TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Mangrove
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Untuk menghindari
kekeliruan perlu dipertegas bahwa istilah bakau hendaknya digunakan hanya
untuk jenis-jenis tumbuhan tertentu yakni dari marga Rhizophora, sedangkan
istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di lingkungan
yang khas ini.Karena di hutan tersebut bukan hanya jenis bakau yang ada maka
istilah hutan mangrove lebih popular digunakan untuk pada tipe hutan ini.Segala
tumbuhan dalam hutan ini saling berinteraksi dengan lingkungannya baik yang
bersifat biotik maupun abiotik. Seluruh sistem yang bergantung ini membentuk
apa yang dikenal sebagai ekosistem mangrove (Nontji, 1987 diacu oleh Kordi K,
2011).
Ekosistem mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam dinamika
ekosistem pesisir dan laut, terutama perikanan pantai sehingga pemeliharaan dan
rehabilitasi ekosistem mangrove merupakan salah satu alasan untuk tetap
mempertahankan keberadaan ekosistem tersebut. Peran ekosistem mangrove di
wilayah pesisir dan laut dapat dihubungkan dengan fungsi ekosistem tersebut
dalam menunjang keberadaan biota menurut beberapa aspek antara lain adalah
fungsi fisik, biologi, dan sosial ekonomi (Kawaroe, dkk., 2001).
Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan
baik dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan. Secara umum merupakan
dan fauna. Mulai dari perkembangan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur
yang memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut
kecil lainnya. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan
akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh
manusia(Talib, 2008).
Mengingat hutan bakau terletak di daerah intertidal, maka sebagian areal
lantai hutan ada yang selamanya tergenang air, sebagian lain tergenang penuh
hanya pada waktu air pasang, sedangkan pada waktu air surut meninggalkan
genangan air di beberapa tempat berbentuk seperti ‘kolam air’, sisanya berupa
tanah berlumpur dan ada yang bertanah keras. Mengingat di tempat tersebut
terdapat sumber unsur hara terlarut yang diduga berbentuk sebagai ikatan fosfat,
nitrogen organik dan karbon terlarut. Substansi nutrien tersebut berasal dari
daun-daun yang gugur dan mengalami perengkahan alami (Wibisono, 2005).
Kegiatan perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan hutan mangrove
secara ideal diupayakan terintegrasi dengan kepentingan ekologis, pembangunan,
dan hak masyarakat sekitar. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat merasakan
manfaat keberadaan hutan mangrove sehingga dapat meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta dalam perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatannya
secara lestari. Salah satu peranan mangrove dalam usaha perikanan tambak adalah
sebagai pemasok bahan organik, selain sebagai tempat penyedia bibit. Serasah
mangrove yang jatuh diuraikan oleh mikroorganisme kemudian masuk ke rantai
makanan, sehingga dapat menyediakan nutrien bagi organisme yang hidup di
Keberadaan hutan mangrove sangat mempengaruhi kehidupan di perairan
karena memegang peranan penting sebagai sumber nutrien bagi berbagai
organisme laut. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan penebangan
hutan Mangrove yang dapat menimbulkan penurunan nilai kuantitatif hutan
mangrove melampaui batas normal yang tidak dapat ditoleransi oleh organisme
hidup dalam ekosistemnya (Noer, 2009).
Zonasi Mangrove
Hutan mangrove dapat dibagi menjadi lima bagian berdasarkan frekuensi
air pasang, yaitu; zonasi yang terdekat dengan laut, akan didominasi oleh
Avicennia spp dan Sonneratia spp, tumbuh pada lumpur lunak dengan kandungan
organik yang tinggi. Avicennia spp tumbuh pada substrat yang agak keras,
sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak lunak; zonasi yang
tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras serta dicapai oleh beberapa air pasang.
Zonasi ini sedikit lebih tinggi dan biasanya didominasi oleh Bruguiera cylindrica;
ke arah daratan lagi, zonasi yang didominasi oleh Rhyzophora mucronata dan
Rhyzophora apiculata. Jenis Rhyzophora mucronata lebih banyak dijumpai pada
kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon yang dapat
tumbuh setinggi 35 - 40 m. Pohon lain yang juga terdapat pada hutan ini
mencakup Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum; hutan yang didominasi
oleh Bruguiera parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya;
hutan mangrove di belakang didominasi oleh Bruguiera gymnorrhiza (Talib,
Menurut Bengen (2001) diacu oleh Iman (2014), penyebaran dan zonasi
hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu
tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :
a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp
yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004)
Kondisi-kondisi lingkungan luar yang terdapat dikawasan mangrove
cenderung bervariasi di sepanjang gradien dari laut ke darat. Banyak spesies
mangrove telah beradaptasi terhadap gradien ini dengan berbagai cara, sehingga
didalam suatu kawasan suatu spesies mungkin tumbuh secara lebih efisien
daripada spesies lain. Tergantung pada kombinasi dari kondisi-kondisi kimia dan
asosiasi-asosiasi sederhana sering kali berkembang di sepanjang garis pantai.
Faktor-faktor lainnya seperti toleransi keteduhan, metoda penyebaran
tumbuh-tumbuhan mangrove muda serta predasi terseleksi terhadap mangrove muda oleh
kepiting akan berpengaruh terhadap penzonaan (Talib, 2008).
Taksonomi dan Morfologi Rhizophora stylosa
Menurut Noor, dkk (2006) taksonomi R. stylosa adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora stylosa Griff.
Rhizophora stylosa dapat tumbuh sampai dengan tinggi sekitar 10 m.
Permukaan batang berwarna abu-abu kehitaman, bercelah halus. Daun permukaan
atas halus mengkilap, ujung meruncing, dengan duri, bentuk lonjong dengan lebar
bagian tengah, ukuran panjang 8-12 cm, permukaan bawah tulang daun berwarna
kehijauan, berbintik-bintik hitam tidak merata. Karangan bunga: terletak di
ketiakdaun, bercabang 2-3 kali, masing-masing cabang 4-16 bunga tunggal,
kelopak 4, berwarna kuning gading, mahkota 4, berwarna keputihan, benag sari 8,
tangkai putik jelas (stilus), panjang 0,4-0,6 cm. Buah: mirip dengan bentuk jambu
air, warna coklat, ukuran 1,5-2 cm, hipokotil berdiameter 2-2,5 cm, permukaan
berlumpur, berpasir. Penyebaran di Indonesia didapati mulai dari Sumatra, Jawa,
Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Sulawesi, Maluku dan Papua (Sudarmadji,
2004). Morfologi R. stylosa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. (a) Pohon R. stylosa (b) Daun dan Bunga R. stylosa (c) Buah R. stylosa (Noor, dkk., 2006).
Serasah Mangrove
Hutan mangrove menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber
makanan penting bagi udang, kepiting, ikan, zooplankton, invertebrata kecil dan
hewan pemakan bahan-bahan hasil pelapukan lainnya. Bahan-bahan hasil
pelapukan mangrove berasal dari organ pohon mangrove yaitu daun, bunga,
cabang, ranting dan sejumlah bagian pohon lain yang jatuh ke lantai hutan yang
disebut serasah. Untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat dalam
hutan mangrove, serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu menjadi
bahan lain yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme tersebut
(Naibaho dkk., 2015).
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
dan menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi penting
bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati dan gugur,
guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa c
parameter fisika-kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu,
embun/kelembaban, dan ketersediaan nutrient. Ada beberapa jenis dari serasah
mangrove. Lebih dari setengah jumlah serasah terdiri dari daun dan biasanya daun
yang telah tua (berwarna kuning) (Sa’ban dkk., 2013).
Serasah vegetasi mangrove yang telah terurai melalui proses dekomposisi,
sebagian akan diserap oleh mangrove itu sendiri dan sebagian lainnya menjadi
tambahan masukan bahan organik bagi ekosistem mangrove di sekitarnya.
Manfaat akumulasi bahan organik hasil dekomposisi serasah hutan mangrove
antara lain memperkaya hara pada ekosistem mangrove, sebagai daerah asuhan
dan pembesaran (nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground), dan
perlindungan bagi aneka biota perairan. Selain itu, akumulasi bahan organik juga
mampu mereduksi potensi subsidensi permukaan lahan hutan mangrove. Bahan
organik yang tersedia di kawasan tersebut berasal dari bagian-bagian pohon,
terutama yang berupa daun (Wibisana, 2004 diacu oleh Andrianto dkk., 2015).
Serasah tumbuhan tidak homogen, tetapi tersusun atas campuran
organ-organ tumbuhan. Dari waktu ke waktu jatuhan serasah pun tidak seragam. Bahkan
di hutan yang selalu basah pun, puncaknya sering kali terjadi pada periode
terbasah dari tahun itu. Sebaliknya, pohon-pohon tropika meranggas akan
merontokkan daun pada musim kering (Kartawinata, dkk., 1991).
Produksi dan Dekomposisi Serasah
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses
dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong
kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini
diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya,
akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi
ekosistem hutan mangrove (Zamroni dan Rohyani, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serasah dan laju dekomposisi
serasah adalah jenis tumbuhan, umur tumbuhan, iklim dan karakteristik
lingkungan. Banyaknya jenis mangrove dalam komunitas, akan menghasilkan
serasah dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan komunitas yang
mempunyai jenis mangrove sedikit. Demikian pula laju dekomposisi serasah
sebagai bahan organik tergantung pada jumlah dan jenis serasah, serta kondisi
lingkungan (Indriani, 2008).
Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang
sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya)
atau sering juga disebut mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik
yang bersal dari hewan maupun tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik
sederhana (Sutedjo dkk., 1991 diacu oleh Gultom, 2009).
Salah satu proses yang terjadi pada ekosistem Mangrove yang
memberikan kontribusi paling besar terhadap kesuburan perairan adalah proses
dekomposisi atau penghancuran serasah mangrove. Penghancuran serasah
merupakan bagian dari tahap proses dekomposisi, yang dapat menghasilkan bahan
organik yang penting dalam rantai makanan, memberikan kesuburan dan
Perubahan secara fisik maupun secara kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah disebut sebagai proses dekomposisi (pembusukan atau
pelapukan) atau kadang-kadang disebut mineralisasi. Hasil proses dekomposisi
sangat membantu tersedianya zat-zat organik tanah yang merupakan hara bagi
tanaman. Apabila residu tanaman dan hewan dimasukkan ke dalam tanah atau
dikumpulkan sebagai kompos, di bawah kondisi yang lembab dan serasi yang
menguntungkan atau baik, maka bahan-bahan tersebut akan diserang oleh
sejumlah besar mikroorganisme yang beragam, antara lain bakteri, cendawan,
protozoa, cacing dan larva serangga (Mulyani dkk., 1991 diacu oleh Dewi, 2009).
Hutan Mangrove mempunyai produktivitas bahan organik yang sangat
tinggi, tetapi hanya kurang lebih 10% dari produksinya dapat langsung dimakan
oleh herbivora, sisanya masuk ke dalam ekosistem dalam bentuk detritus.
Sebagian besar dari produksi tersebut dimanfaatkan sebagian detritus atau bahan
organik mati seperti daun-daun. Mangrove yang gugur sepanjang tahun, dan
melalui aktivitas mikroba dekomposer dan hewan hewan pemakan detritus
kemudian diproses menjadi partikel partikel halus (Mahmudi, dkk.,2008 diacu
oleh Galaxy, dkk., 2014).
Telah diketahui pula bahwa dalam proses dekomposisi dihasilkan pula
berbagai zat kimia yang mempunyai efek positif sebagai zat perangsang
pertumbuhan, dan yang mempunyai efek negatif sebagai penghambat
pertumbuhan. Zat kimia ini disebut hormon lingkungan. Dengan demikian,
banyak produk dekomposisi, berfungsi bukan hanya sebagai bahan makanan,
Pada penelitian Nugraha (2010) menyatakan bahwa tingginya laju guguran
daun mangrove jenis Rhizopora sp. menjelaskan berkorelasi dengan keberadaan
mangrove jenis ini sebagai merupakan mangrove yang paling banyakditemui.
Guguran daun Rhizopora sp. yang banyak juga kemungkinan disebabkan juga
oleh bentukdan besar daun maupun buahnya. Daun dan buah yang besar pada
Rhizopora membuat laju serasahnya menjadi sangat cepat. Guguran daun yang
banyak menyebabkan banyaknya unsur hara di lokasi tersebut, sehingga membuat
lokasi tempat Rhizopora itu tumbuh dengan subur.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan R. stylosa Ekosistem mangrove di wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan wilayah tersebut. Faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan
mangrove adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan.Hal ini disebabkan karena kelarutan
berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t
Hoffs kenaikan suhu sebesar 100C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
2. Salinitas
Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap perkembangan jenis
makrobentos yang membantu dalam proses dekomposisi serasah R. stylosa.
Adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas, yang
akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos tersebut. Kehidupan
beberapa makrobentos tergantung pada rendahnya salinitas. Aktivitas
makroorganisme yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme
membantu dalam proses pendekomposisian bahan organik dalam tanah. Kadar
salinitas jenis tegakan Rhizophora spp berkisaran antara 32 pp-36 ppt, pada saat
keadaan air laut tidak pasang/surut (Arief, 2003).
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan garam
dari kelenjar khusus pada daunnya (Gultom, 2009).
3. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH tanah dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada
tingkat kerapatan vegetasi yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan
rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak
berbeda, yaitu antara 4,6 - 6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp. (Arief,
2003).
4. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah parameter kualitas air yang merupakan unsur
Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh adanya senyawa organik yang
berlebihan. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh parameter lain : suhu,
salinitas, bahan organik dan kecerahan. Peningkatan suhu, salinitas, dan bahan
organik terlarut menurunkan konsentrasi oksigen terlarut. Kandungan oksigen
terlarut di perairan dapat juga dijadikan indikator pencemaran. Rendahnya
kandungan oksigen disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam
menggunakan bahan organik di perairan (Wibisana, 2004).
Unsur Hara yang Terkandung dalam Serasah Daun R. stylosa
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove menurut Thaher (2013),
terdiri dari hara anorganik dan organik.Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik :
fitoplankton, bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di
dalam daun-daun berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfor,
kalium, kalsium, dan magnesium.
Tabel 1. Kandungan hara yang terkandung didalam serasah mangrove
No. Jenis
Daun Karbon Nitrogen Fosfor Kalium Kalsium Magnesium
1. Rhizophora 50.83 0.83 0.025 0.35 0.75 0.86 2. Ceriops 49.78 0.38 0.006 0.42 0.74 1.07 3. Avicennia 47.93 0.35 0.086 0.81 0.30 0.49 4. Sonneratia 1.42 0.12 1.30 0.98 0.27 0.45
Karbon (C)
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup (Efendi, 2003).
Nitrogen
Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik
sisa-sisa tanaman maupun binatang. Pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2003).
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan
atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang yang
melimpah di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan
secara langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3,
NH4 dan NO3 (Efendi, 2003).
Fosfor (P)
Menurut Efendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk
bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut.
Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob,
bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan
oleh algae akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari