BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tori Kepentingan (Expactency Value Tori)
kepentingan adalah suatu tindakan individu atau kelompok yang
mendorong manusia kepada beberapa tingkatan yang mendasar. Kepentingan
bersifat tetap berlandaskan hukum dan moral tertentu dalam memilih dan
memutuskan yang berpengaruh terhadap suatu objek tertentu berdasarkan tingkat
kebutuhan yang paling di utamakan oleh individu atau kelompok.
Berman dan Evans (1998:216) berpendapat bahwa jika proses keputusan
konsumen jika dipandang dari sudut barang atau jasa apa yang akan dibelinya
(“what”) konsumen akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti bentuk, daya
tahan, keunikan, nilai, kemudahan, penggunaan, bahan baku dan lain sebagianya
yang ada pada suatu barang.
Bila masyarakat muslim Medan Deli sepakat beranggapan mengkonsumsi
produk-produk halal adalah suatu kepentingan dan bernilai wajib, maka labelisasi
halal pada produk-produk konsumsi merupakan kepentingan mutlak bagi
masyarakat muslim di kawasan Medan Deli dan menjadi pilihan konsumsinya.
Namun di pihak lain, jika masyarakat muslim lainya beranggapan labelisasi halal
bukan merupakan suatu kepentingan dan hanya melihat berdasarkan manfaat dari
suatu produk. Maka, bagi mereka labelisasi halal bukan suatu kepentingan dalam
memilih menggunakan produk-produk konsumsi bagi masyarakat muslim Medan
hal yang baik dan positif, baik dilihat dari segi manfaat kesehatan dan menurut
ajaran Islam. Oleh karena itu produk konsumsi berlabelisasi halal menjadi suatu
kepentingan bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat muslim dalam
memilih produk-produk konsumsi berlabel halal.
Dalam ketentuan syari’at Islam, umat muslim di larangan untuk
mengunakan atau mengkonsumsi produk konsumsi yang mengandung
unsur-unsur haram yang dilarang syariat Islam , seperti yang di tegaskan dalam
Al-Quran surah Al-baqarah ayat 168 “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi suci dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”. Dan Al-Quran surah ‘Abasa ayat 24 Artinya : “Maka hendakilah
manusia itu memperhatikan barang-barang yang dikonsumsinya dan yang
digunakannya.”
2.2 Pengertian Label
Label merupakan sarana penyampaian informasi secara langsung kepada
konsumen mengenai identifikasi produk dan produsenya. Pada produk Label
merupakan keterangan yang melengkapi suatu kemasan barang yang berisi
tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat barang tersebut ,cara
pengggunaan,efek samping dan bagainya.
Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintah kepada para
konsumen yang baru.yang berupa pelaksanaan tertib suatu undang-undang bahan
makanan dan minuman atau obat.dalam hal ini pemerintah mewajibkan produsen
yang tercantum dalam undang-undang bahan makan. Dengan melekatkan label
sesuai dengan peraturan berarti produsen memberikan keterangan yang
diperlakukan oleh para konsumen agar dapat memilih memebeli serta meneliti
secara bijaksana. Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidak
berbahaya bila digunakan, untuk mengatasi hal ini maka para konsumen
mmembiasakan diri untuk membaca label terlebih dahulu sebelum membelinya.
Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca label
tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi bungkusan /wadah
barang tersebut.hampir semua makanan jadi yang dijual berada dalam kemasan
sehingga konsumen tidak dapat memeriksa apa dan bagaimana keadaan isinya
waktu membeli.
Menurut Stanton dan William (2004:282) label adalah bagian sebuah
produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang penjualnya.
Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula etiket (tanda
pengenal) yang dicantumkan pada produk. Stanton dan J william (2004:282)
membagi label kedalam tiga klasifikasi yaitu
a. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk dicantumkan pada
kemasan.
b. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif
mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perhatian/perawatan, dan
kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan
dengan produk.
c. Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas
Peraturan pelabelan produk pangan olahan di Indonesia diatur dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menkes/PER/III/1978. Dalam peraturan
tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Label dan periklanan harus jelas dan berisi
keterangan yang lengkap serta mudah dibaca. Untuk itu dalam
peraturan-peraturan tersebut, khususnya dalam surat keputusan Dirjen POM dimuat tata cara
terperinci yang perlu dipatuhi oleh pembuat label. Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) No.02240/B/S/SK//VII/1991 yang
diterbitkan pada tanggal 2 Juli 1996. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, label
harus dapat memberikan informasi yang jelas dan tidak menyesatkan mengenai
sifat, bahan kandungan, asal, daya tahan, nilai ataupun kegunaannya.
Sebagai konsumen masyarakat membutuhkan dan berhak mengetahui
keadaan produk-produk konsumsi yang digunakan, sementara itu labelisasi juga
berfungsi sebagai sarana komunikasi antara produsen dengan konsumenya
mengenai beberapa hal yang menjadi hak konsumen untuk mengetahuinya.
Misalnya mengenai fungsi dan manfaat, isi, kualitas, kuantitas, petunjuk
penggunaan pada produk tersebut. Melalui labelisasi konsumen mendapatkan
informasi sehingga memberikan rasa aman kepada konsumen.
2.3 Pengertian Halal
Berbagi macam persepsi halal di kalangan masyarakat luas pandangan
halal secara umum menurut masyarakat muslim mengenai produk konsumsi dapat
terlepas dari sesuatu yang di haramkan begitu juga dengan proses dan cara
mendapatkannya. Allah berfirman pada Al-Qur’an surah Al Baqoroh (2: 168) :
Artinya :‘’ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi ,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Dan di nyatakan
dengan hadist Rasullah. “ Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, dan haram
itupun sudah jelas sedangkan di antara keduanya terdapat sesuatu yang samar
(syhubhat). Kata halalan, menurut bahasa Arab berasal dari kata, halla yang
berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal
yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang melarangnya.Allah memberikan batasan-batasan antara yang halal
dan yang haram jelas tertera melalui Al-qur’an dan hadist. Untuk memberikan
kejelasan yang jelas kepada umat terhadap hal-hal yang samar para ulama
mengeluarkan fatwa. Fatwa berarti penjelasan menurut istilah penjelasan tentang
hukum syara’.
Sistem produksi halal perlu di lakukan untuk menjamin kehalalan suatu
produk. Setiap produk yang dikonsumsi harus memenuhi standar halal dapat
dilihat dari bahan produksi, proses, fasilitas fisik, peralatan produksi,dan
manajemen produksi harus memenuhi kriteria. Kehalalan setiap produk konsumsi
dilihat baik dan halal secara zatnya ataupun cara memperolehnya.
2.4 Sertfikasi Dan Labelisasi Produk Halal
Produk konsumsi memerlukan fatwa MUI untuk mendapatkan labelisasi
menyertakan sertifikat halal kepada pemohon dengan tembusan Badan Pengawas
Obat Dan Makanan (BPOM). Sementara penetapan struktur biaya sertifikasi halal
ditetapkan oleh Mentri Keuanagan terhadap permohon atas usul Menteri Agama.
Sertifikasi halal berlaku selama 2 tahun dan diperbaharui sesuai dengan
perundang-undangan, pengawasanya di lakukan oleh lembaga pemeriksa halal.
Dan jika pada saat pemeriksaan ditemukan pelanggaran maka lembaga
pemeriksaan halal berhak untuk menyabut sertifikasi halal.
Sertifikasi halal dan label halal merupakan dua kegiatan yang berbeda
tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefenisikan
sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui suatu barang
yang diproduksi oleh suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari
kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikasi halal, dan produk yang
dimaksud telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal
dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya,
Tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal, formal,
bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan syariat dan aman
untuk dikonsumsi
Tidak semua produk konsumsi memiliki sertifikasi halal, dan untuk
terdaftar dan memiliki jaminan labelisasi halal dari lembaga POM ada beberapa
fase yang harus di lalui oleh perusahaan atas produknya. Seperti yang tertera
Gambar 2.1 Sruktur sistem penerbirtan sertifikasi Label Halal Sumber : Majelis Ulama Indonesia ( MUI )
UU Pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang memproduksi dan
memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam,
bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan
keterangan atau tulisan halal pada label. Sedangkan pasal 11 ayat 1 menyatakan
bahwa untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 10 ayat 1, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan
yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib
memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang
telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ayat-ayat tersebut mempertegas penjelasan dari UU pangan pasal 30
ayat 2 yaitu pencantuman keterangan atau tulisan halal pada label pangan
pangan kedalam wilayah Indonesia menyatakan bahwa produknya halal bagi umat
Islam.
Sertifikasi dan penandaan kehalalan baru menjangkau sebagian kecil
produsen di Indonesia. Data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Indonesia pada tahun 2005 menunjukan bahwa tidak lebih dari 2000 produk yang
telah meminta pencantuman halal kepada MUI menunjukkan bahwa permohonan
sertifikasi halal selama 11 tahun terakhir tidak lebih 8000 produk dari 870
produsen di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, bahan pangan diolah melalui berbagai teknik pengolahan dan metode
pengolahan baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sehingga menjadi
produk yang siap dipasarkan untuk dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia.
Sebagian besar produk industri pangan dan teknologi pangan dunia tidak
menerapkan sistem sertifikasi halal.
Barang-barang produksi mengalami persaingan ketat dengan
barang-barang produksi negara asing seperti Malaysia dan Singapura yang telah
merambah ke pasar Indonesia dan memiliki sertifikasi yang di akui keabsahanya.
Hal ini mengancam produksi domestik, masyarakat akan di hadapi pilihan dengan
lebih banyak macam produk yang bersifat homogen dari berbagai merek dan asal
produksi negara domestik dan asing. Selain kualitas produk-produk konsumsi
domestik perlu meningkatakan kualitas dan sertifikasi yang baik untuk dapat
bersaing dengan produk asing. Label halal yang ada pada kemasan produk yang
beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang
Gambar 2.2 Logo Halal MUI Sumber : Majelis Ulama Indonesia
Peraturan pelabelan yang dikeluarkan Dirjen POM (Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan) Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label
tambahan yang memuat informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk
makanan tersebut. Budi fitriadi( 2004:04).
Aturan tentang Label dan iklan pangan kemudian diperinci didalam
peraturan pemerintah no 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan pada pasal
3 ayat 2, persyaratan minimal keterangan yang harus tercantum dalam label tidak
lagi mencantumkan keterangan halal sebagai salah satu persyaratan sebagai mana
yang tercantum dalam UU pangan pasal 30 ayat 2. Didalam peraturan pemerintah
ini aturan tentang label halal termaktuk didalam pasal 10 dan pasal 11.
Keputusan Mentri Agama (KMA) Nomor 518 Tahun 2000 tentang
pedoman dan tata cara pemeriksaan produk Halal, KMA Meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi dan menggunakan produk halal
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya keputusan pemerintah dan produsen
terkait dan berpengaruh kepada sikap atau perilaku konsumen terhadap produk
konsumsi tersebut.
Pada umumnya konsumen muslim lebih selektif dalam memilih produk
berkualitas baik dengan disertai labelisasi dan sertifikasi halal yang terakreditasi
secara baik dan dapat di pertanggung jawabkan. Labelisasi halal yang secara
prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang
berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang
dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah
sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Dengan demikian produk-produk
yang tidak mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat
persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam
daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidak adaan
label itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan untuk
mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.
Produk pangan, obat, kosmetika, dan produk lain berasal dari luar negeri
yang di impor di Indonesia berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai
mana di atur dalam keputusan MUI Indonesia. Sertifikasi halal yang diterbitkan
oleh lembaga sertifikasi luar negri dapat di akui setelah melakukan perjanjian
saling pengakuan yang berlaku timbal balik (re-ciprocal), penilaian terhadap
lembaga sertifikasi, dan tempat proses produksi. Perjanjian tersebut di lakukan
oleh Mentri Agama dan badan yang berwenang di luar negeri sesuai dengan
2.5 Pengertian Produk
Produk adalah bentuk fisik barang yang ditawarkan dengan seperangkat
citra (image) dan jasa (service) yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.
Produk dibeli oleh konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan tertentu atau
memberi manfaat tertentu. Pengertian Produk menurut Kotler dan Amstrong
(1996:274) adalah : “A product as anything that can be offered to a market for
attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or need”.
Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan
keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Simamora (2003:30), produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan oleh individu, rumah tangga maupun organisasi kedalam pasar untuk
diperhatikan, digunakan, dibeli dan dimiliki konsumen. Produk ditawarkan
meliputi barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide.
2.6 Teori Konsumsi
Konsumsi menyangkut pemenuhan kebutuhan dan
keinginanindividu-individu, akan tetapi hal pokok yang mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran
oleh individu-individu untuk konsumsi adalah besar kecilnya pendapatan mereka.
Hubungan antara pendapatan individu dan konsumsi yang dilakukannya
dinamakan kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume).
Apabila telah diketahui pendapatannya maka akan diketahui pula kecendrungan
teori konsumsi pada dasar membahas hal inti yang sama yaitu alokasi pendapatan
kepada konsumsi, kepada tabungan serta kepada investasi. Teori konsumsi
berkaitan dengan fungsi utility. Utility adalah adalah kemampuan suatu barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan manusia sesuai dengan
kegunaan barang atas jasa tersebut.
Menurut Keynes dalam bukunya The General theory of employment,
interes and moeny tahun 1936 keynes mengungkapkan bahwa besar kecilnya
konsumsi pada suatu waktu di tentukan oleh nilai absolute dari pendapatan
masyarakat yang siap untuk di belanjakan (disposabel income). Pada waktu
berlangsung. Pola konsumsi masyarakat meningkat sejalan dengan pertambahan
nilai pendapatan dan sebaliknya. Al Gazali mengungkapkan teori konsumsi
Islami. Pemikiranya di awali dari sebuah pemikiran bahwa kesejahteraan
(maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan
lima tujuan dasar yaitu agama (al-dien), jiwa (nafs), harta (maal) dan akal (aql).
Dalam aspek ekonomi fungsi kesejahteraan sosial disusun secara hirarkis meliputi
kebutuhan (daruriat), kesenangan dan kenyamanan (hajaat) dan kemewahan
(tahsinaat). Kunci pemeliharaan lima tujuan dasar terletak pada penyediaan
tingkat pertama (kebutuhan atau daruriat) yaitu kebutuhan makanan, pakaian dan
perumahan. Kebutuhan dasar ini cenderung flekisbel mengikuti waktu, tempat dan
sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua (kesenangan atau hajaat) terdiri dari
semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi tetap
2.7 Produk Konsumsi
Produk konsumsi adalah segala jenis barang atau jasa yang dapat
digunakan baik secara langsungmaupun tidak langsung, untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang bersifat ekonomis. Konsumsi langsung merupakan
pengkonsumsian barang atau jasa yang langsung digunakan oleh konsumen tanpa
melakukan olahan selanjutnya. Konsumsi tidak langsung merupakan pemakaian
benda konsumsi berupa barang atau jasa yang tidak secara langsung digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pengguna barang.
Menurut Simamora (2003:30), produk halal adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan individu, ruumah tangga maupun organisasi kedalam pasar
untuk diperhatikan, digunakan, dibeli dan dimiliki konsumen. Produk ditawarkan
meliputi barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide.
2.8 Perilaku konsumen
Konsumen adalah seseorang yang menggunakan barang atau jasa.
Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna
berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Konsumen sanagat memahami
kwalitas, kuantitas dan mengenai harga pasaran pada setiap produk di pasaran.
Keputusan untuk mengkonsumsi suatu barang tidak hanya berdasarkan
perbandingan harga namun manfaat serta bahan komposisi ( ingredian ) yang
pada umumnya tertera pada kemasan termasuk labelisasi halal pada
Perilaku konsumen merupakan proses dimana terjadi suatu keputusan
dalam pasar yang di ambil berdasrkan faktor kebutuhan konsumsinya.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat
keputusan pembelian. Keputusan memilih produk bukan hanya berdasarkan tinggi
rendahnya harga jual (low-involvement and high-involvement) namun terdapat
banyak pertimbangan lain yang turut mempermudah atau mempersulit keputusan
dalam memilih suatu produk
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen adalah
a. Adanya faktor sosial yang di pengaruhi oleh kelompok individu dan
pengaruh keluarga, peran dan status sosial.
b. Faktor Personal seperti pengaruh yang datang dari situasi ekonomi, gaya
hidup kepribadian, konsep diri, umur, pekerjaan dan pekerjaan
c. Faktor Psikologi atas dasar motivasi, persepsi, pembeljaran, Beliefs
adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu.
Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler,
Amstrong, 2006, p.144).and Attitude evaluasi, perasaan suka atau tidak
suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada
sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145).
d. faktor kebudayaan di pengaruhi oleh adanya subkultur, kelas sosial dalam
masyarakat
2.8 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian menurut Schiffman, Kanuk (2004, p.547) adalah
bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif
pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses
dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan.
2.10.Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dan kerangka berfikir merupakan gambaran tentang
hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah
dideskriptifkan (sugiyono, 2008:49).
Gambar 2.10. Kerangka Konseptual Tingkat Kepentingan
Labelisasi Halal (X)