• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tema Arsitektur Fungsionalisme Kasus Proyek Sirkuit Nya Medan, International Circuit Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tema Arsitektur Fungsionalisme Kasus Proyek Sirkuit Nya Medan, International Circuit Chapter III V"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ELABORASI TEMA

3.1. Pemilihan Tema

Balapan F1 maupun motoGP tidak terlepas dari peran teknologi sebagai topik utama persaingan. Berbagai tim dan pabrikan terus berlomba-lomba merancang mesin teknologi baru demi prestasi, selain didukung oleh kemampuan rider. Kesemua perilaku teknologi tidak terlepas dari fungsi, dimana mereka (para perancang mobil / motor balap) tidak menambahkan elemen – elemen yang tidak diperlukan pada kendaraan balap mereka, atau dengan singkatnya, desain yang praktis dan aerodinamis.

Atas alasan tersebut, proyek Sirkuit nya Medan ini mengangkat tema Arsitektur Fungsionalisme sebagai acuan perancangan, agar menghasilkan komplek bangunan yang mencerminkan prinsip desain kendaraan balap itu sendiri, yaitu praktis dan fungsionalis.

3.2. Tinjauan Umum

3.2.1. Pengertian Tema

Arsitektur

o adalah seni dan teknik bangunan yang digunakan untuk memenuhi keinginan praktis dan ekspresif dari manusia-manusia beradab.

o adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar, dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni.1

o adalah seni dan ilmu merancang bangunan, dalam arti yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro

(2)

(kota) hingga level mikro (perabot) dan merujuk pada hasil rancangan tersebut.1

Fungsionalisme

o doktrin atau ajaran yg menekankan manfaat kepraktisan atau hubungan fungsional2

o mencerminkan sikap ke-praktisan dalam melakukan suatu proses, dan berasaskan logika kepentingan

Sehingga Arsitektur Fungsionalisme dapat dimaksudkan sebagai suatu aliran / gaya / langgam dalam seni merancang bangunan yang mana dalam kaedah desainnya mengedepankan fungsi dari objek rancangan, dan mengesampingkan maksud –maksud dekoratif yang tidak berguna.

3.2.2. Arsitektur Fungsionalisme secara singkat

Fungsionalisme arsitektur lahir pada awal abad ke XX, tepatnya pada sekitar tahun 1910, oleh beberapa arsitek / seniman ternama pada saat itu di Eropa. Kealhiran aliran fungsionalisme ini dilatar-belakangi oleh revolusi industri yang mana mampu menghasilkan elemen bangunan yang dicetak secara massal di pabrik, dan berdampak kepada cepatnya pembangunan suatu bangunan.

Pada masa sebelum itu, terdapat arsitektur neo-klasik, eklektik, art-noveau, dan art-deco. Aliran – aliran ini adalah termasuk aliran yang berusaha menggabungkan beberapa langgam pada masa sebelumnya sehingga menghasilkan sesuatu yang baru yang lebih baik. Arsitektur klasik (gothic, renaissance, yunani) telah menjadi acuan penggabungan aliran tersebut.

1

Id.wikipedia.org 2

(3)

Palladinisme dalam arsitektur klasik, yaitu teori yang mengatakan bahwa

keindahan adalah sesuatu yang simetris, adalah salah satu yang ditentang dalam arsitektur “avant garde”1 ini. Arsitektur aliran fungsionalisme menentang pendapat masa lampau bahwa keindahan hanya berasal dari seni, yaitu seni pahat, seni patung, dan seni ukiran dalam konteks bangunan, dan juga pendapat bahwa ke-simetris-an menciptakan keindahan mutlak. Hal ini terjadi akibat berkembangnya revolusi industri yang mana akibat revolusi industri ini, bangunan seperti gereja yanga pada masa sebelumnya harus memakan waktu berpuluh tahun atau bahkan ber abad-abad (bangunan yang terbuat dari batu, batu dipahat tiap potongnya, termasuk patung-patung dan ukiran-ukiran diapahat oleh seniman) dapat diselesaikan hanya dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun (menggunakan teknologi revolusi industri, baja tuang).

Berhubung dengan kecepatan pembangunan, para perancang masa itu beralih ke metoda produksi pabrik secara massal, serta didukung oleh penemuan struktur beton bertulang. Hal ini berakibat setiap elemen yang akan diproduksi haruslah dapat diproduksi, dalam arti lain, elemen-elemen tersebut merupakan bentukan geometris sederhana, bukan ukiran-ukiran ataupun patung-patung yang hanya dapat diproduksi dengan metode pahat. Faktor tersebut mendorong ditinggalkannya ornamen-ornamen yang “tak berfungsi” dari arsitektur masa sebelumnya itu, serta teori palladinisme.

Arsitektur fungsionalisme juga menekankan tentang konsep dimensi ruang dan waktu. Konsep ruang dituang kedalam bentuk jendela besar, void, mezzanine (tidak adanya batasan ruang, atau bergabungnya beberapa ruang), dan konsep waktu diwujudkan melalui cahaya yang masuk melalui jendela-jendela besar tersebut, arah cahaya akan berubah-ubah seriring waktu, sehingga merepresentasikan unsur waktu. Unsur utama dalam arsitektur fungsionalisme adalah Ruang, kemudian Cahaya, dan kemudian Material.

1

(4)

Bila dalam arsitektur klasik, seni berperan besar dalam menentukan keindahan sebuah bangunan, maka dalam arsitektur fungsionalisme (juga disebut arsitektur modern karena bersamaan lahirnya dengan zaman modern, revolusi industri) yang menentukan keindahan suatu bangunan adalah seni dan fungsi. Pada saat itu lahir beberapa arsitek dengan teorinya, seperti “Form follows Function” oleh Louis Henry Sullivan yang berarti “keindahan (seni) akan tercipta sendirinya mengikuti fungsi yang dirancang, bukan karena sengaja dibuat indah”, “a machine to living in” oleh Le Corbusier (Charles Edouard Jeannerett) yang memaksudkan rumah yang dirancang pada masa itu kebanyakan diproduksi bagian-bagiannya di pabrik (kolom, pelat, dll) sehingga seperti sebuah mesin, “Less is More” oleh Ludwig Mies van der Rohe yang berarti keindahan (more) sebuah arsitektur muncul dengan ketidakhadirannya (less) ornament-ornamen yang tidak berfungsi. Semua teori-teori tersebut memantapkan masa kelahiran arsitektur fungsionalisme.

Teori, bentuk, dan konsep lama tentang keindahan seni termasuk arsitektur telah lalu ditinggalkan. Hubungan dengan masa lampau berusaha diputus oleh para arsitek modern, menjadi bentuk baru yang “murni” tanpa ornament selain bagian-bagian bangunan yang masing masing berfungsi, sehingga sering disebut juga sebagai aliran arsitektur murni, atau “purism”. Dalam penerapan konsep fungsionalisme, purisme, maupun rasionalisme (di Italia), mewujudkan bangunan “bersih”, “murni”, tanpa ornament, sederhana berupa komposisi bidang, kotak, balok, dan kubus. Aliran baru dalam arsitektur ini, memandang bangunan tidak hanya satu sisi dengan sisi lainnya lepas, tetapi seluruhnya merupakan satu kesatuan bentuk, sehingga sering disebut arsitektur “cubism”, yaitu aliran seni yang lahir di Perancis pada tahun 1907-1920an.

(5)

3.3. Studi Banding Tema Sejenis

3.3.1. Maison La Roche (1923), Paris, Le Corbusier dan Pierre

Jeanneret

Denah rumah berbentuk huruf L, dimaksudkan untuk memisahkan 2 penghuni berbeda. Sisi utama di depan (untuk gallery) berupa ruang, luas dan tinggi karena adanya mezzanine kombinasi dengan 2 atau 3 lantai dengan sisi lainnya. Di atas terdapat sebuah balkon menjorok melayang dan ada semacam jembatan menghubungkan ruang-ruang berseberangan dengan mezzanine. Selain tangga, Le Corbusier juga merancang jalur naik

(6)

landai (ramp). Banyak jendela besar dan lebar di atas dan disamping. Jendela ini bentuknya tidak lagi seperti dinding dilubangi pada bangunan klasik, tetapi berupa bidang membentuk komposisi horizontal-vertikal (terdiri dari bidang kaca dan rangka aluminium).

3.3.2. Bauhaus (1925-1926) di Dessau, Jerman, Walter Gropius

Sekolah seni Bauhaus, dibangun oleh pendiri dan direktur Bauhaus, Walter Gropius. Bangunan terkesan sederhana, dengan komposisi garis dan bidang. Terbuat dari beton bertulang dan bidang kaca transparan. Bangunan didominasi bidang transparan, yang memberikan pandangan luas, dan cahaya bisa masuk. Hal ini tentunya disesuaikan dengan fungsi bangunan sebagai bangunan sekolah. Konsep yang sama digunakan untuk membangun rumah tinggalnya sendiri.

(7)

3.3.3. Fagus Shoe Last Factory (1910-1914), Alfeld/ Leine, Walter

Gropius, Adolf Meyer, Eduard Werner

Façade sebagai bagian yang mendominasi bangunan tersebut membedakan dengan jelas dari lingkungannya. Rangka besi (ironframe) di-letakkan di antara kolom dinding bata kuning mendukung penampilan kaca (glazing) dan lem-baran-lembaran baja (metal sheets) pada area din-ding. Emphatic, kesolidan pada sudut diperlihat-kan pemecahannya, transparan penuh yang me-nyatukan ruang luar dan dalam. Kesederhanaan dan penerapan bahan bangunan modern diutama-kan dalam rancangannya.

(8)

3.3.4. Notre Dame du Raincy (1922-1924), Paris, Auguste Perret

Bentuk monumental gereja dicapai dengan pola simetris, menggunakan sistem kons-truksi beton bertulangexposed, dengan kolom-ko-lom dalam hal ini bentuknya silindris, menjulang tinggi pada setiap sudut sebuah me-nara di tengah-depan. Menara makin ke atas semakin ram-ping seperti bentuk gereja Gothik. Nave (ruang utama umat) atapnya melengkung, dindingnya berupa krawang beton (concrete grilles), untuk menghindari angin dan air tetapi tetap tembus pandang, krawang ditutup kaca. Bentuk dan susunan krawang geometris perpaduan segi empat, bujur sangkar, dan diagonal-diagonalnya membentuk segi tiga. Bekas perancah beton membentuk garis-garis sesuai dengan pemasangannya.

Sistem beton exposed temuan Auguste Perret diterapkan dengan sangat baik dan pada akhirnya banyak diikuti oleh arsitek-arsitek lain dalam publikasi, perencanaan,maupun pelaksanaan.

(9)

BAB IV

ANALISIS

4.1. Analisis Kondisi Tapak dan Lingkungan

(10)

Lokasi : desa Sampali Kecamatan : Percut sei Tuan kabupaten : Deli Serdang Luas lahan : ± 100 Ha

Kontur : relatif datar, dengan 2 buah jalur pembuangan air Existing : lahan kosong dan sebagian kebun warga

(11)

4.1.2. Analisis Orientasi Matahari

Arah Timur dan Barat mendapat terpaan sinar matahari dengan arah hampir lurus, sehingga arah Timur dan Barat tidak cocok menjadi arah pandang penonton di tribun, sebab penonton akan mengalami silau saat menonton.

(12)

4.1.3. Analisis Sirkulasi & Pencapaian

Site dapat dijangkau melalui Jl. Willem Iskandar dari Pancing di sebelah Barat, dari Jl. Irian Barat di sebelah Timur. Pintu tol Hj. Anif I dan Hj. Anif II di sebelah Selatan memudahkan akses logistik balapan dari Bandar Udara Internasional Kuala Namu (KNIA) yang berjarak 16,8 km (jarak lurus) menuju sirkuit.

(13)

4.1.4. Analisis View

Site memiliki luasan sekitar 100 Ha, sehingga view ke luar maupun ke dalam tidak akan punya pengaruh yang berarti bagi kenyamanan pandangan pengunjung / peserta di dalam site.

(14)

4.2. Analisis non-Fisik

4.2.1. Pengguna

Pengguna sirkuit tak lain adalah para pembalap beserta tim-nya, penonton (pengunjung), media pers, kru FIA / FIM, dan pengelola.

4.2.2. Kebutuhan Parkir

Peserta balapan : 15 tim x 2 pembalap = 30 pembalap Penonton (lokal / internasional) : 25.000 std + 300 VIP (perencanaan) Media (lokal / internasional) : 300 orang (asumsi)

Kru FIA / FIM : 100 orang (asumsi)

Pengelola : 250 orang (asumsi)

Pengunjung

Asumsi :

60 % menggunakan mobil

20 % menggunakan bus pariwisata 20 % menggunakan sepeda motor

Jlh parkir mobil :

�= 60% � 25.000+300

4

= 3795 ≈ 3800

Jlh parkir bus pariwisata:

�= 20% � 25.000+300

40

= 126 ≈ 126

Jlh parkir sepeda motor:

�= 20% � 25.000+300

2

= 2530 ≈ 2530

Media, kru, pengelola

Asumsi :

30 % menggunakan mobil

40 % menggunakan bus pariwisata 30 % menggunakan sepeda motor

Jlh orang diasumsikan 750 org

Jlh parkir mobil :

�= 30% � 750

4

= 56,25 ≈ 60

Jlh parkir bus pariwisata:

�= 40% � 750

40

= 7,5 ≈ 10

Jlh parkir sepeda motor:

�= 30% � 750

2

(15)

4.3. Program Ruang

Ruang dalam

Ruang Pengguna Kegiatan kebutuhan kapasitas Standar Luas (m2 )

Tribun Penonton Standar

kendaraan Pit box

(16)

Time

wawancara 100 org

5m2/ org

Security Tim security

(17)

Gudang 4mx5m (As)

Resepsionis 2 org

3m2 /

Ruang Pengguna Kegiatan Kebutuhan Kapasitas Standar Luas (m2)

PadDock Peserta Parkir trailer

Lahan

parkir 30 trailer

25 x 3 = 75 m2

(DA) 45.000 sirkulasi ~

Mall Pengunjung 40.000

(18)

Parkir bus 10

12 x 3 =

36m2

(DA)

(19)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

5.1. Konsep Ruang Luar

5.1.1. Batasan Tapak

Lokasi di dalam batasan site. Tempat dirancangnya

lintasan, pit building, paddock, tribun, parkir, dan

lain lain

Batas site : Outer ring road sebagai substitusi sirkulasi

existing,

juga sebagai jalur akses menuju sirkuit balap

(20)

5.1.2. Konsep Lintasan Balap

Perancangan bentukan lintasan balap berdasarkan dengan regulasi yang diterbitkan oleh FIA dan FIM tahun 2011 (tentang jarak tempuh lintasan, jarak lurus maksimal, serta tikungan) agar menjadi sirkuit kategori 1, sesuai dengan maksud dan tujuan dari proyek ini.

Sirkuit balap juga harus memiliki fitur-fitur pengaman, seperti run-off area, guardrail, debris fence, marshall post, tyre-barrier, mobil derek, dan lain sebagainya.

Gambar 5.1.2.1 bentukan lintasan

Gambar 5.1.2.2 run-off area Gambar 5.1.2.3 guardrail

Gambar 5.1.2.4 debris fence

Gambar 5.1.2.5 tyre barrier

(21)

5.1.3. Konsep Penzoningan Tapak

Tribun diposisikan menghadap arah Utara guna menghindari silau dari cahaya matahari di arah Barat atau Timur

Gambar 5.1.3.1 penzoningan tapak VVIP tower diposisikan

pada tikungan ke 6, agar dapat menyaksikan aksi

overtaking yang paling seru di balapan secara 360°, dan

juga menambah privasi (terisolasi dari kerumunan)

Medical center harus berada pada lokasi yang relatif tengah dan paling

mudah dicapai dari berbagai arah

Workshop sebagai pemberhentian bagi mobil

Derek yang mengangkut kendaraan balap yang

(22)

5.1.4. Konsep Sirkulasi

(23)

Gambar 5.2.1.1 ilustrasi bentukan dasar tribun

5.2. Konsep Bentukan Massa

5.2.1. Tribun Utama ( Main Grandstand )

Tribun merupakan tempat duduk bertingkat diamana pengunjung menyaksikan sebuah pertandingan / perlombaan. Tribun sudah seyogyanya memiliki bentukan dasar seperti yang ditunjukkan ilustrasi di bawah ini :

Konsep perancangan tribun utama (main grandstand) adalah mengacu pada konsep arsitektur fungsionalisme sebagai tema perancangan, sehingga bentukan tribun adalah mengutamakan fungsi, form follows

function.1

Sesuai dengan ulasan tema di bab III tentang tema fungsionalisme, keindahan muncul dari permainan geometri/bidang, repetisi/pengulangan, hubungan ruang, konsep waktu, material, dan bukan muncul dari ornamen-ornamen yang tak berfungsi.

(24)

5.2.2. Pit Building

Pit Building merupakan tempat disediakannya pit box / pit garage, adapun pit box itu sendiri dapat diumpamakan sebagai “bengkel” tiap tim balap, baik balapan F1 maupun balapan motoGP.

Bentukan massa pit building yang memanjang dirancang menyerupai sistem gerbong kereta api, yang mana tiap blok “gerbong” itu terdiri dari 6 pit box, untuk 3 tim. Dan pada ujung massa dialokasikan bangunan administrative yang berisi kantor, race direction room, timekeeping room, conference, hingga podium.

Tiap pit box memiliki standar dari FIA, yaitu berukuran 8 x 25 m tiap unit pit-nya. Pada lantai atas pit box, dirancang sebagai rest house bagi tim balap, dan di atas rest house tersebut adalah pelataran yang dapat dipakai untuk menggelar acara bagi penyelenggara pihak luar dengan sistem penyewaan.

(25)

5.2.3. V.I.P tower

VIP tower adalah lokasi khusus bagi pengunkung kelas VIP untuk menyaksikan balapan. Adapun alasan penggolongan pengunjung VIP selain tarif masuk adalah fasilitas yang disediakan. Di dalam V.I.P tower, pengunjung dapat menikmati hidangan makan siang, menggunakan fasilitas lounge, mini bar, pool area, dan juga race simulator sebagai faktor-faktor kepuasan.

V.I.P tower yang dilokasikan pada sisi dalam tikungan pertama ini mendapatkan view hampir 360o ke seluruh lintasan.

(26)

HASIL PERANCANGAN

(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)

Gambar

Gambar 3.3.1. Maison la Roche, Le Corbusier
Gambar 3.3.2. Bauhaus, Walter Gropius
Gambar 3.3.3. Fagus Shoe Last Factory, Leine, Gropius, Meyer, Werner
Gambar 3.3.4. Notre Dame du Raincy, Auguste Perret
+6

Referensi

Dokumen terkait

Guru : Guru mengumpulkan anak setelah melakukan percobaan magnit, kemudian guru melakukan tanya jawab dan memberikan kesempatan anak untuk bercerita tentang kegiatan yang

Penelitian Nita Purnama Sari (2013), menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan self-disclosure pada siswa setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan bimbingan

Kemampuan mahasiswa mengolah informasi baru ten- tang fungsi tumbuhan dengan membentuk hubungan (skema-skema kognitif) dengan pengetahuan struktur tumbuhan menunjukkan beban

METODE PEMULUSAN ( SMOOTHING ) EKSPONENSIAL GANDA DALAM MERAMALKAN BANYAKNYA ENERGI LISTRIK.. YANG DISALURKAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Kelurahan Watu Watu Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari mengenai Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan, program

This web-based collaborative learning system gives the students more active role in the information gathering and learning process, making the distance students feel part of a

dari penelitian ini adalah untuk memetakan pengalaman hidup laki-laki terkait kekerasan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban di masa lalu, dan bagaimana hal ini berhubungan

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di atas, jalur penerimaan mahasiswa baru dilakukan melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi