• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emay Rahmayani, Purwati Kuswarini Suprapto, Suharsono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Emay Rahmayani, Purwati Kuswarini Suprapto, Suharsono"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN WIMBA TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA SUB KONSEP SEL

(Studi Eksperimen di Semester Genap Kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya Tahun Ajaran 2016/2017)

The Effect of Wimba Learning Model on the Students’ Learning Outcomes in Cells Sub Concept (Experimental Study in Second Semester at the VIIth Grade

of Junior High School 16 Tasikmalaya City of Academic Year 2016/2017) Emay Rahmayani, Purwati Kuswarini Suprapto, Suharsono

emayrahmayani@gmail.com

Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

info@unsil.ac.id

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the influence of wimba learning model on learning outcomes of students on cells sub concepts. This study was conducted in Desember 2016 until June 2017. The method used in this study is true experimental. The population is the VIIth grade of Junior High School 16 Tasikmalaya City consist of 112 students that divided in four class. The sample of this study is class VII A (using wimba learning model) and class VII B (using direct intrunction model) with a total of 28 students each sample is taken by cluster random sampling. As the instruments of this study, 36 multiple choice of learning outcomes test with four options was used. T-test was used to analyze data which the significance level (α) = 5%. Based on the results of this study, data analysis and hypothesis testing concluded that there is influence of wimba learning model to students learning outcomes in cells sub concept (experimental study in second semester at the VIIth grade of Junior High School 16 Tasikmalaya City of academic year 2016/2017). Based on the result of the research, the findings of this research are after the application of wimba learning model in the VIIth grade of Junior High School 16 Tasikmalaya City on sub cell concept tends to improve the cognitive learning result of the learner at applying level (C3), analyzing (C4) and evaluating (C5).

(2)

2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran wimba terhadap hasil belajar peserta didik pada sub konsep sel. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan Juni 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya sebanyak 112 orang yang terbagi atas empat kelas. Adapun Sampel penelitian adalah kelas VII A (menggunakan model pembelajaran wimba) dan VII B (menggunakan model pembelajaran langsung) dengan jumlah siswa sebanyak 28 pada masing-masing sampel yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian berupa tes hasil belajar berjumlah 36 butir soal pilihan ganda dengan empat option. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata (uji t) dengan taraf signifikansi (α) = 5%. Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh kesimpulan yaitu terdapat pengaruh model pembelajaran wimba terhadap hasil belajar peserta didik pada sub konsep sel (studi eksperimen di semester genap kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2016/2017). Berdasarkan hasil penelitian, temuan penelitian ini adalah setelah diterapkannya model pembelajaran wimba di kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya pada sub konsep sel cenderung mampu meningkatkan hasil belajar kognitif peserta didik pada jenjang mengaplikasi (C3), menganalisis (C4) dan mengevaluasi (C5).

Kata Kunci: model pembelajaran wimba, hasil belajar, sel PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil pemetaan akses dan mutu pendidikan pada tahun 2013 dan 2014 menyatakan bahwa Indonesia berada di posisi 40 dari 40 negara pada pemetaan The Learning Curve-Person (Baswedan, Anies R. 2014:14). Pandangan secara umum menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan Indonesia, diantaranya faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran di kelas yang belum maksimal untuk mengembangkan kemampuan intelegensi atau kecerdasan siswa (Muhammad, Hamid 2016:9).

Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah, atau menciptakan produk-produk yang dinilai oleh satu seting budaya atau lebih. Kecerdasan itu terbagi menjadi delapan jenis kecerdasan diantaranya kecerdasan verbal/ linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual/ spasial, kecerdasan musikal,

(3)

3 kecerdasan tubuh/ kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan spiritual (Howard Gardner dalam Hildayanti, Rini 2011:5.2). Kondisi saat ini terlihat bahwa tidak semua kecerdasan tersebut mampu dikembangakan di sekolah. Banyak sekolah yang terlalu mencurahkan perhatian untuk menghasilkan anak-anak yang pandai membaca dan berhitung, dan terbiasa mengabaikan anak-anak dengan kecerdasan yang lain salah satunya dengan mengabaikan kecerdasan visual-spasial (Hildayanti, Rini 2011:5.5).

Kecerdasan spasial adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kepekaan dalam memadukan kegiatan persepsi visual (mata) maupun pikiran serta mentransformasikan persepsi visual spasial seperti yang dilakukan dalam kegiatan melukis, mendesain pola ataupun merancang bangunan (Marhayati dalam Fitria, Anjungsari 2013:1). Salah satu contoh kekeliruan yang dilakukan sekolah terlihat dari banyaknya anak yang memiliki kecerdasan visual/spasial yang diabaikan begitu saja. Banyak orang tua merasa tidak nyaman, bahkan menganggapnya sebagai hadiah hiburan saja, padahal kecerdasan visual-spasial dapat membantu anak-anak yang menghadapi kesulitan dalam pelajaran membaca, metematis, atau ilmu pengetahuan. Apabila orang tua dan guru mengabaikan kecerdasan visual-spasial anak tersebut, berarti seperti meminta mereka mengarungi lautan pendidikan dengan mata tertutup karena kecerdasan visual-spasial juga akan berguna dalam memahami berbagai mata pelajaran seperti mata pelajaran IPA. (Nurul dan Agus Santoso 2012:28)

IPA bukanlah mata pelajaran yang berisikan kumpulan materi saja, akan tetapi pembelajaran IPA didesain sebaik untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan dapat mengembangkan keterampilan siswa sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Thomas Adi Tri 2015:2). Hasil belajar adalah sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya (Juliah dalam Maulidah, Nurul dan Agus Santoso 2012:34). Akan tetapi, tidak semua anak mendapatkan hasil belajar yang bagus terutama pada mata pelajaran yang banyak mengandung konsep-konsep ilmiah (Nugroho, Thomas Adi Tri 2015:3).

(4)

4 Sejalan dengan pembahasan diatas, hasil observasi dilapangan yang penulis lakukan pada tanggal 10 Desember 2016, melalui wawancara dengan Ibu Sri Mulyani, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPA kelas VII di SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya, diperoleh beberapa informasi diantaranya dilihat dari rata-rata hasil ulangan peserta didik kelas VII pada materi IPA semester ganjil sebelum dilakukan remidial diperoleh angka sebesar 69,5 dan nilai tersebut masih belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran IPA sebesar 76. Hal tersebut juga dipengaruhi karena dirasa belum maksimal dalam mengembangkan semua jenis kecerdasan peseta didik salah satunya kecerdasan visual-spasial pada saat pembelajaran berlangsung. Demikian dipandang perlu diperkenalkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan visual-spasial peserta didik sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar terutama pada materi yang banyak mengandung konsep ilmiah seperti materi sel.

Model pembelajaran wimba adalah model pembelajaran yang berbasis tilikan ruang (visuospasial) dimana peserta didik mampu merekontruksi gambar dari gambar 2D menjadi bentuk 3D dengan konkret. Wimba berarti gambar yang terdiri atas isi wimba dan cara wimba. Isi wimba adalah obyek yang digambar, sedangkan cara wimba adalah cara bagaimana obyek tersebut digambar sehingga gambar mudah dikenali. Model pembelajaran wimba terdiri atas tiga tipe, yaitu Induktif-Clay, Induktif–Gambar dan Deduktif-Gambar (Suprapto, Purwati K.

et.al. (2015:4). Pada Penelitian ini tipe model pembelajarn wimba yang dipakai

adalah tipe Deduktif-Gambar. Adapun kegiatan selama proses pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Presentasi rangkuman, diberikan tugas untuk membuat rangkuman dan dipresentasikan di dalam kelas;

2. Pengamatan gambar gambar 2D organel sel;

3. Representasi gambar 2D atau menggambarkan gambar 2D organel sel pada lembar kerja peserta didik;

4. Membuat desain 3D sel hewan dan sel tumbuhan;

5. Membuat bentuk 3D sel hewan dan sel tumbuhan dengan menggunakan bantuan Playdoh kemudian dipresentasikan.

(5)

5 Penelitan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran wimba terhadap hasil belajar peserta didik pada sub konsep sel (studi eksperimen di semester genap kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2016/2017).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental dengan desain penelitian pretest-posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya sebanyak 112 orang yang terbagi atas empat kelas. Adapun Sampel penelitian adalah kelas VII A dan VII B dengan jumlah siswa sebanyak 28 pada masing-masing sampel yang diambil dengan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian berupa tes hasil belajar berjumlah 36 butir soal pilihan ganda dengan empat option untuk mengukur hasil belajar kognitif yang terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan yang dibatasi pada pengetahuan faktual (K1), konseptual (K2) dan prosedural (K3). Sedangkan dimensi proses kognitif pada jenjang mengingat (C1), memahami, (C2), mengaplikasi (C3), kemampuan menganalisis (C4) dan kemampuan mengevaluasi (C5). Uji normalitas data menggunakan uji Liliefors, uji homogenitas menggunakan uji Fmaximum dan uji hipotesis menggunakan uji statistika parametrik (uji t). Uji Hipotesis menggunakan uji statistika parametrik (uji t). Untuk melihat peningkatan hasil belajar peserta didik data diolah dengan menggunakan rumus N-Gain (Meltzer, 2002:2). Kriteria skor N-Gain dapat dilihat pada (Tabel 1).

𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 = 𝑆𝑃𝑜𝑠𝑡− 𝑆𝑃𝑟𝑒 𝑆𝑀𝑎𝑘− 𝑆𝑃𝑟𝑒 Keterangan:

Spost : Skor postest Spre : Skor pretest

(6)

6 Tabel 1. Kriteria Skor N-Gain

Batasan Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Sumber: Meltzer, David E. (2002:2)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Rekapitulasi data statistik hasil penelitian berupa skor pretest, posttest dan N-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilitah pada (Tabel 2).

Tabel 2. Rekapitulasi Data Statistik Skor Pretest, Posttest dan N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Statistika

Kelas VII A (Eksperimen) Model Pembelajaran Wimba

Kelas VII B (Kontrol) Model Pembelajaran Langsung)

Pretest Posttest N-Gain Pretest Posttest N-Gain

Skor Minimum 9 22 0,43 10 19 0,21

Skor Maksimum 20 33 0,81 20 31 0,69

Rata-Rata 14,35 27,61 0,62 15 25 0,48

Varians 8,41 9,00 0,0121 7,62 10,5 0,0169

Standar Deviasi 2,90 3,00 0,11 2,76 3,17 0,13

Data hasil penelitian berupa skor pretest, posttest dan N-Gain kelas eksperimen (model pembelajaran wimba) dan kelas kontrol (model pembelajaran langsung) berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis yang dilakukan adalah uji statistika parametrik (Uji t). Rekapitulasi hasil uji hipotesis dapat dilihat pada (Tabel 3).

Tabel 2. Rekapitulasi Uji Hipoteisis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Data thitung ttabel Hasil Analisis Kesimpulan Kesimpulan Analisis

Pretest-Posttest

Kelas eksperimen -33,12 2,05 thitung < - ttabel Tolak H0

Hasil pretest tidak sama dengan posttest Pretest-Posttest

Kelas Kontrol -20,41 2,05 thitung < - ttabel Tolak H0

Hasil pretest tidak sama dengan posttest

N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

5 2,05 thitung > + ttabel Tolak H0

Terdapat pengaruh

Model Pembelajaran Wimba terhadap hasil belajar peserta didik pada sub konsep Sel di semester genap kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya

tahun ajaran

(7)

7

Pembahasan

Hasil belajar peserta didik di kelas VII A (kelas eksperimen) dan kelas VII B (kelas kontrol) setelah dilakukan penelitian dapat dilihat pada (Gambar 1).

(a). (b).

Gamar 1. Diagram Batang Rata-Rata Skor Benar Pretest-Posttest terhadap Indikator Hasil Belajar. (a) Hasil Belajar Kelas Eksperimen (Model Pembelajaran Wimba); (b) Hasil Belajar Kelas Kontrol (Model Pembelajaran Langsung).

Pada Gambar 1 tampak bahwa perolehan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kecendrungan yang sama. Dimana kecendrungan tersebut tampak pada perolehan rata-rata skor benar pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator hasil belajar dari C1K1 sampai C5K3 diagram batangnya menurun. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian di kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran wimba dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung perolehan rata-rata skor benar posttest menunjukan diagram yang kebalikan, dimana pada indikator hasil belajar dari C1K1 sampa C5K3 diagram batangnya mengalami kenaikan. Maka, untuk melihat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam (Gambar 2).

(8)

8 Gambar 2. Perbedaan Diagram Batang Rata-Rata Skor Benar Posttest Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol terhadap Indikator Hasil Belajar

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa kemampuan C1K1, C1K2 sampai C2K2 antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat perbedaan yang sangat tipis. Sementara pada indikator C3K3 sampai C5K3 kelas ekpserimen memperoleh rata-rata skor benar posttest lebih tinggi dibanding kelas kontrol.

Penggunaan model wimba tipe deduktif gambar yang dalam proses pembelajarnnya peserta didik belajar dari yang umum menuju yang khusus dimulai dari melatih penguasaan konsep dengan merangkum materi pembelajaran, mengamati gambar 2D organel sel, membuat gambar 2D organel sel, merekonstruksi desain 3D sel hewan dan sel tumbuhan hingga mengaplikasikan konsep ke bentuk 3D yang lebih konkrit menggunakan bantuan playdoh mampu mengasah kemampuan mengaplikasi konsep (C3K2) dan mengaplikasi prosedur (C3K3) lebih baik dari pada kelas kontrol. Hasil penelitian Purwati K. et.al. (2012) mengatakan bahwa ranah C3 pada model wimba tipe deduktif gambar memperoleh nilai cenderung lebih tinggi.

Kemudian kegiatan mengamati gambar 2D organel sel, membuat gambar 2D organel sel (Gambar 3.a) dan membuat desain 3D sel hewan dan sel tumbuhan (Gambar 3.b) membantu peserta didik untuk mendapatkan kemampuan menganalisis konsep (C4K2) dan menganalisis prosedur (C4K3) lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Brooks (2009) mengatakan bahwa menggambar dan visusalisasi membantu anak-anak untuk dapat membangun makna bagi diri mereka

(9)

9 sendiri serta dapat membantu anak-anak untuk dapat membangun makna di pergerakan kecerdasan mereka.

(a). (b).

Gambar 3. (a) Gambar 2D Organel Sel yang dibuat Peserta Didik;

(b) Desain 3D Sel Hewan dan Sel Tumbuhan yang dibuat Peserta Didik Hasil gambar 2D organel sel (Gambar 3.a) dan desain 3D sel hewan dan sel tumbuhan (Gambar 3.b) yang dibuat peserta didik menggambarkan kemampuan menganalisis pengamatan gambar. Suprapto, Purwati K. et.al. (2015) mejelaskan bahwa pada saat merekontruksi dari gambar 2D menjadi desain 3D peserta didik akan mengalami proses mental dan melatih kecerdasan visual-spasial (tilikan ruang) mereka dengan cara mengimanjinasikan bentuk tiga dimensi dan menghadirkan bentuk benda atau dunia ruang secara konkrit. Akan tetapi pada saat penelitian berlangsung peserta didik mengalami kesulitan karena belum terbiasa dalam mengimajinasikan gambar 2D menjadi desain 3D sehingga desain 3D yang telah dibuat peserta didik masih kurang maksimal dan penunjukan letak organelnya pun masih banyak yang keliru (Gambar 3.b).

Pembuatan bentuk 3D sel hewan (Gambar 4) dan sel tumbuhan (Gambar 5) dengan bantuan playdoh menstimulus peserta didik untuk memeriksa dan melatih kemampuan mengevaluasi sampai sejauh mana penguasaan konsep peserta didik.

(10)

10 (a) (b) (c)

Gambar 4. Bentuk 3D Sel Hewan Hasil Peserta Didik. (a) Hasil Karya Kelompok 01; (b) Hasil Karya Kelompok 03 dan (c) Hasil Karya Kelompok 05.

(a) (b) (c)

Gambar 5. Bentuk 3D Sel Tumbuhan Hasil Peserta Didik. (a) Hasil Karya Kelompok 02; (b) Hasil Karya Kelompok 04 dan (c) Hasil Karya Kelompok 06.

Bentuk 3D (Gambar 4 dan 5) yang dibuat peserta didik mencerminkan sampai sejauhmana peserta didik tersebut mampu mengusai konsep materi pembelajaran. kemudian bentuk 3D tersebut (Gambar 4 dan 5) dipresentasikan di dalam kelas, sehingga dapat memudahkan peserta didik untuk merepresentasikan imaginasinya, peserta didik di kelas eksperimen lebih mampu untuk mengekspresikan hasil analisisnya untuk mengevaluasi hasil pekerjaan sendiri atau orang lain dibandingkan kelas kontrol. Akan tetapi, tampaknya peserta didik di kelas eksperimen masih mengalami kesulitan dalam pembuatan bentuk 3D sel hewan dan sel tumbuhan. Peserta didik membutuhkan waktu yang lama untuk dapat merepresentasikan dari desain 3D menjadi bentuk 3D yang lebih konkrit sehingga hasil yang diperoleh adalah bentuk 3D (Gambar 4 dan 5) yang telah dibuat peserta didik bentuknya tampak sama.

Maka dari itu, untuk mendapatkan bentuk 3D yang optimal perlu adanya pembiasaan terhadap penggunaan model pembelajaran wimba yang berbasis kecerdasan visual-sapsial. Stienke et.al (2003) menemukan bahwa mahasiswa biologi yang memiliki kemampuan visual-spatial rendah membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mempelajari materi yang menggunakan 3D.

(11)

11 Untuk melihat peningkatan hasil belajar dilihat dari perolehan skor N-Gain. Adapun perolehan skor N-Gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam (Tabel 3).

Tabel 3. Perolehan Skor N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol N-Gain Kriteria Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

g > 0,7 Tinggi 7 25% - -

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 21 75% 25 89,23%

g ≤ 0,3 Rendah - - 3 10, 71%

Jumlah 28 100% 28 100%

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen tidak ada peserta didik yang termasuk ke dalam kriteria N-Gain rendah. Dengan demikian model pembelajaran wimba yang berbasis kecerdasan visual-spasial mampu menstimulus peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Seperti yang diungkapkan Kesner, Michael H dan Alicia (2005) bahwa visual – spasial dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik dikarenakan seorang siswa telah mengalami proses mental dengan melatih kecerdasan visual-spasial sehingga konsep mudah difahami.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, dipeoleh simpulan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran wimba terhadap hasil belajar peserta didik pada sub konsep sel di semester genap kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2016/2017.

Adapun berdasarkan hasil penelitian, temuan penelitian ini adalah setelah diterapkannya model pembelajaran wimba di kelas VII SMP Negeri 16 Kota Tasikmalaya pada sub konsep sel cenderung mampu meningkatkan hasil belajar kognitif peserta didik pada jenjang mengaplikasi (C3), menganalisis (C4) dan mengevaluasi (C5).

(12)

12

SARAN

1. Pengamatan gambar 2D hendaknya dilakukan dengan mengamati objek (melintang dan membujur) dibawah mikroskop, sehingga gambar nampak terlihat lebih nyata dan jelas.

2. Untuk melatih kecerdasan visual-spasial peserta didik, hendaknya guru melakukan pembiasaan/beberapa kali pengulangan kepada peserta didik dalam merekontruksi gambar 2D menjadi desain 3D sehingga peserta didik sudah mulai terbiasa dan hasilnya bisa maksimal.

3. Bagi guru yang akan meneliti terkait penerapan model pembelajaran wimba, sebaiknya mengalokasikan waktu tatap muka lebih dari 2 kali pertemuan supaya peserta didik lebih memaksimalkan pengerjaan kegiatan pada setiap langkah model pembelajaran wimba tersebut.

4. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep peserta didik, sebaiknya pembuatan bentuk 3D dilakukan perindividu.

DAFTAR PUSTAKA

Baswedan, Anies R. (2014). Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Brooks, M. (2009). “Drawing, Visualisation and Young Children Exploration of Big Ideas”. International Journal of Science Education. Vol 31, No. 3. Fitria, Anjungsari. (2013). Pembelajaran menggunakan Permainan Media Balok

untuk Meningkatkan Kemampuan Visual-Spasial Anak Taman Kanak-Kanak. Repository.upi.edu. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hildayanti, Rini. (2011). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Kesner, Michael H dan Alicia V Linzey. (2005). “Can Computer Based

Visual-Spatial Aids Lead to Increased Student Perfomance in Anatomy and Physiology”. The American Biology Teacher. Vol 67, No.4.

Maulidah, Nurul dan Agus Santoso. (2012). “Permainan Konstruktif untuk Meningkatkan Kemampuan Multiple Intelegence (Visual-Spasial dan Interpersona)”. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam. Vol.02, No.01. Hal 27-47.

Nugroho, Thomas Adi Tri. (2015). Pengaruh Penggunaan Media Video Pembelajaran Terhadap Keterampilan Proses IPA dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD Negeri Rejowinangun 1 Yogyakarta Tahun Ajaran

(13)

13 2014/2015. Skripsi. Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta.

Stienke, Huuk and Floto (2003), The Use of High Quality 3D Animations and Videos in Hypermedia Systems by Learners with different Cognitive Abilities, Proceedings of E-Learn 2003 - PP. 1193 – 1196.

Suprapto, Purwati Kuswarini., et al. (2012). “Implemenasi Model Pembelajaran Visuospatial (3D) untuk mengembangkan Kemampuan Kognitif Calon Guru Biologi pada Konsep Anatomi Tumbuhan”. Jurnal Pengajaran

MIPA.Vol.17, No.1. Hal 46-52.

Suprapto, Purwati Kuswarini., et al. (2015). “Mengembangkan Ketrampilan Representasi Mikroskopis Mahasiswa Calon Guru pada Anatomi Tumbuhan melalui 3DS Max”. Laporan Kemajuan Hibah Bersaing. Pendidikan Biologi Universitas Siliwangi.

Gambar

Tabel 2. Rekapitulasi Uji Hipoteisis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
diagram  batangnya  menurun.  Akan  tetapi,  setelah  dilakukan  penelitian  di  kelas  eksperimen yang menggunakan model pembelajaran wimba dan kelas kontrol yang  menggunakan model pembelajaran langsung  perolehan rata-rata skor benar posttest  menunjuka
Gambar 3. (a) Gambar 2D Organel Sel yang dibuat  Peserta Didik;
Gambar 4.  Bentuk 3D Sel Hewan Hasil Peserta Didik. (a) Hasil Karya  Kelompok  01; (b) Hasil Karya Kelompok 03 dan (c) Hasil Karya Kelompok 05

Referensi

Dokumen terkait

Unsur-unsur itu ialah: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi, dan tata wajah puisi. Puisi juga mempunyai struktur batin atau

PUBLIC HEALTH AND PREVENTIVE MEDICINE ARCHIVE Public Health and Preventive Medicine Archive (PHPMA) adalah jurnal resmi yang dikelola oleh Program Magister Ilmu Kesehatan

Ketentuan di atas menunjukkan bahwa penjualan barang- barang yang disita dilaksanakan dengan perantaraan kantor lelang atau melihat keadaan, menurut pertimbangan

Menurut sugiyono, skala meupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menetukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur. Sehingga alat ukur tersebut bila

Kegiatan KSU Mitra Mandiri yang mendorong pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan adalah yang lebih khusus menangani kegiatan simpan pinjam masyarakat untuk lebih

terintegrasinya negara2 miskin ke dalam sistem perekonomian dunia/ global, tetapi justru karena terlalu intensifnya negara2 maju terintegrasi ke dalam sistem. ekonomi dunia

Xiangping Wu (2012) meneliti tentang faktor–faktor yang mempengaruhi turnover intention pada industri retail Bangkok dan hasil penelitian ini menegaskan bahwa

Berikan contoh ilmu Fardhu Ain dan Ilmu Fardhu Kifayah yang terdapat di dalam peta di atasi. (2