• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOTIK KAPAL LAUT DAN EKSEKUSINYA DI IN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIPOTIK KAPAL LAUT DAN EKSEKUSINYA DI IN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH HUKUM PENGANGKUTAN

KELAS REGULER

HIPOTIK KAPAL LAUT DAN

EKSEKUSINYA DI INDONESIA

Oleh:

Jovico Honanda

(1306410055)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM SARJANA REGULER

DEPOK

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 3

1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penulisan 5

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1. Kapal Laut 6

2.2. Hipotik Kapal Laut 8

2.3. Eksekusi Hipotik Kapal Laut 12

BAB 3. KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 16

(3)

PENDAHULUAN

modal menjalankan usaha dengan cara yang lebih aman tanpa melibatkan harta pribadi pemilik perusahaan. Salah satunya dengan cara meminjam sejumlah uang dari bank.

Hal ini sering kali dilakukan perusahaan-perusahaan dalam mencari modal, namun bank sebagai kreditur memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh para debiturnya yaitu jaminan dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak. Biasanya nilai benda yang dijaminkan melebihi jumlah kredit yang diberikan pada debitur. Nilai jaminan yang lebih besar dari pinjaman agar apabila debitur lalai dalam melakukan pembayaran kredit, jaminan tersebut dapat dicairkan oleh pihak bank.

Dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dituliskan mengenai pengertian benda yaitu tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.1 Benda dibagi dalam tiga macam menurut KUHPerdata yaitu: (1) benda

yang bertubuh dan tidak bertubuh, (2) benda bergerak dan tidak bergerak, (3) benda yang dapat habis dan tidak dapat habis.

Berdasar penggolongan diatas akan dibahas lebih lanjut mengenai benda tidak bergerak. Suatu benda dikatakan tidak bergerak karena sifatnya, contohnya tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, contohnya mesin alat-alat yang dipakai di pabrik. Kemudian benda tidak bergerak karena memang demikian ditentukan dalam undang-undang, contohnya kapal laut yang berukuran minimal 20 meter kubik.2

Pemberian jaminan dari debitur kepada bank selaku kreditur merupakan perjanjian tambahan atau accessoir dari suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit. Keberadaan perjanjian jaminan tergantung pada perjanjian pokoknya, jika perjanjian pokoknya hapus maka perjanjian jaminan hapus, namun bila debitur wanprestasi maka kreditur berhak melelang barang jaminan dan mengambil hasil lelang guna pelunasan utangnya.

1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Pasal 499.

2 Hartono Hadissoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,

(4)

Terdapat banyak benda tidak bergerak yang dapat dijadikan jaminan guna pelunasan kredit, namun dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai kapal laut sebagai benda tidak bergerak. Berdasarkan Pasal 510 KUHPerdata, kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan, dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri, terlepas dari benda sejenis itu adalah benda bergerak3, akan tetapi bila suatu kapal didaftarkan kapal tersebut berstatus

sebagai benda tidak bergerak.

Berdasarkan Pasal 314 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) kapal yang dapat didaftarkan dalam register kapal adalah kapal yang beratnya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor.4 Kapal yang terdaftar diperlakukan

sebagai benda tidak bergerak dan lembaga yang digunakan adalah hipotik. Untuk kapal yang tidak didaftarkan maka lembaga yang digunakan adalah gadai atau fidusia.5 Biasanya kapal laut yang dijaminkan digunakan sebagai jaminan dari

sebuah perusahaan pelayaran yang membutuhkan sejumlah dana untuk pembiayaan pembelian kapal dan pembiayaan perbaikan kapal.

Kapal laut yang sudah terdaftar dapat dijaminkan dengan hipotik untuk menjamin pelunasan kredit dari pihak debitur. Oleh karena itu ketentuan mengenai hipotik dalam Buku II KUHPerdata tepatnya Pasal 1162 hingga Pasal 1232 tentang hipotik berlaku bagi jaminan hipotik atas kapal laut. Selain dalam KUHPerdata, aturan mengenai hipotik kapal juga diatur dalam KUHD dan peraturan perundang-undangan lain seperti Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (PP Perkapalan).

Berdasarkan pemaparan diatas, dalam makalah ini akan dibahas mengenai Hipotik Kapal Laut dan Eksekusinya di Indonesia. Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat dalam Bab selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang mendasari penulisan makalah ini antara lain:

 Bagaimana pengaturan hipotik kapal laut di Indonesia?

3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 510.

4 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 314 ayat (1).

(5)

 Bagaimana pengaturan eksekusi hipotik kapal laut di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk:

 Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Pengangkutan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

 Mengetahui pengaturan hipotik kapal laut di Indonesia.

 Mengetahui pengaturan eksekusi hipotik kapal laut di Indonesia.

BAB 2

PEMBAHASAN

(6)

Pengertian kapal diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) memberikan pengertian yang luas terhadap kapal, yaitu semua alat yang berlayar. Tepatnya dalam pada Pasal 309 KUHD dituliskan bahwa kapal adalah semua perahu dengan nama apapun dan dari macam apaun juga, kecuali ditentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal dianggap meliputi segala alat perlengkapannya. Alat perlengkapan kapal adalah segala benda yang bukan bagian dari kapal itu sendiri, namun diperuntukan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal itu.6

Dalam Pasal 1 angka 36 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) juga mengatur mengenai definisi kapal, dimana dituliskan bahwa kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung atau bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.7

Mengenai alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah diatur dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (PP Perkapalan) dimana dituliskan bahwa alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan tidak berpindah-pindah untuk waktu yang lama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang menampung minyak, serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah.8

Ketentuan-ketentuan di atas memberikan pengertian bahwa kapal adalah kendaraan air namun tujuannya tidak hanya terbatas untuk berlayar dan alat apung yang tidak berpindah-pindah, kecuali dipindahkan walaupun tujuannya tetap pada suatu tempat.

Menurut Soekardono, hukum positif di Indonesia menganut pengertian kapal secara luas, yaitu kapal dengan ukuran tertentu yang dapat terapung baik dengan kekuatan sendiri maupun digerakkan dengan tenaga lain.9 Mengenai kapal laut,

ketentuannya dapat dilihat dalam Pasal 310 KUHD, dimana dituliskan bahwa kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran di laut atau yang diperuntukkan untuk itu.10

Mengacu pada pengertian diatas, Dr. R. Wiryono Prodjodikoro, S.H. menyatakan bahwa terdapat dua unsur yaitu: (1) hal keadaan dipakai, dan (2) hal ditujukan

6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 309.

7 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 36.

8 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008 tentang Perkapalan, Pasal 1 angka 2.

9 Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1969), hlm. 9.

(7)

untuk dipakai. Suatu kapal meskipun setiap harinya dipakai untuk belayar di sungai, digunakan sekali untuk di laut, maka semenjak itu berlaku istilah kapal laut terhadapnya. Kemudian kapal laut juga dapat dilihat dari bentuknya, karena menentukan adanya tujuan pelayaran di laut.11

Mengenai kapal laut Indonesia diatur dalam Pasal 311 KUHD dimana dituliskan bahwa kapal Indonesia merupakan setiap kapal yang dianggap sebagai demikian oleh undang-undang tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal.12 Undang-Undang

yang dimaksud adalah UU Pelayaran yang dijelaskan lebih lanjut dalam PP Perkapalan.

Mengenai status kapal laut, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) kapal laut merupakan benda bergerak, dalam Pasal 510 KUHPerdata dituliskan bahwa kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.13 Sementara itu dalam Pasal 314 ayat (1) KUHD dituliskan bahwa kapal

laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri.14

Kata “dapat didaftarkan” dalam Pasal 314 ayat (1) KUHD dapat diartikan bahwa tidak ada keharusan kapal yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor untuk didaftarkan. Kapal yang tidak didaftarkan statusnya adalah benda bergerak sehingga ketika diletakkan sebagai jaminan, lembaga jaminannya adalah gadai atau fidusia.

Dapat ditarik kesimpulan dari KUHPerdata dan KUHD, kapal merupakan benda bergerak bila berukuran di bawah 20 meter kubik, bila berukuran di atas 20 meter kubik sebuah kapal dapat dinyatakan sebagai benda bergerak tak bergerak dan dapat didaftarkan. Mengenai pendaftaran kapal dapat dilihat dalam KUHD, UU Pelayaran, dan PP Perkapalan. Selain itu secara lebih rinci dapat dilihat dalam peraturan-peraturan pelaksana. Dalam Pasal 314 ayat (3) KUHD pada intinya dituliskan bahwa kapal laut yang terdaftar dapat dibebankan dengan hipotik.

2.2. Hipotik Kapal Laut

Sebelum membahas mengenai hipotik kapal laut, akan dibahas terlebih dahulu mengenai hipotik pada umumnya. Secara etimologis hipotik berasal dari bahasa Romawi yaitu hipoteca, dalam bahasa Belanda terjemahannya adalah

11 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1991), hlm. 69-70.

12 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 311.

13 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 510.

(8)

onderzetting, dan dalam bahasa Indonesia berarti pembebanan.15 Hipotik

merupakan hak kebendaan yang memberikan jaminan. Hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.16 Sementara jaminan adalah sesuatu yang

diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.17

Mengenai jaminan, KUHPerdata mengatur dua macam jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan ada yang bersifat umum dan bersifat khusus. Jaminan yang bersifat khusus ada dua macam yaitu jaminan yang timbul karena undang-undang dan jaminan yang timbul karena perjanjian. Hipotik termasuk dalam jaminan kebendaan yang bersifat khusus yang timbul karena perjanjian.

Mengenai hipotik diatur dalam Pasal 1162-1232 KUHPerdata, hipotik adalah suatu hak kebendaan untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Hipotik merupakan hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik orang lain, yang secara khusus diperikatkan untuk memberikan kepada suatu tagihan, hak yang didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi barang tersebut.18

Hipotik merupakan hak kebendaan yang memiliki beberapa ciri antara lain bersifat absolut, artinya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang dan setiap orang wajib menghormati hak tersebut. Sifat ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemegang hipotik. Hipotik timbul dari perjanjian yang bersifat accessoir atau perjanjian tambahan atas perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok hapus maka hipotik hapus pula.

Ketentuan hipotik dalam KUHPerdata saat ini hanya berlaku bagi objek jaminan selain tanah dan bangunan yang ada diatasnya karena saat ini objek jaminan tanah dan bangunan diatasnya diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Kapal laut yang terdaftar dapat menjadi objek jaminan hipotik karena tidak termasuk dalam kriteria diatas.

Dalam Pasal 314 ayat (3) KUHD dituliskan bahwa kapal laut yang dapat dibebani jaminan hipotik adalah kapal-kapal yang telah terdaftar yaitu kapal yang

15 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hlm. 15.

16 Hartono Hadissoeprapto, op. cit., hlm. 19.

17Ibid., hlm. 50.

(9)

berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor.19 Kemudian telah dibahas

sebelumnya bahwa pada dasarnya menurut KUHPerdata kapal adalah benda bergerak namun jika didaftarkan maka statusnya berubah menjadi benda tidak bergerak dan apabila dijaminkan maka lembaga yang harus digunakan adalah hipotik. KUHD sebagai lex specialis KUHPerdata, maka apabila KUHD tidak mengatur secara khusus ketentuan hipotik mengacu pada KUHPerdata.

Selain KUHPerdata dan KUHD, UU Pelayaran dan PP Perkapalan juga mengatur mengenai hipotik. Dalam Pasal 1 angka 12 UU Pelayaran diberikan definisi mengenai hipotik kapal laut dimana dtuliskan bahwa hipotik kapal adalah hak agunan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.20

Dalam UU Pelayaran tersebut juga diatur lebih rinci mengenai hipotik kapal, sebagaimana dituliskan dalam Pasal 60 dimana kapal yang telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotik atas kapal. Pembebanan hipotik atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotik oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal. Atas setiap akta hipotik diterbitkan satu Grosse Akta Hipotik yang diberikan kepada penerima hipotik. Grosse Akta Hipotik mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Atas Grosse Akta Hipotik yang hilang dapat diterbitkan Grosse Akta Pengganti berdasarkan penetapan pengadilan. Kapal dapat dibebani lebih dari satu hipotik. Dalam Pasal 61 kemudian dituliskan bahwa peringkat masing-masing hipotik ditentukan sesuai dengan tanggal dan nomor urut akta hipotik.21 Kemudian dalam

Pasal 62 dituliskan bahwa pengalihan hipotik dari penerima hipotik kepada penerima hipotik yang lain dilakukan dengan membuat akta pengalihan hipotik oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.22

Dalam PP Perkapalan diatur bahwa pembebanan hipotik atas kapal harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (1) grosse akta pendaftaran atau balik nama dan (2) perjanjian kredit.23 Proses pembebanan hipotik atas kapal laut terbagi

dalam tiga fase yaitu: (1) fase pertama, yaitu perjanjian kredit dengan jaminan hipotik, (2) fase kedua, yaitu perjanjian pembebanan hipotik, (3) fase ketiga, yaitu

19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 314 ayat (3).

20 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 12.

21Ibid., Pasal 61.

22Ibid., Pasal 62.

(10)

akta hipotik didaftarkan dalam buku daftar.24 Dengan lahirnya hak hipotik ini,

maka pemegang hipotik dapat melaksanakan haknya atas kapal di tangan siapapun kapal itu berada.

Pada fase pertama pembebanan hipotik, yaitu perjanjian kredit dengan jaminan hipotik, bank pemberi kredit bersama dengan calon penerima kredit membuat perjanjian kredit di bawah tangan atau dalam bentuk akta notaris. Perjanjian kredit ini disertai dengan janji untuk menyerahkan kapal sebagai jaminan hipotik. Jadi hipotik yang dicantumkan dalam perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.

Pada fase kedua pembebanan hipotik, yaitu perjanjian pembebanan hipotik, diatur dalam peraturan perundang-undangan bahwa hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal yang dengan tegas ditunjuk oleh undang-undang. Proses pembuatan perjanjian hipotik yang otentik dilakukan oleh bank bersama dengan penerima kredit atau bank sendiri berdasarkan surat kuasa memasang hipotik, menghadap pejabat pendaftar kapal dan meminta dibuatkan akta pembebanan hipotik kapal.

Pada fase ketiga pembebanan hipotik, yaitu akta hipotik didaftarkan dalam buku daftar. Hak pemegan hipotik lahir setelah pendaftaran selesai dilakukan. Dengan pendaftaran tersebut maka tingkat-tingkat hipotik dapat ditentukan berdasakan hari pembukuan. Dasar hukumnya adalah Pasal 1179 KUHPerdata, dimana dituliskan bahwa pembukuan segala perikatan hipotik harus dilakukan dalam register umum yang disediakan untuk itu, jika pembukuan tidak dilakukan maka suatu hipotik tidak mempunyai suatu kekuatan apapun, bahkan terhadap orang-orang berpiutang yang tidak mempunyai ikatan hipotik.25

Mengenai akibat hukum pendaftaran hipotik diatur dalam Pasal 1162 dan Pasal 1163 KUHPerdata, yaitu hipotik merupakan hak kebendaan yang melekat pada benda tidak bergerak yang dijadikan objek jaminan hipotik di tangan siapapun benda tersebut berada untuk mengambil pelunasan suatu perikatan. Hak kebendaan tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan membebani keseluruhan objek jaminan. Hak kebendaan berupa jaminan hipotik bersifat absolut, dimana dapat dipertahankan kepada siapapun. Hak ini ditegaskan dalam Pasal 315 huruf e KUHD dimana dituliskan bahwa kapal yang terdaftar dan akan dilelang sita di luar wilayah Indonesia, tidak dibebaskan dari hipotik.26

Akibat hukum pembebanan hipotik pada benda tak bergerak menyebabkan benda tersebut tetap mempunyai nilai sebagai objek jaminan bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur dengan tidak mempersoalkan siapa yang menguasai benda

24 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hlm. 101-102.

25 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1179.

(11)

tersebut atau dikenal dengan asas droit de suite. Agar hak kebendaan tersebut melekat pada obyek hipotik maka harus dipenuhi syarat pendaftaran, dengan pendaftaran maka melekatlah hak kebendaan berupa jaminan hipotik kepada objek hipotik.

Berdasarkan Pasal 1179 ayat (2) KUHPerdata dituliskan bahwa hipotik yang belum didaftarkan tidak mempunyai kekuatan apapun dan terhadap para kreditur tidak mempunyai ikatan hipotik.27 Hal yang menentukan seorang kreditur

mempunyai hak kebendaan atas objek hipotik kapal laut adalah hak tersebut lahir sejak tanggal pendaftaran hipotik kapal laut di kantor Pejabat Pendaftaran dan Balik Nama Kapal. Dengan pendaftaran lahirlah kekuatan mengikat perjanjian hipotik dan kekuatan eksekutorial pada grosse akta perjanjian hipotik.

Sebagaimana juga telah disampaikan sebelumnya, penentuan tingkatan pemegang hipotik didasarkan pada pemegang hipotik yang lebih dulu mendaftarkan. Dimana yang lebih dulu mempunyai kedudukan untuk didahulukan atau dikenal dengan asas droit de preference. Hal tersebut diatur dalam Pasal 315 KUHD dimana dituliskan bahwa tingkatan hipotik ditentukan pada hari pembukuan, hipotik yang dibukukan pada hari yang sama, mempunyai tingkatan yang sama pula.28

Hal yang sama juga disampaikan dalam KUHPerdata dan UU Pelayaran. Pendaftaran hipotik ditujukan untuk memenuhi asas publisitas, yaitu agar dapat diketahui oleh umum, dan asas spesialitas, yaitu hipotik hanya dapat dibebankan atas benda yang ditunjuk secara khusus yang diikat sebagai jaminan.

Pembebanan hipotik terhadap kapal laut tak terlepas dari ketentuan internasional karena kapal laut merupakan benda yang selalu bergerak, sehingga ada kemungkinan suatu saat akan melintasi perairan negara lain. Oleh karena itu berbagai negara bekerja sama untuk membentuk hukum yang diberlakukan terhadap kapal laut termasuk mengenai masalah jaminan yang dibebankan terhadap kapal laut.

Dalam Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convention On Maritime Liens And Mortgage, 1993 dituliskan pada Pasal 1 bahwa mortgage atau hipotik serta pembebanan lainnya atas kapal yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang dari suatu negara peserta dimana kapal tersebut telah didaftarkan dalam suatu daftar umum akan dianggap sah dan dihormati serta dapat dilaksanakan di negara peserta lainnya.29

2.3. Eksekusi Hipotik Kapal Laut

27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1179 ayat (2).

28 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 315.

(12)

Sebelum membahas mengenai eksekusi hipotik kapal laut harus dibahas terlebih dahulu mengenai eksekusi pada umumnya. Eksekusi merupakan tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara. Eksekusi dapat diartikan sebagai menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap secara paksa apabila pihak tidak mau menjalankannya secara sukarela.30

Bentuk eksekusi ada dua yaitu: (1) eksekusi riil, merupakan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan nyata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berbentuk provisi atau akta perdamaian di pengadilan, dan (2) eksekusi pembayaran sejumlah uang adalah eksekusi berdasarkan bentuk akta yang berguna untuk pembayaran sejumlah uang yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, berupa grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik.31

Eksekusi terhadap grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang merupakan eksekusi pengecualian yang diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg., yakni merupakan isi perjanjian yang dibuat para pihak yang merupakan penyimpangan dan pengecualian eksekusi terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal tersebut karena perjanjian grosse akta dipersamakan dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial.32

Mengenai kekuatan eksekutorial grosse akta, salinan pertama dari minuta akta yang merupakan asli akta pendaftaran kapal, harus dimuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dibagian bawah harus dicantumkan kata-kata “diberikan sebagai grosse pertama, dengan menyebutkan nama dari oeang yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.”

Adanya irah-irah diatas memberikan kekuatan eksekutorial, sehingga dapat dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan. Dengan demikian bila debitur wanprestasi maka kreditor pemegang hipotik dapat meminta eksekusi baik secara lisan maupun tulisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, hal ini didasarkan pada Pasal 224 jo. Pasal 195 jo. Pasal 196 HIR. Selain hal yang telah disampaikan diatas, terdapat dua alternatif lain untuk melakukan eksekusi yaitu (1) melalui proses pengadilan, dan (2) melalui penjualan lelang oleh kreditur berdasarkan kuasa sendiri.

Eksekusi melalui proses pengadilan dapat dilakukan dengan cara: (1) mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri yang sesuai dengan kompetensi relatif

30 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi, (Jakarta: PT Rineka CIpta, 1993), hlm. 119.

31Ibid., hlm. 120.

(13)

menurut Pasal 118 HIR, debitur menjadi pihak Tergugat, (2) melalui gugatan itu akan dilakukan pemeriksaan persidangan hingga didapaykan suatu putusan, (3) terhadp putusan PN dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Eksekusi melalui proses ini memakan waktu yang lama sehingga tidak efektif dan efisien, selain itu biayanya mahal.

Sementara itu eksekusi melalui penjualan lelang menurut Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, dibolehkan pemberian kuasa kepada kreditor untuk menjual sendiri barang hipotik tanpa campur tangan pengadilan bila debitur wanprestasi yang diperjanjikan dalam akta hipotik. Penjualannya harus dilakukan dimuka umum dan melalui lelang dengan bantuan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara.

(14)

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan:

 Dalam KUHD dituliskan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri. Kata “dapat didaftarkan” dalam KUHD dapat diartikan bahwa tidak ada keharusan kapal yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor untuk didaftarkan. Kapal yang tidak didaftarkan statusnya adalah benda bergerak sehingga ketika diletakkan sebagai jaminan, lembaga jaminannya adalah gadai atau fidusia.

 Pengertian kapal dalam KUHPerdata dan KUHD, kapal merupakan benda bergerak bila berukuran di bawah 20 meter kubik, bila berukuran di atas 20 meter kubik sebuah kapal dapat dinyatakan benda tidak bergerak dan dapat didaftarkan.

 Mengenai pendaftaran kapal dapat dilihat dalam KUHD, UU Pelayaran, dan PP Perkapalan. Selain itu secara lebih rinci dapat dilihat dalam peraturan-peraturan pelaksana. Dalam KUHD pada intinya dituliskan bahwa kapal laut yang terdaftar dapat dibebankan dengan hipotik.

 Mengenai hipotik diatur dalam KUHPerdata, UU Pelayaran, dan PP Perkapalan. Hipotik merupakan hak kebendaan atau jaminan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu hutang dalam suatu perikatan.

 Hipotik merupakan hak kebendaan yang memiliki beberapa ciri antara lain bersifat absolut, artinya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang dan setiap orang wajib menghormati hak tersebut. Sifat ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemegang hipotik. Hipotik timbul dari perjanjian yang bersifat accessoir atau perjanjian tambahan atas perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok hapus maka perjanjian hipotik juga hapus.

 Dalam PP Perkapalan diatur bahwa pembebanan hipotik atas kapal harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (1) grosse akta pendaftaran atau balik nama dan (2) perjanjian kredit. Proses pembebanan hipotik atas kapal laut terbagi dalam tiga fase yaitu: (1) fase pertama, yaitu perjanjian kredit dengan jaminan hipotik, (2) fase kedua, yaitu perjanjian pembebanan hipotik, (3) fase ketiga, yaitu akta hipotik didaftarkan dalam buku daftar.

(15)

 Penentuan tingkatan pemegang hipotik didasarkan pada pemegang hipotik yang lebih dulu mendaftarkan. Dimana yang lebih dulu mempunyai kedudukan untuk didahulukan atau dikenal dengan asas droit de preference.

 Pembebanan hipotik terhadap kapal laut tak terlepas dari ketentuan internasional karena kapal laut merupakan benda yang selalu bergerak, sehingga ada kemungkinan suatu saat akan melintasi perairan negara lain. Oleh karena itu berbagai negara bekerja sama untuk membentuk hukum yang diberlakukan terhadap kapal laut termasuk mengenai masalah jaminan yang dibebankan terhadap kapal laut.

 Bagi kreditur pemegang hipotik terdapat tiga alternatif prosedur eksekusi yaitu melalu proses pengadilan, eksekusi langsung, atau penjualan lelang oleh krefitur berdasarkan kuasa sendiri.

(16)

BUKU

Badrulzaman, Mariam Darus. Bab-Bab Tentang Hipotik. Cet. 4. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991.

Hardisoeprapto, Hartono. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.Cet.1. Yogyakarta: Liberty, 1994.

Prodjodkoro, Wirjono. Hukum Laut Bagi Indonesia. Cet. 9. Bandung: Sumur Bandung, 1991.

Satrio, J. Hukum Jaminan, Hak-Hak Kebendaan. Cet. 3. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996.

Situmorang, Victor dan Cormentyna Sitanggang. Grosse Akta Dalam Pembuktian Dan Eksekusi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.

Soekardono, R. Hukum Perkapalan Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Dian Rakyat, 1969.

PERATURAN

Het Herziene Indonesich Reglement. Reglement Indonesia Yang Diperbaharui. Diterjemahkan oleh Ali Boediarto. Cet 1. Jakarta: Fakultas Hukum Univeritas Trisakti, 2003.

Indonesia. Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. UU No. 4 Tahun 1996. LN No. 42 Tahun 1996. TLN No. 3632.

_______. Undang-Undang Tentang Pelayaran. UU No. 17 Tahun 2008. LN No. 64 Tahun 2008. TLN No. 4849.

_______. Peraturan Pemerintah Tentang Perkapalan. PP No. 51 Tahun 2002. LN No. 95 Tahun 2002. TLN No. 4227.

_______. Keputusan Presiden Tentang Pengesahan International Convention On Maritime Liens And Mortgage, 1993 (Konvensi Internasional Tentang Piutang Maritim dan Mortgage, 1993). Keppres No. 44 Tahun 2005.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R, Tjitrosudibio. Cet. 27. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2002.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 20, Tambahan Lembaran Negara

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat (10) dinyatakan secara tegas bahwa “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang

kesejahteraan Hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,. perlu menetapkan Peraturan Menteri

NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT SERTA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

Dalam Pasal 69 UU Perikanan Nomor 45 tahun 2009 juga dijelaskan bahwa fungsi dari kapal Perikanan adalah untuk melaksanakan Pengawasan dan Penegakan hukum di bidang Perikanan

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b, serta untuk memenuhi ketentuan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b, serta untuk memenuhi ketentuan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan,