SKRIPSI
Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme Internasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan
Barack Obama
Disusun oleh:
Atik Fadilatul Husna
(106083003646)
Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
LEMBAR PENGESAHAN
Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme Internasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack
Obama
Disusun Oleh:
Atik Fadilatul Husna
106083003646
Dosen Pembimbing Pembimbing Akademik
M. Adian Firnas, S.IP, M.Si Ali Munhanif Ph.D NIP. 196512121992031004
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, April 2012
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di Afghanistan dibawah pemerintahan Barack Obama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di Afghanistan. Metode yang digunakan untuk menulis penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan buku-buku, jurnal ilmiah, koran sebagai sumber penelitian. Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat adalah faktor internal atau domestik dan faktor eksternal. Faktor internal atau domestik terdiri dari segi ekonomi, sosial, dan politik, pengaruh ideologi dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal dari perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat adalah pernyataan sikap negara-negara dalam menyikapi sebuah kebijakan luar negeri dimasa pemerintahan sebelumnya (masa George W Bush junior). Dikarenakan sikap agresif dan gaya kepemimpinan George W Bush yang lebih hard power atau lebih mengedepankan militer sehingga mendapatkan protes dari masyarakat Amerika Serikat itu sendiri dan juga dari negara-negara di dunia. Oleh karena itu Barack Obama tampil dengan gaya kepemimpinan yang baru yaitu smart power yang lebih mengutamakan diplomasi.
KATA PENGANTAR
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala petunjuk, rahmat, kesehatan, serta kekuatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme Internasional di Afghanistan Pada Periode Pemerintahan Barack Obama”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis baik dari
segi tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak (Mukasam) dan Ibu (Sri Jusmiati) tersayang yang telah memberikan
semangat dan juga doanya walaupun dari kampung halaman, namun dengan
doa yang tulus dari merekalah akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Serta tak lupa seluruh adik-adikku tercinta (Bidin, Dila, dan
Diandra) terimakasih atas dukungan, bimbingan, dan hiburan by phone nya
sampai saat ini.
2. Bapak M. Adian Firnas, S.IP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan arahan, saran, dan juga ilmunya. Serta tak
henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis hingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Alhamdulillah. Terimakasih atas kesabaran,
3. Ibu Dina Afrianti, Ph.D, sebagai ketua Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Agus Nilmada Azmi, M. Si, sebagai sekretaris Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta
yang telah mengajarkan ilmu tanpa mengingat lelah “jasamu takkan pernah
kulupakan” serta membantu penulis untuk segera menyelesaikan tugasnya
sebagai mahasiswa.
6. Bapak Dr. Abdul Mujib M.Ag dan Ibu dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh , Ph.D
sebagai orang tua yang telah membimbing penulis selama di Jakarta.
7. Sahabat tercinta teman didalam kelas Hubungan Internasional: Rahma, Dian,
Desty, Izzun (alm), Astrid, Diah, Crista, Qory, Irfan, Julian. Terimakasih
banyak atas sharing dan motivasinya, tetap semangat buat teman-teman yang
belum selesai...!! dan juga buat sahabat seperantauan Hadi, Dani, Alan,
Ikhwan, terimakasih atas pengertian dan juga kerjasamanya dalam hal apapun.
8. Anak-anak didik sekaligus yang menjadi hiburan penulis selama mengerjakan
skripsi: Zia, Nina, Azka, Raffi, Adel, Abizar, Thalent, Naura, Rheinaya,
Sulthan, Aqilla, Fattan, Adit, Nayla, Rakhel, Daffa, Nindy, Dayu, Aira dan
Fazl.... Terimakasih dengan senyum manis kalian menjadi hiburan tersendiri
9. Teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta kelas A
khususnya dan seluruh angkatan 2006 umumnya.
10.Semua pihak yang telah turut serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini,
namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak.
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di
sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, yang tidak akan putus, Amiin. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan-perbaikan kedepannya.
Tangerang, 03 April 2012
Daftar Isi
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
LEMBAR PERNYATAAN ii
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
I. Pendahuluan 1.1. Latar belakang penelitian ... 1
1.2. Pertanyaan penelitian ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Kerangka teori ... 6
1.5. Metode penelitian ... 16
1.6. Sistematika penulisan ... 18
II. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme Internasional di Afghanistan Padamasa George W Bush dan Barack Obama II.1. Kebijakan luar Negeri Amerika Serikat pada masa George W Bush junior di Afghanistan ………...19
III. Faktor-faktor dalam Perumusan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
II.1. Faktor Domestik (Internal)
II.1.a. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Amerika Serikat ... 27
II.1.b. Pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan ... 30
II.1.c. Pengaruh ideologi ... 41
II.1.d. Faktor individu dari seorang pemimpin ………...46
II.2. Faktor Internasional II.2.a. Kondisi internasional dalam menyikapi sebuah kebijakan pemerintahan sebelumnya (George W Bush junior) ... 49
IV. Analisis terhadap penyebab perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di Afghanistan era Barack Obama IV.1. Faktor internal IV.1.a. Keadaan ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri Amerika Serikat ... 54
IV.1.b. Faktor internal dalam diri Barack Obama ... 59
IV.3. Implementasi konsep smart power dalam kebijakan luar negeri
Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di
Aghanistan masa Barack Obama ... 68
V. Penutup
V.1. Kesimpulan …………... 74
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Setiap negara mempunyai tujuan nasional dan juga kebijakan luar negeri
dalam melakukan kerjasama dengan negara lain. Untuk itu setiap negara perlu
merumuskan sebuah kebijakan agar dapat hidup bekerjasama dengan negara lain
dalam mencapai sebuah tujuan bersama melalui sebuah kerjasama internasional.
Negara Amerika Serikat merupakan sebuah negara besar, untuk itu Amerika Serikat
mempunyai sebuah kebijakan yang mempunyai nilai besar dalam politik
internasional.
Pada masa George W Bush, kebijakan luar negeri Amerika Serikat
cenderung lebih mengutamakan militer/ hard power tanpa memperdulikan
kecaman-kecaman baik dari negara lain maupun dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Kecaman tersebut pernah muncul ketika Amerika Serikat menyerang Afghanistan
yang diduga sebagai basis terorisme dan Amerika memanfaatkan kebijakan
self-defense untuk melakukan pre-emptive strike. Pada pasal 51 resolusi 1368 tahun 2001
diterangkan apabila penyerangan tersebut didasarkan atas self defence maka negara
yang menyerang tersebut harus segera melaporkan tindakannya ke DK (Dewan
Keamanan) PBB. Namun pada kenyataannya Amerika belum bahkan tidak
melaporkan kejahatan kemanusiaannya terhadap DK PBB atas penyerangannya
terhadap Afghanistan.1
Pergantian kepemimpinan di Amerika Serikat dari George W Bush kepada
Barack Obama tahun 2009 lalu merupakan sebuah fenomena yang baru pertama kali
1
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
terjadi, karena untuk pertama kalinya kandidat presiden Amerika Serikat yang berasal
dari kulit hitam ini mampu memenangkan pemilihan umum pada tahun 2009.
Presiden George Bush merupakan presiden yang berasal dari partai Republik
sedangkan calon presiden Barack Obama berasal dari partai Demokrat. Untuk itu
sudah pasti kebijakan yang diambilpun berbeda. Kebijakan presiden George Bush
terkenal dengan keras dan lebih mengedepankan militer sedangkan senator Barack
Obama lebih mengedepankan diplomasi.2
Skripsi ini akan membahas apa saja yang mempengaruhi dari perubahan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat dibawah presiden Barack Obama dalam
memerangi terorisme internasional, karena kepemimpinan dimasa George Bush
kebijakan yang diambil banyak menimbulkan kontra dimata masyarakat internasional
terutama dunia muslim. Hal ini disebabkan karena tuduhan George W Bush terhadap
Osama bin Laden atas peristiwa runtuhnya gedung menara kembar WTC (World
Trade Center) pada 11 September 2001. Sedangkan gedung menara kembar tersebut
merupakan simbol kedigdayaan Amerika Serikat, dengan adanya peristiwa tersebut
maka George W Bush memerintahkan anggota militernya untuk menyerang
Afghanistan yang disinyalir sebagai tempat persembunyian Osama bin Laden.3 Atas
penyerangan militer Amerika tersebut maka negara-negara muslim menilai bahwa
Amerika bukan memerangi terorisme melainkan karena ada motif lain yaitu karena
ingin menguasai minyak dan juga untuk membangun saluran pipa yang melewati
Afghanistan.4 Alasan Amerika Serikat dalam menyerang Afghanistan inilah yang
2 Riefqi Muna, “
Paradigma Pertahanan dari Hard Power ke Smart Power dalam jurnal
Pertahanan dan Perdamaian,” Jakarta: Pusat Studi Pertahanan dan Perdamaian FISIP Universitas Al Azhar Indonesia V, no. 1 (April 2009): h. 86-87.
3
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008),
h. 163.
4 Adhi Ariebowo, “BAB II Kronologi Penyerangan dan Spekulasi yang Berkembang atas
Motivasi Amerika Serikat” FISIP UI 2009 diakses pada Kamis, 17 November 2011 dari
dinilai oleh negara-negara muslim kurang masuk akal sehingga membuat negara
muslim (Iran, Irak, Mesir, dan lain-lain) mengutuk keras tindakan Amerika tersebut.
Kebijakan Obama yang lebih mengedepankan diplomasi atau lebih dikenal
dengan smart power (perpaduan antara hard power dan soft power)5 ini merupakan
sebuah titik awal untuk mengembalikan citra Amerika yang dianggap sangat tidak
memperhatikan saran dari negara lain ketika masa George W Bush. Kebijakan yang
diambil oleh Obama tersebut tentunya juga tidak hanya dipengaruhi oleh kelompok
kepentingan sepihak namun banyak pihak yang ikut andil dalam proses pengambilan
kebijakan, baik itu yang pro dengan idenya maupun yang kontra. Amerika merupakan
sebuah negara besar dan ditempati oleh orang-orang yang sangat intelektual dan
berpengaruh dalam percaturan politik internasional, sehingga ketika sebuah kebijakan
diambil oleh presidennya tentu akan mempengaruhi percaturan politik global.
Contohnya adalah ambisi Amerika Serikat untuk menguasai minyak di kawasan
Timur Tengah.
Salah satu usaha presiden Barack Obama dalam mengembalikan citra baik
negaranya dimata masyarakat internasional adalah dengan melakukan kunjungan ke
kawasan Dunia Islam, seperti ke Turki dan Mesir pada bulan Juni 2009 dan juga ke
Indonesia pada bulan November 2009.6 Itu artinya bahwa Amerika mencoba
merangkul dunia muslim kembali untuk meyakinkan bahwa misi dari pada presiden
Barack Obama adalah misi perdamaian. Obama mengirimkan Hillary Clinton ke
wilayah Timur Tengah itu disebabkan karena Timur Tengah sedang dilanda konflik
yang berkepanjangan selain itu juga karena untuk memperbaiki citra buruk dimata
dunia muslim setelah kepemimpinan sebelumnya yaitu George W Bush. Citra buruk
tersebut disebabkan karena penyerangan aksi militer Amerika Serikat yang alasannya
5
Ibid., h. 164. 6
selalu dianggap benar oleh Amerika Serikat yaitu memerangi terorisme dan juga
karena kepemilikan atas senjata pemusnah massal oleh Irak.
Dalam pengambilan sebuah kebijakan, setiap negara dipengaruhi oleh faktor
domestik dan faktor internasional namun faktor domestik lebih diutamakan dalam
pengambilan kebijakan luar negeri.7 Diantara faktor domestik adalah kondisi sosial,
ekonomi, politik serta pengaruh dari kelompok-kelompok kepentingan, sedangkan
dari faktor internasional adalah kondisi politik internasional yang terjadi saat itu.
Begitu pula dengan kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh Barack Obama
sebagai presiden ke-44 di Amerika Serikat banyak dipengaruhi oleh kelompok
kepentingan dari faktor internalnya, terutama setelah turunnya George W Bush
kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang juga masih dipengaruhi oleh
neokonservatif8 dan dipandang sangat kontra terhadap keinginan masyarakat dunia.
Beberapa faktor internal dan eksternal yang tersebut diatas tidak akan pernah
lepas dari setiap negara yang akan merumuskan kebijakan luar negeri begitu juga
dengan negara Amerika Serikat sebagai negara yang sangat kuat. Sehingga disetiap
pergantian presiden di Amerika Serikat pertama kali yang paling diperhatikan oleh
negara sekitarnya adalah kebijakan luar negeri terutama terhadap
negara-negara muslim.
Untuk itu perlu penjelasan lebih lanjut mengenai faktor internal dan faktor
eksternal sebagaimana yang tersebut diatas. Dengan adanya penjelasan yang lebih
7Leonard Hutabarat, “Analisis Kebijakan Luar Negeri dalam Studi Hubungan Internasional,”
Dalam jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta: Universitas Kristen Indonesia, Vol. V, no.
22 ( Mei 2005), h. 19. 8
Neoconservative is foreign policy thought emphasizes the moral necessity of distinguishing between the forces of good and evil in the international arena, the importance of maintaining US military dominance, a greater willingness to use force, and deep distrust of international law and institutions (Neokonservatif adalah sebuah kebijakan luar negeri yang menekankan kekuatan baik dan kekuatan jahat dikawasan internasional, mengutamakan kepentingan kemiliteran US, serta mempunyai keinginan yang kuat dalam menggunakan kekuatan kemiliteran tersebut, dan ketidakpercayaan dalam lembaga dan hukum internasional). Nur Rahmat Yuliantoro, kelas Politik luar negeri AS, HI UGM, 17
Maret 2011, “Neokonservatisme dan Politik Luar Negeri Amerika Serikat,” artikel diakses pada 6 Juli
mendetail tentunya akan lebih memudahkan pembaca untuk memahami dan mengerti
bahwa pada setiap pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara tidak hanya
berdasar pada satu aktor saja yaitu presiden, namun disana masih banyak pengaruh
dan juga banyak hal yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum sebuah
keputusan kebijakan luar negeri tersebut disahkan oleh senat. Untuk itu kalau kita
melihat pada setiap pergantian presiden kita pasti melihat terlebih dahulu siapa dan
apa saja yang menjadi agenda kebijakannya apabila nantinya ia terpilih menjadi
presiden, namun masyarakat intelektual dan juga organisasi masyarakat, partai, NGO
(Non Government Organization) dan lain-lain tentu tidak akan hanya melihat
bagaimana figure dari calon presiden tetapi juga melihat dan mengamati siapa yang
berada dibelakangnya yang mampu menjadikan dia menjadi seorang presiden.
Dikarenakan justru orang yang dibelakangnya itulah nantinya yang akan memberikan
kontribusi besar dalam setiap kebijakan yang diambil.
I.2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana perubahan kebijakan luar
negeri Amerika Serikat terkait upaya memerangi terorisme internasional di
Afghanistan pada periode pemerintahan Barack Obama?
I.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses perumusan politik luar negeri Amerika Serikat
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan luar
negeri Amerika Serikat dalam memerangi terorisme pada periode
3. Diharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi peneliti lainnya yang tertarik
dengan masalah ini.
1.4. Kerangka Teori Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional ini sangat penting dalam memahami dan
menjelaskan perilaku internasional. Kepentingan nasional ini dijadikan sebagai acuan
untuk merumuskan suatu kebijakan pada suatu negara. Para penganut realis
menyamakan kepentingan nasional dengan power, dimana power menjadi sebuah alat
yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol suatu hubungan negara dengan
negara lain.9
Politik di Amerika Serikat memang sangat menarik untuk dibicarakan.
Mengingat negara Amerika merupakan negara yang mempunyai pengaruh besar
dalam setiap pergerakan politik dunia. Amerika Serikat mulai merasa dikhianati oleh
Jepang ketika peristiwa Pearl Harbour pada 7 Desember 1941,10 yaitu ketika warga
masyarakat Amerika serta tentara masih terlelap tidur namun tiba-tiba tentara Jepang
menyerang Amerika sehingga mengakibatkan banyak korban berjatuhan dari pihak
Amerika.
Belajar dari hal itu Amerika merasakan bahwa negaranya masih belum aman,
sehingga Amerika Serikat selalu berusaha untuk memperbaiki dalam memberikan
rasa aman tersebut terhadap warga negaranya. Salah satu upayanya adalah dengan
menunjukkan kekuatan militernya, dan hal itu dibuktikan dengan penyerangannya
9
Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 35.
terhadap Jepang di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945,11 dengan
penyerangan tersebut ditujukan untuk menunjukkan kekuatan militer Amerika Serikat
terhadap masyarakat internasional.
Hans J Morgenthau mengemukakan mengenai kepentingan nasional yaitu, the
concept of the national interest, then, contains two elements, one that is logically
required and in that sense necessary, and one that is variable and determined by
circumstances.12 Menurutnya kepentingan nasional terdiri dari dua elemen yaitu
didasarkan pada pemenuhan sendiri atau kebutuhan dalam negeri itu sendiri dan
kedua mempertimbangkan lingkungan strategis sekitarnya atau kondisi luar dari
negaranya. Sehingga pemenuhan dalam negeri dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan kedaulatan wilayah negara, stabilitas politik dalam negeri, menjaga
identitas budaya dari ancaman negara lain. Sedangkan yang dimaksud dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan strategis adalah dengan cara menciptakan
perdamaian dunia melalui diplomasi.
Kepentingan nasional ini tidak hanya dikemukakan oleh Hans J Morgenthau
saja, melainkan masih banyak dari para pakar pengamat Hubungan Internasional,
diantaranya adalah Charles W Kegley dan Eugene R. Wittkopf13 yang memberikan
pemikiran tentang kepentingan nasional. Menurut mereka kepentingan nasional
adalah usaha suatu negara dalam memberikan rasa aman terhadap warga negaranya
baik dari agresi luar atau dalam negeri itu sendiri, kesejahteraan terhadap rakyatnya,
dan melindungi nilai-nilai negara. Lebih jauh dari itu ia juga mengemukakan bahwa
tidak mungkin suatu negara dapat mencapai kepentingan nasionalnya harus dengan
11
Publikasi.umy.ac.id/index.php/hukum/article/view/1869/409 diakses pada 19 November 2011.
12 Dikutip dalam tesis Martinus Siswanto Prajogo dengan judul “Kepentingan Nasional:
Sebuah Teori Universal dan Penerapannya oleh Amerika Serikat di Indonesia,” Universitas Indonesia
program kajian wilayah Amerika Serikat (Jakarta: Juni, 2009), diakses pada 10 Juli 2011 dari http: www.strahan.kemhan.go.id/media/files/kepentingan-nasional.pdf.
mengurangi rasa aman dan rasa kesejahteraan terhadap kompetitornya. Sehingga
diperlukan sebuah kerjasama dengan negara lain baik kerjasama yang bersifat
regional maupun internasional demi terciptanya perdamaian global.
Menyimak dari penjelasan yang tersebut diatas, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa suatu negara apabila menginginkan kesejahteraan dan keamanan
terhadap warga negaranya harus mempunyai power atau kekuatan agar tercapai
kepentingan nasionalnya, dengan adanya kekuatan tersebut dapat dengan mudah
untuk mengayomi warga negaranya, seperti yang terjadi pada negara Amerika Serikat
atas penyerangan terhadap WTC 11 September 2001, atas peristiwa tersebut Amerika
langsung menuduh bahwa dibalik peristiwa itu semua adalah ulah dari para teroris
yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Penyeranganpun segera dilakukan ke
Afghanistan meskipun terdapat kecaman dari PBB, namun karena pengaruh dan juga
kekuasaan Amerika Serikat didalam tubuh PBB yang sangat kuat, maka Amerikapun
menjadi sangat mudah dalam menjalankan aksinya.
Miroslav Nincic14 mengungkapkan terdapat tiga asumsi dasar kepentingan
nasional, yaitu pertama kepentingan tersebut bersifat vital yang dalam pencapaiannya
harus menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua kepentingan
tersebut berkaitan dengan lingkungan internasional, jadi pencapaian kepentingan
nasional dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga kepentingan tersebut
harus tidak memihak kepada salah satu instansi ataupun kelompok manapun
melainkan harus mewakili dari seluruh aspirasi masyarakat.
Kepentingan nasional yang sudah menjadi tujuan negara harus diterapkan
melalui sebuah kebijakan luar negeri, sebelum menjadi sebuah kebijakan luar negeri
yang dibuat oleh pemerintah terlebih dahulu harus melalui pengesahan dari sebuah
14
Dikutip dalam buku Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik
badan legislatif, setelah adanya pengesahan maka kebijakan tersebut dapat
terealisasikan. Seperti contoh penyerangan tentara Amerika Serikat ke Afghanistan,
penyerangan tersebut dilakukan setelah Bush berpidato untuk memerangi terorisme
dan menyarankan untuk melakukan tindakan militer ke Afghanistan karena dianggap
telah mengancam kedaulatan Amerika Serikat, mengganggu keamanan nasional
Amerika Serikat dan juga kepentingaan nasional Amerika Serikat. Sebelum
melakukan penyerangan tersebut, presiden meminta persetujuan terhadap senat
terlebih dahulu.
Untuk itu kepentingan nasional sangat berkaitan erat dengan kebijakan luar
negeri suatu negara, karena dengan kebijakan luar negeri maka usaha suatu negara
untuk memberikan rasa aman dan rasa kesejahteraan terhadap warganegaranya
menjadi lebih terjamin. Misalnya bagi mereka warganegara Amerika yang melakukan
studi diluar negeri, maka apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap pelajar
tersebut setidaknya mendapat respon dari negara yang ditempati apabila negara yang
ditempati tersebut mengadakan suatu hubungan kerjasama dengan negara tersebut.
Dapat dikatakan bahwa kepentingan nasional membutuhkan sebuah kebijakan luar
negeri agar apa yang menjadi tujuan negara tersebut dapat terealisasikan, artinya
kebijakan luar negeri merupakan kepanjangtanganan dari kepentingan nasional.
Kebijakan Luar Negeri
Untuk mewujudkan kepentingan nasional suatu negara maka sebuah negara
perlu untuk merumuskan kebijakan luar negeri. Kebijakan yang diterapkan harus
memenuhi semua kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional negaranya.
Meminjam istilah Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani foreign
mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional didalam
percaturan dunia internasional15.
Kebijakan luar negeri juga merupakan serangkaian sasaran bagaimana suatu
negara berinteraksi dengan negara lain baik dibidang politik, ekonomi, sosial, dan
militer. Untuk itu aktor-aktor negara melakukan berbagai macam kerjasama baik
kerjasama yang bersifat bilateral, trilateral, regional, dan multilateral. Biasanya
kebijakan luar negeri ini dapat dilakukan dengan berbagai cara namun terdapat tiga
yang paling umum, yaitu melalui perang, perdamaian dan kerjasama ekonomi16.
K J Holsti mengeluarkan argumen bahwa kebijakan luar negeri adalah strategi
atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam
menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya dan dikendalikan untuk
mencapai tujuan nasional yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.
Terdapat lima landasan pembuatan sumber kebijakan luar negeri AS, kelima landasan
it5u adalah17:
1. External Sources (sumber eksternal) meliputi atribut-atribut yang ada pada
sistem internasional dan pada karakteristik serta sikap suatu negara dalam
menjalaninya. External Sources mencakup perubahan yang terjadi di
lingkungan eksternal, kebijakan dan tindakan dari negara lain baik itu konflik
maupun kerjasama, ancaman, dukungan yang baik secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi foreign policy suatu negara.
15
Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 47. 16
K.J Holsti, International Politics A Framework for Analisys 6th ed (New Jersey A Simon &
Schuster Company, 1992), h. 82.
2. Societal Sources (sumber masyarakat) yaitu seluruh karakteristik sosial
domestik dan sistem politik yang membentuk orientasi masyarakat terhadap
dunia. Intinya adalah seluruh aspek non pemerintah dari sistem politik yang
mempengaruhi foreign policy. Hal ini meliputi keadaan geografis, etnis, nilai
atau norma yang berkembang di masyarakat, populasi, opini publik, dan
lain-lain.
3. Governmental Sources (sumber pemerintah) meliputi seluruh elemen dari
struktur pemerintahan yang memberikan pertimbangan-pertimbangan akan
pilihan foreign policy baik yang sifatnya memperluas atau membatasi pilihan
yang akan diambil oleh para pembuat kebijakan, tentunya dalam lingkungan
serta interaksi antar pihak-pihak didalam pemerintahan.
4. Role Sources (sumber peranan), role disini terkait dengan peranan atau status
dari pemerintah sebagai pembuat keputusan.
5. Individual Sources (sumber individu) meliputi nilai-nilai dari seorang
pemimpin atau pengambil keputusan sebagai ideologinya, pengalaman
hidupnya, masa kecilnya, latar belakang pendidikannya, segala sesuatu yang
mempengaruhi persepsinya, karakter, dan lain-lain. Hal-hal inilah yang
mempengaruhi persepsi, pilihan-pilihan dan respon atau reaksi dari seorang
pengambil keputusan dari pengambil keputusan yang lain.
Rosenau juga mengatakan pendapatnya bahwa kebijakan luar negeri
merupakan sebuah upaya dan usaha pemerintah melalui segala sikap dan aktivitas
dalam memperoleh keuntungan eksternalnya. Kebijakan ini ditujukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup negara dimasa mendatang. Ungkapan Rosenau
landasan atau konsep dasar dalam menjalankan hubungan negaranya dengan kejadian
dilingkungan eksternalnya.18
“Kebijakan luar negeri memiliki tiga konsep dalam menjelaskan
hubungan antara suatu negara dengan kejadian dan situasi diluar
negaranya, yaitu:
1. Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi (as a
cluster of orientation) politik luar negeri sebagai
sekumpulan orientasi merupakan pedoman bagi para
pembuat keputusan untuk menghadapi situasi eksternal
yang menuntut pembuatan keputusan dan tindakan
berdasarkan orientasi tersebut, orientasi ini terdiri dari
persepsi, sikap, dan nilai-nilai.
2. Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan
rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and
plan for action), kebijakan luar negeri berupa rencana dan
komitmen kongkrit yang dikembangkan oleh para pembuat
keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi
lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi
kebijakan luar negeri.
3. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as
a form of behavior), pada tingkat ini kebijakan luar negeri
berada pada tingkat yang lebih empiris yakni berupa
langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat
18
Artikel Yanyan Mochammad Yani disampaikan pada acara sistem politik luar negeri bagi perwira siswa sekolah staf dan komando TNI AU (Bandung: 16 Mei 2007) diakses pada 07 Juli 2011
keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi
dilingkungan eksternalnya.”
Dari kedua pendapat yang tersebut diatas, yaitu KJ Holsti dan Rosenau, maka
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keputusan dalam pengambilan kebijakan luar
negeri tidak akan pernah lepas dari faktor internal suatu negara, seperti faktor
ekonomi, faktor politik dalam negeri, faktor sosial, peranan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat), kelompok kepentingan, dan lain-lain. Selain itu faktor eksternal juga
tetap menjadi pertimbangan dalam pengambilan sebuah kebijakan luar negeri suatu
negara, dengan saling mengkondisikan antara faktor internal dan eksternal maka akan
terbentuklah sebuah kebijakan yang sesuai dengan keinginan nasional negaranya
masing-masing.
Leonardo Hutabarat juga mengemukakan bahwa elemen dalam pembuatan
kebijakan luar negeri didasarkan pada para pembuat keputusan itu sendiri, sehingga
sebuah kebijakan tidak akan terlaksana tanpa adanya komitmen untuk mencapai
tujuan dengan keseimbangan antara kemampuan yang diperlukan dalam
pengimplementasiannya.19 Hutabarat juga mengatakan bahwa size, status, resources
dan human factors adalah elemen kunci dalam studi kebijakan luar negeri selain itu
juga karena situasi geopolitik suatu negara dan tantangan yang dihadapinya dalam
jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang kebijakan luar negeri
diterminologikan dalam konteks politik umum dalam pemerintahan, seperti
democracy, dictatorship (pemerintahan yang diktator), stability dan instability.20 Oleh
karena itu faktor-faktor yang tersebut diatas sangat penting dalam pembuatan
kebijakan luar negeri, dan dalam mempengaruhi langkah-langkah yang akan diambil.
19Leonard Hutabarat, “Analisis Kebijakan Luar Negeri dalam Studi Hubungan Internasional”
Dalam jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Jakarta: Universitas Kristen Indonesia, Vol. V, no. 22
( Mei 2005), h. 15. 20
Tabel: gambaran kepentingan nasional yang dijabarkan ke dalam tujuan kebijakan
aliansi militer dan kerjasama
regional
Penandatanganan pakta
militer dan militer bersama
Dari tabel diatas dapat dijelaskan, setiap kepentingan nasional yang menjadi
agenda suatu negara harus diimplementasikan dalam sebuah kebijakan luar negeri.
Untuk itu harus dijelaskan bagaimana sebuah kebijakan luar negeri itu
diimplementasikan. Pertama, adalah kedaulatan dan keutuhan territorial. Demi
menjaga keutuhan dan kedaulatan teritorial suatu negara maka setiap negara harus
mendapatkan dukungan dari beberapa negara terutama negara-negara besar dan juga
organisasi internasional. Agar dapat memiliki hubungan yang baik dengan berbagai
negara maka diutuslah seorang diplomat dengan membawa misinya sebagaimana
yang dijelaskan sebelumnya.
Kedua, dalam hal pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, maka suatu
negara berusaha mencari pendonor dan juga investor asing agar mau untuk
menanamkan saham dalam negaranya. Atas penanaman saham tersebut maka akan
membuat tingkat perekonomian suatu negara menjadi lebih baik. Tindakannya adalah
dengan merundingkan bahwa dana yang didapat dari pendonor adalah untuk
pendidikan demokrasi dan khususnya untuk pengembangan kualitas masyarakat.
Ketiga, kepentingan nasional berupa penyebaran demokrasi dan hak asasi manusia
khususnya bagi negara Amerika Serikat. Amerika Serikat sangat gencar untuk
menanamkan sistem demokrasi terhadap suatu negara, untuk itu kebijakan luar negeri
Amerika Serikat salah satunya adalah dengan meningkatkan gerakan demokrasi dan
juga civil society. Gerakan tersebut diimplementasikan dengan cara memberikan
penyaluran dana terhadap suatu negara untuk mendukung pemilihan umum dan
pendidikan demokrasi.
Keempat adalah kemanan nasional dan regional. Keamanan suatu negara itu
sangat penting, mengingat bahwa sebuah negara mempunyai rakyat yang harus
dilindungi, dengan adanya rasa aman maka akan menciptakan suasana yang nyaman
dan tentram. Untuk itu sebuah negara perlu untuk membentuk atau mengaktifkan
internasional. Kerjasama tersebut diimplementasikan dengan ditandanganinya sebuah
perjanjian pakta militer atau lainnya.22
I.5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif.23 Menurut Blaxter metode
kualitatif yaitu menganalisis perilaku dan sikap politik yang tidak dapat atau tidak
dianjurkan untuk dikuantifikasikan. Penulis juga menggunakan metode deskriptif,
yang berarti dalam melakukan penelitian dalam Hubungan Internasional harus dilihat
dari permasalahan yang ada kemudian dikaitkan dengan teori dalam Hubungan
Internasional.24 Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dokumen
berupa teks-teks tertulis dalam bentuk artikel, buku, berita di koran, dan lain-lain.
Analis yang digunakan adalah prosedur analisa non matematis. Prosedur ini
nantinya akan menemukan temuan dari data-data yang dikumpulkan dengan berbagai
macam sarana. Sarana tersebut juga melalui buku, jurnal, koran, media televisi,
internet dan lain-lainnya.25 Setelah data-data tersebut dikumpulkan kemudian disusun
dan dirinci, perincian tersebut dilakukan untuk mendeskripsikan secara umum ciri-ciri
dan kecenderungan masing-masing aktor dalam pengambilan keputusan kebijakan
luar negeri.26
22 Ibid., 23
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h. 86.
24 Mohtar Mas’oed,
Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi Dictionary
(Jakarta:LP3ES, 1990), h. 223. 25
Anselm Strauss, dan Juliet Corbin, Dasar dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), h. 5. 26
Bambang Cipto, Tekanan Amerika terhadap Indonesia Kajian atas Kebijakan Luar Negeri
I.6. Sistematika Penulisan I. Pendahuluan
1.1. Latar belakang penelitian
1.2. Pertanyaan penelitian
1.3. Kerangka teori
1.4. Metode penelitian
1.5. Sistematika penulisan
II. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme Internasional di Afghanistan Pada masa George W Bush dan Barack Obama
II.1. Kebijakan luar Negeri Amerika Serikat pada masa George W Bush
junior di Afghanistan
II.2. Kebijakan luar Negeri Amerika Serikat pada masa Barack Obama
di Afghanistan
III. Faktor-faktor dalam Perumusan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
III.1. Faktor Domestik (Internal)
III.1.a. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Amerika Serikat
III.1.c. Pengaruh ideologi
III.1.d. Faktor individu dari seorang pemimpin
III.2. Faktor Internasional
III.2.a. Kondisi internasional dalam menyikapi sebuah
kebijakan pemerintahan sebelumnya (George W Bush
junior)
IV. Analisis terhadap penyebab perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di Afghanistan era Barack Obama
IV.1. Faktor internal
IV.1.a. Keadaan ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri
Amerika Serikat
IV.1.b. Faktor internal dalam diri Barack Obama
IV.2. Faktor internasional
IV.3. Implementasi konsep smart power dalam kebijakan luar negeri
Amerika Serikat dalam memerangi terorisme internasional di
Afghanistan masa Barack Obama
V. Penutup
V.1. Kesimpulan
BAB II
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT DALAM MEMERANGI TERORISME INTERNASIONAL DI AFGHANISTAN PADA MASA
GEORGE W BUSH DAN BARACK OBAMA
II.1. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat pada masa George W Bush Junior di Afghanistan
George W Bush menjabat sebagai presiden Amerika Serikat selama dua
periode yaitu pada 20 Januari 2001 sampai 20 Januari 2009. Pada masa jabatannya di
Amerika Serikat terjadi sebuah peristiwa yang sangat mencengangkan dunia, yaitu
runtuhnya gedung menara kembar WTC pada 11 September 2001. Atas peristiwa
tersebut maka Bush mengambil sebuah tindakan untuk menyerang setiap pihak yang
ikut secara langsung atau tidak langsung dalam penyerangan tersebut. Pengertian
secara langsung disini adalah orang yang terlibat langsung dalam penyerangan gedung
menara tersebut, sedangkan orang yang disebut-sebut sebagai dalang dari aksi
penyerangan tersebut adalah Osama bin Laden. Osama merupakan pemimpin
al-Qaeda yang berbasis di Afghanistan.27 Adapun pengertian secara tidak langsung
adalah bagi negara-negara yang mendukung aksi tersebut, yang memberikan bantuan
baik dari segi materi ataupun persenjataan.
Oleh karena itu George W Bush yang menjabat sebagai presiden Amerika
serikat waktu itu mengambil sebuah kebijakan, diantaranya:
1. Mengisolasi setiap negara yang memberikan dukungan terhadap kelompok
teroris agar negara tersebut menghentikan bantuannya.
27
Bien Pasaribu dan Jamaluddin Ritonga, Perang Bush Memburu Osama (Jakarta: Penerbit
2. Memperkuat peraturan dan hukum dalam melawan tindakan terorisme melalui
berbagai kerjasama internasional.
3. Bersikap tegas dan menolak upaya tawar-menawar maupun negosiasi yang
diminta oleh kelompok teroris.
4. UU the Anti-terrorism and Effective Death Penalty Act tahun 1996.28
5. Undang-undang Patriot Act 2001, yaitu undang-undang yang secara keras
menyatakan menentang terorisme, dan berbagai kegiatan yang mendukungnya
atau bersentuhan dengan aksi terorisme dinyatakan sangat dilarang, terutama
dalam pemberian bantuan.
6. Berusaha agar PBB juga ikut bertindak tegas dalam masalah teroris, karena
Amerika Serikat sadar bahwa upaya dalam memerangi terorisme tidak akan
berjalan efektif jika tidak dilakukan secara kolektif29.
7. Kebijakan unilateralisme, pre-emption strike dengan doktrin strike first.30
Peristiwa 11 September 2001 tersebut menjadi titik balik kebijakan luar negeri
Amerika Serikat, sehingga selain mengubah pola hubungan antara dunia muslim
dengan Amerika namun juga telah mengubah pola hubungan Amerika Serikat dengan
negara-negara di Eropa. Hal ini diungkapkan pula oleh Philip Stephens dalam artikel
harian Financial Times edisi tanggal 5 September 2002 yaitu akan adanya sebuah
benturan “mindsets”. Negara-negara Eropa juga merasakan bahwa Amerika Serikat
28
Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru (Jakarta: Tim Peneliti HI Pusat
Pengkajian dan Pelayanan Informasi (P3I) DPR RI, 2002), h. 163-166. 29
Usaha Amerika Serikat dalam mempengaruhi PBB yaitu dengan dikeluarkannya resolusi 1368 PBB yang mengutuk serangan tersebut dan mengajak semua negara untuk mendukung tindakan
Amerika Serikat pada 12 September 2001. (A. Safril Mubah, Menguak Ulah Neokons Menyingkap
Agenda Terselubung Amerika dalam Memerangi Terorisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 162.
30
Unilateralisme: suatu tindakan yang tidak harus mendapat persetujuan dari badan
internasional atau dari negara sekutu; pre-emption strike: suatu tindakan untuk menyerang terlebih
setelah peristiwa tersebut nampak seperti unilateralisme yaitu dengan membentuk
sebuah aliansi untuk melawan gerakan teroris.31
Seperti yang dikutip diatas, Amerika Serikat juga melakukan kebijakan secara
sepihak/ unilateralisme dalam upaya memerangi terorisme, yaitu seperti pertama
mengisolasi negara-negara yang memberikan bantuan terhadap kelompok teroris baik
bantuan berupa dukungan dana, pemasokan senjata, pelatihan militer, menyediakan
tempat persembunyian. Kedua memperkuat hukum-hukum yang ada dengan
menekankan pada perlawanan terhadap terorisme melalui kerjasama-kerjasama
internasional, dikarenakan masalah terorisme ini sudah sangat kompleks dan harus
ditanggulangi dengan cara bersama-sama. Ketiga bersikap tidak mau berkompromi
dalam hal apapun dengan kelompok teroris.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat ini tidak lain adalah
karena influence dari neo-konservatif. Karena sejak periode pertama pemerintahan
Bush sudah dikelilingi oleh tokoh-tokoh neo-konservatif yang dipimpin oleh Cheney.
Dick Cheney ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keikutsertaan
penentuan kebijakan luar negeri dikarenakan kedudukannya sebagai wakil presiden
AS pada masa George W Bush.
Pada dasarnya George W Bush beraliran realis, namun banyak dari staf-stafnya
yang beraliran neo-konservatif dan keduanya lebih menekankan terhadap militer.
Namun keinginan mereka setelah terjadi penyerangan 11 September tersebut berbeda.
Realis menginginkan untuk menyerang Afghanistan sebagai sasaran utamanya yaitu
terhadap Taliban sebagai pemimpin pemerintahan pada waktu itu sekaligus disinyalir
sebagai pelindung dari Osama bin Laden, selain itu juga terdapatnya aliran al-Qaeda
yang disinyalir sebagai jaringan yang turut serta melindungi Osama bin Laden
31
dikarenakan menurut mereka Osama yang memberikan dana guna pelatihan al-Qaeda.
Alasan menyerang Afghanistan juga untuk menyelamatkan rakyat yang tidak berdosa
dari rezim Taliban sekaligus memusnahkan kerajaan Taliban.
Sedangkan neo-konservatif mempunyai keinginan untuk menyerang Irak
terlebih dahulu, karena mereka atau neo-konservatif ingin memusnahkan dari sumber
pembuatan senjata pemusnah masal yang diduga Irak adalah pemasok senjata pasukan
Taliban dan al-Qaeda.32 Namun, karena Bush lebih berambisi untuk menyerang
Afghanistan terlebih dahulu akhirnya neo-konservatifpun mengikutinya yang pada
akhirnya nanti tetap mempunyai tujuan yang sama yaitu mematikan jaringan al-Qaeda
dan terorisme.33 Disinilah terlihat bagaimana Bush junior lebih menekankan konssep
hard power yaitu dengan mengutamakan militer melalui pre emptive strike.
Kemudian bagaimana dengan masyarakat muslim yang berada di Amerika
Serikat? Menurut Farhana Khera (aktivis muslim AS) mengatakan bahwa ternyata
warga muslim di Amerika Serikat mendapatkan perlakuan pendiskriminasian oleh
pemerintah Amerika Serikat baik dari kubu Republik maupun dari kubu Demokrat, hal
ini semakin terlihat terutama setelah terjadinya peristiwa WTC 11 September 2001
lalu. Dikutip dari sumber Metro TV meski di Amerika hanya terdapat sekitar 1% dari
warga AS atau sekitar 3 juta pendiskriminasian warga muslim di AS sudah
berlangsung sejak lama, tidak hanya itu warga kulit hitam, warga yahudi, bahkan
warga bangsa India yang sebagai bangsa asli Amerika Serikat baru diakui tahun
1924.34
32
A Safril Mubah, Menguak Ulah Neokons Menyingkap Agenda Terselubung Amerika dalam
Memerangi Terorisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 218 33
Trias Kuncahyono, Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish (Jakarta: Kompas, 2005), h. 221.
34
II.2. Kebijakan Luar Negeri Amerika seriklat pada masa Barack Obama di Afghanistan
Pada kampanye pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 Barack Obama
lebih mengusung terhadap perbaikan dalam negeri dahulu, baik dari segi ekonomi,
sosial dan juga politik dalam negeri Amerika Serikat setelah kepemimpinan George
W Bush yang dipandang oleh masyarakat sangat merugikan oleh masyarakat Amerika
Serikat sendiri pada khususnya. Hal ini terlihat dengan beberapa kampanye pemilu
yang diantaranya adalah kebijakan ekonomi yang berupa menaikkan pajak bagi
mereka yang berpenghasilan tinggi. Selain itu juga mencoba mengajak masyarakat
Amerika untuk tidak terlalu bergantung dengan minyak atau mencoba mengajak
menggunakan bahan alternatif lain yang dapat mengurangi ketergantungannya
terhadap minyak.35
Adapun kebijakan luar negerinya diantaranya adalah dengan menarik pasukan
militernya dari Irak, dan menambah pasukan militernya di Afghanistan guna
meminimalisir gerakan terorisme atau bahkan membunuh kepala dari teroris, yang
mereka sebut-sebut yaitu Osama bin Laden.36 Dalam menjalankan kebijakan luar
negerinya Obama cenderung lebih lunak. Obama lebih menekankan konsep smart
power daripada hard power yang pernah digunakan oleh George W Bush. Hal ini
terlihat dengan upaya Obama dalam memerangi terorisme di Afghanistan, yaitu
dengan menyuruh pasukan militer untuk melakukan penyerangan terhadap Osama bin
Laden.
Konsep smart power ini merupakan perpaduan antara hard power dan soft
power, jadi dalam arti kata lain adalah kemampuan untuk menggunakan secara
bersamaan antara hard power dan smart power. Istilah smart power ini sudah lama
35“Sang Kandidat Presiden” (Koran Republika, Senin, 03 November 2008), h. 10 36
merujuk pada sebuah terbitan yang muncul di Foreign Affairs tahun 2004.37 Istilah
tersebut akhirnya semakin popular didalam diplomasi internasional dengan adanya
laporan tentang “Smart Power” yang menekankan perlunya untuk memperhatikan
atau menggunakan pendekatan ini untuk melengkapi hard power sebagai upaya untuk
memaksimalkan kepentingan ditingkat internasional.38
Oleh karena itu maka dapat kita lihat bagaimana Geroge W Bush
menggunakan konsep hard power yang sangat berlebihan sehingga bukan hanya
merusak citranya dalam negara Amerika Serikat itu sendiri namun juga merusak
citranya di dunia internasional. Pada akhirnya kekuasaanya harus berhenti selain
karena masa jabatannya telah selesai namun juga karena kebijakan luar negerinya
yang sangat agresif.
Kemenangan Barack Obama disambut baik oleh masyarakat Amerika Serikat
karena masyarakat Amerika Serikat berharap bahwa ada perubahan baru dalam cara
kepemimpinan Amerika serikat. Oleh karena itu Obama mencoba melakukan
kebijakan dengan cara langsung memerangi gerakan Taliban yang ada di Afghanistan
yang diduga sebagai basis terorisme, dengan meminimalisir korban dari rakyat
Afghanistan.
Konsep smart power kini diperkenalkan oleh Menlu Amerika Serikat Hillary
Clinton dan juga Barack Obama sebagai upaya mengembalikan reputasi internasional
Amerika Serikat yang tersingkirkan karena metode militer dalam perang global
melawan terorisme. Hillary Clinton mengatakan with smart power, diplomacy will be
37 Suzanne Nossel, “Smart Power”, Foreign Affairs, Vol. 83, No.2, 2004, hal. 131 -142.
Pengertian smart powerini ditulis pula oleh Riefqi Muna, “Paradigma Pertahanan dari Hard Power ke
Smart Power dalam jurnal Pertahanan dan Perdamaian,” Jakarta: Pusat Studi Pertahanan dan
Perdamaian FISIP Universitas Al Azhar Indonesia V, no. 1 (April 2009), h. 86-87. 38 Riefqi Muna, “
Paradigma Pertahanan dari Hard Power ke Smart Power dalam jurnal
the vanguard of foreign policy atau dengan smart power maka diplomasi akan
menjadi barisan depan dalam menjalan kebijakan luar negeri.39
Seperti itulah upaya yang dilakukan Obama dalam menjalankan kebijakan luar
negerinya untuk memerangi terorisme di Afghanistan. Obama lebih memilih untuk
tepat pada sasaran dengan meminimalisir korban yang berlebihan. Maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa pada masa kepimpinan Geroge W Bush lebih
banyak disetir oleh kelompok garis keras (neokonservatif –yang akan dejalskan vada
bab selanjutnya), walaupun pada masa Obama kelompok tersebut masih tetap
mempengaruhi kebijakannya namun Obama berusaha untuk mengimbanginya agar
tidak terjadi ketimpangan antara keinginan masyarakat Amerika Serikat dengan
keinginan dari kelompok tersebut. Disinilah peran konsep smart power itu dijalankan
oleh Barack Obama sebagai langkah dalam memerangi terorisme di Afghanistan.
39
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUMUSAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT
Kekuatan Amerika Serikat memang sudah tidak dapat diragukan lagi. Dari
segi militernya kita bisa melihat sendiri bagaimana usahanya dalam memerangi
gerakan terorisme di Afghanistan dan juga bagaimana usahanya untuk menunjukkan
kepada dunia bahwa ia menjadi negara yang superpower. Pada bab ini akan
membahas tentang faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan kebijakan luar
negeri Amerika Serikat.
Perubahan kebijakan luar negeri suatu negara disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.40 Faktor internal tersebut bermacam-macam
mulai dari segi sosial, ekonomi, keadaan politik dan juga bagaimana kelompok
kepentingan yang ada di Amerika Serikat saling memberikan pengaruhnya
masing-masing dalam setiap perumusan kebijakan luar negeri Amerika. Faktor eksternal yang
juga menjadi pertimbangan pula dalam pengambilan sebuah perumusan kebijakan
luar negeri seperti bagaimana pandangan negara lain mengenai negara Amerika dan
juga bagaimana situasi dan kondisi negara-negara lain, namun faktor internal lebih
diutamakan daripada faktor eksternal.
40
William D. Colplin, dan Marsedes Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah
Teoritis (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensido, 2003), h. 81. Sumber ini juga diperkuat dari
III. 1. Faktor domestik (internal)
III. 1. a. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan sebuah negara yang besar, dengan luas wilayah
sekitar 9,83 juta km pada tahun 1994 di Amerika pada 25 kota terbesar berjumlah
sekitar 31.220.927 jiwa dan pada tahun 2012 jumlah penduduk Amerika Serikat
sekitar 312.800.000 jiwa.41 Negara ini termasuk negara multietnis dan multikultural
karena masuknya para imigran dari seluruh penjuru dunia. Sebelum datangnya
masyarakat Eropa, Amerika diduduki oleh suku Indian selama bertahun-tahun
lamanya, namun kemudian suku Indian tersebut terkena wabah penyakit dan terjadi
peperangan dengan pendatang Eropa.42
Dalam hal ekonomi, Amerika menganut sistem kapitalis yaitu suatu sistem
dimana pemerintah tidak ikut campur dalam masalah ekonomi, artinya baik individu
maupun pihak swasta bebas menggunakan sumber ekonomi. Sistem ini biasa juga
disebut dengan sistem ekonomi pasar bebas atau laissez faire.43 Ekonomi di Amerika
merupakan ekonomi yang terbesar didunia, karena kita tahu bahwa banyak negara
yang menggunakan mata uang sebagai tolak ukur mata uangnya.
Amerika juga kaya akan sumber daya mineral, seperti emas, minyak,
batubara, dan lain-lain. Akan tetapi kekayaan itu masih dianggapnya kurang cukup
karena mengingat penduduk Amerika yang sangat banyak dan juga untuk cadangan
dikehidupan masyarakat Amerika mendatang. Untuk itu Amerika sangat berambisi
dalam menyerang negara Timur Tengah yang pada dasarnya adalah untuk mengincar
minyak, dan hal ini menjadi salah satu perhatian utama dalam setiap pengambilan
kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat.44
Dampak politik juga terjadi pada Amerika Serikat setelah runtuhnya gedung
WTC. Kebijakan langsung dilakukan oleh George W Bush sebagai Presiden yang
menjabat pada era tersebut yaitu dengan melakukan penyerangan terhadap
Afghanistan, negara yang dituduh Amerika serikat sebagai dalang teroris. Keputusan
dalam pengambilan kebijakan tersebut hanya selang waktu beberapa jam saja setelah
kejadian tersebut, sehingga menjadikan masyarakat dunia terutama negara muslim
berpikir bahwa hal tersebut kurang masuk akal, namun pemerintah Amerika Serikat
tetap pada pendiriannya yaitu melakukan penyerangan terhadap Afghanistan
meskipun banyak pula dari negara-negara lain terutama negara-negara Arab
mengecam tindakan tersebut. Maka muncullah berbagai protes dan demo dari
negara-negara yang kontra dengan tindakan AS tersebut. Akan tetapi langkah Amerika
Serikat sangat keras dalam melakukan kampanye melawan terorisme. Dalam mencari
dukungan tersebut Bush harus menawarkan iming-iming berupa bantuan asalkan
negara yang dibantu tersebut mau untuk berada dibarisan Amerika Serikat dalam
mengkampanyekan melawan terorisme. Sebut saja negara Indonesia yang juga
mendapat bantuan berupa uang lebih dari US$ 1miliar dan mencabut embargo
terhadap militer Indonesia, dan pernyataan kesanggupan dinyatakan oleh Megawati
presiden Indonesia pada waktu itu. Pernyataan tersebut disampaikan ketika Megawati
berkunjung ke negara Amerika Serikat 17 September 2001. Negara India dan juga
Pakistan mendapatkan janji dari Amerika Serikat berupa pencabutan sanksi bahwa
44
Sidik Jatmika, AS penghambat demokrasi membongkar politik standar ganda AS
kedua negara tersebut tidak lagi menjadi kepentingan keamanan nasional Amerika
Serikat.45
Akhirnya banyak dari negara-negara Arab yang enggan untuk melakukan
kerjasama dengan Amerika Serikat karena kebijakan hard power yang digunakan oleh
George W Bush. Kebijakan hard power yang lebih mengedepankan kemiliterannya
dalam merealisasikan kepentingan nasionalnya tentu akan sangat merugikan bagi
negara yang mengadakan hubungan dengan negara Amerika Serikat, kecuali apabila
kedua negara tersebut mempunyai tujuan yang sama.46
Dalam hal partai politik Amerika Serikat sangat didominasi oleh dua partai
besar, yaitu partai Republik dan partai Demokrat, namun dari partai mana saja
presiden tersebut terpilih, Amerika tetap menjalankan misinya yaitu mengedepankan
kepentingan nasionalnya diantaranya adalah mnguasai minyak. Timur tengah yang
menjadi pusat perhatian utama bagi Amerika Serikat tentu selalu menjadi bahan
pembicaraan disetiap pembuatan sebuah kebijakan luar negeri Amerika. Dari ketiga
faktor kondisi sosial, ekonomi, dan politik tersebut diatas secara garis besar Amerika
Serikat berada dalam keterpurukan dan berusaha untuk bangkit untuk memulihkan
keadaan dalam negerinya, yang pada masa itu Amerika Serikat dipimpin oleh
presiden George W Bush. Kebijakan yang diambil sangat kontradiktif dan tidak
banyak diterima oleh masyarakat internasional, yaitu sebuah kebijakan yang lebih
mengutamakan militer meskipun yang dilakukannya adalah demi memperbaiki
keamanan dalam negerinya. Untuk itu keadaan dalam negeri suatu negara sudah
barang tentu menjadi perhatian utama pemerintah dalam mengambil sebuah kebijakan
sebelum kebijakan tersebut disetujui oleh senat.
III. 1. b. Pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan
Kita tahu bahwa perkembangan studi hubungan internasional dewasa ini
sudah tidak lagi membahas masalah politik, pertahanan, dan keamanan saja.
Melainkan juga masalah hak-hak asasi manusia, ekonomi, lingkungan hidup dan juga
terorisme yang kini sangat mengundang perhatian masyarakat dunia karena masalah
teroris tersebut justru menjadi masalah yang paling utama dihadapi oleh
negara-negara di dunia.
Hubungan internasional (HI) kini mengalami perkembangan yang pesat,
seiring perkembangan tersebut maka aktor-aktor internasional tentu juga bertambah
banyak. Secara garis besar terdapat dua tipe aktor dalam Hubungan Internasional,47
yaitu aktor negara dan aktor non negara. Aktor non negara ini terdiri dari aktor
individu dan organisasi internasional. Pengaruh aktor individu ini akan terlihat
melalui sebuah kebijakan-kebijakan yang diambilnya, meski tidak terlalu terlihat
namun sedikit banyak mempunyai pengaruh pula dalam pemerintahan. Misalnya,
presiden, perdana menteri, dan lain-lain. Sebelum mempelajari tentang aktor non
negara maka perlu diketahui terlebih dahulu sedikit mengenai induk daripada aktor
non negara.
Dalam buku Pengantar Ilmu Hubungan Internasional karangan Anak Agung
Banyu Perwita dan Yanyan Mohammad Yani terdapat argumen dari Clive Archer
bahwa organisasi internasional adalah suatu struktur formal dan berkelanjutan yang
dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non
pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar
kepentingan bersama para anggotanya.48
47
Dalam buku Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 11. 48
Dikutip dalam buku Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani,
Organisasi internasional digolongkan menjadi dua, pertama yaitu organisasi
antar pemerintah (Inter Governmental Organization), yang beranggotakan delegasi
resmi pemerintah negara-negara, contoh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), WTO
(World Trade Organization). Kedua organisasi non pemerintah (Non Governmental
Organization) yang terdiri dari kelompok-kelompok swasta baik dalam bidang
keilmuan, ekonomi, humaniter contoh PMI (Palang Merah Internasional).
Non Government Organization (NGO)
NGO adalah suatu lembaga yang dihimpun oleh orang-orang swasta atau
publik dari berbagai kewarganegaraan. Tujuan utama dari NGO adalah melunakkan,
dan juga mempengaruhi subjek dari hukum internasional yang tidak lain adalah
negara melalui suatu kegiatan yang jangkauannya bisa meluas terhadap berbagai
negara.49 Dalam pengambilan sebuah kebijakan di Amerika juga tidak hanya
dipengaruhi oleh aktor negara saja, melainkan juga aktor non negara. Seperti MNC
(Multinational Corporation). MNC merupakan sebuah perusahaan yang memiliki
kantor pusat di suatu negara dan melakukan kegiatan-kegiatannya diberbagai negara.
Oleh sebab itu perusahaan ini bisa menjadi fokus kontroversi dalam suatu negara
karena kemampuannya yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah baik dalam
hal ekonomi maupun dalam hal politiknya.50 Diantara perusahaan-perusahaan yang
mempunyai peranan penting dalam perpolitikan di Amerika, misalnya adalah
perusahaan minyak. Perusahaan minyak di Amerika Serikat seperti Esso, Texaco,
Mobil, dan Socal.51
49
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global (Bandung: PT Alumni, 2005), h. 54. 50
Ibid,. h. 56
Awal mula dari keinginan Amerika Serikat untuk menguasai minyak di
Timur Tengah adalah yaitu ketika konsorsium perusahaan minyak terbesar di
Amerika Serikat ini mulai mendominasi dikawasan Timur Tengah yaitu ketika tahun
1930, waktu itu di Timur Tengah ditemukan ladang minyak dan menjadi rebutan
antara Amerika Serikat dengan Inggris. Akan tetapi karena Inggris mempunyai hutang
terhadap Amerika Serikat disebabkan atas kekalahannya melawan Jerman pada
Perang Dunia I maka kekuatan dan posisi Amerika Serikat jauh lebih kuat. Tahun
1933 Arab Saudi memberikan konsesi terhadap Arabian American Oil Compaany
(Aramco).52
Sebelum peristiwa WTC 11 September 2001, Amerika pada dasarnya telah
mengalami krisis yang sangat parah sehingga diperlukan langkah-langkah di dalam
negeri untuk mengatasi masalah tersebut, seperti Amerika mendorong kegiatan MNC
diluar negeri guna mempermudah untuk mengakses dan juga memperluas pasar-pasar
yang ada diluar negeri. Berangkat dari inilah perusahaan minyak memberikan
pengaruh yang besar dalam pengambilan kebijakan Amerika terutama agar
tercapainya keinginan dari perusahaan yang ingin mengeksplorasi minyak gas dan
non migas, mengingat Amerika Serikat juga sangat memerlukan minyak sebagai
pasokan dinegaranya demi memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Kepentingan yang mempengaruhi
Disebut kelompok kepentingan yang mempengaruhi (interest influence),
karena kelompok ini juga mampu memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
pengambilan sebuah kebijakan pada suatu negara, terutama pada negara yang
menganut sistem dwi partai atau lebih. Apabila suatu negara menganut sistem dua
52
partai atau lebih atau yang disebut dengan sistim politik terbuka maka interest
influence mempunyai kesempatan dan juga pengaruh yang sangat besar, namun
apabila negara tersebut menganut sistem satu partai atau sistem politik tertutup maka
interest influence akan sulit untuk masuk kedalam birokrasi pemerintahan tersebut.53
Seperti contoh di negara Amerika Serikat yang didominasi oleh dua
kekuatan partai besar yaitu partai Republik dan partai Demokrat. Partai Republik yang
cenderung lebih berhaluan militer sedangkan partai Demokrat yang lebih
mengedepankan diplomasi. Walaupun pada intinya kedua partai tersebut mempunyai
tujuan yang sama yaitu menunjukkan eksistensi Amerika Serikat sebagai negara
adidaya dan juga mempertahankan kepentingan nasionalnya. Baik dari partai
manapun presiden Amerika tersebut berasal namun kelompok kepentingan tetap
mempunyai pengaruh yang besar karena sudah tertanam kuat dalam negara tersebut,
terlebih kelompok kepentingan tersebut memiliki dana yang cukup besar. Misalnya di
Amerika Serikat adalah kelompok zionis. Kelompok zionis ini selalu mengedepankan
keinginannya dalam mewujudkan Israel sebagai sebuah negara yang berdiri sendiri
dengan melobi terhadap pemerintahan Amerika Serikat.54
Kelompok zionis ini akan memberikan kontribusi yang signifikan setiap
percaturan politik dalam pemilu di Amerika Serikat. Mereka mempunyai organisasi
yang sangat terkenal akan kepandaiannya dalam melobi pemerintahan Amerika
Serikat yaitu AIPAC atau American Israel Public Affairs Committee.55 AIPAC sangat
pandai dalam melobi dalam setiap kebijakan serta menduduki posisi yang sangat
strategis bagi anggotanya maka kebijakan luar negeri yang diambil oleh pemerintah
53
William D. Colplin, dan Marsedes Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah
Teoritis (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensido, 2003), h. 87. 54
Infiltrasi zionisme di AS bagian 3, diakses pada Rabu, 7 Maret 2012 dari http://www2.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/zionisme/infiltrasi-zion/tiga.htm
55“Kelompok Lobi Zionis Desak Obama untuk Serang Iran”
, (Koran Republika, Minggu 12
Pebruari 2012) diakses pada 11 Maret 2012 dari