pegangan
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai budaya berfungsi sebagai pemberi arah dan
pendorong tingkah laku manusia sehari-hari. Nilai budaya terungkap dalam
bentuk wujud aspeknya yaitu pada sistem kekerabatan dalam masyarakat.
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terdapat di
Indonesia dan memiliki banyak desa, salah satunya adalah desa Sitinjak yang
berada di Kabupaten Samosir. Masyarakat di desa Sitinjak mayoritas beretnis
Batak Toba yang pada dasarnya memiliki sistem kekerabatannya yang masih
kental. Dimana nilai-nilai yang terkadung di dalam Dalihan Na Tolu masih
dilakukan sebagaimana fungsinya. Hal ini dikarenakan masyarakat yang tinggal di
Desa Sitinjak berasal dari satu nenek moyang atau satu garis keturunan sehingga
menjunjung tinggi nilai solidaritas mereka. Hampir disetiap segi kehidupan
mereka hidup saling membantu, baik itu dalam aspek “paradaton”. Sistem
oleh pihak yang jabatannya sebagai boru dalam acara tersebut. Marhobas ini
adalah mengerjakan segala keperluan yang dibutuhkan demi berjalan dengan
lancarnya suatu acara adat. Baik itu dalam acara adat pernikahan, pasahat
sulang-sulang, dan acara kematian. Mulai dari persiapan acara, ketika acara berlangsung,
sampa acara selesai semua pekerjaan ditanggungjawabi oleh pihak boru dan
dongan sahuta.
Biasanya yang paling menonjol dari peran parhobas ini adalah ketika
acara adat berlangsung, yang melayanani tamu-tamu yang datang adalah tanggung
jawab dari boru. Boru ini yang arti lainnya adalah anak perempuan, anak
perempuan yang pada dasarnya dianggap sebagai pelayan. Dalam hal parhobas
yang bekerja untuk melayani bukan hanya perempuan saja, tetapi para laki-laki
yang statusnya sebagai boru atau gelleng dan dongan saulaon di acara tersebut.
Desa Sitinjak dihuni oleh masyarakat etnis Batak Toba, pada masyarakat
Batak Toba dikenal dengan semboyan Dalihan na Tolu. Dalihan na Tolu adalah
ide vital yang menjadi sumber sikap perilaku suku Batak, merupakan pandangan
hidup yang diyakini kebenarannya sehingga mendorong suku Batak itu untuk
mewujudkannya, karena dengan berbuat demikian mereka akan mendapat
kebahagiaan material dan spritual.
Dalihan na tolu menjadi sumber sikap perilaku etnis Batak Toba pada
setiap kehidupannya karena di dalamnya terdapat nilai-nilai yang cukup ampuh
untuk mengantisipasi perkembangan dan tantangan zaman. Dalihan na tolu terjadi
didasarkan perkawinan. Selama ada perkawinan pada suku bangsa Batak
Toba, Dalihan na tolu tetap ada. Dalihan na tolu terdiri atas 3 unsur yang dikenal
(kelompok pemberi istri), dan “Anak Boru” (kelompok penerima istri). Inilah
kerangka dasar bagi semua hubungan kekerabatan dalam organisasi sosial
tradisional masyarakat Batak Toba.
Secara etimologi Dalihan Na Tolumemiliki arti “ tungku nan tiga”.
Seumpama tungku yang berkaki tiga yang harus menjaga keseimbangan kuali atau
periuk yang digunakan untuk menanak nasi diatasnya, demikian pula
konsep Dalihan na Tolu yaitu dengan ketiga golongan fungsionalnya berfungsi
menjaga dan memelihara keseimbangan sistem sosial dan adat istiadat masyarakat
Batak Toba. Dari sini memancar solidaritas masyarakat Batak Toba. Dalihan Na
Tolu adalah falsafah masyarakat Batak Toba, yakni manat mardongan tubu,
somba marhula-hula, dan elek marboru ( artinya bersikap hati-hati pada kawan
semarga, hormat pada pihak pemberi istri dan sayang kepada pihak penerima istri.
Berangkat dari nilai falsafah ini masyarakat Batak Toba jadi semakin erat,
kebersamaannya dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Batak
Toba khususnya yang tinggal di Desa sitinjak. Demikian halnya dalam
hal paradaton ( pesta pernikahan,upacara meninggal,semua acara adat Batak)
sistem bekerja sama ini sangat terlihat jelas, mulai dari persiapan acara, ketika
acara berlangsung, sampai acara selesai ditanggungjawabi oleh warga. Lain
halnya materi, materi adalah tanggung jawab pemilik acara adat. Tetapi dalam
segi mempersiapkan kebutuhan acara adat, atau marhobas dikerjakan oleh pihak
yang posisinya sebagai boru dan dongan sahuta dalam acara adat tersebut. Sikap
saling menghargai, dan kebersamaan yang dimiliki masyarakat menjadi ciri khas
dari warga desa tersebut. Semua pekerjaan selama marhobas dilakukan secara
Semua pekerjaan dilakukan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan.Tetapi
kini kebiasaan marhobas dalam acara adat sudah sangat jarang sekali ditemukan
semenjak hadirnya Catering di Desa Sitinjak. Catering adalah penyedia jasa
makanan untuk pesta-pesta.
Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang batak memiliki posisi
tersebut: ada saatnya menjadi hula-hula/tondong, ada saatnya menempati posisi
dongan tubu, ada saatnya menjadi dongan sahuta, dan ada saatnya menjadi boru.
Dengan Dalihan Na Tolu adat Batak tidak memandang posisi seseorang
berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat
seorang gubernur harus siap bekerja memasak untuk melayani pihak istri yang
kebetulan seorang kepala desa. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu
merupakan sistem demokrasi orang Batak karena sesungguhnya mengandung
nilai-nilai yang universal.
Saat ini, tepatnya empat tahun belakangan ini. Kebersamaan, sikap saling
membantu tanpa pamrih yang dahulu sangat dekat dengan masyarakat petani desa
Sitinjak kini sudah memudar. Seiring dengan berkembang dan semakin majunya
jaman yang kini sudah memasuki pedesaan, khususnya catering dipedesaan
membuat kebersamaan sistem gotong royong atau bekerja sama yang dilakukan
oleh kelompok masyarakat yang posisinya sebagai boru dan dongan sahuta yang
ada di masyarakat desa Sitinjak kini mulai bergeser, peran yang dimainkan oleh
pihak boru dan dongan sahuta kini diambil alih oleh catering. Khususnya dalam
aspek paradaton. Pekerjaan melayani tamu disaat acara berlangsung kini sudah
ditanggung jawabi oleh pihak catering. Degan kata lain pihak yang posisinya
tamu-tamu kini sudah jarang terlihat semenjak masuknya catering ke desa
Sitinjak.
Pergeseran fungsi parhobas tersebut menjadi alasan utama bagi peneliti
tertarik untuk mencoba melakukan penelitian lebih jauh guna menggali
aspek-aspek yang melingkupi pergeseran fungsi marhobas dalam acara pesta pada
sistem Batak Toba di desa Sitinjak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1.Bagaimana proses pergeseran fungsi parhobas dalam acara pesta pada sistem
kekerabatan Batak Toba di Desa Sitinjak, Kec. Onan Runggu, Kab. Samosir?
2.Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi parhobas dalam acara
pesta pada sistem kekerabatan Batak Toba di Desa Sitinjak, Kec. Onan Runggu,
Kab. Samosir?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pergeseran fungsi parhobas dalam
acara pesta pada sistem kekerabatan Batak di Desa Sitinjak, Kec. Onan
Runggu, Kab. Samosir?
2. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi
parhobas dalam acara pesta pada sistem kekerabatan Batak Toba di Desa
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
b. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh.
c. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan
sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi.
d. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai
keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulisan agar dapat meningkatkan
kemampuan akademis, terutama dalam hal pembuatan karya ilmiah tentang
memudarnya sistem gotong royong masyarakat Batak Toba di desa Sitinjak,
Kecamatan Onan Runggu.
a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
berkompeten dalam membuat program-program yang bertujuan untuk
meningkatkan sistem gotong royong masyarakat.
1.5. Defenisi Konsep
Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan topik permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini maka dapat diambil batasan dalam
a. Pergeseran, adalah pergesekan, perpindahan tempat atau kedudukan dan
fungsi atau makna dalam masyarakat.
b. Solidaritas adalah menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu
dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan
yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional.
c. Marhobas adalah gotong royong atau bekerja sama yang dilakukan pihak
yang jabatannya sebagai boru, dan Dongan saulaon dalam acara adat
Batak Toba dalam hal adat (semua acara adat). Parhobas adalah orang
yang melakukan pekerjaan marhobas dalam acara adat batak Toba.
d. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang ada di Indonesia yang
berasal dari daerah Sumatera Utara.
e. Dalihan Na Tolu artinya tungku nan tiga, Dalihan Na Tolu adalah falsafah
masyarakat Batak Toba, yakni manat mardongan tubu, somba
marhula-hula, dan elek marboru ( artinya bersikap hati-hati pada kawan semarga,
hormat pada pihak pemberi istri dan sayang kepada pihak penerima istri).
f. Sistem adalah berasal dari bahasa Yunani yang berarti sehimpunan dari
bagian/komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain
secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.
g. Masyarakat sering dikenal dengan istilah community yang berarti
sekumpulan orang yang membentuk sistem, yang terjadi komunikasi
didalam kelompok tersebut. Masyarakat juga bisa diartikan sekelompok
orang yang saling berhubungan dan kemudian membentuk kelompok yang
lebih besar.Biasanya masyarakat sering diartikan sekelompok orang yang
h. Peranan merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh seseorang.
Pengharapan seperti ini merupakan suatu norma yang dapat
mengakibatkan terjadinya peranan. Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia telah
menjalankan suatu peran. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku,
dimana peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan