• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI LARVAL REARING MEDIA (LRM) DENGAN DARAH MARUS SAPI UNTUK PERTUMBUHAN LALAT CHRYSOMYA BEZZIANA DI LABORATORIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI LARVAL REARING MEDIA (LRM) DENGAN DARAH MARUS SAPI UNTUK PERTUMBUHAN LALAT CHRYSOMYA BEZZIANA DI LABORATORIUM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

51 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

MODIFIKASI LARVAL REARING MEDIA (LRM)

DENGAN DARAH MARUS SAPI UNTUK PERTUMBUHAN

LALAT CHRYSOMYA BEZZIANA DI LABORATORIUM

LILIS SOLIHAT

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R E Martadinata 30, P O Box 151, Bogor 16114 RINGKASAN

Myasis adalah infestasi larva lalat (Diptera) ke dalam jaringan tubuh hewan dan manusia. Lalat Chrysomya bezziana dilaporkan sebagai penyebab myasis di Indonesia. Selama ini, koloni lalat myasis sangat dibutuhkan dalam dunia penelitian sehingga diproduksi dalam skala besar. Tujuan percobaan ini untuk mengetahui pengaruh media LRM yang dimodifikasi dengan darah marus sapi terhadap panjang dan bobot badan masing-masing stadium. Sebanyak 1000 larva instar I (L1) dipelihara pada media LRM dan LRM modifikasi yang dibagi menjadi 5 ulangan. Pertumbuhan larva dihentikan pada setiap stadium dengan cara merendam dalam air mendidih agar larva berkontraksi. Panjang dan bobot larva diukur dan dianalisis dengan ANOVA (5%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara larva yang dipelihara dalam media LRM dan LRM modifikasi (p<0,05). Rata-rata bobot badan larva yang dipelihara dalam LRM modifikasi bertambah menjadi 1,4 (L2); dan 1,5 (L3) kali lebih berat daripada LRM sedangkan panjangnya meningkat menjadi 0,36 (L1); 1,13 (L2) dan 1,29 (L3) lebih panjang dari LRM. Larva yang dipelihara dalam media LRM tidak berkembang menjadi pupa. Rata-rata bobot pupa yang dipelihara dalam media LRM modifikasi adalah 37,94 mg.

Kata Kunci : Myasis, Larval Rearing Media (LRM), Modifikasi, Pupa.

PENDAHULUAN

Lalat Chrysomya bezziana dilaporkan sebagai lalat penyebab utama penyakit myasis di Indonesia, yaitu adanya infestasi larva lalat (Diptera) ke dalam jaringan tubuh hewan maupun manusia. Larva lalat ini mutlak memerlukan jaringan hidup untuk pertumbuhannya sehingga disebut sebagai obligat parasit. Akibatnya, ternak akan mengalami penurunan bobot badan, produksi susu, kerusakan kulit, kepincangan, gangguan pada alat reproduksi bahkan dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri hingga menimbulkan kematian (Spradbery, 1991; Humphrey et al., 1980).

Kasus myasis banyak menyerang ternak-ternak yang dipelihara secara ekstensif dan semi-intensif seperti di Pulau Lombok, Sumbawa, Minahasa, Pulau Jawa, Madura dan Bali (Sigit dan Partoutomo, 1981; Sunarya, 1998). Makasar dan Sumba Timur dilaporkan sebagai daerah endemis penyakit ini yaitu hampir setiap hari dapat dijumpai kasus myasis di lapang (Sukarsih et al., 1989; Wardhana et al., 2003).

Upaya pemberantasan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pembuatan pemikat/attractant (Urech et al., 2002; Wardhana dan Muharsini, 2004), vaksin rekombinan (Voucolo et al., 2000; Sukarsih et al., 2000a), uji obat tradisional, dan pengujian terhadap beberapa insektisida baik sintetik maupun botanis (Spradbery,1983). Metode yang dilaporkan cukup efektif adalah integrasi antara pengobatan dengan program Steril Insect Technique (SIT) yaitu pembuatan lalat jantan steril dengan irradiasi sinar gamma (Whitten, 2002). Keadaan ini

(2)

memerlukan pengetahuan teknik pemeliharaan (rearing) lalat di laboratorium yang tepat sehingga dapat menghasilkan pupa yang berkualitas dalam skala besar.

Nutrisi merupakan faktor penting dalam pertumbuhan larva di laboratorium sehingga menghasilkan koloni lalat yang sehat. Sukarsih et al. (1989) pernah membuat Crude Meat Media sebagai sumber nutrisi lalat C. bezziana di laboratorium Entomologi, Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor. Pertumbuhan larva dengan metode ini menghasilkan pupa yang kecil. Kondisi ini diduga karena kandungan protein dalam media tersebut rendah. Metode baru dikembangkan yaitu mengganti daging dengan tepung darah dan menambahkan tepung telur, susu skim dan water lock gel. Media ini diberi nama Larval Rearing Media/LRM (Sukarsih et al., 2000b). Pupa yang dihasilkan mempunyai bobot badan yang lebih baik dan lalat yang menetas mempunyai motilitas yang tinggi serta sehat.

Beberapa bahan media LRM menggunakan bahan-bahan import seperti tepung darah, tepung telur dan water lock gel. Akhir-akhir ini pasokan tepung darah mengalami kesulitan karena perusahaan penghasil tepung darah tersebut tidak beroperasi lagi. Keadaan ini menimbulkan kendala yang berarti karena beberapa penelitian tentang myasis di BALITVET masih terus berlangsung sehingga dibutuhkan koloni dalam skala besar. Bertitik tolak dari permasalahan di atas maka dilakukan uji coba untuk memodifikasi LRM yaitu mengganti tepung darah dengan darah sapi segar (marus).

Makalah ini menguraikan mengenai pengaruh LRM modifikasi terhadap panjang dan bobot badan larva hingga menjadi pupa. Hasil pertumbuhan larva pada media ini dibandingkan dengan media LRM yang telah digunakan sebelumnya.

MATERI DAN METODA A. Sampel Larva Chrysomya bezziana

Larva C. bezziana yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laboratorium Entomologi Departemen Parasitologi BALITVET, Bogor. Larva ini merupakan isolat Bogor yang berasal dari kasus myasis alami pada domba Merino di Cimanglid (Sukarsih et al., 2000b). B. Sampel Darah Sapi

Darah sapi segar dalam bentuk marus (darah yang menggumpal) dikoleksi dari Rumah Potong Hewan (RPH) di Bogor. Darah dikoleksi dari leher sapi yang dipotong dan ditampung langsung dalam kantung plastik. Darah diinkubasi pada suhu ruangan selama 5 jam agar membeku. Marus yang terbentuk digunakan sebagai pengganti tepung darah dalam pembuatan media Larval Rearing Media (LRM).

C. Pembuatan Media Meat Blood Mixture (MBM)

Media ini digunakan untuk larva instar I yang baru menetas dari telur. Sebanyak 250 gr daging sapi cincang dan 30 ml darah segar dicampur secara homogen dengan menggunakan blender (Sukarsih et al., 2000b).

(3)

53 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

D. Pembuatan Larval Rearing Media (LRM)

Komposisi bahan untuk pembuatan media LRM dan LRM modifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bahan – bahan pembuatan LRM dan LRM modifikasi Jenis Media

Bahan

LRM modifikasi LRM a. Tepung darah (Brisbane)

b. Darah marus (Lokal) c. Susu skim (Lokal)

d. Tepung telur (Sunny Queen Products, Brisbane, Australia.) e. Water lock superabsorbent polymer gel (Grain Processing

Corp.Muscaline, IA.) f. Formalin (AR Grade) g. Akuades 60 gr - 30 gr 30 gr 12 gr 1 ml 860 ml - 300 gr 30 gr 30 gr 12 gr 1 ml 430 ml Media LRM dibuat dengan cara mencampur semua bahan-bahan tersebut ke dalam gelas penampung kemudian diblender hingga homogen. Pada media LRM modifikasi, darah marus diblender dahulu agar hancur, selanjutnya ditambahkan tepung telur, susu skim dan gel. Akuades yang telah mengandung formalin 10% di tuang ke dalam gelas penampung kemudian di blender hingga homogen.

E. Pembuatan Oviposition Media (OPM)

Oviposition Media (OPM) berbentuk cair dan berasal dari media LRM yang sudah dipakai selama 6 hari untuk pertumbuhan larva. Media ini direndam akuades dengan perbandingan 1 : 1 dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah dilakukan penyaringan, suspensinya disimpan pada suhu 20oC dan digunakan sebagai perangsang lalat untuk bertelur. (Sukarsih et al., 2000b)

F. Prosedur Penumbuhan Larva C. bezziana

Penumbuhan larva dilakukan berdasarkan metode Sukarsih et al.(2000b). Bagan prosedur penumbuhan larva dapat di lihat pada Gambar 1.

F1. Koleksi Telur Lalat C. bezziana

Telur lalat dikoleksi dengan cara menempatkan kotak plastik yang berisi kayu segi empat dan diapit oleh 2 buah busa. Sebanyak 400 ml OPM di tuangkan ke dalam kotak palstik sehigga meresap di dalam busa dan dimasukkan ke dalam sangkar semalam. Telur di koleksi pada pagi hari (pukul 08.30 WIB).

(4)

F2. Penumbuhan Larva Instar 1 (LI)

Media MBM diletakkan di sudut baki plastik berukuran 13,5 x 18,5 x 4,5 cm untuk masing-masing perlakuan. Sebanyak 50 ml LRM diletakkan di sekeliling media MBM. Telur yang telah di timbang (125 mg) diletakkan di atas media tersebut dan diinkubasi pada suhu 36oC. Pada hari ke-2 LRM dan LRM modifikasi ditambahkan sampai kotak tersebut penuh. Koleksi L1 dilakukan pada hari kedua (L1 akhir) pada masing-masing perlakuan (LRM dan LRM modifikasi) secara acak sebanyak 100 ekor/perlakuan yang terbagi menjadi 5 ulangan. Larva direndam air mendidih selama 15 menit dan dikeringkan diatas kertas saring (Whatman 42). Sisa larva pada masing-masing perlakuan di pelihara terus sampai menjadi L2. Larva yang telah dikoleksi ditimbang bobot badannya dan di ukur panjangnya.

F3. Penumbuhan Larva Instar II (L2)

Semua media yang mengandung L1 dipindahkan ke sudut baki plastik berukuran 30 x 23 x 45 cm pada hari ke-3. Sebanyak 600 ml media LRM dan LRM modifikasi ditambahkan pada masing-masing perlakuan. Sore harinya ditambahkan lagi media LRM dan LRM modifikasi sampai baki penuh (800 ml). Larva diinkubasi pada suhu 36oC selama dua hari sampai menjadi

L2 akhir.

Koleksi L2 dilakukan pada hari ke-4 dan diberi perlakuan yang sama dengan L1. Sisa larva dipelihara sampai menjadi L3.

F4. Penumbuhan Larva Instar III (L3)

Pada hari ke-5, baki diberi alas berupa vermicullite yang diletakkan pada baki yang lebih besar berukuran 35 x 26,5 x 4,5 cm. Larva instar III yang telah dewasa akan naik ke permukaan dan menjatuhkan diri ke vermicullite.

Koleksi L3 diambil dari larva yang telah jatuh ke vermicullite kemudian direndam air panas selama 15 menit. Bobot badan ditimbang dan panjangnya di ukur. Sisa larva dipelihara terus sampai menjadi pupa.

F5. Penumbuhan Pupa

Larva telah menjadi pupa pada hari ke-8. Koleksi pupa dilakukan pada hari ke-10 dengan cara mengayak vermicullite. Pupa ditimbang bobotnya dan diukur panjangnya.

G. Parameter dan Analisis Data

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah panjang dan bobot badan pada setiap stadium perkembangan pada masing-masing perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (5%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein merupakan kebutuhan esensial bagi pertumbuhan lalat C. bezziana dalam menyelesaikan metamorfosisnya. Kandungan protein yang kurang dalam suatu pakan sangat

(5)

55 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

berpengaruh terhadap bobot larva dan pupa sehingga ukuran lalat dewasa cenderung mengecil dan kurang aktif bergerak (Prijono, 1988).

Hasil perbandingan rata-rata bobot badan larva antara yang di pelihara dalam LRM dan LRM modifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Bobot badan larva instar I (LI) tidak menunjukkan perbedaan diantara dua perlakuan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena media LI lebih banyak memerlukan MBM. Umumnya larva belum seluruhnya bermigrasi menuju media LRM atau LRM modifikasi.

L 1 L 2 L 3 Pupa LRM Modifikasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 B o bot lar v a (mg) stadium perkembangan jenis media LRM Modifikasi

Gambar 2. Bobot larva dan pupa (mg) yang dipelihara pada media LRM dan LRM- modifikasi.

Perbedaan yang nyata terlihat pada larva instar II (L2) dan L3 (p<0,05). Media LRM modifikasi mampu menambah bobot badan 1,4 (L2) dan 1,5 (L3) kali lebih berat di bandingkan larva yang di pelihara dalam LRM. Kondisi ini di duga karena pasokan protein dalam tepung darah berkurang dibandingkan dengan darah segar/marus. Berkurangnya komposisi protein di duga terjadi pada saat pemrosesan menjadi tepung darah.

Di tinjau dari laju pertumbuhannya, L2 menunjukan pertumbuhan yang pesat yaitu 31 (LRM) dan 32,5 (LRM modifikasi) kali lipat dari L1. Stadium L2 merupakan stadium pertumbuhan organ-organ fisiologis dan reproduksi sehingga membutuhkan protein yang tinggi. Berbeda dengan L2, pertumbuhan menjadi L3 cenderung tidak ekstrim, yaitu 1,1 (LRM) dan 1,25 (modifikasi). Semua organ fisiologis dan reproduksi mengalami pematangan pada stadium L3 sehingga tidak membutuhkan protein sebanyak L2. Larva instar III melakukan penyimpanan energi di dalam tubuhnya sebagai persediaan untuk menjadi pupa hingga lalat dewasa.

Hasil perbandingan rata-rata panjang larva antara yang dipelihara di LRM dan LRM modifikasi dapat di lihat pada Tabel 2. Secara keseluruhan, larva yang di pelihara dalam media LRM modifikasi memiliki panjang tubuh yang berbeda dengan larva yang di pelihara dalam LRM (p<0,05). Larva instar I pada media modifikasi 0,36 mm lebih panjang di bandingkan larva yang di pelihara pada media LRM.

(6)

Tabel 2. Panjang larva dan pupa (mm) yang dipelihara pada media LRM dan LRM modifikasi. Panjang ± SE Stadium LRM LRM modifikasi L1 L2 L3 Pupa 3,39±0,07a 11,45 ± 0,13 a 11,7 ± 0,21 a - 3,75 ± 0,06 b 12,58 ± 0,17 b 12,99 ± 0,12 b 7,99 ± 0,05

Keterangan : Superskrip pada kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Larva instar II dan III berbeda 1,13 dan 1,29 mm lebih panjang dari media LRM. Kondisi ini membuktikan bahwa media LRM modifikasi mampu memicu pertumbuhan pada semua stadium menjadi lebih optimal. Menurut Wardhana & Muharsini (2004) bahwa panjang larva tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan menjadi pupa. Kendati demikian bobot larva mempunyai korelasi positif dengan bobot pupa dan bobot lalat dewasa.

Perkembangan panjang dari L1 menjadi L2 juga cenderung tinggi yaitu 3,37 (LRM) dan 3,35 (LRM modifikasi) kali sedangkan dari L2 menjadi L3 hampir sama yaitu 1,03 dan 1,02 kali. Hasil ini sesuai dengan hasil pertambahan bobot badan larva dari L1 manjadi L2 selanjutnya berkembang menjadi L3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak berkembangnya L3 menjadi pupa pada media LRM di duga karena struktur fisik tepung darah yang digunakan banyak mengandung partikel-partikel kasar seperti arang bekas pembakaran dan bentukan serat kasar yang menyerupai rumput. Di samping itu, warna tepung darah sudah menghitam meskipun belum melampaui batas kadaluarsanya. Tepung darah yang sama juga pernah dicoba pada penelitian sebelumnya dan dihasilkan pupa sebesar 25,8 mg, hanya saja tidak dilakukan pengukuran terhadap panjangnya (Sukarsih et al., 2000b). Dalam penelitian yang dilakukan di Malaysia dengan menggunakan LRM diperoleh rata-rata bobot pupa 35 mg (Mahon, 2001), sedangkan pada penelitian ini dihasilkan rata-rata bobot pupa sebesar 37,94 mg dengan menggunakan LRM modifikasi.

Jika dibandingkan dengan penelitian ini maka rata-rata bobot pupa yang di pelihara pada media modifikasi 2,94 mg lebih berat dari pada bobot pupa di Malaysia dan 12,14 mg lebih berat dari pada yang di lakukan oleh Sukarsih et al. (2000b). Gagalnya pembentukan pupa pada media LRM dipenelitian ini diduga karena faktor variasi individu. Kondisi L1 yang di gunakan pada awal pemeliharaan menunjukan kondisi yang kurang sehat.

Meskipun semua larva yang di gunakan pada penelitian ini kurang aktif tetapi pada media LRM modifikasi ketersediaan sumber-sumber protein sudah cukup. Larva mampu berkembang dan melewati stadium metamorfosisnya secara sempurna. Larva yang di pelihara dalam media LRM memperoleh nutrisi protein yang terbatas sehingga berakibat pada perkembangan stadium selanjutnya.

Bobot L3 pada media LRM adalah 31 mg. Data ini merupakan bobot L3 di bawah standar yang mampu menetas menjadi lalat dewasa. Menurut Wardhana dan Muharsini (2004) bahwa bobot L3 terendah yang mampu membentuk pupa dan menetas menjadi lalat dewasa berkisar 32 – 33 mg.

(7)

57 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas maka media modifikasi dapat di gunakan sebagai media pengganti LRM untuk memelihara lalat C. bezziana di laboratorium. Sampai saat ini, LRM modifikasi masih terus digunakan untuk memelihara lalat C. bezziana di Balitvet. Koloni-koloni ini di gunakan untuk keperluan uji kontrol biologis, uji obat-obatan secara in vivo dan in vitro serta untuk analisis molekuler.

KESIMPULAN

Darah marus sapi dapat di gunakan sebagai pengganti tepung darah pada media LRM. Harga darah marus sapi jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan tepung darah. Selain itu, media yang dimodifikasi mampu menghasilkan larva-larva yang lebih sehat dan mempunyai bobot badan yang lebih stabil dalam tiap-tiap periode pemeliharaannya dibandingkan dengan media LRM.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Sri Muharsini yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini dan Bapak April Hari Wardhana, SKH., MSi yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan makalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr. Eko Prasetyo yang telah banyak membantu selama kegiatan di laboratorium berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Humphrey, J.D., Spradbery, J.P and Tozer, R.S. 1980. Chrysomya bezziana; pathology of old world screwworm fly infestations in cattle. Exp. Parasitol. 49: 381 – 397.

Mahon, R.J. 2001. The Malaysian project – entomological report. Proceeding of the Screwworm Fly Emergency Preparedness Conference, Canberra.

Maya Sunarya, I.G.Md. 1998. Penyakit myasis di Propinsi NTB. Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional bantuan EIVSP Pemerintah Australia. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTB, Mataram.

Prijono, D. 1988. Pengujian Insektisida: Penuntun Praktikum. Jurusan Hama & Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

S.H.,Sigit & Partoutomo,S. 1981. Myasis in Indonesia. Bull.off.Int.Epiz. 93 (1-2): 173-178.

Spradbery, J.P., Tozer, R.S. and Pound, A.A. 1983. Efficacy of some acaricides against screwworm fly larvae. Aust.Vet.J. 60: 57-58.

Spradbery, J.P., Tozer, R.S. and Pound, A.A. (1991). The efficacy of insecticides against the screwworm fly(Chrysomya bezziana).Aust. Vet. J. 68: 338-342.

Sukarsih, R.S. Tozer and M.R.Knox. 1989. Collection and case incidence of the old world screwworm fly, Chrysomya bezziana, in three localities in Indonesia. Penyakit Hewan 21 (38): 114 – 117.

(8)

Sukarsih, S.Partoutomo, R.Tozer, Satria,E. G. Wijffels, and G.Riding. 2000a. Establishment and maintenance of a colony of the old world screwworm fly Chrysomya bezziana at Balitvet in Bogor, West Java, Indonesia. JITV.Spec.Ed. : 144-149.

Sukarsih, S. Partoutomo, G. Wijffel, and P. Willadsen. 2000b. Vaccination trials in sheep against Chrysomya bezziana larval using the recombinant peritrophin antigens Cb15, Cb42 and Cb48. JITV. Spec. Ed. : 192-196.

Urech, R., Green, P.E., Brown, G.W., Sukarsih, A.H. Wardhana, R.S. Tozer, J.P. Spradbery. 2002. Improvements to screwworm fly surveillance traps. Final report to AQIS.

Voucolo, T.F., Supriyanti,S., Muharsini,S. and G. Wijffels. 2000. cDNA library construction and isolation of genes for candidates vaccine antigens from Chrysomya bezziana (Old World Screwworm fly). JITV. Spec. Ed. : 160-168.

Wardhana. A.H., Muharsini,S dan Suhardono. 2003. Koleksi dan kejadian myasis yang disebabkan oleh Old World Screwworm fly, Chrysomya bezziana di daerah endemis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 235-239.

Wardhana, A.H. dan Muharsini,S. 2004. Studi pupa lalat penyebab myasis di Indonesia, Chrysomya bezziana. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. In Press.

Whitten, 2002. The sterile insect technique and its potential for Australia In Proceedings of screwworm fly emergency preparedness conference Canberra. Department of agriculture fisheries and forestry Australia. 58-64.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi bahan – bahan pembuatan LRM dan  LRM modifikasi   Jenis Media
Gambar 2. Bobot larva dan pupa (mg) yang dipelihara  pada  media  LRM  dan  LRM-                modifikasi
Tabel 2.    Panjang  larva   dan   pupa   (mm)   yang   dipelihara   pada   media  LRM dan   LRM modifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti disini menggunakan Analisis kesalahan sebagai pendekatan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pengetahuan dan penggunaan wazan shorof dan pemahaman

Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan responden dari segi rasa, harga, bentuk dan kemasan memiliki hubungan yang kuat (62%) dalam mempengaruhi keputusan

Langkah Penelitian. Dalam tahap perencanaan tindakan kelas pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah mengadakan observasi awal dan menyiapkan bahan

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan observasi proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan matematika realistik pada materi penjumlahan

Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, Bidan tetap membiarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Hubungan antar panjang