• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK DI K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK DI K"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Saat ini perempuan sedang mengalami dilematika, di satu sisi perempuan harus melakukan hak dan kewajibannya, tapi di sisi lain terkadang hak dan kewajiban perempuan itu tidak dapat diperoleh secara semestinya. Perempuan seringkali dibatasi aksesnya di kehidupan sehari-hari, walaupun yang kita lihat pada umumnya perempuan dapat bekerja di sektor yang membutuhkan , tetapi ada pengecualian dalam bidang –bidang tertentu.

Di beberapa daerah di Indonesia khususnya yang mayoritas masyarakatnya masih tradisional peran perempuan sangat dibatasi, baik perannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, maupun pendidikan. Hal ini terjadi akibat dari doktrin patriarki yang dianut oleh masyarakat tersebut. Patriartki merupakan sebuah doktrin dimana laki-laki memiliki kekuasaan paling tinggi diatas perempuan, dalam doktrin patriarki ini laki-laki mendominasi perempuan dalam berbagai sektor.

Madura merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih menerapkan doktrin patriarki. Di Madura yang masyarakatnya dikenal religius memiliki anggapan bahwa perempuan itu harus ada di belakang laki-laki, filosofinya ialah bahwa laki-laki madura dengan slogan “harta, tahta, dan wanita” sangat menghormati dan menghargai wanita sehingga mereka harus dilindungi dan selalu ditempatkan di belakang mereka. Apabila kita analisis menggunakan perspektif gender sebenarnya hal tersebut merupakan bukti bahwa wanita dibatasi akses nya pada sektor tertentu. Seperti dalam bidang politik, wanita madura tidak boleh menjadi pemimpin karena menurut orang madura, wanita harus dipimpin dan berada di belakang laki-laki untuk mendapatkan perlindungan.

(2)

berhubungan langsung dengan kota-kota di Jawa Timur seperti Kota Gresik dan Surabaya. Wilayah geografis Kabupaten Bangkalan yang berbatasan langsung dengan kota Surabaya ini sedikit banyak membawa dampak positif bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Perkembangan teknologi di kabupaten Bangkalan semakin cepat serta diiringi oleh pemikiran masyarakat Bangkalan telah mengalami transisi dari tradisional ke rasional (modern). Di era modern ini masyarakat mulai mengerti tentang hukum dan undang-undang. Dalam bidang politik, masyarakat kabupaten Bangkalan juga telah melakukan sebuah revolusi dimana perempuan telah diberi kesempatan untuk menjabat sebagai pemimpin daerah, kandidat partai politik, maupun perempuan yang duduk di kursi legislatif. Hal ini dibuktikan dari adanya data dari daftar calon legislatif (caleg) pada pemilu legislatif tahun 2009 di kabupeten Bangkalan bahwa jumlah perempuan yang mendaftarkan diri dalam pemilu legislatif sebesar 25 % dari seluruh jumlah kandidat. Jumlah tersebut sudah mendekati persayaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah bahwa jumlah perempuan yang harus duduk di kursi legislatif sekurang-kurangnya adalah 30% . Dalam bidang politik, masyarakat Bangkalan cenderung memilih pemimpin maupun kandidat dari partai politik yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat diketahui dari data pemilih tetap (DPT) pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Bangkalan bahwa jumlah pemilih perempuan hampir 10 % lebih tinggi daripada pemilih laki-laki, seharusnya dengan adanya jumlah pemilih perempuan yang banyak, kandidat perempuan bisa mendapatkan kursi di badan legislatif tetapi pada kenyataannya dari data pemilu legislatif tahun 2014 terdapat 42 kandidat dalam 6 daerah pilihan (dapil) yang terpilih untuk menduduki kursi DPR dan DPRD yang terdiri dari 7 partai. Sayangnya semua kandidat yang terpilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di kabupaten Bangkalan berjenis kelamin laki-laki sehingga menimbulkan ketidaksetaraan gender.

1.2. Rumusan Masalah

(3)

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui penyebab jumlah anggota Legislatif perempuan yang rendah di Kabupaten Bangkalan pada tahun 2014.

1.4.Manfaat

 Manfaat Teoritik

- Bagi mahasiswa dapat dijadikan sebagai wawasan tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai sebuah bahan referensi

- Bagi pengajar dapat dijadikan sebagai bahan ajar dan analisis terhadap jaringan sosial dalam sebuah komunitas usaha.

 Manfaat Praktis

- Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan kajian bahwa perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan akses dalam bidang apapun termasuk politik

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1.Teori Interaksionisme Simbolik : George Herbert Mead

Teori yang kami gunakan untuk menganalisis permasalahan ini adalah dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik. Menurut George Herbert Mead, teori interaksionisme simbolik memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

1. Manusia, tidak seperti hewan-hewan yang lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan untuk berpikir.

2. Kemampuan untuk berpikir dibentuk oleh interaksi sosial

3. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan simbol-simbol yang memungkinkan, mereka melaksanakan kemampuan manusia yang khas untuk berpikir

4. Makna-makna dan simbol-simbol memungkinkan orang melaksanakan tindakan dan interaksi manusia yang khas.

5. Orang yang mampu memodifikasi atau mengubah makna –makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan di dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi

6. Orang mampu membuat modifikasi-modifikasi dan perubahan-perubahan itu, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa rangkaian tindakan yang mungkin, menaksir keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian relatifnya, dan kemudian memilih salah satu diantaranya.

7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang terangkai membentuk kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat (Ritzer, 2012:626).

(5)

kami akan mencari alasan dan penyebab dari permasalahan diatas agar dapat dicari solusi pemecahannya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah Skripsi oleh Katherine Gratton dengan judul “Pendapat Perempuan Tentang Perempuan Dalam Dunia Politik Pada Era Reformasi Dan Masa Depan Di Kota Malang” Tahun 2011. Dalam penelitian tersebut, penulis menyatakan bahwa:

“Hanya sejak pada era reformasi keterlibatan perempuan dalam dunia politik telah menjadi isu penting. Akibatnya, ada data dan informasi yang terbatas tentang topik ini. Mudah-mudahan penelitian ini akan memberikan kontribusi pada ceramah tentang respresentasi maupun partisipasi perempuan di bidang politik Malang. Perempuan meliputi 50,45 persen dari populasi Malang tetapi hanya 25 persen dari keterwakilan politik lokal. Berdasarkan teori universalisme dan PBB, kesetaraan gender merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, dikhawatirkan kesetaraan gender tidak terjadi di parlemen Malang pada saat ini. Perempuan tidak memiliki perwakilan yang sama daripada laki-laki dalam politik dan karena itu tidak memiliki perwakilan yang sama dalam masyarakat. Penelitian ini berfokus pada tiga bidang utama. Pertama, hambatan-hambatan yang mencegah perempuan dari memasuki bidang politik di Malang. Juga, hambatan-hambatan yang mencegah politisi perempuan dari memberikan kontribusi yang setara (daripada politisi laki-laki) di DPRD Malang. Kedua, kontribusi politisi dan calon perempuan dalam bidang politik di Malang. Juga, alasan mengapa politisi perempuan penting. Akhirnya, masa depan bagi perempuan dalam politik di Malang. Kegiatan saat ini, dan kegiatan masa depan untuk mendorong perempuan muda memasuki dunia politik maupun meningkatkan kekuatan dan kemampuan perempuan yang sudah politisi... Hasil penelitian menunjukkan sejumlah faktor yang membatasi jumlah politisi perempuan serta kemampuan politisi perempuan untuk memberikan kontribusi yang bermakna bagi politik lokal di Malang. Faktor-faktor ini termasuk budaya patriarki, budaya Jawa, money politics, kewajiban sehari-hari perempuan, metode organisasi dan media. Latar belakang penelitian menunjukkan nepotisme dan agama Islam dianggap hambatan. Namun, penelitian mengungkapkan terdapat pendapat yang menyataan bahwa kedua faktor ini tidak dianggap hambatan bagi perempuan dalam politik di Malang.

(6)

Gratton menggunakan teori patriarki dan teori feminisme untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian tersebut.

Penelitian kami tidak menggunakan teori feminisme untuk menganalisis permasalahan melainkan menggunakan teori interaksionisme simbolik karena fokus penelitian tidak pada hal yang menghambat partisipasi perempuan dalam politik tetapi cenderung pada alasan masyarakat yang mendasari rendahnya partisipasi terhadap pemilihan kandidat perempuan dalam pemilu. Kedua penelitian ini memiliki persamaan yaitu sama-sama bersumber dari permasalahan ketidaksetaraan gender yang terjadi pada perempuan.

BAB 3

(7)

3.1.Metode Penelitian Kualitatif

Jenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif disebut sebagai metode artistik karena penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola) dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif (Sugiyono,2014).

Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrument, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas,sehingga mampu bertanya,menganalisis, memotret, dan merekonstruksi situasi sosial yang diteliti,maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan/simultan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian direkonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu databyang mengandung makna (Sugiyono, 2014).

3.2. Teknik Penentuan Informan

(8)

tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono,2014).

Informan pada penelitian kami diambil berdasarkan karakteristik sebagai berikut:

1. Penduduk asli kabupaten Bangkalan 2. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan 3. Berusia >17 tahun

4. Memenuhi persyaratan mengikuti Pemilu (Pemilihan Umum) 5. Sehat secara mental dan fisik

6. Mampu berbicara (tidak tunawicara)

7. Sudah pernah mengikuti Pemilu (khususnya pemilu Legislatif tahun 2014).

Berdasarkan karakteristik diatas, kami telah mendapatkan 2 orang informan yang sesuai. Informan 1 adalah Ibu Mutia, alamat asli Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, beliau adalah ibu rumah tangga dengan usia 26 tahun. Informan 2 adalah Bapak Gufron, alamat asli Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan, beliau bekerja sebagai security di salah satu universitas negeri di Madura,informan kedua berusia 25 tahun. Semua informan kami memberikan informasi secara sukarela (tanpa paksaan) dan tanpa diberikan suap dalam bentuk apapun.

3.3. Teknik pengumpulan data

(9)

Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi (Sugiyono, 2014). Kami menggunakan pengumpulan data dengan tiga metode, yaitu observasai, kedua adalah wawancara (tidak terstruktur) kemudian metode terakhir adalah pengumpulan data berupa dokumentasi.

3.3.1. Pengumpulan data dengan observasi

Observasi yang kami lakukan tergolong dalam observasi terus terang, observasi ini ialah observasi dengan cara mengatakan secara terus terang kepada informan bahwa peneliti sedang melakukan penelitian sehingga informan mengetahui apa saja data yang sekiranya dibutuhkan oleh peneliti. Selain itu, observasi secara terus terang ini dilakukan untuk memperoleh data yang tidak privat (bersifat umum), apabila peneliti ingin mendapatkan data yang lebih mendalam maka perlu menggunakan observasi secara tersamar. Observasi dengan cara tersamar berarti peneliti harus merahasiakan maksud dan tujuannya agar tidak diketahui oleh informan bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Hal ini dilakukan agar informan tidak obyektif sehingga bisa memberikan data yang mendalam.

3.3.2. Pengumpulan data dengan wawancara(interview)

Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara tak terstruktur (unstructured interview), yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2014).

Dengan menggunakan wawancara tidak terstruktur, informan dan peneliti akan merasa lebih akrab sehingga peneliti mudah dalam menggali informasi dari informan. Wawancara dengan teknik ini bersifat tidak resmi sehingga peneliti dan informan bisa bercakap-cakap dengan bahasa yang tidak resmi (bahasa daerah). Dengan teknik ini, informan tidak akan merasa curiga dan tidak akan merasa bahwa dirinya adalah obyek penelitian.

(10)

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/ dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel bila didukung oleh foto-foto atau karya akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2014).

3.4. Teknik analisis data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis itu bisa diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima,maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori (Sugiyono, 2014).

Pada penelitian kami menggunakan teknik analisis kualitatif dimana data dikumpulkan secara berulang-ulang sampai hipotesis diterima. Teknik keabsahan data menggunakan teknik triangulasi data.

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1. Politik Perempuan di Kabupaten Bangkalan 4.1.1. Struktur Politik

(11)

Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Di tingkat Provinsi, kabupaten dan kota terdapat legislatif DPRD yang mengelola isu-isu Daerah (DPRD Provinsi Jawa Timur, 2010). Struktur politik daerah secara sederhana diuraikan pada gambar 1dan perempuan di kabupaten Bagkalan beroperasi di struktur administratif ini. Pada tingkat desa Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) terdapat pengolahan kebutuhan dan rencana keluarga desa (Gratton, 2011). Struktur politik di Kabupaten Bangkalan diuraikan pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Politik Daerah

4.1.2. Keterlibatan Perempuan dalam Dunia Politik

(12)

organisasi Gerwani (1945-1965). Peran aktif kaum perempuan dalam politik dan masyarakat berakhir pada masa orde baru. Soeharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1965, dan selama 32 tahun pemerintahannya perempuan dibungkam dan dibatasi di Ruang Privat (Wieringa dalam Gratton, 2011).

Gambar 2. Prosentase Perempuan dan Laki-Laki dalam Parlemen 1950-2009 (Cattleya dalam Gattron, 2011)

Hal ini berubah pada tahun 1999 sehingga perempuan telah mampu memasuki dunia politik lagi. Pemilu pertama era reformasi pada 1999, perempuan mencapai 8,8 persen di parlemen nasional sedikit meningkat pada tahun 1955 (Parawansa dalam Gattron, 2011:12).

4.1.3.Peran Perempuan dalam Politik di Kabupaten Bangkalan

(13)

Tabel 1. Komisi Legislatif Indonesia berdasarkan Gender 2005 (Parawansa dalam Gratton, 2011)

4.1.4. Pentingnya Perempuan Berpolitik

Rendahnya keterwakilan perempuan di Bidang politik menghasilkan implikasi lebih luas. Kehadiran perempuan dalam jabatan politik memiliki kepentingan simbolis.

“Penilaian itu meningkatkan pandangan perempuan dan laki-laki terhadap kapasitas, aspirasi dan harga diri perempuan. Selain itu politisi perempuan berfokus pada isu-isu yang berbeda daripada politisi laki-laki, misalnya isu-isu KDRT maupun hak reproduksi” (Gratton, 2011).

(14)
(15)

tahu, artinya 5. Tanggapan tentang Money Politic

(16)

yang berhasil menjadi pemimpin apabila suatu saat

pemimpin di

Kabupatennya seorang

perempuan seperti walikota Surabaya , Ibu Tri Risma Harini. Karena beliau sudah jelas terlihat dedikasi nya terhadap masyarakat. Tabel 2. Pemetaan Hasil Wawancara Informan

Partisipasi politik perempuan di kabupaten Bangkalan masih dianggap sebagai hal yang awam. Hal ini dapat dilihat dari pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan tidak cocok untuk duduk di kursi legislatif apalagi menjadi pemimpin di kabupaten Bangkalan. Hal ini sebagai pengaruh dari budaya patriarki yang menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Masyarakat Bangkalan pada umumnya masih menganggap bahwa perempuan tidak memiliki skill dan kemampuan dalam hal berpolitik, seperti yang dikatakan oleh informan 2 setelah peneliti bertanya alasan informan tidak memilih caleg perempuan, informan menjawab:

“enggak, enggak. Ya kurang tegas gitu” (Wawancara Bapak Gufron. 2016).

Menurut informan, perempuan kurang tegas apabila menjadi seorang pemimpin, karena belum melihat secara pasti dedikasi caleg perempuan terhadap masyarakat dan daerahnya.

(17)

privat yang contribute to maintaining and reproducing gender inequality . Di Indonesia budaya secara umum merupakan patriarkal dan mengakibatkan marginalisasi perempuan karena ini, relegates women as mothers and house workers to the home and psycologically denies them full personhood, citizenship and humans rights (Gratoon, 2011). Mayoritas masyarakat di Kabupaten Bangkalan memilih caleg laki-laki pada pemilu legislatif tahun 2014. Laki-laki dalam budaya patriarki dianggap memiliki kekuasaan yang tinggi diatas perempuan. Laki-laki juga dianggap memiliki skill dan keterampilan yang baik di bidang apapun.

Asumsi dasar pemikiran Mead dalam interaksionisme simbolik salah satunya adalah:

“Orang yang mampu memodifikasi atau mengubah makna –makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan di dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi” (Ritzer, 2012).

(18)

Tindakan yang diambil oleh masyarakat berdasarkan penafsian mereka terhadap perempuan dalam politik adalah dengan tidak memilih kandidat perempuan dalam pemilu legislatif tahun 2014 di kabupaten Bangkalan. Padahal seorang informan yang kami beri pertanyaan tentang pendapatnya mengenai pemimpin wanita yang tegas dan dedikasinya kepada masyarakat terbukti ketika dia masih memimpin, maka informan kami menjawab :

P: kalau seumpama kayak nanti kandidatnya itu apa kayak bu tri risma , teges gitu, bapak mau milih?

I: iya (Wawancara bapak Gufron, 2016).

Masyarakat tentu akan menjawab “iya” atau “mau” apabila diberi pertanyaan seperti dalam penggalan wawancara diatas, hal ini terjadi karena masyarakat mampu mengubah makna bahwa “perempuan berpolitik yang tidak tegas” akan menjadi “tegas” apabila masyarakat telah melihat sendiri dedikasi perempuan tersebut di masyarakat. Jadi masyarakat akan memilih seorang kandidat perempuan dalam pemilu apabila perempuan tersebut telah memberikan bukti nyata kepedulian seorang calon pemimpin daerah kepada calon warganya, bukan hanya janji-janji semu seperti dalam kampanye-kampanye partai. “Tegas” menurut masyarakat bukan hanya terdapat dalam sikap saja, tetapi juga tegas dalam mengambil jalan keluar dari berbagai permasalahan di masyarakat contohnya adalah alokasi anggaran perbaikan jalan dengan tepat dan cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti yang dikatakan oleh informan kami:

P: gimana? Maksudnya pak?

I: ya apa dbikinin jalan, Kan jalannya nggak enak kayak becek gitu, dikasih itu biar bagus , paving gitu (Wawancara bapak Gufron, 2016).

(19)

telah memiliki dedikasi terhadap masyarakat Bangkalan. Setidaknya, masyarakat melihat dari hasil “kerja nyata” calon kandidat seorang pemimpin sebelum mereka menentukan sebuah pilihan.

Ketidaksetaraan gender dalam hal politik di kabupaten Bangkalan ini menurut kami tidak hanya karena partisipasi politik masyarakat yang kurang, tetapi juga kurangnya akses yang diberikan kepada perempuan di kabupaten bangkalan dalam bidang politik. Akses yang terbatas tersebut terjadi karena pemerintah sebagai aparatur politik negara tidak memerlakukan peraturan secara baik dan benar. Dalam Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999 tertulis bahwa perempuan memiliki hak yang sama dalam bidang politik.Kemudian terkait dengan keikutsertaan perempuan dalam lembaga legislatif, dalam pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD, dan DPRD bahwa setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (Nisa, 2012).

(20)
(21)
(22)

BAB 5 PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Ketidaksetaraan gender yang terjadi di Kabupaten Bangkalan salah satunya dapat diketahui dari permasalahan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif tahun 2014 di kabupaten Bangkalan yang rendah. Hal ni dapat dilihat dari hasil penelitian kami yang menunjukkan bahwa masyarakat tidak setuju terhadap perempuan yang ikut berpartisipasi dalam bidang politik. Alasannya adalah perempuan dianggap tidak tegas, pekerjaan dan skill nya seringkali dipergunakan di bidang pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan ketegasan. Perempuan di kabupaten Bangkalan yang memang ingin dipilih oleh masyarakat ialah perempuan yang sudah memiliki hasil “kerja nyata” yang diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat akan percaya bahwa ternyata perempuan mampu menjadi seorang pemimpin. Selain itu, peran pemerintah yang kurang dalam memberikan akses kepada perempuan untuk berpolitik juga menjadi penyebab perempuan di Kabupaten Bangkalan tidak memiliki antusisasme yang tinggi untuk ikut dalam percaturan politik. Kurangnya kesadaran dari berbagai pilhak baik masyarakat maupun pemerintah (stake holder) menjadi dasar utama yang menyebabkan perempuan tidak memiliki akses dalam bidang politk.

5.2. Saran

(23)
(24)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharismi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik: Jakarta. Rineka Cipta.

Gratton, Katherine. 2011. Skripsi: Pendapat Perempuan Tentang Perempuan Dalam Dunia Politik Pada Era Reformasi Dan Masa Depan Di Kota Malang. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Lash, Scott. 2004. Sosiologi Postmodernisme. Yogyakarta. Kanisius.

Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Nisa, Elviana Fadhilatu. 2012. Skripsi: Partisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilu Di Kabupaten Sragen. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi : Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. PT. RajaGrafindo

Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

(25)

LAMPIRAN Lampiran 1: Transkip Wawancara

Informan 1:

Nama : Mutia

Umur : 26 Tahun

Alamat : Tanah Merah, Bangkalan Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

P:Ibuk nama lengkap e siapa? I:apa?

P:Nama Lengkap I: Nama lengkap asli? P:Heeh, asli

I: Mutia P: Umur?

I: umur?kelairan 90 P:kelairan 90? Hmmm I: berarti 26

P:Oh berarti 26, alamatnya asli?aslinya mana rumahnya ibuk?Bangkalan? I: Tanah Merah

(26)

P:Kemaren pas tahun 2014 kan pemilihan presiden buk ya, itu kan cowok semua ya kan ada yang DPRD juga, itu ada cewek e. Pas pilihan DPRD itu ibuk milih cowok apa cewek?

I: milih apa?

P:Yang pak Ra Fuad itu... milih cowok? I: (Mengangguk)

P: Kok milih cowok kenapa?

I: kenapa ya? Ya ngikutin semua orang P: gitu?

I: heeh

P: Kemarin dikasih uang nggak? I: (menggeleng)

P: nggak?nggak dapet ? biasanya di rumahku dapet , 20, 50, I: nggak tau kalo yang ini, yang di rumah, yang lain gitu loh P: yang daerah lain?

I: heeh

P: tapi kalo yang tanah merah nggak dikasih? Hmm. Milih kandidat cowok ya. Siapa namanya buk tadi? yang dipilih namanya siapa?

I: lupa Informan 2:

Nama : Gufron

Umur : 25 Tahun

Alamat : Gili Anyar, Kamal, Bangkalan Pekerjaan : Security (satpam)

P:Bapak namanya siapa? I:Gufron

P:Oh iya, pak Gufron, hehe. Alamatnya pak? I:Alamat Gili Anyar, Kamal

(27)

P:Kemarin yang tahun 2014 ikut ta pak pilihan DPRD? I:ikut

P:Ikut. Bapak nyoblos cowok apa cewek kadernya? I:cowok

P: masih inget yang di coblos siapa? Pasangan siapa? I:Kurang tau, lupa

P: itu kan banyak ya pak kandidatnya , ada yang pasangan ceweknya juga . Lha itu bapak kenapa nggak milih yang kandidat cewek?kan ada ceweknya juga. I: Itu dari kemauan hati sendiri

P: Gimana itu maksudnya pak?

I: Maksudnya jadi kan kita ini takut, takut gimana gitu

P: Takut?kalo milih perempuan nanti takut kalo yang cowok kalah itu I: enggak, enggak. Ya kurang tegas gitu

P: Kalo cewek kurang tegas?Tapi teges juga loh pak kayak siapa itu? walikota bu Tri Rismaharini itu juga tegas

I: ya makanya tergantung orangnya

P: Tergantung orangnya ya pak? Terus kalo nanti ada pemilihan pemilu lagi ya bapak lebih milih laki-laki? Kandidat laki-laki?

I: Endak lah, tergantung dari yang menduduki

P: kalau seumpama kayak nanti kandidatnya itu apa kayak bu tri risma , teges gitu, bapak mau milih?

I: iya

P: itu bapak lihatnya dia tegas itu darimana emangnya? I: Ya dari sikapnya orangnya sih sama masyarakat gitu P: gitu pak ya?kemarin pas pilihan dikasih uang pak? I: endak

P: Enggak?. I: enggak

P: Yang pemilu DPRD nggak dikasih uang?Yang Pemilu Presiden? I: Pemilu presiden enggak

(28)

P: Masa disini nggak ada pak? I: nggak ada, kecuali buat jalan P: gimana? Maksudnya pak?

I:ya apa dbikinin jalan, Kan jalannya nggak enak kayak becek gitu, dikasih itu biar bagus , paving gitu

Gambar

Gambar 1. Struktur Politik Daerah
Gambar 2. Prosentase Perempuan dan Laki-Laki dalam Parlemen 1950-2009
Tabel 1. Komisi Legislatif Indonesia berdasarkan Gender 2005
Tabel 2. Pemetaan Hasil Wawancara Informan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Butir soal tersebut mungkin mengukur aspek lain di luar bahan yang diajarkan (soal tidak sesuai dengan tujuan pengajaran), maka sebaiknya direvisis atau

Hasil penelitian (Kurniani, 2007) menunjukkan bahwa kawasan ekosistem mangrove Teluk Awur mempunyai potensi sebagai daerah ekowisata mangrove berbasis pendidikan dan

Tetapi dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa algoritma routing Spray and Focus mendapatkan average latency yang lebih besar dibandingkan dengan algoritma routing Spray and

“MORSE” Mobile Protector Smartphone berbahan dasar kardus ini akan menaikan nilai ekonomis dari limbah kardus dan membantu pemerintah untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan

Hasil penelitian dari penelitian ini bahwa pengakomodasian pengarusutamaan Hak Anak (PUHA) dalam putusan penjara pidana anak terdapat dalam penjatuhan hukuman oleh hakim

Pada Penciptaan karya tugas akhir fotografi ini, produk parfum juga akan divisualisasikan sesederhana mungkin demi mempertahankan keunikan dari bentuk kemasan

P erancangan Rumah Sakit Mata di Manado dengan tema Blind Space diharapkan dapat membantu masyarakat dalam maupun luar daerah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata yang

diketahui nilai korelasi Kendall-Tau adalah p value 0,002 < 0,05 yang menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan yang bermakna antara