• Tidak ada hasil yang ditemukan

Framing: Kebijakan Presiden Barack Obama Mengenai Perang di Afghanistan Pada Surat Kabar Republika dan Suara Pembaruan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Framing: Kebijakan Presiden Barack Obama Mengenai Perang di Afghanistan Pada Surat Kabar Republika dan Suara Pembaruan"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP.

(2) FRAMING: KEBIJAKAN PRESIDEN BARACK OBAMA MENGENAI PERANG DI AFGHANISTAN PADA SURAT KABAR REPUBLIKA DAN SUARA PEMBARUAN. OLEH NAMA. : CLAUDY ISABELLA. NIM. : 07120110037. FAKULTAS. : ILMU KOMUNIKASI. PROGRAM STUDI JOURNALISM. : MULTIMEDIA. SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom). UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA. TANGERANG.

(3) 2012.

(4) PENGESAHAN SKRIPSI FRAMING: KEBIJAKAN PRESIDEN BARACK OBAMA MENGENAI PERANG DI AFGHANISTAN PADA SURAT KABAR REPUBLIKA DAN SUARA PEMBARUAN. Oleh Nama. :. Claudy Isabella. NIM. :. 07120110037. Fakultas. :. Ilmu Komunikasi. Program Studi. :. Jurnalistik. Tangerang, Juli 2012 Pembimbing. (Bertha Sri Eko M., M. Si). Mengetahui: Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. (Bertha Sri Eko M., M. Si).

(5) PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI. Dengan ini saya Nama. :. Claudy Isabella. NIM. :. 07120110037. Fakultas. :. Ilmu Komunikasi. menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul “Framing: Kebijakan Presiden Barack Obama Mengenai Perang di Afghanistan Pada Surat Kabar Republika dan Suara Pembaruan” adalah karya tulis pribadi, bukan plagiat karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain maupun lembaga lain. Dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang menjadi rujukan dalam skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka..

(6) ABSTRAKSI Skripsi ini berjudul “Framing: Kebijakan Presiden Barack Obama Mengenai Perang di Afghanistan Pada Surat Kabar Republika dan Suara Pembaruan” membahas tentang pembingkaian kebijakan yang diambil Presiden Obama untuk melumpuhkan Osama bin Laden dan Alqaeda, yang identik dengan pelaku terorisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Republika dan Suara Pembaruan mengkonstruksikan langkah-langkah yang diambil Obama terkait perang di Afghanistan, usahanya melawan Osama bin Laden dan Alqaeda. Penelitian kualitatif ini menggunakan pisau analisis framing model Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Berdasarkan analisis framing tersebut, dapat diketahui bahwa Republika dan Suara Pembaruan melakukan pembingkaian terhadap isu kebijakan Obama tersebut sesuai dengan perspektif masing-masing. Republika cenderung menekankan pemberitaan pada ranah politik dan cenderung provokatif. Sedangkan Suara Pembaruan secara eksplisit mendukung kebijakan Presiden Obama memerangi terorisme, yakni Osama bin Laden dan Alqaeda, yang didasarkan pada prinsip peace journalism..

(7) ABSTRACT This thesis is titled "Framing: President Barack Obama's Policy Regarding the War in Afghanistan In Republika and Suara Pembaruan", discusses the framing of measures taken by President Obama to cripple Osama bin Laden and the Al-Qaeda, which is synonymous with terrorism. This study aims to determine how the Republika and Suara Pembaruan construct the steps taken by Obama linked the war in Afghanistan, also his efforts against Osama bin Laden and al Qaeda. This qualitative study used the framing analysis models of Zhondang Pan and Gerald M Kosicki. By framing the analysis, it can be seen that the Republika and Suara Pembaruan did the framing of the issue Obama's policies are in accordance with the perspective of each media. Republika tend to emphasize news on politics and quite provocative. While Suara Pembaruan explicitly support President Obama's policy of fighting terrorism, which is based on the principles of peace journalism..

(8) KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hikmat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini berjudul “Framing: Kebijakan Presiden Barack Obama Mengenai Perang di Afghanistan Pada Surat Kabar Republika dan Suara Pembaruan”. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Multimedia Nusantara. Mengingat terbatasnya pengetahuan, kemampuan akademik serta teknik penulisan, maka penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan. Terima kasih.. Tangerang, 5 Juli 2012. Penulis.

(9) DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ...................................................... ii ABSTRAKSI .....................................................................................................iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ v DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................................... 1 1.2. Rumusan Penelitian ............................................................................ 7 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7 1.4. Batasan Penelitian .............................................................................. 8 1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................. 8 BAB II KERANGKA KONSEP 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu.................................................................9 2.2 Kerangka Konsep ............................................................................. 10 2.2.1 Konstruksi Realitas Sosial ..................................................... 10 2.2.2 Konstruksi Realitas Sosial dan Media Massa ......................... 13 2.2.3 Framing ................................................................................ 17 2.2.3.1 Konsep Framing .............................................................. 17 2.2.3.2 Aspek Framing.. .............................................................. 23 2.2.3.3 Efek Framing .................................................................. 24 2.2.4 Konsep Berita ....................................................................... 24 2.2.4.1 Kriteria Berita ................................................................. 25 2.2.4.2 Kategori Berita ................................................................ 26 2.2.4.3 Unsur Berita .................................................................... 28 2.2.4.4 Nilai Berita...................................................................... 28 2.2.4.5 Faktor Produksi Berita ..................................................... 30 2.2.5 Kerangka Pemikiran .............................................................. 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian .................................................................................... 34 3.2 Metode Penelitian ................................................................................ 38 3.3 Unit Analisis ....................................................................................... 38 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 39 3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................... 40. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................... 44.

(10) 4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Republika ................................ 44 4.1.1.1 Visi dan Misi Republika ................................................... 45 4.1.1.2 Struktur Organisasi .......................................................... 46 4.1.1.3 Isi Surat Kabar ................................................................. 46 4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Suara Pembaruan ..................... 47 4.1.2.1 Visi dan Misi Suara Pembaruan ....................................... 48 4.1.2.2 Struktur Organisasi .......................................................... 48 4.1.2.3 Isi Surat Kabar ................................................................. 49 4.2 Analisis Data .................................................................................... 49 4.2.1 Hasil Penelitian Surat Kabar Republika .................................... 50 4.2.2 Hasil Penelitian Surat Kabar Suara Pembaruan ...................... 135 4.3 Hasil Penelitian .............................................................................. 231 4.3.1 Tabel Resume Surat Kabar Republika ..................................................... 231 4.3.2 Tabel Resume Surat Kabar Suara Pembaruan ......................... 241 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 254 5.2 Saran .............................................................................................. 257 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran I Berita Republika Lampiran II Berita Suara Pembaruan.

(11) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Isu-isu tentang kebijakan presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, terkait perlawannya terhadap Osama bin Laden mendapat perhatian di media massa, baik itu media massa luar negeri maupun dalam negeri. Di Indonesia sendiri, banyak media massa cetak yang menjadikan berita terkait isu kebijakan Obama tersebut sebagai berita utama. Obama terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat, sekaligus sebagai presiden yang memiliki latar belakang muslim. Obama menggantikan pemerintahan Bush yang tidak diminati warga AS maupun dunia akibat kebijakan invasinya terhadap Irak. Pada 2002, Presiden George Walker Bush mengeluarkan kebijakan perang yang fenomenal, yaitu invansi ke Irak yang tidak berhubungan dengan insiden 9/11 (Obama, 2008: 296). Bush beralasan bahkan mengidentikkan terorisme dengan kaum Muslim ekstrimis, sehingga ia mengupayakan perlawanan terhadap negara-negara Muslim semacam Irak, Iran, dan Afganistan, yang dinilai menjadi sarang teroris. Kebijakan-kebijakan terhadap negara-negara Islam tersebut mengakibatkan berkembangnya asumsi Amerika Serikat sebagai negara yang anti-Islam (Bulman, 2011: 75). Obama kemudian menggantikan posisi Bush sebagai presiden AS ke-44 pada November 2008. Obama dianggap mampu membawa perubahan bagi.

(12) Amerika Serikat dan dunia, terutama bagi negara-negara Muslim, di kawasan Timur Tengah tempat pemerintahan Bush melakukan kebijakan melawan terorisme (Wibowo, 2009: 238). Terlebih, Obama terlahir dari keluarga yang berlatar belakang Muslim, sehingga kemenangan Obama menjadi euforia bagi warga di negara-negara tersebut. Bagi Obama, Muslim bukan lah musuh AS, sehingga kebijakan perang yang terjadi di negara-negara Muslim kawasan Timur Tengah harus diakhiri (Obama, 2007: 76). Sejak terjadi aksi teror yang dilakukan kaum Islam ekstrimis terhadap World Trade Center pada 11 September 2001, warga Muslim di Amerika terkena imbasnya (Gomez dan Smith, 2003: xxv). Kaum muslim tersebut sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Pemberitaan media massa AS pun juga sering menyudutkan dan mengaitkan Islam dengan kelompok teroris. Terlebih mengenai Al Qaeda dan pimpinannya, Osama bin Laden, yang menjadi dalang insiden 9/11, media massa di AS sangat provokatif dalam merekonstruksikan pemberitaannya. Kebijakan melawan terorisme yang dikeluarkan Bush, digunakan untuk membenarkan serangkaian kebijakan kontroversial di AS, seperti pengamanan ekstra ketat di kantor imigrasi, pembatasan kebebasan sipil, meningkatkan anggaran untuk militer dan intelijen, dsb (Gomez dan Smith, 2003: xxvii). Insiden 9/11 menjadi titik balik bagi pemerintah AS dalam menggempur jaringan-jaringan teroris. Hal tersebut sedikit banyak juga mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh Barack Obama dalam melawan Osama bin Laden yang diidentikkan sebagai tokoh teroris dunia dan otak aksi teror 9/11..

(13) Dengan terpilihnya Obama, masyarakat dunia seolah mendapatkan sebuah harapan baru. Termasuk media massa yang gencar memberitakan visi dan misi Obama mengenai perubahan terhadap citra Amerika. Kemenangan Obama menjadi headlines di berbagai media massa di seluruh dunia. Obama menilai kebijakan luar negeri yang dilakukan Bush salah sehingga harus dibenahi. Dan prioritas Obama terkait kebijakan keamanan nasional, yakni membunuh Osama bin Laden dan menghancurkan Al Qaeda (Wibowo, 2009: 16). Menurut Obama, yang seharusnya diperangi bangsa Amerika adalah Osama bin Laden dan jaringan teroris yang dipimpinnya, Al Qaeda (Wibowo, 2009: 239-240). Tentu saja kebijakan-kebijakan Obama tersebut merupakan sebuah isu dengan news value tinggi dan diberitakan oleh media. Republika, pada kolom internasional, mengangkat salah satu berita terkait kebijakan Obama melawan Osama pada edisi 3 Juli 2009. Surat kabar Republika memuat sebuah artikel berita yang berjudul “AS Gelar Operasi Khanjar”. Judul ini ditulis dalam huruf besar disertai gambar ilustrasi yang menjelaskan situasi tersebut, serta hampir mengisi satu halaman penuh surat kabar tersebut. Begitu pula pada harian Suara Pembaruan. Pada edisi yang sama, kolom internasional media massa ini juga memuat berita serupa dengan judul “Operasi Khanjar Dimulai Satu Marinir AS Tewas”. Artikel berita ini juga disertai gambar yang memperlihatkan tentara Marinir AS bertempur dengan kelompok Taliban di provinsi Helmand, Afganistan. Sebagaimana. diketahui,. media. massa. berperan. penting. dalam. menyebarkan informasi dan berita. Masyarakat dapat mengakses berita dari segala.

(14) penjuru dunia tanpa batasan. Kejadian di suatu negara dapat tersebar secara meluas dalam waktu yang bersamaan di negara lainnya. Selain berfungsi sebagai agen penyebar informasi, media massa juga berperan untuk mendidik dan menghibur masyarakat serta mempengaruhi masyarakat. Fungsi mempengaruhi khalayak ini merupakan fungsi vital media massa. Sebab melalui pemberitaannya, media massa secara halus menggiring khalayak untuk memiliki cara pandang yang sama dengan perspektif media massa tersebut (Effendy, 2000:150). Menurut. pandangan. positivis,. media. dianggap. sebagai. saluran. penyampaian informasi. Sedangkan pandangan konstruktivis, melihat media massa juga berperan sebagai agen yang mengkontsruksi pesan (Eriyanto, 2002: 39). Mengkonstruksi pesan di sini berarti bagaimana cara media melihat sebuah isu, kemudian diberitakan dan ditafsirkan secara aktif oleh individu sebagai penerima. Oleh sebab itu berita bukanlah realitas alami melainkan merupakan hasil konstruksi dari realitas yang melibatkan ideologi media dan nilai-nilai yang dianut wartawan sebagai pembuatnya. Pemilihan isu yang akan diangkat sebagai berita pun tidak luput dari perhatian. Hanya isu yang dianggap bernilai tinggi saja yang pantas dijadikan berita dan disiarkan ke khalayak umum. Aspek nilai berita tersebut menjadi acuan bagi para awak media dalam memilih, meliput, dan melaporkan berita. Ada 11 poin yang menjadi nilai berita untuk menentukan layak tidaknya sebuah peristiwa disiarkan (Sumadiria, 2005: 80-91), yakni: keluarbiasaan (unsualness), kebaruan (newnesss), akibat (impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), informasi.

(15) (information),. orang. penting. (prominence),. konflik. (conflict),. kejutan. (surprising), ketertarikan manusiawi (human interest), dan seks (sex). Berita isu kebijakan Presiden Barack Obama mengenai perang di Afghanistan sedikitnya memiliki tiga aspek nilai berita, yaitu orang penting (prominence), konflik (conflict), informasi (information). Serta menyita perhatian berbagai kalangan di Indonesia, sebab selain sebagai representasi AS, tokoh dunia, maupun representasi Islam, Barack Obama juga memiliki kedekatan dengan warga Indonesia sebab pernah menghabiskan 4 tahun masa kecilnya di Jakarta. Oleh karenanya, isu tersebut layak untuk dijadikan berita. Peran media massa adalah menemukan informasi baru (fresh) yang berkaitan dengan ketertarikan publik, kemudian menyiarkannya secepat dan seakurat mungkin dalam pemberitaan yang jujur dan berimbang (Randall, 1996: 20). Tentu saja berita terkait kebijakan Obama menjadi isu yang sensitif dan menarik minat publik sehingga diekspos media di seluruh dunia, tak terkecuali media-media nasional di Indonesia. Republika dan Suara Pembaruan adalah dua dari sekian banyak koran nasional di Indonesia yang memuat isu kebijakan Obama terkait perlawanannya terhadap terorisme dalam perang Afghanistan. Kedua surat kabar tersebut memiliki pemahamannya masing-masing dalam membingkai isu kebijakan anti-teror Barack Obama. Menurut pemahaman penulis, Republika yang bernafaskan nilai-nilai Islami cenderung skeptis terhadap kebijakan yang diambil Obama, sedangkan Suara Pembaruan dalam membingkai pemberitaannya terkesan lebih pro dan positif terhadap langkah-langkah Barack Obama tersebut..

(16) Pemberitaan mengenai kebijakan Obama dalam melawan terorisme di Afghanistan, yang dikabarkan oleh kedua media tersebut tentu sangat menarik untuk dianalisis. Sebab, kedua media tersebut memproklamirkan diri sebagai sebuah media yang mendasarkan pemberitaannya sesuai perspektif agama. Harian Republika sebagaimana diketahui, adalah sebuah koran Islam yang mencoba menghadirkan pemberitaan dalam kerangka Islami (Keller, 2008: 82). Oplah surat kabar ini sendiri sudah mencapai lebih dari 200.000 eksemplar per hari bahkan Republika menduduki posisi kedua terbesar sebagai media dengan pembaca berusia produktif dan berdaya beli lebih serta menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia. Ada pun surat kabar Suara Pembaruan merupakan koran sore terbesar yang beredar di daerah Jabodetabek (85%) dan kota-kota besar lain di Indonesia (15%) serta menyasar pembaca golongan menengah ke atas. Selain itu, Suara Pembaruan adalah surat kabar yang bernafaskan Kristiani. Hal inilah yang menjadi alasan penulis memilih kedua media massa sebagai objek penelitian. Sebagai surat kabar yang disegmentasikan untuk kaum Muslim, tentu pengkonstruksian berita kebijakan Obama melawan Osama bin Laden sesuai dengan perspektif Islam. Begitu pula sebaliknya, sebagai koran Kristen, Suara Pembaruan membingkai berita terkait kebijakan Obama tersebut menurut sudut pandang Kristiani. Karena memiliki dasar yang berbeda, tentu konstruksi pemberitaan terhadap sebuah isu dari kedua media tersebut juga berbeda. Dalam studi ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang; “Bagaimana sebuah isu,.

(17) yakni kebijakan Obama sebagai presiden AS dalam memerangi terorisme melalui perang Afghanistan dibingkai oleh surat kabar Republika dan Suara Pembaruan?”. 1.2 Rumusan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis ingin menganalisis pengkonstruksian berita mengenai kebijakan Barrack Obama selaku presiden AS dalam menghadapi aksi terorisme melalui perang Afghanistan yang diberitakan surat kabar Republika dan Suara Pembaruan. Hal ini menarik untuk diteliti sebab kedua media tersebut masing-masing memiliki cara melihat, menyeleksi, menekankan, dan menulis kembali isu tersebut. Terlebih, kedua surat kabar ini mempunyai perspektif yang berbeda, yaitu Islam dan Kristen. Berangkat dari dasar tersebut, maka penelitian ini berupaya untuk menjawab permasalahan berikut ini: (a) Bagaimana surat kabar Republika dan Suara Pembaruan membingkai berita tentang kebijakan Presiden AS Barack Obama terhadap perang di Afghanistan.. 1.3 Tujuan Penelitian Ada pun tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah: (a) Untuk mengetahui bagaimana koran Republika dan Suara Pembaruan membingkai berita mengenai kebijakan Obama sebagai presiden AS dalam perang melawan terorisme di Afghanistan..

(18) 1.4 Batasan Penelitian Sebagai salah satu orang nomor satu dunia, hal-hal yang berkaitan dengan Obama diekspos oleh media. Terlebih setiap kebijakannya dalam melawan aksi terorisme. Berita mengenai Obama dikabarkan secara meluas, sehingga penulis merasa perlu untuk melakukan pembatasan penelitian. Dalam hal ini, penulis hanya. akan. meneliti. bagaimana. Republika. dan. Suara. Pembaruan. mengkonstruksikan berita tentang kebijakan Obama yang terkait dengan perlawanan terhadap teror. Penelitian dibatasi hanya pada artikel berita terkait isu kebijakan Obama melawan Osama dalam harian Republika dan Suara Pembaruan pada periode Juli – Desember 2009.. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis kali ini adalah: (a) Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah kajian ilmu komunikasi dengan model-model pembingkaian berita di media massa khususnya surat kabar Republika dan Suara Pembaruan. Serta bermanfaat bagi pengembangan penelitian terkait dengan media massa. (b) Secara praktis, penulis berharap penelitian ini berguna untuk membantu penelitian dengan topik serupa, sekaligus sebagai acuan referensi guna memahami ideologi di balik pemberitaan media..

(19) BAB II KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang kebijakan presiden AS dalam memerangi terorisme sebelumnya juga telah dilakukan. Salah satunya skripsi karya Satya Adhi Wijaya dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2009, yang berjudul “Politik Luar Negeri Amerika Serikat Di Bawah Pemerintahan Presiden Obama terhadap Afganistan Dalam Memerangi Terorisme.” Dalam penelitian tersebut, diungkapkan bahwa politik luar negeri Obama masih tetap mengandalkan kekuatan militer sama seperti presiden sebelumnya. Namun dalam menjalankan kebijakannya, Obama secara persuasif membentuk opini publik untuk berpihak padanya. Peneliti menarik kesimpulan bahwa Barack Obama cukup membawa perubahan dalam hal menjaring keberpihakan warga dunia maupun Afganistan dan Amerika Serikat sendiri padanya. Meskipun sebenarnya kebijakan melawan terorisme yang dilakukan Obama tidak jauh berbeda dengan Bush yaitu menggunakan pasukan bahkan menambah jumlahnya dalam upaya menggempur Taliban di Afganistan. Analisis Satya Adhi Wijaya mengenai kebijakan luar negeri Barack Obama terhadap Afganistan adalah salah satu contoh kebijakan yang dilakukan pemerintahan AS dalam memerangi terorisme terutama kelompok teroris Taliban. Pada penelitian ini, isu kebijakan pemerintah Amerika Serikat dalam memerangi terorisme diangkat oleh dua media massa nasional yakni Republika.

(20) dan Suara Pembaruan. Konstruksi berita tentang Presiden Obama yang mengeluarkan kebijakan guna fokus memerangi Osama bin Laden sebagai gembong teroris dunia diberitakan secara intensif oleh kedua media massa tersebut.. 2.2 Kerangka Konsep Pada sub bab ini peneliti mengemukakan beberapa konsep yang mendukung penelitian. Konsep adalah abstraksi yang mewakili suatu obyek dan sifatnya serta fenonema tertentu. Konsep merupakan sebuah kata yang melambangkan suatu gagasan (Mas’oed, 1990: 109) . Ada pun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep konstruksi realitas sosial media massa, konsep framing, serta konsep berita.. 2.2.1 Konstruksi Realitas Sosial Salah satu teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan pemberitaan di media massa terkait dengan isu-isu peristiwa tertentu, penulis menggunakan teori konstruksi realitas sosial. Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai sebuah proses sosial yang terjadi melalui tindakan dan interaksi, di mana individu menciptakan suatu realitas yang dialami bersama secara kontinyu dan subjektif (Poloma, 1994: 56). Teori ini berakar dari paradigma konstruktivis yang memandang realitas sosial sebagai kontsruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Individu kemudian membangun sendiri.

(21) pengetahuan atas realitas yang dialami itu berdasarkan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Hal ini lah yang disebut sebagai konstruksi sosial oleh Berger dan Luckmann. Berikut ini ada beberapa asumsi dasar yang dapat memaparkan teori konstruksi sosial Berger dan Luckman (Sobur, 2001: 91): (a) Realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi. sosial. yang. dilakukan. terhadap. dunia. sosial. di. sekelilingnya. (b) Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran tersebut timbul bersifat berkembang dan dilembagakan. (c) Kehidupan masyarakat dikonstruksikan secara kontinyu. (d) Ada perbedaan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang ada di dalam kenyataan dan memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung pada kehendak individu sendiri. Sedangkan pengetahuan diartikan sebagai sebuah kepastian bahwa realitas-realitas tersebut. nyata (real) dan mempunyai. karakteristik yang spesifik.. Peter L. Berger dan Thomas Luckmann berpendapat bahwa realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Realitas ada karena dikonstruksikan secara sosial (reality is socially contructed). Berangkat dari gagasan tersebut, keduanya berpendapat bahwa institusi masyarakat itu ada (baik itu konstan atau pun berubah), semuanya bergantung pada tindakan dan interaksi manusia. Meski institusi sosial terlihat.

(22) nyata secara obyektif, namun sebenarnya semua hal tersebut dibangun dalam definisi subyektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru dapat tercapai melalui penegasan berulang-ulang dari individu lain yang memiliki definisi subyektif yang sama (Sobur, 2001: 91). Berger menemukan konsep diakletik dalam menghubungkan aspek subyektif dan objektif, atau lebih dikenal sebagai proses eksternalisasi – objektivasi – internalisasi (Basrowi, 2002: 206). Berikut penjabaran proses tersebut: (a) Ekternalisasi atau “society is a human product” Dipahami sebagai penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural merupakan sebuah produk manusia. Dengan kata lain, eksternalisasi merupakan usaha manusia untuk mengekspresikan diri di dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik (Bungin, 2006: 198). (b) Objektivasi atau “society is an objective reality” Dipahami sebagai interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang mengalami proses institusionalisasi. Objektivasi adalah hasil yang dicapai dari kegiatan eksternalisasi manusia. Misalnya, manusia menciptakan untuk mempermudah hidupnya. Alat tersebut merupakan kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia. Alat tersebut menjadi realitas yang objektif (Berger dan Luckmann, 1990: 100). (c) Internalisasi atau “man is a social product”.

(23) Dipandang sebagai bagaimana individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial, di mana individu menjadi anggotanya (penyerapan kembali dunia obyektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subyektif individu. juga. dipengaruhi oleh struktur dunia sosial). Hal ini dipahami dengan individu mengambil alih dunia di mana sudah ada orang lain. Dalam proses pengambil alihan tersebut, individu dapat memodifikasi dunia, bahkan menciptakan ulang dunia (Bungin, 2008: 19).. Berger berpendapat bahwa realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, maupun tiba-tiba ada, melainkan hasil bentukan atau konstruksi. Hal tersebut mengakibatkan sebuah realitas berwajah ganda, karena setiap individu memiliki perspektif (yang dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, pendidikan, preferensi, budaya, dll) tertentu dalam menafsirkan realitas sosial tersebut, termasuk dalam menafsirkan isu kebijakan presiden AS Barrack Obama dalam melawan Osama dan Al Qaeda.. 2.2.2 Konstruksi Realitas Sosial dan Media Massa Media tidak hanya sebagai penyalur informasi melainkan juga sebagai agen konstruksi. Media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mengkonstruksikan realitas. Berita yang terdapat di media massa bukanlah cerminan realitas sosial yang sesungguhnya, melainkan hasil konstruksi media. Artikel-artikel berita yang tersaji di sebuah surat kabar adalah sebuah produk dari.

(24) pembentukan realitas oleh surat kabar tersebut. Media berperan menentukan cara pandang khalayak dalam melihat suatu peristiwa. Apa yang dilihat dan dianggap penting oleh media, itu pula lah yang akan dilihat dan dianggap penting oleh khalayaknya (Eriyanto, 2007: 17). Berangkat dari konsep tersebut, lahirlah perspektif “konstruksi realitas sosial media massa”. Menurut perspektif ini, proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui tiga tahap yang berlangsung secara berurutan. Pertama, tahap menyiapkan materi konstruksi; kedua, tahap sebaran konstruksi; ketiga, tahap pembentukan konstruksi; keempat, tahap konfirmasi (Bungin, 2006: 207). Berikut penjelasan mengenai proses tahapan tersebut: (a) Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi Mempersiapkan materi yang akan dikonstruksi merupakan tugas redaksi sebuah media massa, yang berhubungan langsung dengan desk editor. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial, yaitu: Pertama, keberpihakan media massa kepada kapitalisme (media digunakan kaum kapitalis sebagai mesin pencipta uang dan pelipatgandaan modal); kedua, keberpihakan semu kepada masyarakat (baik simpati, empati, dan berbagai pastisipasi untuk masyarakat berujung pada tujuan “menjual berita” dan “menaikkan rating”); serta ketiga, keberpihakan kepada kepentingan umum. (b) Tahap Sebaran Konstruksi Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi yang diterima khalayak harus diterima secara cepat dan tepat.

(25) sesuai agenda media. Sesuatu yang dianggap penting oleh media, makan akan menjadi penting pula bagi audiens. Media mengarahkan audiens mengenai “what to think?” (c) Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas Tahap pembentukan konstruksi berlangsung melalui dua tahap, yakni: i. Tahap pembentukan konstruksi realitas Dibagi menjadi tiga sub tahap: realitas konstruksi pembenaran; kesediaan dikonstruksi oleh media massa; media massa menjadi pilihan konsumtif. Tahap pertama, adalah apa yang disajikan oleh media massa, cenderung selalu dibenarkan oleh masyarakat. Tahap kedua, merupakan sikap generik dari tahap pertama. Dengan menjadi pembaca atau pemirsa media massa berarti bersedia pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga, menjadikan konsumsi media massa sebagai sebuah habit, audiens bergantung pada media massa. Media massa adalah bagian dari kebiasaan hidup yang tidak dapat dipisahkan. ii. Tahap pembentukan konstruksi citra Tahapan ini merupakan bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi, yang terdiri dalam dua model, yaitu model good news dan model bad news..

(26) Model good news, mengkonstruksikan berita sebagai sebuah pemberitaan yang baik, mencitrakan hal positif terhadap objek pemberitaan (berita positif). Model bad news, mengkonstruksikan citra buruk pada objek pemberitaan, cenderung mengkonstruksikan kejelekan dari objek pemberitaan (berita negatif).. (d) Tahap Konfirmasi Merupakan tahapan di mana media massa maupun audiens memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi. Tahap ini penting bagi media maupun audiens-nya. Bagi media, hal ini penting karena merupakan bagian di mana media berargumen mengenai alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi audiens, melalui tahap ini audiens dapat menjelaskan keterlibatan mereka dalam proses konstruksi sosial.. Namun pada kenyataannya, realitas sosial sendiri dapat berdiri tanpa kehadiran individu (baik di dalam maupun di luar realitas tersebut). Individu mengkonstruksi realitas sosial, merekonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas tersebut berdasarkan subyektivitas individu lain dalam lingkup sosialnya. Wartawan dari masing-masing institusi media memiliki pandangan yang berbeda-beda. Konstruksi realitas sosial media massa memandang bahwa berita.

(27) bukan lah peristiwa atau fakta yang riil, melainkan sebuah produk/hasil interaksi antara wartawan dengan fakta (Eriyanto, 2002: 17).. 2.2.3 Framing Framing adalah usaha media–dan usaha kelompok yang punya akses ke media–untuk mendefinisikan sebuah realitas sosial; yang tidak dilakukan secara terang-terangan, eksplisit, dan vulgar, melainkan dilakukan melalui penyajian yang mengesankan objektivitas, seimbang, serta sikap non-partisan. Meskipun demikian, tetap saja dapat menggiring khalayak/audiens untuk melihat dan mendefinisikan. sebuah. realitas. tersebut. dalam. bingkai. tertentu,. dari. perspektif/sudut pandang tertentu, dengan simbol-simbol bahasa tertentu, bahkan menggunakan sistem logika tertentu pula (Sudibyo, 2001: 186). Dengan konsep ini, penyajian realitas di mana kebenaran tentang sebuah kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek tertentu (Sudibyo, 2001: 186).. 2.2.3.1 Konsep Framing Gagasan framing pertama kali dicetuskan oleh Beterson pada tahun 1955 (Sudibyo, 1999: 23). Pada awalnya, frame digunakan sebagai struktur kontekstual yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, wacana, dan menyediakan kategori standar untuk mengapresiasi sebuah realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Goffman yang beranggapan bahwa frame sebagai kepingan-.

(28) kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sudibyo, 1999: 24). Konsep framing dipakai untuk menggambarkan proses penyeleksian aspek-aspek tertentu sebuah realita oleh media. Dalam perspektif komunikasi, analisis. framing. digunakan. untuk. mengetahui. ideologi. media. ketika. mengonstruksikan fakta/realitas. Cara kerja konsep framing adalah dengan melakukan seleksi dan menonjolkan fakta tertentu dari suatu realitas sehingga bagian yang terekspos tersebut lebih diingat dan mengiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Singkatnya, framing adalah cara pandang/perspektif wartawan dalam menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut pada akhirnya menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta ke mana arah berita tersebut (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis, 1999:21). Penonjolan bagian tertentu diartikan sebagai upaya membuat sebuah informasi menjadi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Penonjolan memperbesar kemungkinan penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memproses dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya, pengulangan, mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal. Ada pun proses penonjolan aspek tertentu sangat berkaitan dengan kategori dan stereotip (kumpulan ide dalam mental) yang memberi pedoman seseorang untuk memproses informasi (Siahaan, et al., 2001: 78-79)..

(29) Menurut Erving Goffman (Siahaan, et al., 2001: 76-77), konsep framing melestarikan kebiasaan kita yang secara aktif mengklasifikasi, mengorganisasi, dan. menginterpretasikan. memahaminya.. Proses. pengalaman-pengalaman interpretasi. itu. disebut. hidup sebagai. sehingga. dapat. frames,. yang. memungkinkan individu melokalisasi, mengidentifikasi, dan memberi label pada setiap peristiwa maupun informasi. Ada pun Gitlin, mendefinisikan frame sebagai sebuah seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat. Menurutnya, frames memungkinkan para jurnalis memproses informasi secara cepat dan rutin, kemudian mengemasnya untuk disiarkan pada khalayak. Ahli framing berikutnya, Entman, melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas (Triputra, 2000: 412). Persepektif wartawan lah yang akan menentukan fakta apa saja yang akan dipilih, ditonjolkan, dan dibuang. Dan perspektif tersebut sangat ditentukan oleh nilai serta ideologi yang dianut oleh wartawan. Dalam analisisnya, Entman memiliki empat elemen untuk menganalisis berita. Elemen pertama adalah define problems, yakni bagaimana wartawan melihat isu atau peristiwa. Elemen kedua adalah diagnose cause yang didgunakan untuk membingkai siapa atau apa penyebab dari suatu peristiwa. Selanjutnya, make moral judgement digunakan untuk memberikan argumentasi pada definisi masalah. yang. telah. dibuat.. Sedangkan. elemen. terakhir,. treatment. recommendation digunakan untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan untuk menyelesaikan masalah (Eriyanto, 2002:189-192)..

(30) Penonjolan aspek tertentu atas realitas membuat realitas tersebut menjadi lebih bermakna. Realitas yang disajikan dalam porsi yang lebih besar/ditonjolkan memiliki peluang lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas. Framing dilakukan dengan cara menyeleksi sebuah isu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, seperti penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, halaman depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, maupun penggunaan label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan. Setiap peristiwa yang dianggap menarik minat pembaca, selalu ditempatkan pada bagian headline atau di halaman muka. Sebab berita yang menjadi headline atau berita-berita yang ada di halaman depan lah yang memicu orang untuk membaca atau membeli surat kabar (Rivers and Matthews, 1994: 43). Membuat “bingkai” atau frame, adalah dengan menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu tekas yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kasual, evaluasi moral, dan merekomendsaikan penanganannya (Siahaan, 2001: 80-81). Sedangkan Gamson dan Modigliani menyebut sebagai framing sebagai sebuah kemasan yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Keduanya melihat frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dan peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana (Nugroho, Eriyanto,.

(31) Surdiasis, 1999: 21). Ada dua perangkat yang digunakan dalam framing Gamson dan Modigliani, yaitu framing device (perangkat framing) dan reasoning device (perangkat penalaran). Framing device berhubungan dengan bingkai yang ditekankan dalam teks berita, yang ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, grafik/gambar. maupun. metafora. tertentu.. Sedangkan. reasoning. device. berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks berita yang merujuk pada gagasan tertentu (Eriyanto, 2002: 227). Adapun framing menurut Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki menggunakan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing, yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Model framing ini mengasumsikan bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide, bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Sobur, 2009: 175). Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa yang dapat diamati melalui pilihan headline, lead, sumber yang dikutip serta latar informasi yang dijadikan sandaran. Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana strategi bercerita yang digunakan wartawan dalam mengemas peristiwa. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya terhadap peristiwa ke dalam proposisi dan kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Sedangkan struktur retoris berhubungan dengan pemilihan kata, idiom, grafik, serta gambar yang digunakan untuk memberi penekanan tertentu dalam berita (Sobur, 2009: 176)..

(32) Meskipun masing-masing ahli memiliki definisi berbeda dalam penekanan dan pengertian, tetap saja ada titik singgung utama dari definisi framing tersebut. Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Hasil akhir dari proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, yakni adanya bagian tertentu yang lebih menonjol dan dikenal dari sebuah realitas. Dampaknya, hanya aspek tertentu yang ditonjolkan media lah yang mudah dikenali masyarakat, sedangkan aspek yang tidak disajikan menonjol, atau bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupa dan tidak diperhatikan audiens. Framing merupakan sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Framing menentukan bagaimana realitas hadir di hadapan khalayak. Apa yang kita ketahui dari sebuah realitas pada dasarnya bergantung pada bagaimana kita mem-framing-kan peristiwa tersebut. Framing dapat mengakibatkan satu persitiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang berbeda sesuai dengan perspektif masing-masing individu (dalam hal ini wartawan). Satu realitas yang sama dapat secara radikal berbeda jika wartawan mempunyai frame yang berbeda dalam melihat realitas tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita. Salah satu prinsip framing, yakni wartawan harus dapat menerapkan standar kebenaran, objektif, serta batasan tertentu dalam mengolah dan menyuguhkan berita. Sebab dalam mengkonstruksi realitas, wartawan atau awak media cenderung melibatkan pengalaman serta pengetahuannya..

(33) Dalam kaitannya dengan proses produksi berita, framing menentukan bagaimana sebuah peristiwa dilihat, diliput, dan dibuat, dan dilaporkan wartawan yang dituangkan dalam bentuk teks/artikel berita.. 2.2.3.2 Aspek Framing Ada dua hal yang mendasar dalam framing, yaitu proses pemilihan fakta dan proses menuliskan fakta (Eriyanto, 2002: 69-70). Proses pemilihan fakta didasarkan pada asumsi bahwa awak media tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam proses memilih fakta ada dua kemungkinan, yakni apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Penekanan aspek tertentu dilakukan dengan memilih sudut pandang tertentu (angle tertentu), memilih suatu fakta dan melupakan fakta lainnya, memberitakan suatu aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Dampaknya, pemahaman dan konstruksi terhadap suatu realitas/peristiwa mungkin berbeda antara media satu dengan yang lainnya. Proses kedua yakni menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang telah dipilih tersebut disajikan kepada khalayak. Selain itu juga berhubungan dengan bagaimana fakta yang sudah dipilih itu ditekankan dengan perangkat tertentu seperti penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan atau bagian belakang), memberikan pengulangan, penggunaan grafis guna mendukung dan memperkuat penonjolan, penggunaan label tertentu ketika menggambarkan peristiwa maupun aktor yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya. Pemilihan kata, kalimat maupun foto atau.

(34) gambar merupakan implementasi dari pemilihan aspek tertentu terhadap realitas. Dampaknya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi lebih terlihat, liebih diingat, dan mendapat perhatian lebih besar dibanding aspek lainnya (Eriyanto, 2002: 70).. 2.2.3.3 Efek Framing Melalui penjabaran konsep framing sebelumnya, secara eksplisit dapat terlihat efek dari framing, yaitu realitas yang kompleks disajikan secara sederhana untuk konsumsi khalayak. Sebab informasi dari realitas-realitas tersebut telah dikonstruksi demi kemudahan pembaca. Penonjolan isu melalui proses framing pada akhirnya membentuk opini masyarakat, karena masyarakat digiring untuk melihat aspek yang telah disuguhkan oleh media. Aspek di luar penyajian media tidak akan dilihat bahkan tidak diketahui khalayak. Begitu pula dengan Republika dan Suara Pembaruan dalam memberitakan isu kebijakan Presiden AS Barrack Obama melawan Osama dan jaringan Al Qaeda. Masing-masing media tersebut memiliki sudut pandang dan konstruksi berbeda sesuai kebijakan redaksionalnya. Sehingga opini publik yang terbentuk dari pembaca kedua surat kabar tersebut pun bisa jadi berbeda. Dengan menciptakan opini publik, maka khalayak dapat dimobilisasi dan digerakkan sehingga sepaham dengan cara pandang media (Eriyanto, 2002: 142).. 2.2.4 Konsep Berita Berita adalah sebuah peristiwa/informasi yang memiliki nilai berita dan dilaporkan melalui media massa, baik cetak maupun elektronik (Lesmana, 2007:.

(35) 17). Berita didefinisikan sebagai sebuah laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang ingin diketahui khalayak umum, bersifat aktual, terjadi di lingkungan pembaca, mengenai tokoh terkemuka, serta mempunyai efek/siginifikansi bagi pembaca. Tidak semua yang termuat dalam surat kabar disebut sebagai berita, misalnya iklan dan resep masakan. Yang disebut sebagai berita ialah laporan tentang sebuh peristiwa. Peristiwa tidak akan menjadi sebuah berita bila tidak dilaporkan/disiarkan (Basuki, 1983: 1). Berita juga didefinisikan sebagai sebuah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau media online internet (Sumadiria, 2005: 65). Ada juga yang menyebut berita (news) merupakan informasi yang berasal dari empat penjuru mata angin, (N)orth-(E)ast-(W)est-(S)outh. Ada juga yang beranggapan NEWS sebagai bentuk plural dari NEW (baru). Oleh karena itu, berita harus selalu terkait dengan peristiwa atau hal-hal yang baru dan dianggap menarik khalayak (Ibrahim, 2007:4). Sebuah berita itu tidak hanya berkaitan dengan peristiwa yang tidak biasa/unik dan fresh semata, melainkan juga berhubungan dengan general interest (kepentingan/perhatian/minat publik).. 2.2.4.1 Kriteria Berita Tidak semua fakta dan peristiwa dapat dijadikan berita. Ada kriteria tertentu agar sebuah fakta dapat diangkat menjadi berita, yaitu aktual, faktual, penting, menarik (Lesmana, 2007: 18-19)..

(36) Pertama,. fakta/peristiwa. tersebut. harus. aktual. (baru),. artinya. fakta/peristiwa memberi pemahaman pada pembaca tentang informasi yang tidak diketahui sebelumnya. Kedua, fakta/peristiwa harus faktual (nyata), artinya informasi tersebut harus benar-benar terjadi, bukan rekayasa. Baik itu kejadian/peristiwa, pendapat atau pernyataan narasumber bukan rekayasa. Ketiga, fakta/peristiwa tersebut harus menyangkut kepentingan orang banyak. Keempat, fakta/peristiwa yang diberitakan harus menarik, mengundang orang untuk membaca (menghibur, aneh, menyentuh emosi).. 2.2.4.2 Kategori Berita Kategori berita terbagi menjadi dua jenis, yaitu berita berat (hard news) dan berita ringan (soft news). Hard news merujuk pada peristiwa yang menyita perhatian, seperti berita mengenai bencana alam,. kerusuhan, KKN, dll.. Sedangkan soft news merujuk pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur human interest (Sumadiria, 2005: 66). Lebih luas lagi, berita dikelompokkan berdasar pada empat kategori, yakni sifat kejadian, masalah yang dicakup, lingkup pemberitaan, dan sifat pemberitaan (Basuki, 1983: 5). Berikut penjabaran keempat kategori berita tersebut: Pertama, berdasar sifat kejadian, berita terbagi menjadi: (a) Berita tentang peristiwa yang sudah diduga akan terjadi Misalnya, wawancara seorang wartawan dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. (b) Berita tentang peristiwa yang kejadiannya mendadak.

(37) Misalnya, peristiwa tsunami yang menimpa Aceh. (c) Berita tentang peristiwa yang direncanakan terjadi Misalnya, persitiwa peringatan kemerdekaan 17 Agustus yang digelar di Istana Merdeka. (d) Berita tentang gabungan peristiwa terduga dan tak terduga Misalnya, peristiwa percobaan pembunuhan kepala negara pada acara Idul Fitri. Kedua, berdasar masalah yang dicakup, berita terbagi menjadi: (a) Berita yang berhubungan dengan aspek hukum dan politik (b) Berita yang berhubungan dengan aspek sosial (c) Berita yang berhubungan dengan aspek ekonomi (d) Berita yang berhubungan dengan aspek pendidikan dan kebudayaan Ketiga, berdasar ruang lingkupnya, berita terbagi menjadi: (a) Berita lokal (b) Berita regional (c) Berita nasional (d) Berita internasional Keempat, berdasar sifat pemberitaannya, berita terbagi menjadi: (a) Berita memberitahu (b) Berita mendidik (c) Berita menghibur (d) Berita memengaruhi.

(38) 2.2.4.3 Unsur Berita Unsur berita terdiri dari enam elemen yang lazim disebut sebagai 5W1H (What, Who, When, Where, Why, How). Berikut ini penjabaran mengenai keenam unsur berita tersebut: (a) What Unsur ini merujuk pada peristiwa/fakta apa yang terjadi. (b) Who Unsur ini merujuk pada siapa pelakunya, siapa yang diberitakan. (c) When Unsur ini merujuk pada kapan fakta/peristiwa tersebut terjadi. (d) Where Unsur ini merujuk pada di mana fakta/peristiwa tersebut terjadi. (e) Why Unsur ini merujuk pada alasan mengapa fakta/peristiwa itu terjadi. (f) How Unsur ini merujuk pada bagaimana fakta/peristiwa tersebut dapat terjadi (Sumadiria, 2005: 79).. 2.2.4.4 Nilai Berita Sebuah fakta/peristiwa layak dijadikan berita jika mempunyai news value (nilai berita). Tanpa nilai berita, maka sebuah persitiwa hanya akan menjadi cerita bukan berita. Ada 11 poin yang menjadi nilai berita dari sebuah peristiwa/fakta, antara lain (Sumadiria, 2005: 80-91):.

(39) (a) Keluarbiasaan (unusualness), yaitu sesuatu yang luar biasa. Contohnya, anjing menggigit manusia bukan lah hal yang luar biasa, namun jika manusia menggigit seekor anjing, maka itu hal yang luar biasa dan dapat menjadi berita. (b) Kebaruan (newness), artinya berita adalah apa yang terbaru/fakta termutakhir. (c) Akibat (impact), artinya berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. (d) Aktual (timeliness), artinya berita adalah peristiwa yang sedang atau baru saja terjadi. (e) Kedekatan (proximity), sebuah berita akan semakin mendapat atensi lebih jika ada kedekatan, baik itu kedekatan emosional maupun jarak geografis. (f) Informasi (information), berita adalah informasi. Tidak semua informasi mengandung dan memiliki nilai berita. Hanya informasi yang bernilai berita yang layak untuk disiarkan. (g) Konflik (conflict), berita adalah informasi yang di dalamnya mengandung unsur konflik. Konflik atau pertentangan, merupakan sumber berita yang selalu diminati, tidak pernah habis untuk diberitakan. (h) Orang penting (prominence), artinya berita menyangkut hal-hal yang terkenal, atau dikenal, baik itu orang, benda, maupun lokasi. Orang besar (terkenal) selalu membuat berita, baik itu perilaku, ucapan, maupun kebijakannya. Dalam teori jurnalistik, ada anggapan bahwa nama menciptakan berita (names makes news’)..

(40) (i) Kejutan (surprising), yaitu fakta/peristiwa tersebut mampu memberi efek kejutan atau efek “wow”. (j) Ketertarikan manusia (human interest), artinya sebuah berita tersebut menarik perhatian, mampu menyentuh hati khalayak untuk membacanya (news is interesting). (k) Seks (sex), yaitu berita adalah seks. Seks adalah berita. Segala hal yang berhubungan dengan perempuan, menarik untuk diberitakan. Perempuan identik dengan seks. Isu kebijakan Obama sebagai presiden AS dalam melawan Al Qaeda merupakan berita yang layak dimuat dalam surat kabar. Hal tersebut dikarenakan sedikitnya terkandung unsur prominence, impact, conflict, dan proximity. Nilai-nilai berita tersebut tidak hanya menentukan peristiwa yang akan dilaporkan, melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut dikemas. Nilai berita tidak hanya menjadi tolak ukur dan standar kerja melainkan juag menjadi ideologi dari kerja awak media selaku pembuat berita (Eriyanto, 2007: 105).. 2.2.4.5 Faktor Produksi Berita Ada dua faktor utama yang mempengaruhi proses produksi berita, yaitu faktor dari dalam media dan faktor dari luar media (Shoemaker, et al.,1996: 2223). Faktor dari dalam media berkaitan dengan karakteristik individu pekerja media selaku komunikator dan rutinitas yang berlangsung dalam organisasi media (media routine). Sedangkan faktor di luar media adalah variabel ekstra media yang meliputi sumber informasi media, pengiklan, target audiens, dan kontrol.

(41) pemerintah. Tidak hanya dua faktor itu saja yang mempengaruhi kebijakan redaksional media massa dalam memproduksi berita. Ada faktor yang lebih besar, yakni variabel pada tingkat ideologi (worldview), yang fokus pada berbagai sistem kepercayaan, nilai dan makna yang digunakan media massa dalam menentukan berita-berita yang diangkat. Pengaruh-pengaruh tersebut tersusun dalam sebuah hirarki yang disebut sebagai hierarchy of influence atau hirarki pengaruh, berupa lapisan-lapisan yang melingkupi institusi media tersebut, mulai dari faktor ideologi pada tingkat makro hingga karakteristik awak media sebagai tingkat mikro. Tingkat individual dalam hal ini yaitu wartawan sebagai awak media/pekerja media. Faktor individual juga berperan dalam berpengaruh dalam proses produksi berita. Karakteristik, latar belakang personal dan profesional, pengalaman individual serta ideologi/nilai kepercayaan dan etika yang dianut wartawan sangat berpengaruh pada penulisan berita. Tingkat rutinitas media juga memiliki dampak besar dalam proses pembuatan berita. Hal tersebut dikarenakan rutinias adalah lingkungan nyata wartawan yang tidak dapat dipisahkan dengan wartawan itu sendiri dalam melakukan pekerjaannya (Shoemaker, et al., 1996: 87). Rutinitas dalam media berkaitan dengan proses penyeleksian berita yang dilakukan oleh wartawan selaku gatekeeper. Sebagai gatekeeper, wartawan bertugas untuk memilih berita mana saja yang dimuat pada halaman media massa. Selain itu, faktor deadline juga mempengaruhi wartawan dalam menyajikan berita..

(42) Pada tingkat ekstra media, faktor lingkungan di luar media juga turut berpengaruh pada proses pembuatan isi media (berita). Faktor ekstra media tersebut meliputi sumber-sumber berita, kelompok kepentingan tertentu, pemasangan iklan, target khalayak, kontrol pemerintah yang berupa peraturan pers, pasar dan lingkungan media serta teknologi. Pada tataran ideologi, setiap media memiliki caranya masing-masing dalam menyajikan suatu realitas. Peristiwa yang sama akan dimaknai dan disajikan secara berbeda, sehingga menghasilkan penafsiran yang juga berbeda. Berdasar penjabaran tersebut, semakin jelas bahwa media melalui level pertama yakni individu (wartawan), mempunyai peran dalam membingkai dan mengkonstruksikan. realitas. sesuai. perspektifnya,. yang. kemudian. diimplementasikan pada penulisan teks berita untuk disiarkan pada khalayak.. 2.2.5 Kerangka Pemikiran Media. massa. memiliki. kemampuan. bahkan. kekuasaan. untuk. mengkonstruksi realitas melalui teks berita berdasarkan pemahamannya sendiri, tidak lepas dari kepentingan, keberpihakan, dan nilai-nilai yang sesuai dengan kebijakan redaksionalnya. Khalayak, secara tidak sadar, menerima dan memahaminya sebagai realitas yang absah. Target audiens digiring ke dalam frame yang dipasang oleh media, melihat realitas seperti realitas yang dipahami media. Ini lah yang disebut sebagai pola konstruksi media. Berita yang terdapat di media massa dalam hal ini surat kabar, tidak bisa disamakan dengan fotokopi dari realitas, melainkan hasil konstruksi dari realitas..

(43) Sehingga, tidak menutup kemungkinan bahkan sangat potensial jika peristiwa yang sama dikonstruksikan secara berbeda oleh beberapa media massa. Realitas merupakan produk interaksi antara wartawan dengan fakta, sebab masing-masing wartawan mempunyai konsepsi/pemahaman yang berbeda tentang sebuah realitas. Begitu halnya dengan isu kebijakan Obama dalam mengahapi Al Qaeda. Baik Republika maupun Suara Pembaruan tentu memiliki angle berbeda dalam melihat realitas tersebut. Terlebih, masing-masing surat kabar tersebut memiliki dasar yang berbeda satu sama lain. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Isu mengenai kebijakan Presiden Barack Obama untuk memburu Osama bin Laden dan Alqaeda. Pemberitaan media massa di Indonesia (Republika dan Suara Pembaruan) Teks berita media merupakan konstruksi realitas. Analisis Framing. Framing model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Sintaksis. Skrip. Tematik. Retoris. Konstruksi isu kebijakan Presiden AS Barack Obama terkait perang di Afghanistan.

(44) BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan menggunakan paradigma konstruktivis. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi/bidang/peristiwa tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian dengan metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, melainkan hanya memparkan situasi atau peristiwa (Rakhmat, 2009: 21-22). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma konstruktivis yang termasuk dalam teknik penelitian kualitatif. Paradigma penelitian ini menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial kondisi realitas. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1995:3). Secara ontologis (menyangkut sesuatu yang dianggap sebagai realitas), pendekatan konstruktivis memandang bahwa realitas itu merupakan hasil konstruksi dan kebenarannya bersifat relatif, sesuai dengan konteks tertentu yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Lebih lanjut, karena realitas merupakan hasil konstruksi, maka realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks serta waktu.. Begitu pula dengan berita mengenai isu.

(45) kebijakan Obama sebagai presiden AS dalam menghadapi Al Qaeda yang dibingkai oleh surat kabar Republika dan Suara Pembaruan. Kedua surat kabar ini membingkai isu tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut ketika memahami realitas atas itu tersebut. Pada tataran epistemologis (menyangkut bagaimana cara mendapatkan pengetahuan), pemahaman mengenai sebuah realitas/hasil penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan objek yang diteliti. Dalam kaitannya terhadap penelitian ini, teks berita yang terdapat dalam Republika maupun Suara Pembaruan mengenai isu kebijakan Obama itu merupakan hasil olahan wartawan yang memilih, meliput, dan melaporkannya dalam bentuk berita. Sehingga dapat dikatakan bahwa teks-teks berita tersebut merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Sedangkan pada aspek aksiologis (menyangkut tujuan atau untuk apa mempelajari sesuatu), paradigma konstruktivis bertujuan untuk mempelajari sesuatu. Dalam hal ini, nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. peneliti bertindak sebagai fasilitator yang menghubungkan keragaman subjektif para pelaku sosial. Secara metodologis (mempelajari teknik-teknik dalam menemukan pengetahuan), paradigma konstruktivis menekankan pada empati dan interaksi diakletis antara peneliti-responden guna merekonstruksikan realitas yang diteliti (Kriyantono, 2006: 51-52)..

(46) Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis sebab sebagaimana diketahui bahwa pemberitaan yang ada di media massa bukanlah realitas yang alami, melainkan sebuah hasil konstruksi wartawan sebagai pembuatnya. Konsep konstruksionis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri mengenai media dan teks berita yang dihasilkan oleh media. Konsep konstruksionisme ini dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Menurutnya, realitas itu tidak hadir dengan sendirinya, melainkan dibentuk dan dikonstruksi (Poloma, 1994: 45). Realitas memiliki wajah plural karena dalam konstruksi realitas, seseorang dipengaruhi oleh latar belakang, pendidikan, ideologi, pengalaman, dan lingkungan sosialnya (Bungin, 2008: 14). Sebagai sebuah hasil konstruksi sosial, realitas bersifat subyektif sekaligus obyektif. Dalam realitas subyektif, realitas tersebut berkaitan dengan makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan objek. Pandangan konstruksionis ini melihat teks berita bukan sebagai sebuah realitas melainkan konstruksi sosial dari sebuah realitas (Lippman, 1992: 53). Hal itu lah yang menyebabkan satu peristiwa yang sama dapat dikonstruksikan secara berbeda oleh media massa yang juga berbeda. Begitu halnya dengan pembingkaian isu kebijakan Obama terkait perlawanannya terhadap Osama bin Laden yang dikabarkan Republika dan Suara Pembaruan. Kedua surat kabar masing-masing memiliki. penilaian,. ideologi. membingkai isu tersebut.. dan. pemahamannya. sendiri-sendiri. dalam.

(47) Berikut. penjelasan. mengenai. cara. pandang. paradigma. konstruksionis/konstruktivis terhadap sebuah pemberitaan (Eriyanto, 2002: 1984): (a) Fakta merupakan konstruksi terhadap realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif dan berlaku dalam konteks tertentu. (b) Media berperan sebagai agen konstruksi pesan. (c) Berita bukan lah cerminan dan refleksi dari realitas karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas. (d) Berita bersifat subyektif, artinya opini tidak dapat dihilangkan karena saat meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. (e) Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keanekaragaman subyektivitas pelaku sosial. (f) Nilai, etika, maupun keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu berita. (g) Nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.. Masing-masing awak media mempunyai pandangan berbeda dalam memandang sebuah peristiwa, yang dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksikan peristiwa tersebut, kemudian dituangkannya dalam bentuk teks berita. Dengan dasar pemikiran tersebut, dapat dikatakan bahwa teks berita merupakan hasil dari konstruksi realitas sosial (Lippman, 1992: 54). Teks berita.

(48) dalam perspektif konstruksionis merupakan hasil olahan media massa dalam melihat sebuah peristiwa.. 3.2 Metode Penelitian Pada tataran ini, penulis menggunakan metode penelitian analisis isi yang merupakan bagian dari penelitian bersifat kualitatif. Analisis isi atau content analysis adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan datanya valid. Analsis isi memfokuskan risetnya pada isi komunikasi yang tersurat (Kriyantono, 2006: 251). Analisis isi merupakan teknik penelitian yang objektif, sistematis, dan deskriptif. Pada penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial, dan bagaimana simbol-simbol itu terbaca dan dianalisis peneliti. Analisis isi kualitatif memandang berita bukan sebagai realitas yang sebenarnya, akan tetapi realitas itu sudah diseleksi dan disusun sesuai kebijakan redaksi. Singkatnya, ada faktor-faktor subyektivitas awak media dalam memproduksi berita, sehingga fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi awak media (Kriyantono, 2006: 253). 3.3 Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini berada pada level teks berita. Penulis hanya akan menganalisis teks berita yang ditulis oleh wartawan pada surat kabar Republika dan Suara Pembaruan tentang kebijakan presiden Barrack Obama.

(49) dalam menghadapi Osama bin Laden. Ada pun berita yang diamati, yakni teks berita dalam periode Maret 2009 hingga Desember 2009. Berita yang dimuat oleh Republika terkait isu tersebut sebanyak 5 teks berita. Sedangkan teks berita yang akan dianalisis pada surat kabar Suara Pembaruan terkait isu kebijakan Obama dalam menghadapi Osama bin Laden sebanyak 6 teks berita. Unit analisis tersebut dipilih secara purposive sample, dengan kriteria sebagai berikut: (a) Teks berita yang memuat tentang kebijakan Barack Obama dalam melawan terorisme melalui perang Afghanistan pada surat kabar Republika dan Suara Pembaruan.. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam tahap metode pengumpulan data, penulis mengumpulkan beritaberita mengenai kebijakan presiden AS Barack Obama dalam memerangi Osama bin Laden pada surat kabar Republika dan Suara Pembaruan. Teks-teks berita tersebut dijadikan sebagai data primer untuk dianalisis, terutama yang terbit pada Maret hingga Desember 2009. Sedangkan studi kepustakaan/literatur akan digunakan sebagai data sekunder guna menambah referensi terkait isu yang diteliti..

(50) 3.5 Teknik Analisis Data Untuk menganalisis teks media dalam penelitian ini digunakan metode penelitian analisis framing. Framing dapat dipahami sebagai sebuah upaya media dalam menekankan atau menonjolkan penafsiran/pemaknaan mereka terhadap sebuah isu/peristiwa/realitas. Dengan menggunakan analisis framing, diharapkan dapat. mengungkap upaya media dalam mendefinisikan realitas sosial.. Penonjolan/penekanan terhadap bagian tertentu dari sebuah realitas itu lah yang nantinya akan lebih dikenal oleh khalayak. Khalayak akan lebih mudah mengingat aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah metode framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Framing Pan dan Kosicki menggabungkan konsep psikologi dan sosiologi dalam konstruksinya. Konsepsi psikologis berkaitan dengan bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa melalui sudut pandang tertentu. Sedangkan konsep psikologis menitikberatkan pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas (bagaimana. individu. mengklasifikasi,. mengorganisasi,. dan. menafsirkan. pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya serta realitas di luar dirinya). Di satu sisi, framing dipahami sebagai sebuah struktur internal dalam alam sadar pikiran seseorang, namun di sisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam wacana sosial/politik (Eriyanto, 2002: 253). Lebih lanjut, menurut Pan & Kosicki, framing berkaitan dengan makna. Bagaimana awak media (wartawan) memaknai sebuah peristiwa terlihat dari.

(51) penggunaan tanda dan simbol tertentu yang dimunculkan dalam teks. Framing Pan dan Kosicki melihat hal tersebut dengan menggunakan empat elemen, yakni unsur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Skema pembagian keempat struktur tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Unit Analisis Framing Model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. STRUKTUR. PERANGKAT FRAMING. SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta. 1. Skema Berita. SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta. 2. Kelengkapan Berita. TEMATIK Cara wartawan menuliskan fakta. 3. Detail 4. Koherensi. UNIT YANG DIAMATI. Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup 5W+1H. Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat. 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti. RETORIS Cara wartawan menekankan fakta. 7. Leksikon 8. Grafis 9. Metafora. (Sumber: Eriyanto, 2002: 258). Kata, idiom, gambar/foto, grafik.

(52) Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Cara wartawan dalam menyusun fakta, merujuk pada penyusunan headline, lead, latar informasi, sumber, penutup. Biasanya mengikuti alur piramida terbalik, di mana fakta yang penting diletakkan pada bagian teratas dan diikuti dengan fakta yang dianggap kurang penting. Melalui penyusunan tersebut, maka akan terlihat penonjolan peristiwa yang dikonstruksikan wartawan (Eriyanto, 2002: 257). Struktur skrip berhubungan dengan cara wartawan mengisahkan fakta yang dipolakan dalam unsur 5W+1H (who, where, what, when, why, how). Keenam unsur tersebut disusun dengan urutan dan penekanan tertentu, sehingga ada bagian yang didahulukan dan bagian mana yang bisa kemudian (untuk menyembunyikan. informasi. penting).. Biasanya. informasi. yang. ingin. disembunyikan diletakkan pada bagian akhir sehingga terkesan kurang menonjol (Eriyanto, 2002: 261). Pada tahap tematik, analisis ditujukan untuk melihat bagaimana wartawan menulis fakta ke dalam teks berita secara utuh dan menyeluruh berdasarkan tema tertentu. Struktur tematik dapat diamati melalui penggunaan kalimat, penempatan dan menulis sumber ke dalam teks berita. Maka dari itu perlu diperhatikan bagianbagian yang saling berhubungan (koherensi). Ada tiga jenis koherensi yang dijadikan acuan dalam struktur tematik ini, yaitu. koherensi. “sebab-akibat”. yang ditandai dengan kata penghubung “sebab” atau “karena”. Koherensi penjelas menggunakan kata penghubung “dan” atau “lalu”. sedangkan koherensi pembeda menggunakan kata “dibandingkan” atau “sedangkan” sebagai penghubung antar proposisi (Eriyanto, 2002: 262-264)..

(53) Struktur retoris merupakan struktur yang melihat bagaiamana wartawan menekankan fakta dalam sebuah berita (memperlihatkan sisi tertentu dari peristiwa secara lebih menonjol). Elemen yang diamati pada tahap akhir dalam framing Pan dan Kosicki ini antara lain leksikon, grafis, dan metafora. Pemilihan dan penggunaan kata-kata tertentu serta didukung grafis (gambar, tabel, inset, dll) menunjukkan bagian yang ingin ditonjolkan. Framing. yang. berbeda. menyebabkan. peristiwa. yang. sama. diinterpretasikan secara berbeda oleh masing-masing media. Melalui perangkatperangkat framing Pan dan Kosicki ini akan menjadi acuan penulis untuk memahami bagaimana media (Republika dan Suara Pembaruan) mengemas berita tentang kebijakan Presiden Barack Obama dalam perang Afghanistan..

(54) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Republika Ikatan. Cendikiawan. Muslim. Indonesia. (ICMI). menerbitkan. Republika, sebuah surat kabar bernuansa Islam pada tahun 1993. Pada periode tersebut, golongan Islam menengah sedang mengalami masa kebangkitan, dan Republika menjadi corong kepentingan kaum Islam. Presiden Soeharto yang kekuatannya tengah melemah kala itu berusaha mendekati golongan elit Islam (Keller, 2009: 83). Puncaknya, pada saat B.J. Habibie, seorang politisi Islam, berhasil menggantikan Soeharto sebagai Presiden pada Mei 1998. Republika merupakan harian yang mendukung urusan agama Islam dan penganutnya, serta mendapat sponsor dari pebisnis-pebisnis Islam yang berpengaruh. Pada tahun 1995, Republika menjadi harian pertama di Indonesia yang juga hadir dalam versi online. Dan pada tahun 1997, Republika juga menjadi surat kabar pertama yang menerapkan teknologi cetak jarak jauh. Berakhirnya. masa. jabatan. Habibie. sebagai. presiden. serta. berkurangnya pengaruh ICMI di panggung politik, membuat Republika mulai mencari alternatif lain. Tahun 2000, Erick Tohir dengan grup Mahaka Media,.

(55) membeli saham mayoritas harian ini. Di bawah naungannya, konten media Republika lebih disegmentasikan untuk kaum muslim moderat (Keller, 2009: 86). 4.1.1.1 Visi dan Misi Republika Visi yang diusung surat kabar Republika yaitu : Menjadikan Republika sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan Rahmatan Lil Alamin. Untuk mencapai visinya, Republika memiliki misi sebagai berikut: (e) Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggungjawabkan secara profesional. (f) Meningkatkan budaya kerja yang sehat dan transparan. (g) Meningkatkan kinerja dengan menciptakan sistem manajemen yang kondusif dan profesional. (h) Meningkatkan penjualan iklan dan koran, sementara menekan biaya operasional. (i) Memprioritaskan pengembangan pemasaran Republika di Jabodetabek, tanpa harus mematikan media massa lainnya di daerah yang sudah ada. (j) Merajut tali persaudaraan dengan organisasi-organisasi Islam di Indonesia..

(56) (k) Bekerja sama dengan mitra usaha di dalam pengembangan pasar Republika di luar pulau jawa. (l) Mengamati peluang pengembangan ”Koran Komunitas” (m) Menjadikan PT. Republika Media Mandiri sebagai “sister company” yang sehat.. 4.1.1.2 Struktur Organisasi Berikut ini daftar struktur organisasi perusahaan serta redaksi surat kabar Republika: (a) Kelompok pimpinan utama, yang terdiri dari: direktur utama, direktur operasional dan SDM, direktur keuangan serta direktur pemasaran. (b) Kelompok kepala pelaksana, terdiri dari kepala divisi produksi, kepala divisi keuangan, kepala divisi litbang dan diklat, kepala divisi periklanan, kepala divisi promosi, dan kepala divisi sirkulasi. (c) Kelompok kepala perwakilan, yang tersebar di empat provinsi, yakni provinsi Jawa Barat, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah, serta provinsi Jawa Timur .. 4.1.1.3 Isi Surat Kabar Republika memiliki 7 desk, yakni desk politik dan hukum, desk nasional, desk internasional, desk ekonomi dan bisnis, desk investasi dan syariah, desk hiburan, serta desk olahraga. Serta satu halaman penuh untuk.

(57) opini mayarakat. Pada halaman ini, pembaca bebas mengeluarkan pendapatnya dan menulis artikel untuk diberitakan. Pada peristiwa tertentu, Republika menyediakan halaman khusus yang mengupas peristiwa tersebut dan biasanya terbit selama beberapa edisi. Seperti saat Osama bin Laden meninggal, Republika menyajikan halaman khusus, Pro & Kontra, yang terbit selama beberapa hari dan mengupas tuntas peristiwa tersebut. Gaya bahasa yang digunakan Republika formal dan lugas sebab koran ini disegmentasikan untuk golongan intelektual Muslim dan masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas. Karena merupakan koran yang berwajah Islam, maka Republika juga dilengkapi dengan jadwal sholat serta ceramah agama.. 4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Suara Pembaruan Pada 1 Maret 1961, PT. Sinar Kasih menerbitkan surat kabar Sinar Harapan yang bernafaskan Kristiani di bawah pimpinan HG Rorimpandey. Namun, tak berselang lama, koran tersebut dibreidel oleh pemerintah Orde Baru. HG Rorimpandey selaku pimpinan umum terus melakukan negosiasi dengan pemerintah kala itu untuk mendapatkan ijin terbit kembali. Pada 4 Januari 1987, hak siar kembali diperoleh HG Rorimpandey, namun nama Sinar Harapan pun berubah menjadi Suara Pembaruan, di bawah naungan penerbit baru PT. Media Interaksi Utama..

(58) Pada masa setelah reformasi, beberapa pihak internal Suara Pembaruan hengkang dan menerbitkan kembali Sinar Harapan. Kedua surat kabar ini berasal dari satu latar belakang yang dan saling bersaing di pasar koran sore. Kedua nya pun sama-sama terbit setiap hari. Untuk edisi Minggu, Suara Pembaruan sudah mengedarkannya bersamaan dengan edisi Sabtu Sore. Tidak hanya terbit dalam versi cetak, Suara Pembaruan juga hadir dalam versi online (www.suarapembaruan.com) serta versi e-paper (epaper.suarapembaruan.com). 4.1.2.1 Visi dan Misi Dengan motto “Memihak Kebenaran”, surat kabar sore ini bertekad untuk bersikap netral bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. 4.1.2.2 Struktur Organisasi Berikut ini susunan organisasi dan keredaksian Suara Pembaruan: (a) Kelompok pimpinan utama sekaligus pengawas perusahaan, yang terdiri dari: komisaris utama, wakil komisaris utama, serta komisaris. (b) Kelompok pimpinan redaksi terdiri dari pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, wakil redaktur pelaksana, redaktur senior, dewan redaksi, redaktur, asisten redaktur, dan sekretaris redaksi..

(59) (c) Kelompok pemimpin pelaksana, yang terdiri dari direktur yang membawahi manajer litbang, manajer sirkulasi, manajer iklan, manajer keuangan serta supervisor SDM atau umum. 4.1.2.3 Isi Surat Kabar Suara Pembaruan memiliki delapan desk, yakni desk politik dan hukum, desk metropolitan, desk internasional, desk nusantara, desk ekonomi dan keuangan, desk properti, desk iptek dan lingkungan, serta desk olahraga. Suara Pembaruan juga menyediakan halaman khusus untuk iklan di bagian bawah layout pada beberapa halaman. Penggunaan gaya bahasa pada surat kabar ini sopan serta memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang benar.. 4.2 Analisis Data Pemberitaan mengenai kebijakan presiden Barrack Obama dalam menghadapi Osama bin Laden dimuat dalam berbagai media massa nasional, di antaranya surat kabar Republika dan Suara Pembaruan yang dijadikan sebagai objek penelitian. Teks berita sebagai bahan penelitian ini termuat dalam periode Maret hingga Desember 2009. Berita yang dimuat oleh Republika terkait isu tersebut sebanyak 5 teks berita. Sedangkan teks berita yang akan dianalisis pada surat kabar Suara Pembaruan mengenai isu kebijakan Obama tersebut sebanyak 6 teks berita..

Gambar

Gambar rombongan helikopter  menurunkan para Marinir AS di  Kamp Leatherneck, menjelang  operasi Khanjar di wilayah Helmand
Tabel Analisis Skrip Berita 1
Tabel Analisis Tematikk Berita 1
Tabel 4.2                                                                       ANALISIS BERITA  Judul berita  :  Kamp Alqaidah di Afganistan Digempur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi prakualifikasi pada pekerjaan DED Kantor BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Kabupaten Kampar, telah didapatkan hasil 5 (Lima) daftar pendek

Harga biasanya dihadapkan dengan persepsi konsumen dimana harga yang tinggi mencerminkan barang mewah dan berkualitas bagus, sedangkan harga yang rendah mencerminkan barang

mendasarkan tindakan pada wewenang. Tindakan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas mengandung arti mendasarkan tindakan itu pada kewenangan terikat,

Thymelaea passerina (L.) Coss. Viola pumila Chaix – A vizsgált területről szórványos adatai ismertek. Viola stagnina Kit. – Országosan ritka, eltűnőben levő

Waktu pelaksanaan siklus kedua berlangsung dalam satu minggu setelah selesainya siklus pertama. Proses pembelajaran diawali dengan menceritakan mengenai peran serta

Hasil kegiatan pembelajaran pada siklus pertama dapat dilihat dari ketuntasan atau penguasaan siswa terhadap materi untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sebanyak

Pembuatan garam kurkumin larut air dilakukan dengan cara reaksi penggaraman dengan menggunakan natrium metoksida sehingga menghasilkan natrium kurkumin yang

Akhlak ialah ilmu yang mengajarkan tentang prilaku manusia tentang baik buruknya yang mencegah berbagai macam perbuatan jelek dalam pergaulan baik dengan tuhan,