BAB II
ANALISIS DATA
Langkah awal untuk mengungkapkan isi dalam sebuah karya sastra adalah dengan mengetahui struktur pembangun dalam karya sastra tersebut. Membedah struktur menjadi sangat penting sebagai dasar dalam mencari makna karya sastra tidak terkecuali geguritan. Analisis struktural yang digunakan dalam membedah ketujuh geguritan karya Wieranta dalam Kumpulan Geguritan Dongeng Saka Pabaratan adalah analisis struktural dinamik. Strukturalisme dinamik adalah analisis struktural yang digabungkan dengan semiotik.
Kutipan pada setiap cuplikan geguritan dibubuhkan untuk mempermudah pembahasan. Kutipan terletak di akhir baris dengan skema judul geguritan, kemudian tanda baca koma (,) angka Arab, tanda baca koma (,) yang itu semua diletakkan dalam kurung. Angka Arab pertama menunjukkan bait kesekian dari geguritan, sedangkan angka Arab kedua merupakan penanda baris kesekian dalam bait geguritan.
A. Ciri Ketidak Langsungan Puisi dalam Kumpulan Geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta.
1. Penggantian Arti (Displacing of Meaning) Analisis penggantian arti mencakup unsur-unsur:
(a) Personifikasi, yakni kiasan yang menghidupkan kesan bahwa benda mati dapat melakukan perilaku selayaknya manusia.
(b) Metonimia, yakni kiasan yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan sesuatu hal lain.
Data analisis personifikasi dan metonimia yang terdapat dalam ketujuh Geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta disajikan di bawah ini.
a. Personifikasi
Bahasa dalam sebuah geguritan merupakan bahasa yang mengutamakan aspek keindahan. Penggunaan majas maupun kiasan tentu tidak dapat dipisahkan dari suatu geguritan. Pemakaian majas dalam geguritan akan menimbulkan kesan indah, tidak monoton, menarik, dan membangkitkan imajinasi bagi setiap pembaca. Penggunaan kata kias juga dapat mengajak pembaca untuk mengetahui maksud dari pengarang. Salah satu majas yang digunakan dalam menciptakan geguritan adalah majas personifikasi. Majas personifikasi adalah kiasan yang menghidupkan kesan bahwa benda mati dapat melakukan perilaku selayaknya manusia. Personifikasi yang ditunjukkan dalam ketujuh Geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1) Thole, tetuwuhan alum pucet (KLNR 1, 2, 1) Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis Nak, tanaman layu pucat
Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 menyebutkan hujan sebagai benda mati dapat menangis layaknya manusia. Menangis sering dilakukan manusia apabila sedang tertimpa musibah. Menangis adalah bentuk pelampiasan
kesedihan seseorang. Dalam geguritan yang bertemakan sedih maka hujan diibaratkan ikut menangis karena merasakan kesedihan seseorang. Kutipan kedua juga menyebutkan adanya majas personifikasi yang lain yaitu tetuwuhan alum pucet ‘tanaman layu pucat’. Pada kutipan ini menambahkan kata pucet ‘pucat’. Pucat adalah penggambaran untuk orang yang sedang sakit. Pucat sering terlihat pada wajah manusia yang sedang tidak sehat.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Jagad angguguk nangis thole (KLNR 2, 4, 1) Terjemahan:
Dunia tersedu menangis Nak
Majas personifikasi pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2 terlihat pada bait keempat baris pertama. Disebutkan jagad angguguk nangis thole ‘Dunia tersedu menangis Nak’, dunia yang hanya benda mati diibaratkan merasakan kesedihan sang pengarang hingga dianggap bumi ini ikut menangis tersedu-sedu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kreta dewa ngambah nggegana (KLNR 3, 2, 1) Nyebar mawar lan tetawar (KLNR 3, 2, 2) Terjemahan:
Kereta dewa menjelajah awang-awang Menyebar mawar dan obat
Majas personifikasi pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ terlihat pada bait kedua baris pertama dan kedua.
Telihat bahwa kereta dewa menyebar bunga mawar dan obat. Kereta dewa yang hanya benda mati diibaratkan mampu menyebarkan bunga mawar dan obat melalui angkasa.
4) Panglocitaku Kutipan:
Mbesuk kapan kowe njilma kembang (Pc, 3, 5) Sumunar ana sangisore pucang kembar (Pc, 3, 6) Terjemahan:
Saat kamu menjadi bunga
Bersinar di bawah pucang kembar
Penggunaan majas personifikasi pada geguritan Panglocitaku terlihat pada akhir geguritan yaitu pada bait tiga baris ke lima dan enam. Bunga merupakan mahluk hidup yang biasa dinikmati keindahan bentuk dan baunya yang harum. Pada kutipan di atas terlihat pemajasan dengan mengungkapkan bunga yang dapat bersinar.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Kang kalamangsane (LL 1, 2, 6) Keprangkul dhuhkita (LL 1, 2, 7) Terjemahan:
Yang pada saatnya Dirangkul kesedihan
Majas personifikasi dalam geguritan Lare Lara 1 terdapat pada bait kedua baris ke enam dan ketujuh, terlihat penggambaran waktu yang diibaratkan sebagai benda hidup yaitu dapat merangkul.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1) Terjemahan:
Sudah lelah anginnya
Kutipan pada geguritan Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ memperlihatkan majas personifikasi pada bait kedua baris pertama. Angin yang merupakan benda mati diibaratkan sebagai benda hidup. Angin yang selalu berhembus digambarkan sudah lelah dalam berhembus dan membutuhkan istirahat.
Berdasarkan kutipan yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa Wieranta menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan alam dan sesuatu yang abstrak untuk penggambaran majas personifikasi dalam geguritannya seperti, alam, bunga, angin, dan waktu. Ini menunjukkan bahwa penyair memperlihatkan fenomena-fenomena alam semesta dan lingkungan yang ada di sekitarnya untuk memperkuat gambaran sosial masyarakat.
b. Metonimia
Metonimi ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Penggunaan metonimia ini efeknya ialah pertama untuk membuat lebih hidup dengan menunjukkan hal yang konkret itu. Kedua
pertentangan benda-benda tersebut menekankan pemisahan status sosial antara bangsawan dan orang kebanyakan. Benda-benda tersebut merupakan tanda pangkat atau tingkatan (Pradopo, 2007:78). Metonimia dalam ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1) Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2) Terjemahan:
Anakku, langit hujan tangis Melihat matamu penuh darah
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Kang Lagi Nandhang Roga 1’, kata tangis dapat menggantikan sebuah kesedihan yang amat mendalam. Kata mripatmu kembeng getih dapat menggantikan sebuah tangisan yang sedang dialami.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Kembeng-kembeng waspa (KLNR 2, 2, 2) Terjemahan:
Penuh dengan air mata
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Kang Lagi Nandhang Roga 2’, kata kembeng-kembeng waspa untuk menggantikan kesedihan yang berlarut-larut dan terus menangis.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1) Terjemahan:
Kereta kencana terlihat gamblang
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Kang Lagi Nandhang Roga 3’, kata kereta kencana untuk menggantikan sesuatu yang membawa harapan dari setiap orang dan doa setiap orang yang sedang sakit. Kereta kencana sebagai pengganti kata Tuhan yang menyembuhkan semua penyakit setiap orang.
4) Panglocitaku Kutipan:
Kayadene gunung growong (Pc, 2, 3) Terjemahan:
Seperti gunung berlubang
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Panglocitaku’, kata gunung untuk menggantikan hati seorang ayah yang tidak tahan melihat anaknyayang sedang sakit.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Apa ceguk nyamber kuthuk (LL 1, 1, 5) Terjemahan:
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Lare Lara 1’, kata apa ceguk nyamber kuthuk untuk menggantikan kata dongeng anak-anak yang menyenangkan atau dapat menghibur para pendengarnya.
6) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’ Kutipan:
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4) Sinambi gegojegan (NAKL, 3, 5) Terjemahan:
Bersama menyusuri jalan Sambil bercanda
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan ‘Nalika Anak Kena Lara’, kata sinambi gegojekan untuk menggantikan suatu aktivitas rutin yang dilakukan dengan hati yang gembira.
Metonimia dalam geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta merupakan suatu lambang pengganti objek tertentu. Makna kias yang ditimbulkan merupakan wujud penggantian arti dari objek tertentu, yang dimaksudkan untuk memperindah dalam berbahasa karena tidak mengungkapkan secara apa adanya.
2. Penyimpangan Arti (Distorting of Meaning) Analisis penyimpangan arti mencakup unsur-unsur:
(a) Ambiguitas, yakni kata yang memiliki makna ganda atau multi tafsir sehingga menyebabkan keraguan pada pembaca dalam memaknai kata tersebut.
(b) Kontradiksi, yakni salah satu cara menyampaikan sesuatu dengan menggunakan pertentangan atau sesuatu yang berlawanan.
(c) Nonsense, yakni bentuk-bentuk yang secara linguistik tidak mempunyai arti, sebab tidak terdapat pada kosa kata, karena hanya berupa rangkaian bunyi yang terdapat dalam kamus.
a. Ambiguitas
Geguritan merupakan salah satu karya sastra yang memiliki penafsiran ganda. Sebagai sebuah karya sastra geguritan juga memiliki unsur keindahan. Keindahan dalam geguritan terlihat dalam pemilihan kata sehingga mampu memperindah geguritan itu sendiri sehingga sering timbul perbedaan pemikiran antara penulis dan juga pembaca. Terkadang terdapat keambiguan dalam memaknai karena kata dalam geguritan memiliki tafsir ganda, begitu juga dalam geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Adhuh thole, rungonen (KLNR 1, 2, 3) Tembang durma nelangsa (KLNR 1, 2, 4) Panangise bapa-babumu (KLNR 1, 2, 5) Terjemahan:
Aduh Nak, dengarkan Nyanyian Durma sedih Tangisan ayah-ibumu
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1. Kata nelangsa memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Kata nelangsa tersebut bisa untuk menyatakan tembang durma yang memiliki syair yang sedih. Tembang durma sebenarnya memiliki watak keras atau galak. Kata nelangsa juga bisa diartikan seorang ayah yang sedih melihat anaknya yang sedih dengan menyanyikan tembang durma. Kata lain yang memiliki makna ambigu adalah bapa-babumu. Kata bapa-babumu ditulis secara bersambung. Kata
bapa-babumu dapat diartikan yang sedang sedih adalah ayah dan ibu. Ayah dan ibu adalah orang yang sangat tulus mencintai anak dan orang yang paling sedih ketika sang anak sakit.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Aku nangis meneh thole (KLNR 2, 1, 1)
Weruh cahyamu putih kaya getih (KLNR 2, 1, 2) Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2. Kata putih kaya getih ‘putih seperti darah’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Putih kaya getih memiliki makna keadaan sang anak yang pucat karena sedang sakit. Makn lain adalah penafsiran warna darah yang biasanya berwarna merah dalam geguritan diibaratkan berwarna putih, maka sebenarnya wajah sang anak tetap berwarna merah akan tetapi menuliskan darah memiliki warna putih.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngengla (KLNR 3, 1, 1) Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melathi (KLNR 3, 1, 3) Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok membawa tujuh bidadari
yang harum bunga melati
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3. Kata arum ganda melati ‘harum bunga melati’
memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Arum ganda melati dapat diartikan bahwa adanya tuujuh bidadari yang terbang di langit. Arum ganda melati juga dapat diartikan bahwa bukan bidadari yang berbau harum tetapi kereta kencana itu sendiri yang menyebarkan bau harum seperti bunga melati. Kata pitu midodari ‘tujuh bidadari’ juga memiliki makna ambigu. Pitu midodari sendiri dapat diartikan sebagai bidadari yang sesungguhnya seperti halnya bidadari yang ada di dunia dongeng. Pitu midodari juga dapat berarti Tuhan, karena midodari ‘bidadari’ yang dituliskan dalam geguritan bertugas memberikan obat kepada setiap orang yang sedang sakit. Semua jenis penyakit adalah kuasa dari Tuhan dan hanya Tuhan yang mampu menyembuhkan manusia dari penyakit.
4) Panglocitaku Kutipan:
O baya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening (Pc, 1, 6) Terjemahan:
Sampai kapan Nak
Jasadmu mendapatkan air jernih
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Panglocitaku. Kata oleh banyu bening ‘mendapat air jernih’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Kata oleh banyu bening dapat diartikan bahwa sang anak benar-benar mendapatkan air yang jernih yang dapat mengobati penyakit sang anak. Banyu bening juga dapat diartikan bahwa sang anak mendapatkan petunjuk agar sang anak segera sembuh dari penyakitnya, hal ini seperti yang ada di dalam peribahasa jawa yang berbunyi golek banyu bening yang berarti mencari petunjuk yang baik.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2) Kaya sore-sore kepungkur (LL 1, 1, 3) Terjemahan:
Sekali lagi Nak
Mintalah ayah bercerita Seperti sore-sore kemarin
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Lare Lara 1. Kata sore-sore kepungkur ‘sore-sore kemarin’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Sore merupakan waktu peralihan antara siang dan malam hari. Kata sore-sore kapungkur dalam geguritan dapat diartikan bahwa kemarin saang anak masih sehat tetapi hari ini sang anak sedang sakit sehingga tidak dapat mendengarkan dongeng dari sang ayah. Kata sore-sore kepungkur juga dapat diartikan dengan waktu yang lebih lama. Kata kepungkur dalam penafsiran yang kedua diartikan dengan waktu yang lebih lama. Tidak hanya kemarin tetapi diartikan waktu yang telah terlewati.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1)
Leren ana sangisore wit-witan (LL 2, 2, 2) Terjemahan:
Sudah lelah anginnya
Beristirahat di bawah pepohonan
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Lare Lara 2. Kata wus sayah angine ‘sudah lelah anginnya’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Kata angin dapat diartikan bahwa udara yang bergerak sehingga dapat memberi kesejukan kepada manusia. Angin yang berhenti menyebabkan manusia merasakan udara yang panas dan rasa ketidaknyamanan.
Angin juga dapat diartikan sebagai sang ayah yang berusaha keras dalam mengobatkan anaknya yang sedang sakit. Sang ayah yang sudah berusaha dengan sekuat tenaga memilih untuk beristirahat sejenak dan mempasrahkan dirinya kepada Tuhan agar mendapatkan yang terbaik untuk sang anak.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’ Kutipan:
Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 4) Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 4)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4) Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 4) Terjemahan:
Aku tunggu kembalimu di pangkuanku Seperti hari-hari kemarin
Bersama menusuri jalan Sambil bercanda
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan Nalika Anak Kena Lara. Kata bebarengan nlusuri ratan ‘bersama menyusuri jalan’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Kata bebarengan nlusuri ratan dapat diartikan melakukan kegiatan rutin yaitu berjalan-jalan sambil bercanda di jalan. Nlusuri ratan juga dapat diartikan perjalanan hidup. Ratan atau jalan diartikan sebagai perjalanan waktu yang sudah dilalui bersama dan dihiasi dengan penuh kegembiraan.
Pada ketujuh geguritan karya Wieranta kesemuanya terdapat kata-kata yang bermakna ganda atau ambigu. Ambiguitas dalam geguritan Wieranta didominasi oleh kata kiasan atau metafora. Hal tersebut menyebabkan pemaknaan ganda pada pemaknaan geguritan tersebut.
b. Kontradiksi
Kontradiksi dalam geguritan bertujuan untuk memperindah geguritan. Kontradiksi adalah pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Kontradiksi dalam geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta diantaranya adalah:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, kang lagi nandhang roga (KLNR 1, 5, 1) Den sabar anggonmu nandhangi (KLNR 1, 5, 2) Terjemahan:
Nak, yang sedang sakit Yang sabar menghadapi
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan Kang Lagi Nandhang Roga 1. Kata roga atau sakit berlawanan dengan sabar. Keadaan anak yang sedang sakit hanya bisa dilawan dengan kesabaran. Kesabaran akan menumbuhkan kepercayaan bahwa setiap penyakit akan ada obatnya dan percaya bahwa penyakitnya akan sembuh.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Sewu dhuhkita ngebeki atine (KLNR 2, 2, 3) Ndeleng awakmu ngalentrih (KLNR 2, 2, 4) Kaya lampu kasatan lenga (KLNR 2, 2, 5) Terjemahan:
Seribu kesedihan memenuhi hatinya Melihat dirimu lesu
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan Kang Lagi Nandhang Roga 2. Kata ngebeki ‘memenuhi’ berlawanan dengan kasatan ‘kekeringan’. Rasa sedih yang dirasakan seorang ibu ketika melihat anaknya sedang sakit merupakan suatu kewajaran. Rasa sedih inilah yang diibaratkan dalam sebuah kesedihan yang memenuhi tidak hanya dalam hati tetapi juga pikiran. Kata Sewu dhuhkita ngebeki atine ‘seribu kesedihan memenuhi hatinya’ diibaratkan sebagai lampu minyak yang kehabisan bahan bakar. Pengibaratan yang digunakan justru berasal dari kata yang bertentangan yaitu memenuhi dengan kekeringan.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Muga kang lagi nandhang (KLNR 3, 3, 6) Enggal antuk pepadhang (KLNR 2, 2, 7) Terjemahan:
Semoga yang sedang merasakan (sakit) Segera mendapat pencerahan
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan Kang Lagi Nandhang Roga 3. Kata nandhang ‘merasakan’ dalam geguritan berarti sedang merasakan sakit dan bertentangan dengan pepadhang ‘pencerahan’. Pencerahan yang dimaksud adalah solusi untuk menyembuhkan penyakit yang sedang dialami. Pepadhang yang ditunggu dapat berupa obat maupun cara agar si anak lekas sembuh dari penyakit. Pengibaratan yang digunakan untuk menunjukkan pertentangan antara masalah yang sedang dialami dengan solusi yang diharapkan:
4) Panglocitaku Kutipan:
Krungu tangismu ngrerujit ati (Pc, 1, 2) Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3)
Terjemahan:
Mendengar tangismu menyayat hati Candamu kemarin
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan Panglocitaku. Kata tangismu ‘tangisanmu’ berlawanan dengan leluconmu ‘candamu’. Pada geguritan diatas memperlihatkan perbandingan yang sangat besar ketika sang anak sedang sakit. Semua orang tua pasti tidak akan tega apabila melihat sang anak sakit dan bersedih, ditambah lagi apabila teringat masa-masa dimana sang anak sehat dan bisa bercanda bersama maka kesedihan itu akan bertambah besar.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6) Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7) Terjemahan:
ketika sang anak meminta macam-macam Orang tua harus berani bertanggung jawab
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan Lare Lara 1. Kata anak ‘anak’ berlawanan dengan wong tuwa ‘orang tua’. Kontradiksi dalam geguritan di atas merupakan kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak adalah pelengkap kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Setiap pasangan dalam rumah tangga senantiasa menbambakan hadirnya
anak dalam perjalanan berumah tangga. Kata anak dalam geguritan bertentangan dengan kata orang tua jika dilihat dari sisi usia.
Dalam ketujuh geguritan karya Wiranta hanya terdapat lima geguritan yang mengandung kontradiksi. Kontradisi yang terdapat dalam geguritan karya Wieranta didominasi oleh kontradiksi atau berlawanan makna. Kontradiksi tersebut menimbulkan ketidakselarasan makna, akan tetapi menimbulkan keindahan bagi pembaca sehingga geguritan tersebut menjadi lebih menarik.
c. Nonsense
Nonsense adalah kalimat yang tidak mempunyai arti yang jelas. Nonsense dalam geguritan mampu menimbulkan asosiasi-sosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi, suasana aneh, suasana gaduh, maupun suasana lucu.
Nonsense yang terdapat dalam ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Luwih aji timang bandha bandhu (KLNR 1, 5, 7) Terjemahan:
Lebih berharga daripada harta benda
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1. Kata bandhu merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata benda yang diikuti yaitu bandha sehingga bermakna harta benda. Penyangatan dalam geguritan digunakan untuk memperindah kata dalam geguritan.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Jagad angguguk nangis thole (KLNR 2, 4, 1) Terjemahan:
dunia menangis tersedu-sedu nak
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2. Kata angguguk merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata keadaan yang mengikuti yaitu nangis ‘menangis’ sehingga bermakna menangis tersedu-sedu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Nyangking sakabeh sawan sarap (KLNR 3, 3, 2) Terjemahan:
Membawa semua penyakit
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3. Kata sarap merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata sifat yang mengikuti yaitu sawan ‘penyakit’ sehingga bermakna semua jenis penyakit.
4) Panglocitaku Kutipan:
Terjemahan:
lunglai yang terlihat
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Panglocitaku. Kata glewo-glewo merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata sifat yang mengikuti yaitu katon ‘terlihat’ sehingga bermakna lunglai yang terlihat.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Nang ngalam donya (LL 1, 2, 5) Terjemahan:
di alam dunia
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Lare Lara 1. Kata nang merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata tempat yang mengikuti yaitu ngalam ‘alam’ sehingga bermakna di alam dunia.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 3) Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3) Terjemahan:
hem, seperti ini perihnya hem, seperti ini perjalanannya
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Lare Lara 2. Kata hem merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara
estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata keadaan yang mengikuti yaitu perihe ‘alam’ sehingga bermakna seperti ini sakitnya.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’ Kutipan:
Nyawang dolanane mbelasah (NAKL, 1, 3) Terjemahan:
Melihat mainan berserakan
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Nalika Anak Kena Lara. Kata mbelasah merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata benda yang mengikuti yaitu dolanane ‘mainan’ sehingga bermakna mainan berserakan.
Nonsense merupakan kata atau rangkaian kata yang di dalam kamus tidak tercantum maknanya (tidak memiliki makna leksikal). Akan tetapi, terkadang dapat dimaknai secaralebih mendalam. Hal ini menimbulkan ketidaklogisan, namun menguntungkan karena menimbulkan keindahan bunyi pada geguritan. Nonsense juga berupa kata yang secara leksikal tidak terdapat di dalam kamus akan tetapi dapat memberikan kesan atau ekspresif yang mendalam. Dari ketujuh geguritan karya Wieranta, kesemuanya terdapat bentuk nonsense.
3. Penciptaan Arti (Creating of Meaning) Analisis penciptaan arti mencakup unsur-unsur:
(a) Rima, yakni pengulangan bunyi dalam puisi untuk musikalitas atau orkestrasi.
(b) Homolog, yakni kesejajaran arti atau persamaan posisi dalam bait maupun antar bait.
(c) Ejambemen, yakni pemutusan kalimat untuk diletakkan pada baris berikutnya.
(d) Tipografi, yakni tata wajah pada puisi.
Berikut akan dijelskan lebih lanjut mengenai rima, homolog, enjambemen, dan tipografi pada ketujuh geguritan karya Wieranta.
a. Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi pada puisi untuk musikalitas atau orkestrasi. Untuk mengulanginya penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Rima dalam ketujuh geguritan karya Wieranta bersifat bebas, tidak terikat dengan metrum rima seperti rima terus (aaaa), rima berpasangan (aabb), rima bersilang (abab), rima berpeluk (abba), dan rima putus (aaab atau abac).
1) Rima Bait
Rima bait merupakan pengulangan bunyi yang terdapat pada bait puisi. Penyair menggunakan permainan diksi agar tercipta keindahan bunyi dalam geguritan. Rima bait dalam bahasa Jawa biasa disebut purwakanthi. Rima bait dalam masing-masing geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1) Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2)
Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis melihat matamu penuh darah
Kata tangis dan getih memiliki kesamaan bunyi i pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan.
Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Donga lan pangestu iku kulup (KLNR 1, 5, 6) Luwih aji timbang bandha bandhu (KLNR 1, 5 7) Terjemahan:
doa dan restu itu, Nak
lebih berharga dari harta benda
Rima dalam baris di atas nampak pada kata kulup dan bandhu. Kedua kata tersebut berakhiran bunyi u. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Lelabuhane wong tuwa (KLNR 2, 2, 7) Ora tega nyawang (KLNR 2, 2, 8)
Apa kang lagi kosandhang (KLNR 2, 2, 9) Terjemahan:
tambatan orang tua tidak tega melihat apa yang kamu alami
Kata tuwa, nyawang, dan kosandhang memiliki kesamaan bunyi a pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Ati kang krowak (KLNR 2, 3, 2) Tatu dhowak-dhowak (KLNR 2, 3, 3) Terjemahan:
hati yang berlubang Terluka tercabik-cabik
Rima dalam baris di atas nampak pada kata krowak dan dhowak-dhowak. Kedua kata tersebut berakhiran bunyi ak. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2) Kang arum ganda melathi (KLNR 3, 1, 3) Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4)
Terjemahan:
membawa tujuh bidadari yang berbau harum melati selalu disanjung
Kata midadari, melathi, dan muja-muji memiliki kesamaan bunyi i pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Kang lagi nandhang rudhita (KLNR 3, 2, 4) Salaksa pandonga mulya (KLNR 3, 2, 5)
Mbleber ngebeki pangkon dhuhkita (KLNR 3, 2, 6) Terjemahan:
yang sedang tertimpa musibah sisipkan doa kesembuhan
Menggenang memenuhi pangkuan kesediahan
Rima dalam baris di atas nampak pada kata rudhita, mulya, dan dhuhkita . Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi a. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(d) Panglocitaku Kutipan:
Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3) Tansah, lelewa ana mripatku (Pc, 1, 4) O baya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Terjemahan:
bercanda kemarin
selalu, terbayang dimataku sampai kapan Nak
Kata kepungkur, mripatku, dan kulup memiliki kesamaan bunyi u pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Ndulu praupanmu cowong (Pc, 2, 2) Kayadene gunung growong (Pc, 2, 3) Glewo-glewo sing nate katon (Pc, 2, 4) Wis musna kepangan lelakon (Pc, 2, 5) Terjemahan:
melihat wajahmu pucat seperti gunung berlubang perlahan mulai terlihat
sudah hilang termakan cobaan
Rima dalam baris di atas nampak pada kata cowong, growong, katon dan lelakon. Keempat kata tersebut berakhiran bunyi o. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Dak keloni (LL 1, 2, 2) Sambi dak critani (LL 1, 2, 3) Terjemahan:
sambil kuceritakan
Kata keloni dan critani memiliki kesamaan bunyi i pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Iku kembange wong tuwa ngatuwa (LL 1, 3, 5) Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6) Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7) Terjemahan:
itu bunganya orang tua menuju dewasa ketika anak meminta aneh-aneh
orang tua harus berani bertanggung jawab
Rima dalam baris di atas nampak pada kata ngatuwa, neka-neka, dan sembada. Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi a. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(f) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’ Kutipan:
Nyawang trumpahe gumlethak (NAKL, 1, 1) Kelingan cowonge mripat (NAKL, 1, 2) Terjemahan:
Melihat sandal tergeletak melihat terbayang dimata
Kata gumlethak dan mripat memiliki kesamaan bunyi a pada akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1) Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2) Terjemahan:
dipangkuan kusimpan dalam hatiku kutunggu kembalimu dalam pangkuanku
Rima dalam baris di atas nampak pada kata pangrasaku dan pangkonanku. Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi u. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
Rima merupakan pengulangan bunyi yang sama secara berturut-turut. Permainan rima akan menimbulkan keindahan irama musikalitas atau harmonisasi geguritan. Rima bait dalam ketujuh geguritan karya Wieranta didominasi rima yang terletak di akhir baris dan didominasi oleh rima berbunyi vokal a, i, dan u.
2) Rima Antarbait
Rima antarbait adalah pengulangan bunyi antarbait satu dengan yang lain. Rima ini menimbulkan keselarasan bunyi dan keindahan ketika geguritan dibacakan. Dalam bahasa Jawa, rima antarbait disebut dengan purwakanthi lumaksita. Rima antarbait dalam masing-masing ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, langit udan tangis
Weruh mripatmu kembeng getih Perih ngiris otot bayuku
Adhuh thole, delengen Lintang-lintang alihan
Clorot-clorot nggawa donga putih Daya-daya enggal waluya temah jati Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis melihat matamu penuh darah perih menyayat otot anginku Aduh Nak, lihatlah
Bintang-bintang jatuh
Berjatuhan membawa doa putih Orang-orang segera sembuh
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga 1 terdapat pengulangan bunyi vokal a, u, dan i. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu ng, r, dan n. Pengulangan bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Aku nangis maneh thole
Weruh cahayamu putih kaya getih Semanake esemu
Lamat-lamat mbisiki pangrungonku Lagi ketaman thole
Pancen pacobane ngaurip Sing tatag anggonmu ngadhepi Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah terlihat senyummu
samar-samar berbisik di telingaku sedang menyandang Nak
memang ujian hidup
yang sabar olehmu menjalani
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga 2 terdapat pengulangan bunyi vokal a, u, dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu h, p, dan g. Pengulangan bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla Nggawa pitu midadari Kang arum ganda melati Tansah muja-muji Jati temah waluya Waluyo temah jati Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok membawa tujuh bidadari
yang wangi bau melati selalu dipuja-puja menuju tempat sembuh kesembuhan tempat dituju
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga 3 terdapat pengulangan bunyi vokal a dan i. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu k dan t. Pengulangan bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(d) Panglocitaku Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak Krungu tangismu ngrujit ati Leluconmu kepungkur Tansah, lelewa ana mripatku O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening Bapakmu melang-melang nak Ndulu praupamu cowong Kayadene gunung growong Glewo-glewo sing nate katon Wis musna kepangan lelakon
Ah geganthilane urip
Bapakmu melang-melang nak Ngambu usada kanggo awakmu Sewu pengarep-arepku tumplek Mbelasah ing segarane dhadhaku Mbesuk kapan kowe njilma kembang Sumunar ana sangisore pucang kembar
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
mendengar tangismu menyayat hati candamu kemarin
selalu terbayang dimataku o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih ayahmu bersedih, Nak melihat wajahmu pucat seperti gunung berlubang lunglai yang pernah terlihat sudah hilang dimakan perjalanan ah...cobaan hidup
ayahmu bersedih nak mencium obat untuk dirimu seribu harapan menyatu berserakan di samudra dadaku kapan dirimu menjadi bunga
bersinar di bawah pohon pucang kembar
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Panglocitaku terdapat pengulangan bunyi vokal a, u dan o. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu m, k, dan r. Pengulangan bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Bapak rumangsa ayem kulup Menawa krungu pamintamu Kang aeng kaya dongeng Aku ngerti
Iku kembange wong tuwa ngatuwa Kapan anak nyuwun neka-neka Wong tuwa kudu wani sembada Terjemahan:
ayah merasa tenang Nak
kalau mendengar permintaanmu yang unik seperti dongeng aku mengerti
itu bunga orang tua menuju dewasa ketika anak meminta macam-macam orang tua harus bertanggung jawab
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Lare Lara 1 terdapat pengulangan bunyi vokal a, u dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu w, k, dan m. Pengulangan bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Kapan weruh gegambarane Ati keiris kaya
Hem, ngene perihe
Ngrasakake lare kang lagi lara Wus sayah angine
Leren ana sangisore wit-witan Hem, ngene lelakone
Yen lagi kena kacintrakan Terjemahan:
kapan melihat bayangannya hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan hem, seperti ini cobaannya kalau sedang terkena musibah
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Lare Lara 2 terdapat pengulangan bunyi vokal a, i dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga
terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu k, r, dan s. Pengulangan bunyi vokal dan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’ Kutipan:
Nyawang trumpahe gumlethak Kelingan cowonge mripat Nyawang dolanane mbelasah Kelingan tangise nenatah Adhuh anakku ngger
Menyang sapa anggonku ngluru esemmu Marang sapa anggonku ngrungu cemlewomu Luhku asat ing panglamunan
Rerambatan lakuku ngupadi kawelasan Kapangku dak simpen ana pangrasaku Dak anti balimu ing pangkonanku Kaya dina-dina katemben
Bebarengan nlusuri ratan Sinambi gegojekan Terjemahan:
melihat sandal tergeletak teringat jelas di mata melihat mainan berserakan teringat tangisnya mengiris aduh anakku
kepada siapa aku mencari senyummu kepada siapa aku mendengar candamu air mataku kering di lamunan
tertatih langkahku mencari pertolongan dipangkuan kusimpan di perasaanku aku tunggu kembalimu di pangkuanku seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan sambil bercanda
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Nalika Anak Kena Lara terdapat pengulangan bunyi vokal a, u dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu n dan m. Pengulangan
bunyi vokal dan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
Rima antarbait yang terdapat dalam ketujuh geguritan karya Wieranta menimbulkan keindahan, keselarasan, keharmonisan bunyi, dan suasana. Hal ini membuat geguritan menjadi lebih hidup. Pemilihan diksi beserta perulangan bunyinya menimbulkan aura dalam geguritan tersebut sehingga menyebabkan pembaca terhanyut dan tertarik untuk membaca geguritan.
b. Homolog
Homolog merupakan kesejajaran arti atau persamaan posisi dalam bait maupun antar bait. Homolog mampu menimbulkan keseimbangan karena adanya keselarasan antar baris satu dengan baris lainnya, bait satu dengan bait lainnya, dan antara baris dengan bait. Homolog mampu menimbulkan orkestrasi (bunyi musik) dan irama yang menyebabkan terjadinya liris. Homolog dalam ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6) Daya-daya enggal waluyo temah jati (KLNR 1, 1, 7) Terjemahan:
bintang-bintang jatuh
berjatuhan membawa doa putih badan segera sembuh nak
Bait geguritan di atas menjelaskan langit malam yang dihiasi dengan bintang jatuh. Bait kedua dan ketiga menjelaskan banyaknya bintang yang jatuh sambil membawa doa-doa suci. Doa yang bisa menyembuhkan setiap orang yang
sedang tertimpa musibah dalam rasa sakit. Ketiga gait di atas menunjukkan saling terkait dalam hal makna.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Ibumu nangis uga thole (KLNR 2, 2, 1) Kembeng-kembeng waspa (KLNR 2, 2, 2) Sewu dhuhkita ngebeki atine (KLNR 2, 2, 3) Ndeleng awakmu ngalentrih (KLNR 2, 2, 4) Kaya lampu kesatan lenga (KLNR 2, 2, 5) Terjemahan:
ibumu menangis lagi nak penuh air mata
seribu kesedihan memenuhi hatinya melihat dirimu lemas
seperi lampu kehabisan minyak
Dari kutipan di atas terlihat betapa orang tua sangat sedih ketika melihat sang anak sakit. Kesedihan yang dialami seorang ibu akan lebih mendalam daripada sang ayah. Dalam bait di atas juga menjelaskan betapa sedihnya seorang ibu ketika melihat anak yang dicintainya sedang sakit. Rasa sakit yang dialami seorang ibu ibarat seperti seribu kesedihan yang berkumpul menjadi satu. Bait tersebut saling berkait untuk menjelaskan kesedihan dari seorang ibu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1) Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2) Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3) Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4) Jati temah waluya (KLNR 3, 1, 5) Waluyo temah jati (KLNR 3, 1, 6) Terjemahan:
membawa tujuh bidadari yang wangi harum melati selalu dipuja-puja
menuju tempat sembuh kesembuhan tempat dituju
dalam kutipan di atas dijelaskan imajinasi pengarang dalam meminta petunjuk agar sang anak cepat sembuh. Penulis mengimajinasikan di suatu malam akan hadir kereta kencana yang dinaiki tujuh bidadari yang berbau harum. Para bidadari ini bertugas memberikan penawar kepana anak-anak yang sedang sakit agar lekas sembuh. Bait tersebut saling berkait untuk menjelaskan harapan seorang ayah yang menunggu keajaiban datangnya bidadari yang membawa obat untuk sang anak yang sedang sakit.
4) Panglocitaku Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak Krungu tangismu ngrujit ati Leluconmu kepungkur Tansah, lelewa ana mripatku O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening Bapakmu melang-melang nak Ndulu praupamu cowong Kayadene gunung growong Glewo-glewo sing nate katon Wis musna kepangan lelakon Ah geganthilane urip
Bapakmu melang-melang nak Ngambu usada kanggo awakmu Sewu pengarep-arepku tumplek Mbelasah ing segarane dhadhaku Mbesuk kapan kowe njilma kembang Sumunar ana sangisore pucang kembar Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih ayahmu bersedih, Nak melihat wajahmu pucat seperti gunung berlubang lunglai yang pernah terlihat sudah hilang dimakan perjalanan ah...cobaan hidup
ayahmu bersedih Nak mencium obat untuk dirimu seribu harapan menyatu berserakan di samudra dadaku kapan dirimu menjadi bunga
bersinar di bawah pohon pucang kembar
Dari kutipan di atas terlihat sangkaian geguritan yang ditulis dalam satu tema dan saling berurutan. Geguritan Panglocitaku menjelaskan kisah penulis yang juga sebagai seorang anak merasa sangat sedih ketika melihat sang anak sedang sakit. Sang ayah sangat berharp agar sang anak bisa segera sembuh dari sakit yang dialami. Seorang ayah akan ikut merasakan kesedihan yang dialami sang anak meskipun tidak merasakan sakit yang sama. Seorang ayah akan selalu berdoa meminta kesembuhan kepada anak. Bait dalam puisi tersebut saling terkait dan mengikat untuk menceritakan kesedihan seorang ayah yang melihat naka yang dicintai sedang sakit.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Bapak rumangsa ayem kulup (LL 1, 3, 1) Menawa krungu pamintamu (LL 1, 3, 2) Kang aeng kaya dongeng (LL 1, 3, 3) Aku ngerti (LL 1, 3, 4)
Iku kembange wong tuwa ngatuwa (LL 1, 3, 5) Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6) Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7)
Terjemahan:
ayah merasa tenang Nak
kalau mendengar permintaanmu yang unik seperti dongeng aku mengerti
itu bunga orang tua menuju dewasa ketika anak meminta macam-macam orang tua harus bertanggung jawab
Dari kutipan di atas dijelaskan mengenai kuwajiban seorang ayah kepada anak. Tugas seorang ayah adalah memberikan kenyamanan kepada anak. Sang ayah harus senantiasa menghibur sang anak misalnya melalui cerita atau dongeng. Selain dalam memberi kenyamanan seorang anak juga harus bertanggung jawab atas sang anak. Seorang ayah harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi semua permintaan anak kepada orang tua.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Ati keiris kaya (LL 2, 1, 3) Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 4)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 1, 5) Terjemahan:
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana sedihnya ketika melihat sang anak sedang sakit. Sedih yang dialami orang tua ketika melihat sang anak sakit pedihnya seperti hati yang teriris. Bait dalam geguritan di atas saling terkait dan mengikat untuk menjelaskan sedihnya orang tua ketika melihat sang anak sedang sakit.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’ Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1) Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2) Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4) Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5) Terjemahan:
dipangkuan kusimpan di perasaanku aku tunggu kembalimu di pangkuanku seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan sambil bercanda
Bait geguritan di atas menjelaskan perjalanan kenang penulis bersama dengan putra yang dicintai. Sebagai seorang ayah, dapat menghabiskan waktu bersama dengan anak dan keluarga merupakan suatu kebahagiaan yang tidak dapat ditukar dengan uang. Apabila sang anak sedang sakit tentu kebiasaan yang biasa dilakukan akan terhenti dan pada saat itu akan mulai merasakan rindu dengan kebiasaan bersama dan bercanda bersama dengan keluarga. Kelima bait tersebut saling terkait dan saling maknanya sehingga tercipta sebuah makna dalam geguritan tersebut.
Secera keseluruhan, homolog pada geguritan karya Wieranta berupa pemenggalan dari baris satu ke baris yang lain. Setiap baris saling menguatkan makna yang akan diuangkapkan dalam geguritan sehingga membentuk keselarasan makna yang liris.
c. Ejembemen
Ejembemen merupakan pemutusan kalimat untuk diletakkan pada baris berikutnya. Pemutusan atau perlompatan kalimat ke baris berikutnya pada puisi ini berfungsi untuk membangun satuan kata atau kalimat yang menunjukkan satu
kandungan tertentu, atau untuk memberi tekanan makna baris tersebut. Kata-kata pada akhir baris mendapat penekanan semantik yang kuat. Ejembemen dalam ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut.
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Adhuh thole, delengen (KLNR 1, 1, 4) Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6) Terjemahan:
aduh Nak, lihatlah bintang-bintang jatuh
berjatuhan membawa doa putih
Kata delengen ‘lihatlah’ dipenggal untuk memberi penekanan pada kata lintang-lintang alihan ‘bintang-bintang jatuh’ yang memiliki arti penulis mengajak sang anak untuk memandang lagit yang sedang dihiasi indahnya bintang jatuh. Kutipan lain juga diperlihatkan pada bait kedua:
Kutipan:
Adhuh thole, rungonen (KLNR 1, 2, 4) Tembang durma nelangsa (KLNR 1, 2, 5) Panangise bapa-babumu (KLNR 1, 2, 6) Terjemahan:
aduh Nak, dengarlah nyanyian Durma sedih tangisan ayah-ibumu
Pemenggalan kata rungonen ‘dengarlah’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu tembang durma nelangsa. Enjambemen yang lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Adhuh thole, tampanen (KLNR 1, 3, 4)
Terjemahan:
aduh Nak, terimalah
ratapanku dan ratapan ibumu
Pemenggalan kata tampanen ‘terimalah’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu sesambatanku lan sesambatane ibumu ‘ratapanku dan ratapan ibumu’.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Ngono iku thole (KLNR 2, 2, 6)
Lelabuhane wong tuwa (KLNR 2, 2, 6) Terjemahan:
seperti itu Nak
tempat bersandar orang tua
Terlihat pemenggalan kata thole ‘Nak’ yang dilanjutkan baris berikutnya Lelabuhane wong tuwa ‘tempat bersandar orang tua’. Berdasarkan potongan di atas dijelaskan mengenai perasaan orang tua yang tidak tega ketika melihat sang anak yang sedang sakit. Kutipan lain juga terdapat pada bait selanjutnya yaitu:
Kutipan: O ana ngendi (KLNR 2, 3, 4) Dedununge kabagyan (KLNR 2, 3, 5) Terjemahan: o ada dimana memulai kebahagiaan
Pemenggalan kata ana ngendi ‘ada dimana’ dipenggal untuk menjelaskan kata selanjutnya yaitu Dedununge kabagyan ‘memulai kebahagiaan’.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1) Nggawa pitu midadari(KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3) Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok membawa tujuh bidadari
yang wangi harum melati
Terlihat pemenggalan kata kereta kencana ‘kereta kencana’ yang dijelaskan baris berikutnya nggawa pitu midadari ‘membawa tujuh bidadari’. Dalam potongan di atas dijelaskan mengenai imajinasi penulis yang membayangkan di langit terlihat sebuah kereta kencana yang di dalamnya terdapat tujuh bidadari yang sangat wangi seperti wangi harum bunga melati. Kutipan lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Muga kang lagi nandhang (KLNR 3, 3, 5) Enggal antuk pepadhang (KLNR 3, 3, 6) Terjemahan:
semoga yang mengalami segera mendapat pencerahan
Pemenggalan kata Muga kang lagi nandhang ‘semoga yang mengalami’ dipenggal untuk menjelaskan kata selanjutnya yaitu Enggal antuk pepadhang ‘segera mendapat pencerahan’. Kata pepadhang ‘’pencerahan’ yang dimaksud dalam geguritan di atas adalah solusi agar sang anak bisa segera sembuh dari sakit yang sedang dialami.
4) Panglocitaku Kutipan:
O boya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening (Pc, 1, 6) Terjemahan:
o, kapankah Nak
Terlihat pemenggalan kata kapan kulup ‘kapankah Nak’ yang dijelaskan baris berikutnya ragamu oleh banyu bening ‘ragamu mendapat air jernih’. Dalam potongan di atas dijelaskan harapan orang tua yang anaknya segera mendapatkan penawar dari sakitnya yang dalam geguritan digambarkan dengan istilah banyu bening atau air jernih. Kutipan lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak (Pc, 3, 1) Ngambu usada kanggo awakmu (Pc, 3, 2) Terjemahan:
ayahmu bersedih Nak mencium obat untuk dirimu
Pemenggalan kata melang-melang ‘bersedih’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Ngambu usada kanggo awakmu ‘mencium obat untuk dirimu’.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2) Terjemahan:
sekali lagi Nak
mintalah ayah mendongeng
Terlihat pemenggalan kata sepisan maneh kulup ‘sekali lagi Nak’ yang dijelaskan baris berikutnya nyuwuna bapak ndedongeng ‘mintalah ayah mendongeng’. Dalam potongan di atas menjelaskan kerinduan orang tua untuk mendongengkan kisah-kisah ringan kepada sang anak. Sang ayah merasa sedih ketika sang anak sedang sakit dan tidak bisa bercerita bersama dan mendongeng bersama. Kutipan lain juga terdapat pada bait kedua yaitu:
Kutipan: Ayo kulup (LL 1, 2, 1) Dak keloni (LL 1, 2, 2) Terjemahan: ayo Nak aku dekap
Pemenggalan kata Ayo kulup ‘ayo Nak’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Dak keloni ‘aku dekap’.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Ati keiris kaya (LL 2, 1, 3) Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 4)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 1, 5) Terjemahan:
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
Terlihat pemenggalan kata ngene perihe ‘seperti ini perihnya’ yang dijelaskan baris berikutnya ngrasakake lare kang lagi lara ‘merasakan anak yang sedang sakit’. Dalam potongan di atas menjelaskan kasih sayang orang tua yang begitu dalam kepada anak sehingga ketika sang anak sedang sakit maka orang tua juga seakan-akan merasakan rasa sakit yang sama. Kutipan lain juga terdapat pada bait kedua yaitu:
Kutipan:
Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 2, 4) Terjemahan:
hem, seperti ini perjalanannya kalau anak sedang sakit
Pemenggalan kata ngene lelakone ‘seperti ini cobaannya’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Ngrasakake lare kang lagi lara ‘kalau anak sedang sakit’ yang menjelaskan betapa perihnya orang tua ketika sang anak sedang sakit, akan tetapi semua itu adalah sebuah ujian dari Tuhan dan harus dilalui dengan tabah dan iklas.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’ Kutipan:
Aduh anakku ngger (NAKL, 2, 1)
Menyang sapa anggonku ngluru esemmu (NAKL, 2, 2) Terjemahan:
aduh putraku
kepada siapa aku mencari senyummu
Terlihat pemenggalan kata Aduh anakku ngger ‘aduh putraku’ yang dijelaskan baris berikutnya Menyang sapa anggonku ngluru esemmu ‘kepada siapa aku mencari senyummu’. Dalam potongan di atas menggambarkan orang tua yang berusaha mencari obat agar sang anak bisa segera sembuh dan kembali ceria seperti dulu kala. Kutipan lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3) Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4) Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5) Terjemahan:
seperti hari-hari kemarin bersama menelusuri jalan sambil bercanda
Pemenggalan kata Kaya dina-dina katemben ‘seperti hari-hari kemarin’ dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Bebarengan nlusuri ratan ‘bersama menelusuri jalan’.
d. Tipografi
Tipografi adalah tata wajah pada guritan. Tipografi menjadi pembeda antara puisi dan prosa. Tipografi pada geguritan karya Wieranta dapat dilihat sebagai berikut:
1) Judul
Penulisan judul pada geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan Dongeng Saka Pabaratan menggunakan huruf kapital semua dengan dicetak tebal, diketik dengan komputer huruf dalam bait dan baris geguritan. Tata letak judul dengan format center atau tengah.
2) Pembaitan
Geguritan dengan bait paling sedikit yakni hanya terdiri dari 2 bait yaitu geguritan berjudul Lare Lara 2. Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3, Panglocitaku, Lare Lara 1, dan Nalika Anak Kena Lara masing-masing terdiri dari 3 bait. Geguritan Kang Kang Lagi Nandhang Roga 2 terdiri dari 4 bait, sedangkan geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 memiliki 6 bait.
Geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan berjudul Dongeng Saka Pabaratan memperlihatkan kebebasan dalam berekspresi dengan membangun geguritan dengan jumlah bait yang tidak menentu, bebas, dan tidak terikat pada metrum tertentu. Secara keseluruhan geguritan karya Wieranta mempunyai bait-bait yang pendek, yakni 3 sampai 4 bait.
3) Jumlah Baris
Jumlah baris pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 bait pertama yaitu 7 baris, pada bait kedua terdapat 8 baris, pada bait ketiga terdapat 7 baris,
pada baris keempat terdapat 7 baris, pada bait kelima terdapat 7 baris, sedangkan pada bait keenam atau bait yang terakhir terdapat 8 baris.
Geguritan kedua yaitu Kang Lagi Nandhang Roga 2. Geguritan ini terdiri dari empat bait. Pada bait pertama terdapat 7 baris, pada bait kedua terdapat 9 baris, pada bait ketiga terdapat 8 baris, sedangkan pada bait keempat atau bait yang terakhir terdapat 7 baris.
Geguritan ketiga yaitu Kang Lagi Nandhang Roga 3. Geguritan ini terdiri dari tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 6 baris, pada bait kedua terdapat 6 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 7 baris.
Geguritan keempat yaitu Panglocitaku. Geguritan ini terdiri dari tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 6 baris, pada bait kedua terdapat 6 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 6 baris. Geguritan Panglocitaku merupakan geguritan yang memiliki jumlah baris yang stabil pada semua bait yaitu 6 baris.
Geguritan kelima yaitu Lare Lara 1. Geguritan ini terdiri dari tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 5 baris, pada bait kedua terdapat 8 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 7 baris.
Geguritan keenam yaitu Lare Lara 2. Geguritan ini terdiri dari dua bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 4 baris, pada bait kedua atau bait yang terakhir terdapat 4 baris. Geguritan Lare Lara 2 merupakan geguritan yang memiliki jumlah bait paling sedikit dan tiap bait hanya terdiri dari 4 baris.
Geguritan ketujuh yaitu Nalika Anak Kena Lara. Geguritan ini terdiri dari tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 4 baris, pada bait kedua terdapat 5 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 5 baris.
Keseluruhan geguritan karya Wieranta tidak memiliki aturan tertentu dalam penentuan jumlah baris atau bermetrum bebas. Rata-rata geguritan yang ditampilkan memiliki jumlah baris yang pendek.
4) Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf pada ketujuh geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan Dongeng Saka Pabaratan didominasi dengan pemakaian huruf kecil. Pemakaian huruf kapital digunakan pada awal geguritan baris pertama. Pemakaian huruf kapital pada awal baris terdapat pada semua geguritan. Pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 pemakaian huruf kapital juga terdapat pada awal bair keempat pada semua bait.
Keseluruhan geguritan yang ditulis dapat diketahui bahwa gaya penulisan Wieranta bersifat bebas, tidak terikat oleh aturan dalam pemakaian huruf kapital dan sebagainya. Cara penulisan seperti ini diharapkan tidak membuat pembaca menjadi jenuh dalam pembacaan geguritan, dimana menjadi pembeda penulisan karya penulis yang berbentuk geguritan dengan prosa.
5) Pemakaian Tanda Baca
Banyak tanda baca yang terdapat dalam penulisan geguritan karya Wieranta. Tanda baca yang digunakan diantaranya adalah koma (,), titik (.), dan tanda hubung (-). Tanda baca yang digunakan oleh Wieranta dapat dilihat pada kutipan geguritan berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’ Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1) Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2) Perih ngiris otot bayuku (KLNR 1, 1, 3)
Adhuh thole, delengen (KLNR 1, 1, 4) Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6) Daya-daya enggal waluya temah jati. (KLNR 1, 1, 7) Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis melihat matamu penuh darah perih menyayat otot anginku Aduh Nak, lihatlah
Bintang-bintang jatuh
Berjatuhan membawa doa putih Orang-orang segera sembuh
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 adalah tanda koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,) menunjukkan sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di depannya, selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’ Kutipan:
Aku nangis maneh thole (KLNR 2, 1, 1)
Weruh cahayamu putih kaya getih (KLNR 2, 1, 2) Semanake esemu (KLNR 2, 1, 3)
Lamat-lamat mbisiki pangrungonku (KLNR 2, 1, 4) Lagi ketaman thole (KLNR 2, 1, 5)
Pancen pacobane ngaurip (KLNR 2, 1, 6) Sing tatag anggonmu ngadhepi. (KLNR 2, 1, 7) Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah terlihat senyummu
samar-samar berbisik di telingaku sedang menyandang Nak
memang ujian hidup
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2 adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’ Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1) Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2) Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3) Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4) Jati temah waluya (KLNR 3, 1, 5) Waluyo temah jati. (KLNR 3, 1, 6) Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok membawa tujuh bidadari
yang wangi bau melati selalu dipuja-puja menuju tempat sembuh segera sembuh Nak
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(d) Panglocitaku Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak (Pc, 1, 1) Krungu tangismu ngrujit ati (Pc, 1, 2) Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3) Tansah, lelewa ana mripatku (Pc, 1, 4) O boya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening. (Pc, 1, 6) Terjemahan:
mendengar tangismu menyayat hati candamu kemarin
selalu terbayang dimataku o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Panglocitaku adalah tanda koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,) menunjukkan sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di depannya, selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’ Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2) Kaya sore-sore kepungkur (LL 1, 1, 3) Kancil ngglembuk kethek (LL 1, 1, 4) Apa ceguk nyamber kuthuk. (LL 1, 1, 5) Terjemahan:
Sekali lagi Nak
Mintalah ayah mendongeng Seperti sore kemarin
Kancil mengejar monyet
Atau burung hantu menyambar anak ayam
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Lare Lara 1 adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ Kutipan:
Kapan weruh gegambarane (LL 2, 1, 1) Ati keiris kaya (LL 2, 1, 2)
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 3)
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1)
Leren ana sangisore wit-witan (LL 2, 2, 2) Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3)
Yen lagi kena kacintrakan. (LL 2, 2, 4) Terjemahan:
kapan melihat bayangannya hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan hem, seperti ini cobaannya kalau sedang terkena musibah
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Lare Lara 2 adalah tanda koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,) menunjukkan sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di depannya, selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’ Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1) Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2) Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4) Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5) Terjemahan:
dipangkuan kusimpan di perasaanku aku tunggu kembalimu di pangkuanku seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan sambil bercanda
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Nalika Anak Kena Lara adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk