• Tidak ada hasil yang ditemukan

abses paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "abses paru"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

ABSES PARU

Disusun Oleh:

ANGGIA FITRI WIDYANI

1102010023

Pembimbing :

dr. Rizky Drajat, Sp.P

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD CILEGON

JULI 2014

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan sari pustaka ini dengan judul “ABSES PARU” sebagai salah satu

persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon.

Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga sari pustaka ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. dr. Didiet Pratignyo Sp.PD, dr. Rizky Sp.P, dr. Hermawan Sp.PD, selaku

konsulen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik kepada penulis dalam penyelesaian referat ini.

2. Kedua orang tua tercinta, atas segala doa, kasih sayang, perhatian, semangat,

nasihat serta segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis, baik berupa moril maupun materiil.

3. Staf dan karyawan RSUD Cilegon atas bantuan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

(3)

4. Teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan sari pustaka ini,

kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan

dan kekhilafan yang dibuat. Semoga referat ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis

harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini.

Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu merahmati kita semua.

Cilegon, Juli 2014

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….

………3

DAFTAR ISI……….

……….4

BAB

I………

………...5

1.1.

PENDAHULUAN………

………....5

BAB

II………

………..6

2.1.

DEFINISI………

………..…6

2.2.

FAKTOR

RESIKO………

……….6

(5)

2.3.

ETIOLOGI………

………...7

2.4.

PATOGENESIS………

………....8

2.5.

DIAGNOSIS………

………..…….9

2.6. DIAGNOSIS BANDING……….

……….13

2.7.

TATALAKSANA………

………..15

2.8.

KOMPLIKASI………

……….………..17

2.9.

PROGNOSIS………

………..17

BAB

III………

……….18

KESIMPULAN………

……….18

(6)

DAFTAR

PUSTAKA………

………..19

BAB I

PENDAHULUAN

Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang

didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga

yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi

nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas

yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.

Abses paru harus dibedakan dengan cavitas pada pasien tuberkulosis

paru.Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan

umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insidens

penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.

1

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungannya dan

kemungkinan penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya, abses terbagi

dua, yakni abses akut dan abses kronis. Suatu abses paru disebut akut jika

gejalanya berlangsung kurang dari 4 minggu. Pada beberapa pasien dengan

abses paru akut didapatkan, spesies bakteri yang diidentifikasi adalah

bakteri anaerob dan beberapa keadaan akut disebabkan oleh patogen tak

dikenal

atau Mycobacterium

tuberculosis.

Abses

paru disebut kronis apabilagejalanya berlangsung selama lebih dari 4 sampai

6 minggu, lebih sering disebabkan karena neoplasma atau infeksi dengan

agen anaerobik yang kurang virulen.

3,4,5,

Sedangkan berdasarkan penyebabnya, abses paru dapat dibagi

menjadi dua, yakni abses primer dan abses sekunder. Abses primer muncul

karena nekrosis parenkim paru (akibat pneumonitis, infeksi, dan neoplasma)

(7)

ataupun pneumonia asprasi pada orang normal. Sedangkan abses sekunder

dapat disebabkan penyebaran infeksi dari tempat lain secara limfogen,

hematogen,dan perkontinuitatum karena kondisi sebelumnya seperti septik

emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya

aspirasi

benda

asing),

bronkiektasis,

ataupun

pada

kasus immunocompromised.

1,2,6

Penurunan kasus abses paru berhubungan dengan penggunaan dini

antimikroba yang efektif, peningkatan manajemen perawatan pasien yang

tidak sadar, dan peningkatan manajemen perawatan pasien yang

dianestesi.

7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Abses paru adalah proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan

destruksi parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang

mengandung pus pada satu lobus atau lebih sehingga membentuk

gambaran Radiologist Air Fluid Level.

2.2. FAKTOR RESIKO

Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:

1.

Ada sumber infeksi saluran pernafasan.

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis

dan kanker paru yang terinfeksi.

2.

Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu

Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,

kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan

sillia.

3.

Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan

darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor

bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan

(8)

aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen

posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan

berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior

atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya

kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

4. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi,

terutama pada Pasien HIV yang terkena abses paru pada

umumnya mempunyai status immunocompromised yang sangat

buruk (kadar CD4 <50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh

infeksi terutama infeksi paru.

2.3. ETIOLOGI

Berbagai infeksi dapat menyebabkan terjadinya abses paru. Infeksi bakteri pyogenic terutama Bakteri anaerob merupakan penyebab terbanyak yang ditemukan. Studi yang dilakukan Barlett et al. (1974) mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob ini ditemukan terutama pada saluran napas atas dan paling banyak terdapat pada penyakit oral dan ginggiva.1,6

Pada pasien immunocompromised spektrum kuman patogen penyebab abses paru sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri aerob, P.Carinii, jamur, Cryptococcus neoformans, dan Mycobacterium tuberculosis.1

Penyebab lainnya dapat disebabkan oleh mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan primer atau metastasis. Saat ini abses paru lebih banyak disebabkan oleh kuman anaerob (89%) dan aspirasi materi orofaring. Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophylic streptococcus. Penyebab abses lain adalah parasit (Paragonimus, Entamoeba), jamur (Aspergillus, Criptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides) dan Mycobacterium. Penyakit dasar neoplasma yang tersering adalah kanker paru jenis sel squamosa.1

(9)

a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi Bacteriodes melaninogenus Bacteriodes fragilis Peptostreptococcus species Bacillus intermedius Fusobacterium nucleatum Microaerophilic streptococcus

Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.

b. Kelompok bakteri aerob

Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi

Staphillococcus aureus Streptococcus micraerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumoniae

Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).

Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial

Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeroginosa Escherichia coli

Actinomyces species Nocardia species Gram negatif bacilli

c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba, mikobakterium

2.4. PATOFISIOLOGI

Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan jenis dari mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial.1

Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari

(10)

celah gusi sampai di saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita penyakit sistem saraf.1,2,8,12

Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,8

Pada striktur bronkial terjadi obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen dapatmenyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronkitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.1

Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagaifenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya sepertitricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa milimeter sampai dengan 5 cm atau lebih.1

Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis, dan gangguan imunitas.1

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organisme yang penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil (<2cm).1

Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur

(11)

untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.1

Abses paru biasanya satu (single), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dan keadaan umum yang buruk atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah dan sering terjadi pada paru dekstra, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.1

2.5. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik pasien dengan abses paru bervariasi. Temuan fisik mungkin menjadi sekunder dengan kondisi yang terkait seperti radang paru yang mendasari atau efusi pleura. Temuan pemeriksaan fisik juga dapat bervariasi tergantung pada organisme yang terlibat, tingkat keparahan dan luasnya penyakit, dan status kesehatan pasien dan komorbiditas.2

Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4oC atau lebih. Namun, tidak

adanya demam tidak menyingkirkan adanya abses paru.1,2

Kadang abses paru belum dicurigai hingga abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy (disebut dengan putrid abscesses) merupakan tanda yang patognomonik untuk infeksi bakteri anaerob dan, tetapi tidak didapatkannya sputum demikian tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Pada kasus ini pun, dapat dijumpai batuk darah pada sekitar 25% dari pasien serta pada 60%

(12)

pasien pun ada yang mengeluhkan sakit dada yang berhubungan dengan pleura.2,4,11

Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piothorax (empiema) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, vokal fremitus menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama jantung ke arah kontralateral. Selain itu, pada abses paru pun bisa ditemukan clubbing finger (jari tabuh).3,4

Gejala penyakit biasanya berupa: a. Malaise

Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.

b. Demam

Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan ‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru

c. Batuk

Batuk pada pasien abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.

d. Nyeri pleuritik

Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya keterlibatan pleura.

e. Sesak

Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas

f. Anemia

Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering

disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada

hemoptysis.

(13)

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis berkisar

10.000 - 30.000/mm

3

dengan laju endap darah ditemukan meningkat > 58

mm/1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri

dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama neutrofil yang

immatur. Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya

anemia.

1,2

Pemeriksaan sputum dapat membantu dalam menemukan

mikroorganisme penyebab abses. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

yaitu pewarnaan gram, kultur mikroorganisme aerob, anaerob,

jamur, Nocardia, basil Mycobacterium tuberculosis, dan mikroorganisme

lainnya.

1

3. Gambaran Radiologik

a. Foto Thorax

Pada gambaran radiologik tampak satu atau lebih kavitas, disertai

dengan air-fluid level. Bentuk abses kecil (<2cm) multipel seringkali

dihubungkan dengan necrotizingpneumonia dan gangren paru. Baik abses

paru maupun necrotizing pneumonia merupakan manifestasi dari proses

patologis yang serupa. Kegagalan dalam mengenali dan mengobati abses

paru berhubungan dengan keadaan umum yang jelek.

2,6

Pada foto thorax PA dan lateral biasanya ditemukan satu kavitas,

tetapi dapat juga multikavitas berdinding tebal dengan tanda-tanda

konsolidasi di sekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan

tebal dinding kavitas bisa mencapai 5 mm.

13

Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya single (soliter) yang

biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru

sekunder (aerobik, nosokomial, atau hematogen) lesinya biasanya

multipel.

1

Gambaran kavitas ini lebih sering dijumpai pada paru kanan dari paru

kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka di dalam kavitas

terdapat air-fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya

(14)

dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas). Gambaran spesifik ini

tampak dengan mudah bila kita melakukan foto thorax PA dengan posisi

berdiri.

1,13

Posisi Posterior-Anterior (PA) :

Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah

putih).

Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).

Posisi Lateral

Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru

(panah putih)

(15)

Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior

paru lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah. Ketebalan dinding

abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal, batasnya bisa jelas maupun

samar-samar. Dindingnya mungkin licin atau kasar.

1,12,13

b. CT-Scan

Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah lesi hiperdens bundar dengan

kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru

yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah berakhir secara mendadak

pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Selain itu lesi

tampak membentuk sudut pada permukaan pleura dinding dada.

13

CT-Scan pada abses paru

Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal

(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow arrow).

2.6. DIAGNOSIS BANDING

Karsinoma Bronkogen

Pemeriksaaan radiologik untuk membantu diagnosis karsinoma

paru bermacam-macam, antara lain bronkografi invasif, CT-Scan, serta pemeriksaan radiologik konvensional (thorax PA, lateral, fluoroskopi). Beberapa kelainan seperti

(16)

emfisema setempat, atelektasis, pembesaran hilus unilateral, serta kavitas dapat dicurigai sebagai suatu keganasan.13

Berdasarkan histologinya, karsinoma bronkogen terdiri atas 4 jenis sel, yakni:adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, undifferentiated large cell

carcinoma, dan small cell carcinoma. Squamous cell carcinoma merupakan jenis sel

yang paling sering memberikan gambaran radiologik berupa kavitas, yakni pada

sekitar 10% dari kasus. Sedangkan karsinoma

bronkioloalveolar (adenocarcinoma) adalah jenis karsinoma bronkogen

kedua terbanyak setelah squamous cell carcinoma yang pada

gambaran radiologiknya menunjukkan kavitasi.13

(a) (b)

Gambar 10. Bronchioloalveolar carcinoma pada pria 39 tahun dengan sputum

darah dan nyeri dada pleuritik. (a) Foto Thorax PA yang menggambarkan konsolidasi dan kavitas pada paru kiri atas segmen lingular. (b) CT-Scan Thorax (window paru) menunjukkan gambaran kavitas dengan konsolidasi pada parenkim paru. Nampak air bronchogram pada sekitar kavitas. Pada pembedahan, ditemukan kavitas 8,4 x 6,4 x 3,5 cm pada bronchioloalveolar

carcinoma dengan perluasan langsung ke pleura visceralis. Meskipun tampak

tanda-tanda demikian, gambaran paling sering pada bronchioalveolar carcinoma adalah nodul soliter pada paru.12

Tuberkulosis Paru dengan kavitas

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat pula mengenai lobus bawah atau di daerah hilus (misalnya pada tuberkulosis endobrakial). Pada awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, dengan gambaran radiologik berupa bercak berawan dengan batasyang tidak tegas. Bila

(17)

sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas tegas. Lesi ini lebih dikenal dengan tuberkuloma. Selain itu, nampak pula kavitas, yakni bayangan berupa cincin. Dinding kavitas dapat tipis dan halus hingga tebal dan noduler, air-fluid level dilaporkan terjadi pada 9-21% dari kavitas pada TB. Pada proses lanjut dapat terlihat bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis fibrosis, kalsifikasi, kavitas, maupun atelektasis dan emfisema. 13

Gambar 11. Distribusi atipic postprimer TB pada seorang pria 62 tahun. (a) Foto

thorax menunjukkan massa kavitas 5 cm dengan dinding tebal tidak teratur (panah besar) dan dikelilingi oleh noduler opacity yang saling berdekatan pada lobus kiri

atas. Suatu

nodul 5 mm dengan densitas (panah kecil) terdapat di

kontralateral, lobus kanan atas.

2.7. TATALAKSANA

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya

dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang

adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.

1

Pemberian antimikroba yang tepat merupakan terapi utama. Pemilihan

antibiotik yang tepat bergantung pada sumber infeksi dan hasil pemeriksaan

pewarnaan gram dan kultur spesimen sputum tidak terkontaminasi. Sambil

menunggu hasil kultur, agar terapi lebih efektif, diberikan terapi

beradasarkan data empiris dan terutama ditujukan untuk melawan bakteri

anaerob sebagai penyebab terbesar abses paru. Lama terapi tergantung

pada respons klinis dan radiologis pasien, bisa diberikan 4-6 minggu

(18)

kemudian dilanjutkan sampai didapatkan perbaikan klinis dan radiologis.

Pada tahap awal diberikan antibiotikintravena sampai pasien tidak

demam dan menunjukkan perbaikan klinis (4-8 hari) diikuti terapi oral 6-8

minggu. Bila respons terapi buruk, perlu dipertimbangkan penyebab lain

misalnya obstruksi benda asing, keganasan, infeksi bakteri resisten,

mikobakteria atau jamur.

Penisilin selalu menjadi antibiotik pilihan, namun percobaan terbaru

menunjukkan klindamisin lebih unggul. Meskipun khasiat keseluruhan

penisilin tampaknya berkurang, saat ini tetap menjadi obat praktis untuk

kebanyakan pasien, terutama jika klindamisin merupakan kontraindikasi.

Tetrasiklin dianggap terapi tidak memadai karena sebagian besar anaerob

tahan untuk itu. Demikian pula, metronidazol tidak efektif pada sekitar 50%

pasien, mungkin karena kontribusi bakteri aerobik. Karena itu, jika agen ini

harus digunakan, sebaiknya dikombinasikan dengan turunan penisilin

atau sefalosporin. Setelah terapi antibiotik awal, dan radiografi respon klinis

secara bertahap, demam biasanya mereda dalam 4-7 hari, namun

normalisasi foto thorax mungkin memerlukan 2 bulan.

6

Drainase merupakan bagian penting dari penatalaksanaan abses

paru. Air-fluid level menyiratkan adanya hubungan dari rongga abses ke

trakeobronkial. Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu

selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru.

Namun pada penderita abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus

maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

1,4,6

Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses

paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi

obstruksi, pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur.

Disamping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan

pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta

dapatmemasukkan larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi

abses.

1

(19)

Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi

adalah:

1

- Abses paru yang tidak mengalami perbaikan

- Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura

- Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruktif

primer/metastasis,

pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas

gastroesofageal, malformasi

atau kelainan kongenital.

Lobektomi merupakan prosedur paling sering dilakukan, sedangkan

reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi

diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paru yang refrakter

terhadap penanganan dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah

pneumoektomi mencapai 5%-10%.

1,13

Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat

dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah

kebocoran isi abses ke rongga pleura.

1

2.8. KOMPLIKASI

Komplikasi dari abses paru meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi

lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses

paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain

dengan kecenderungan penyebaran infeksiStaphylococcus, dan apabila

ruptur ke rongga pleura akan menjadi piothorax (empiema). Komplikasi

sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura visceralis

sehingga terjadi piopneumothorax dan fistula bronkopleura.

1,6,11

Abses paru yang kronik akan menyebabkan kerusakan paru yang

permanen dan mungkin menyisakan suatu bronkiektasis, cor pulmonal, dan

amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi,

kaheksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada

manula.

1,12

(20)

2.9. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang membuat prognosis jelek adalah kavitas yang besar

(lebih dari 6cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromissed,

umur yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi

obstruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobik, dan abses paru yang

belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama.Angka

mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh maka

angka kekambuhannya tinggi.

1,7

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang

sangat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh

paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru.

Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang

didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga

yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi

nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas

yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.

Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik pasien dengan abses paru

bervariasi. Temuan fisik mungkin menjadi sekunder dengan kondisi yang

terkait seperti radang paru yang mendasari atau efusi pleura. Temuan

pemeriksaan fisik juga dapat bervariasi tergantung pada organisme yang

terlibat, tingkat keparahan dan luasnya penyakit, dan status kesehatan

pasien dan komorbiditas.

(21)

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi

secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup,

drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang

terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata

KM, Setiati S,editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI; 2006.hal.1052-5.

2. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [online] 2009 Aug 19

[cited 2011

April

7].

Available

from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview

3. Yunus M. CT guided transthoracic catheter drainage of intrapulmonary

abscess. J Pak Med Assoc. 2009; 59 (10): 703-8

4. Baum, Crapo GL, James D. Lung abscess. In: Baum’s textbook

of pulmonary disease 7

th

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;

2004.

(22)

6. Bhimji S. Lung abscess, surgical perspective. [online] 2010 Oct 22 [cited

2011 April

7].

Available

from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/428135-overview

7. Koziel H. Lung abscess. [online] 2006 [cited 2011 April 20]. Available from:

URL:

http://www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess

8. Datir A. Lung abscess. [online] 2008 May 2 [cited 2011 April 7]. Available

from: URL:http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess

9. Luhulima JW. Systema respiratorium. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas;

2004. hal.1, 15-9

10. Faiz O, Moffat D. The Lungs. In: Anatomy at a glance. UK: Blackwell Science

Ltd; 2002. p.15-7.

11. Jardins TD. The cardiopulmonary system. In: Cardiopulmonary Anatomy and

physiology, essentials in respiratory care. Fourth edition. USA: Delmar; 2002.

p.45, 47.

12. Djojodibroto RD. Abses paru. Dalam: Respirologi (Respiratory

medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal.143-4.

13. Budjang N. Radang paru yang tidak spesifik. Dalam: Ekayuda I, editor.

Radiologi diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI; 2005. hal.100-5.

Gambar

Gambar   10. Bronchioloalveolar   carcinoma pada   pria   39   tahun   dengan   sputum darah   dan   nyeri   dada   pleuritik
Gambar 11. Distribusi atipic postprimer TB pada seorang pria 62 tahun. (a) Foto thorax menunjukkan massa kavitas 5 cm dengan dinding tebal tidak teratur (panah

Referensi

Dokumen terkait

poznati učenjak Abdul-kadir el-Bagdadi (umro 429. hidžretske) napisao je svoje poznato djelo El-ferku bejnel-firek gdje je nabrojao sedamdeset i tri skupine. Od vremena kada je

Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari

Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan 2 telah terbukti bahwa pada periode awal masa jabatan CEO baru, terjadi praktik manajemen laba menurunkan laba (income decreasing), akan

menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kurun waktu tersebut terutama terjadi atau bersumber dari sektor-sektor yang cenderung padat modal..  Kurangnya

bagi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a memiliki asuransi sebagai jaminan kerugian bagi Pemilik

Sistem pendinginan tidak langsung dapat menggunakan sirkulasi alam (thermosyphon) atau sirkulasi paksa pada air. Dalam thermosyphon tersebut, fenomena perubahan

Komitmen organisasi bukan merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat hubungan antara perencanaan, sumber daya manusia, dokumen pengadaan, ganti uang

7.16.(1) Perkerasan Jalan Beton K-350 (dengan sambungan Tie Bar) + Additive (harga Nego). PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN