TINJAUAN PUSTAKA
Kompos
Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan,
jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya.
Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan
manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan
bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-
bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses
penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik
sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman
(Marsono dan Lingga, 2004).
Kandungan zat hara dalam kompos terdiri dari karbon 8,2%, nitrogen
0,09%, fosfor 0,36%, kalium 0,81%, komponen kompos terdiri dari cairan 41%
dan bahan kering 59%. Kadar C/N dalam kompos umumnya 23. C/N merupakan
perbandingan karbon dan nitrogen. Pupuk dengan C/N yang tinggi kurang baik
diberikan ke tanaman karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam
tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik
terhadap pertumbuhan tanaman (Prihmantoro, 2003).
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos,
disamping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi
secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan bagi pertumbuhan
tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat
mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
(Sutanto, 2002).
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan
yang terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos
(Simamora dan Salundik, 2006).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik
menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan
antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai
nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama
dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman
(Djuarnani et al, 20005).
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa organisme
hidup. Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang dan kompos.
Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa secara garis besar keuntungan yang
diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah mempengaruhi sifat fisik,
kimia dan biologis tanah.
Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih
tinggi dari pupuk kandang lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis
konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur
sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat
menyumbangkan tambahan hara ke dalam pupuk kandang terhadap sayuran.
Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon
ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup
pula dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Hartatik
dan Widowati, 2008).
Pupuk organik dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan
memperbaiki sifat fisik maupun biologi tanah. Terhadap tanah, bahan organik
dapat meningkatkaan kemantapan agregat, infiltrasi, daya menahan air,
meningkatkan jumlah pori makro dan mikro serta merupakan sumber energi bagi
kegiatan biologis tanah (Sarief, 1986). Lebih lanjut, pengaruh pupuk tersebut akan
lebih berhasil bagi tanaman apabila memperhatikan dosis, macam, dan waktu
pemberian.
Tiap jenis tanaman mempunyai kebutuhan unsur hara yang berrbeda.
Tanaman keras (tahunan) lebih banyak mengambil unsur hara yang berbeda.
Tanaman keras lebih banyak mengambil unsur hara dibanding tanaman semusim
(legum maupun rumputan). Tanaman legum dapat memfiksasi N melalui
simbiosis dengan bakteri Rhizobium, sedangkan rerumputan menyerap N dari
dalam tanah. Unsur utama yang dibutuhkan tanaman adalah N, P, dan K.
Tanaman yang kekurangan ketiga unsur ini akan mengalami gejala defisiensi yang
terlihat pada organ tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pemupukan dengan pupuk organik hendaknya dilakukan bersamaan pada
saat pengolahan tanah itu dikerjakan, yakni satu minggu sebelum tanaman
ditanam. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam perbaikan tekstur tanah, dan
memperbaiki kemampuan menahan air. Pada umumnya, leguminosa memerlukan
bisa memperoleh pemupukan yang optimal perlu diketahui unsur hara dalam
tanah, keasaman, tekstur tanah, sifat tanah (AAK, 1992).
Kualitas pupuk organik harus memenuhi standar mutu atau persyaratan
teknis minimal pupuk organik. Persyaratan teknis minimal pupuk organik dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persyaratan teknis minimal pupuk organik
No. Parameter Kandungan
Padat Cair
Sumber : SNI Nomor 19-0428-1989
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan
beberapa manfaat diantaranya menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman,
menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan
daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman,
menghemat pemakaian pupuk kimia (Hadisumitro, 2009).
Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan
oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerob dan anaerob.
Pengomposan secara Aerob
Pada pengomposan secara aerob, oksigen mutlak dibutuhkan.
Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen
dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon,
nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel
Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi
CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama
proses pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses
pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas
akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002).
Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O
(air), humus, dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat
disajikan dengan reaksi sebagai berikut :
Mikroba aerob
Bahan organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi
(Djuarnani et al, 2005).
Pengomposan secara Anaerob
Dekomposisi secara anaerob merupakan modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses
ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature seperti
yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik . Namun, pada proses
anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300 ̊C (Djuarnani et al, 2005).
Pengomposan anaerob akan menghasilkan gas metan (CH4),
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini
yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
Kandungan zat hara dalam kompos terdiri dari karbon 8,2%, nitrogen
0,09%, fosfor 0,36%, kalium 0,81%, komponen kompos terdiri dari cairan 41%
dan bahan kering 59%. Kadar C/N dalam kompos umumnya 23. C/N merupakan
perbandingan karbon dan nitrogen. Pupuk dengan C/N yang tinggi kurang baik
diberikan ke tanaman karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam
tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik
terhadap pertumbuhan tanaman (Prihmantoro, 2003).
Manure Ayam
Manure ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan baik ayam
petelur maupun ayam pedaging yang memiliki potensi yang besar sebagai pupuk
organik. Komposisi kotoran sangat bervariasi tergantung pada sifat fisiologis
ayam, ransum yang dimakan, lingkungan kandang termasuk suhu dan
kelembaban. Kotoran ayam merupakan salah satu bahan organik yang
berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan pertumbuhan tanaman. Kotoran ayam
mempunyai kadar unsur hara dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang
rendah. Setiap ekor ayam kurang lebih menghasilkan ekskreta per hari sebesar
6,6% dari bobot hidup (Taiganides, 1977). Kotoran ayam memiliki kandungan
unsur hara N 1%, P 0,80%, K 0,40% dan kadar air 55% (Lingga, 1986).
Kotoran ternak bermanfaat bagi tanaman. Di dalam kotoran ternak
terdapat zat-zat yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan tanaman. Kandungan
hara dalam kotoran ternak yang penting untuk tanaman antara lain unsur nitrogen
(N), phospor (P), dan kalium (K). Ketiga unsur ini memiliki fungsi yang sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen (N) berfungsi untuk
Unsur phospor (P) bagi tanaman lebih banyak berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman muda. Unsur kalium (K) berperan
dalam membentuk protein dan karbohidrat bagi tanaman (Setiawan, 1996).
Tabel 1. Jenis dan kandungan hara pada beberapa kotoran ternak Ternak dan Bentuk Kotoran Nitrogen
(%)
Hasil analisis yang dilakukan oleh Suryani et al (2010), bakteri yang
ditemukan pada kotoran ternak ayam antara lain Lactobacillus achidophilus,
Lactobacillus reuteri, Leuconostoc mensenteroide dan Streptococcus
thermophilus, sebagian kecil terdapat Aktinomycetes dan kapang. Raihan (2000), menyatakan bahwa penggunaan bahan organik kotoran ayam mempunyai
beberapa keuntungan antara lain sebagai pemasok hara tanah dan meningkatkan
retensi air. Apabila kandungan air tanah meningkat, proses perombakan bahan
organik akan banyak menghasilkan asam-asam organik. Anion dari asam organik
dapat mendesak fosfat yang terikat oleh Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas
dan tersedia bagi tanaman. Penambahan kotoran ayam berpengaruh positif pada
meningkatkan kadar P, K, Ca dan Mg tersedia.
Pengaruh Pupuk Terhadap Kesuburan Tanah
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan
beberapa manfaat diantaranya menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman,
menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan
daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman,
menghemat pemakaian pupuk kimia (Hadisumitro, 2009).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat
tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk
bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam
pembentukan struktur tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah
yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah
ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang
terisi oleh udara dan air (Atmojo, 2013).
Proses Mekanisme Penyerapan Unsur Hara
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun.
Unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO2 melaui stomata daun
dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah H2O oleh akar tanaman.
Dalam jumlah sedikit air juga diserap tanaman melalui daun. Penelitian dengan
unsur radioaktif menunjukkan bahwa hanya unsur H dari air yang digunakan
tanaman, sedang oksigen dalam air tersebut dibebaskan sebagai gas
Gambar 1. Mekanisme pengikatan nitrogen
Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting
di dalam sel, termasuk protein, DNA dan RNA. Tanaman harus mengekstraksi
kebutuhan nitrogennya dari dalam tanah. Sumber nitrogen yang terdapat dalam
tanah, makin lama makin tidak mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu
diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi
produksi. Keinginan menaikkan produksi tanaman untuk mencukupi kebutuhan
pangan, berakibat diperlukannya pupuk dalam jumlah yang banyak (Dewi, 2007).
Kulit Kopi
Kuli buah kopi termasuk kategori limbah basah (wet byproducts) karena
masih mengandung kadar air 75-80%, sehingga dapat rusak dengan cepat apabila
tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya yang
relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan melalui teknologi alternatif lain agar
Gambar 2. Kulit kopi
Limbah kulit kopi merupakan limbah pabrik yang dapat dijadikan
alternatif sebagai pupuk organik yang jarang sekali dimanfaatkan, padahal limbah
kulit kopi mempunyai kandungan unsur makro yang sangat baik bagi tanaman.
Diantarnya yaitu nitrogen, fosfor dan kalium sehingga limbah kulit kopi ternyata
dapat memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan akar, batang dan
daun (Haryani, 2012).
Sebagai limbah padat industri kopi, kulit kopi berpotensi untuk digunakan
sebagai sumber bahan organik tanah dengan syarat telah dikomposkan terlebih
dahulu. Hal ini mengingat bahwa rasio C/N kulit buah kopi sekitar 40, sedangkan
untuk kulit tanduk kopi sekitar 140, yang merupakan angka yang sangat tinggi
bila dibandingkan dengan rasio C/N tanah 10-20. Pengomposan limbah padat
mesti dilakukan untuk menghindari pengaruh negatifnya terhadap tanaman akibat
rasio C/N bahan yang tinggi, disamping untuk mengurangi volume bahan agar
Tabel 2. Kandungan zat gizi kulit kopi
Zat Nutrisi Kandungan (%)
Tanpa diamoniasi
Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan FP USU (2010)
MOD-71
MOD-71 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung
isolat asli alam Indonesia, seperti Azotobacter, Bacillus, Nitromonas, Nitrobacter,
Pseudomonas, Chytophaga, Sporocytophaga, Micrococcus, Actinomycetes, Streptomyces, sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus
Gliocladium dan Penicilium (Utomo, 2009).
MOD berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik.
MOD juga bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman, menyehatkan tanaman,
meningkatkan produksi tanaman, menjaga kestabilan produksi (Indriani, 1999).
Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dengan bantuan dari
enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan
reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat
organik dengan menghasilkan produk tertantu. Fermentasi merupakan proses
biokimia yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari
Fermentasi juga sering didefinisikan sebagai pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat
dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam
amino dapat difermentasikan oleh beberapa janis bakteri tertentu (Adams, 2000).
Indigofera zollingeriana
Hijauan
Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah
bangsa rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain
seperti daun nangka, aur, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan
hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan
ternak bisa diberikan dalam dua bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering.
1. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam
bentuk segar. Termasuk hijauan segar ialah rumput segar, lguminosa segar dan
silase.
2. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja
dikeringkan (hay) ataupun jerami kering.
Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan penting, sebab
hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan. Khususnya di
Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa karena bahan
tersebut diberikan dalam jumlah besar (AAK, 1983).
Legum merupakan jenis hijauan yang bijinya berkeping dua. Pada
umumnya legum mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
karena ia mampu menyuplai kebutuhan protein ternak. Selain itu, tanaman legum
juga banyak memeiliki manfaat lain yaitu sebagai penyubur tanah, sebagai
penyuplai nitrogen bagi rumput, dan sebagai tanaman vegetasi pencegah erosi
(Hasan, 2012).
Deskripsi Tanaman Indigofera
Indigofera Sp adalah hijauan pakan jenis leguminosa pohon yang memiliki
kualitas nutrisi yang tinggi dan tahan terhadap kekeringan, sehingga dapat
menjadi sumber pakan pada musim kemarau. Jenis rumput ini sangat cocok untuk
dikembangkan di propinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki curah hujan yang
sangat rendah yaitu 3 (tiga) bulan basah, selebihnya adalah musim kering.
Indigofera Sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family : Fabaceae)
dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika,
Asia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp dibawa ke Indonesia,
oleh kolonial Eropa serta terus berkembang secara luas (Tjelele, 2006). Tanaman
ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan
kalsium. Indigofera Sp mengandung pigmen indigo, yang sangat penting untuk
pertanian komersial pada daerah tropik dan sub tropik, selanjutnya dapat
digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak
ruminansia (Haude, 1997).
Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor
0,18%. Legum Indigofera Sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran
terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al.,
serat yang relatif rendah dan tingkat kecernaan yang tinggi 77% tanaman ini
sangat baik sebagai sumber hijauan baik sebagai pakan dasar maupun sebagai
pakan suplemen sumber protein dan energi, terlebih untuk ternak dalam status
produksi tinggi (laktasi). Karena toleran terhadap kekeringan, maka Indigofera
Sp. dapat dikembangkan di wilayah dengan iklim kering untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan terutama selama musim kemarau. Keunggulan
lain tanaman ini adalah kandungan tanninnya sangat rendah berkisar antara
0,6-1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi).
Rendahnya kandungan tannin ini juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya
(disukai ternak) (BBPP Kupang, 2013).
Klasifikasi Indigofera
Klasifikasi tanaman Indigofera sp. (Hassen et al., 2007) sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Subdivisio :Angiospermae, Class :Dicotyledonae, Family: Rosales, Subfamily : Leguminosa, Genus: Indigofera, Spesies: Indigofera
zollingeriana. Menurut Ngo van Man et al. (1995) laju pertumbuhan Indigofera Sp. pada tanah masam dengan pH 4,5-5,0, lebih cepat sebesar 9,8 cm per dua
minggu, dari pada Leucaena Sp. sebesar 7,8 cm per dua minggu. Sedangkan laju
pertumbuhan tanaman paling lambat adalah, Desmodium dan Flemingia congesta
berturut-turut Sebesar 4,8 dan 4,5 cm per dua minggu. Pertumbuhan Indigofera.
zollingeriana pada tanah latosol coklat pH 6,8 (netral) dengan kondisi kapasitas lapang (kontrol) dan cekaman kekeringan sedang (moderate drought stress) tidak
ada perbedaan. Laju pertumbuhan mengalami sedikit penurunan selama cekaman
kekeringan berat (severe drought stress) pada umur tanaman enam bulan,
(Herdiawan, 2013). Indigofera sp. memiliki toleransi yang luas terhadap tanah
masam, salin, genangan dan cekaman kekeringan (Yuhaeni, 1989).
Kandungan Nutrisi Indigofera zollingeriana.
Leguminosa pohon Indigofera Sp. dapat digunakan sebagai pakan basal
ternak kambing pengganti rumput. Taraf penggunaan Indigofera sp. sebagai
pakan basal berkisar antara 25-75% dari total BK pakan (Simanihuruk & Sirait
2009). Pemanfaatan pelet Indigofera sp. Sebagai pengganti konsentrat pada taraf
40% dari total ransum yang diberikan pada kambing Saanen dan PE dapat
memperbaiki efisiensi pemanfaatan nutrien menjadi produk susu. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah konsumsi pakan harian, peningkatan nilai kecernaan pakan,
serta peningkatan produksi susu harian kambing PE laktasi ke-2 dan kambing
Saanen laktasi ke-3 (Apdini, 2011). Akbarillah et al. (2010) melaporkan bahwa
penggunaan daun Indigofera segar 15% menurunkan konsumsi pakan, produksi
telur, berat telur dan menaikkan konversi pakan. Penggunaan Indigofera segar
10% masih baik pengaruhnya terhadap produksi telur, berat telur dan perbaikan
warna yolk. Hassen et al. (2007) menyatakan bahwa Indigofera memiliki palatabilitas yang rendah pada musim hujan, tetapi akan meningkat setelah akhir
musim kering ketika tajuk kedua siap untuk dipanen.
Table 3. Komposisi Nutrisi Indigofera Sp.
Nutrisi Komposisi
Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kapasitas
produksi tanah. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk organik, pupuk
anorganik, ataupun campuran keduanya. Menurut Sutejo (1995), penggunaan
pupuk organik biasanya ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik, dan biologi
tanah. Walaupun kandungan unsur hara dalam pupuk organik relatif lebih kecil
dibanding pupuk anorganik namun bila sifat fisik menjadi baik maka sifat kimia
tanah pun akan berubah.
Tujuan pemupukan ialah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil. Oleh
karena itu, pupuk diberikan pada saat tanaman membutuhkan pupuk agar