REFERAT
ABSES PARU
Disusun Oleh:
ANGGIA FITRI WIDYANI
1102010023
Pembimbing :
dr. Rizky Drajat, Sp.P
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD CILEGON
JULI 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan sari pustaka ini dengan judul “ABSES PARU” sebagai salah satu
persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon.
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga sari pustaka ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. dr. Didiet Pratignyo Sp.PD, dr. Rizky Sp.P, dr. Hermawan Sp.PD, selaku
konsulen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik kepada penulis dalam penyelesaian referat ini.
2. Kedua orang tua tercinta, atas segala doa, kasih sayang, perhatian, semangat,
nasihat serta segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis, baik berupa moril maupun materiil.
3. Staf dan karyawan RSUD Cilegon atas bantuan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan sari pustaka ini,
kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan
dan kekhilafan yang dibuat. Semoga referat ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis
harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu merahmati kita semua.
Cilegon, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….
………3
DAFTAR ISI……….
……….4
BAB
I………
………...5
1.1.
PENDAHULUAN………
………....5
BAB
II………
………..6
2.1.
DEFINISI………
………..…6
2.2.
FAKTOR
RESIKO………
……….6
2.3.
ETIOLOGI………
………...7
2.4.
PATOGENESIS………
………....8
2.5.
DIAGNOSIS………
………..…….9
2.6. DIAGNOSIS BANDING……….
……….13
2.7.
TATALAKSANA………
………..15
2.8.
KOMPLIKASI………
……….………..17
2.9.
PROGNOSIS………
………..17
BAB
III………
……….18
KESIMPULAN………
……….18
DAFTAR
PUSTAKA………
………..19
BAB I
PENDAHULUAN
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang
didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga
yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi
nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas
yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.
Abses paru harus dibedakan dengan cavitas pada pasien tuberkulosis
paru.Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan
umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insidens
penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.
1Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungannya dan
kemungkinan penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya, abses terbagi
dua, yakni abses akut dan abses kronis. Suatu abses paru disebut akut jika
gejalanya berlangsung kurang dari 4 minggu. Pada beberapa pasien dengan
abses paru akut didapatkan, spesies bakteri yang diidentifikasi adalah
bakteri anaerob dan beberapa keadaan akut disebabkan oleh patogen tak
dikenal
atau Mycobacterium
tuberculosis.
Abses
paru disebut kronis apabilagejalanya berlangsung selama lebih dari 4 sampai
6 minggu, lebih sering disebabkan karena neoplasma atau infeksi dengan
agen anaerobik yang kurang virulen.
3,4,5,Sedangkan berdasarkan penyebabnya, abses paru dapat dibagi
menjadi dua, yakni abses primer dan abses sekunder. Abses primer muncul
karena nekrosis parenkim paru (akibat pneumonitis, infeksi, dan neoplasma)
ataupun pneumonia asprasi pada orang normal. Sedangkan abses sekunder
dapat disebabkan penyebaran infeksi dari tempat lain secara limfogen,
hematogen,dan perkontinuitatum karena kondisi sebelumnya seperti septik
emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya
aspirasi
benda
asing),
bronkiektasis,
ataupun
pada
kasus immunocompromised.
1,2,6Penurunan kasus abses paru berhubungan dengan penggunaan dini
antimikroba yang efektif, peningkatan manajemen perawatan pasien yang
tidak sadar, dan peningkatan manajemen perawatan pasien yang
dianestesi.
7BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Abses paru adalah proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan
destruksi parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang
mengandung pus pada satu lobus atau lebih sehingga membentuk
gambaran Radiologist Air Fluid Level.
2.2. FAKTOR RESIKO
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1.
Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis
dan kanker paru yang terinfeksi.
2.
Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,
kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan
sillia.
3.
Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan
darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor
bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan
aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen
posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan
berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya
kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
4. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi,
terutama pada Pasien HIV yang terkena abses paru pada
umumnya mempunyai status immunocompromised yang sangat
buruk (kadar CD4 <50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh
infeksi terutama infeksi paru.
2.3. ETIOLOGI
Berbagai infeksi dapat menyebabkan terjadinya abses paru. Infeksi bakteri pyogenic terutama Bakteri anaerob merupakan penyebab terbanyak yang ditemukan. Studi yang dilakukan Barlett et al. (1974) mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob ini ditemukan terutama pada saluran napas atas dan paling banyak terdapat pada penyakit oral dan ginggiva.1,6
Pada pasien immunocompromised spektrum kuman patogen penyebab abses paru sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri aerob, P.Carinii, jamur, Cryptococcus neoformans, dan Mycobacterium tuberculosis.1
Penyebab lainnya dapat disebabkan oleh mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan primer atau metastasis. Saat ini abses paru lebih banyak disebabkan oleh kuman anaerob (89%) dan aspirasi materi orofaring. Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophylic streptococcus. Penyebab abses lain adalah parasit (Paragonimus, Entamoeba), jamur (Aspergillus, Criptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides) dan Mycobacterium. Penyakit dasar neoplasma yang tersering adalah kanker paru jenis sel squamosa.1
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi Bacteriodes melaninogenus Bacteriodes fragilis Peptostreptococcus species Bacillus intermedius Fusobacterium nucleatum Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
Staphillococcus aureus Streptococcus micraerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumoniae
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeroginosa Escherichia coli
Actinomyces species Nocardia species Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba, mikobakterium
2.4. PATOFISIOLOGI
Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan jenis dari mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial.1
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari
celah gusi sampai di saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita penyakit sistem saraf.1,2,8,12
Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,8
Pada striktur bronkial terjadi obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen dapatmenyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronkitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.1
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagaifenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya sepertitricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa milimeter sampai dengan 5 cm atau lebih.1
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis, dan gangguan imunitas.1
Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organisme yang penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil (<2cm).1
Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur
untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.1
Abses paru biasanya satu (single), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dan keadaan umum yang buruk atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah dan sering terjadi pada paru dekstra, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.1
2.5. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik pasien dengan abses paru bervariasi. Temuan fisik mungkin menjadi sekunder dengan kondisi yang terkait seperti radang paru yang mendasari atau efusi pleura. Temuan pemeriksaan fisik juga dapat bervariasi tergantung pada organisme yang terlibat, tingkat keparahan dan luasnya penyakit, dan status kesehatan pasien dan komorbiditas.2
Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4oC atau lebih. Namun, tidak
adanya demam tidak menyingkirkan adanya abses paru.1,2
Kadang abses paru belum dicurigai hingga abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy (disebut dengan putrid abscesses) merupakan tanda yang patognomonik untuk infeksi bakteri anaerob dan, tetapi tidak didapatkannya sputum demikian tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Pada kasus ini pun, dapat dijumpai batuk darah pada sekitar 25% dari pasien serta pada 60%
pasien pun ada yang mengeluhkan sakit dada yang berhubungan dengan pleura.2,4,11
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piothorax (empiema) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, vokal fremitus menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama jantung ke arah kontralateral. Selain itu, pada abses paru pun bisa ditemukan clubbing finger (jari tabuh).3,4
Gejala penyakit biasanya berupa: a. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan ‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru
c. Batuk
Batuk pada pasien abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.
d. Nyeri pleuritik
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya keterlibatan pleura.
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas
f. Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering
disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada
hemoptysis.
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis berkisar
10.000 - 30.000/mm
3dengan laju endap darah ditemukan meningkat > 58
mm/1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri
dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama neutrofil yang
immatur. Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya
anemia.
1,2Pemeriksaan sputum dapat membantu dalam menemukan
mikroorganisme penyebab abses. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu pewarnaan gram, kultur mikroorganisme aerob, anaerob,
jamur, Nocardia, basil Mycobacterium tuberculosis, dan mikroorganisme
lainnya.
13. Gambaran Radiologik
a. Foto Thorax
Pada gambaran radiologik tampak satu atau lebih kavitas, disertai
dengan air-fluid level. Bentuk abses kecil (<2cm) multipel seringkali
dihubungkan dengan necrotizingpneumonia dan gangren paru. Baik abses
paru maupun necrotizing pneumonia merupakan manifestasi dari proses
patologis yang serupa. Kegagalan dalam mengenali dan mengobati abses
paru berhubungan dengan keadaan umum yang jelek.
2,6Pada foto thorax PA dan lateral biasanya ditemukan satu kavitas,
tetapi dapat juga multikavitas berdinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi di sekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan
tebal dinding kavitas bisa mencapai 5 mm.
13Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya single (soliter) yang
biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru
sekunder (aerobik, nosokomial, atau hematogen) lesinya biasanya
multipel.
1Gambaran kavitas ini lebih sering dijumpai pada paru kanan dari paru
kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka di dalam kavitas
terdapat air-fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya
dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas). Gambaran spesifik ini
tampak dengan mudah bila kita melakukan foto thorax PA dengan posisi
berdiri.
1,13Posisi Posterior-Anterior (PA) :
Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah
putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
Posisi Lateral
Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru
(panah putih)
Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior
paru lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah. Ketebalan dinding
abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal, batasnya bisa jelas maupun
samar-samar. Dindingnya mungkin licin atau kasar.
1,12,13b. CT-Scan
Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah lesi hiperdens bundar dengan
kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru
yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah berakhir secara mendadak
pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Selain itu lesi
tampak membentuk sudut pada permukaan pleura dinding dada.
13CT-Scan pada abses paru
Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal
(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow arrow).
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Karsinoma Bronkogen
Pemeriksaaan radiologik untuk membantu diagnosis karsinoma
paru bermacam-macam, antara lain bronkografi invasif, CT-Scan, serta pemeriksaan radiologik konvensional (thorax PA, lateral, fluoroskopi). Beberapa kelainan seperti
emfisema setempat, atelektasis, pembesaran hilus unilateral, serta kavitas dapat dicurigai sebagai suatu keganasan.13
Berdasarkan histologinya, karsinoma bronkogen terdiri atas 4 jenis sel, yakni:adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, undifferentiated large cell
carcinoma, dan small cell carcinoma. Squamous cell carcinoma merupakan jenis sel
yang paling sering memberikan gambaran radiologik berupa kavitas, yakni pada
sekitar 10% dari kasus. Sedangkan karsinoma
bronkioloalveolar (adenocarcinoma) adalah jenis karsinoma bronkogen
kedua terbanyak setelah squamous cell carcinoma yang pada
gambaran radiologiknya menunjukkan kavitasi.13
(a) (b)
Gambar 10. Bronchioloalveolar carcinoma pada pria 39 tahun dengan sputum
darah dan nyeri dada pleuritik. (a) Foto Thorax PA yang menggambarkan konsolidasi dan kavitas pada paru kiri atas segmen lingular. (b) CT-Scan Thorax (window paru) menunjukkan gambaran kavitas dengan konsolidasi pada parenkim paru. Nampak air bronchogram pada sekitar kavitas. Pada pembedahan, ditemukan kavitas 8,4 x 6,4 x 3,5 cm pada bronchioloalveolar
carcinoma dengan perluasan langsung ke pleura visceralis. Meskipun tampak
tanda-tanda demikian, gambaran paling sering pada bronchioalveolar carcinoma adalah nodul soliter pada paru.12
Tuberkulosis Paru dengan kavitas
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat pula mengenai lobus bawah atau di daerah hilus (misalnya pada tuberkulosis endobrakial). Pada awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, dengan gambaran radiologik berupa bercak berawan dengan batasyang tidak tegas. Bila
sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas tegas. Lesi ini lebih dikenal dengan tuberkuloma. Selain itu, nampak pula kavitas, yakni bayangan berupa cincin. Dinding kavitas dapat tipis dan halus hingga tebal dan noduler, air-fluid level dilaporkan terjadi pada 9-21% dari kavitas pada TB. Pada proses lanjut dapat terlihat bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis fibrosis, kalsifikasi, kavitas, maupun atelektasis dan emfisema. 13
Gambar 11. Distribusi atipic postprimer TB pada seorang pria 62 tahun. (a) Foto
thorax menunjukkan massa kavitas 5 cm dengan dinding tebal tidak teratur (panah besar) dan dikelilingi oleh noduler opacity yang saling berdekatan pada lobus kiri
atas. Suatu