• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN PERLAKUAN UAP PANAS PADA UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK MENEKAN INSIDENSI VIRUS CINDY FITRASARI S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEEFEKTIFAN PERLAKUAN UAP PANAS PADA UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) UNTUK MENEKAN INSIDENSI VIRUS CINDY FITRASARI S"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN PERLAKUAN UAP PANAS PADA UMBI

BAWANG PUTIH (

Allium sativum

L.) UNTUK MENEKAN

INSIDENSI VIRUS

CINDY FITRASARI S

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektifan Perlakuan Uap Panas pada Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) untuk Menekan Insidensi Virus adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September2016 Cindy Fitrasari S NIM A34110062

(4)
(5)

ABSTRAK

CINDY FITRASARI S. Keefektifan Perlakuan Uap Panas pada Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) untuk Menekan Insidensi Virus. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas sayuran yang sangat penting di Indonesia. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas bawang putih adalah infeksi patogen dari kelompok virus. Petani bawang putih di Indonesia umumnya menggunakan umbi sebagai organ vegetatif dalam perbanyakan tanaman sehingga diduga tidak ada benih yang bebas dari virus. Penelitian dilakukan dengan tujuan mengevaluasi pengaruh perlakuan uap panas pada suhu 25, 40, 45, dan 50 ºC dengan waktu perendaman 5, 10, dan 15 menit terhadap insidensi virus pada kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning. Sampel siung yang digunakan dipotong sepertiga bagian atas untuk deteksi umbi, sedangkan bagian bawah diberikan perlakuan uap panas dan ditanam dengan metode growing on test. Metode Dot

immunobinding assay (DIBA) digunakan untuk mendeteksi virus pada sampel umbi

dan daun. Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah umbi, tinggi tanaman, gejala, insidensi, dan masa inkubasi virus. Hanya GCLV yang terdeteksi pada sampel umbi ‘Lumbu Hijau’; sedangkan GCLV, OYDV, dan SLV terdeteksi pada sampel umbi ‘Lumbu Kuning’. GCLV, OYDV, dan SLV terdeteksi pada sampel daun ‘Lumbu Hijau’ dan ‘Lumbu Kuning’. Insidensi virus pada kultivar Lumbu Hijau mencapai 100% untuk GCLV dan OYDV pada seluruh perlakuan, dan 0 – 75% untuk SLV. Insidensi virus pada kultivar Lumbu Kuning mencapai 50 – 100% untuk GCLV, 75 – 100% untuk OYDV, dan 0 – 50% untuk SLV. Kombinasi suhu dan waktu perendaman pada perlakuan uap panas pada penelitian ini belum efektif menekan GCLV, OYDV, dan SLV pada kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning.

(6)
(7)

ABSTRACT

CINDY FITRASARI S. Effectiveness of Heat Vapour Treatment on Garlic Bulbs

(Allium sativum L.) to Suppress the Incidence of Viruses. Supervised by SRI

HENDRASTUTI HIDAYAT.

Garlic (Allium sativum L.) is one of the most essential vegetable commodity in Indonesia. One of the factors causing low productivity of garlic is pathogen infection, including plant viruses. Farmers in Indonesia generally use bulbs as vegetative organ for propagation of garlic, therefore it is assumed that no seed bulbs are free from viruses. This research was aimed to evaluate the significance of heat vapour treatment at 25, 40, 45 and 50 °C with the soaking time of 5, 10, 15 minutes to suppress virus incidence. The samples for this experiment were garlic cloves from two cultivars, i.e. ‘Lumbu Hijau’ and ‘Lumbu Kuning’. Each garlic cloves was cut about one third, the top end was used to detect viruses from bulbs, while the low end was given heat vapour treatment and planted using growing on test method. Dot immunobinding assay(DIBA) method was used to detect the virus on the bulbs and leaves of the sample plants. Observation during the experiment involved percent of germination, plant height, disease symptom, incidence, and incubation period. GCLV was detected on bulb of ‘Lumbu Hijau’, while GCLV, OYDV, and SLV were detected on bulb of ‘Lumbu Kuning’. GCLV, OYDV, and SLV were detected on leaf samples of both cultivars. Virus incidence on ‘Lumbu Hijau’ was 100% for GCLV and OYDV in all treatment, and 0 – 75% for SLV. Virus incidence on ‘Lumbu Kuning’ reached 50 – 100% for GCLV, 75 – 100% for OYDV, and 0-50% for SLV. Combination of temperature and soaking time on heat vapour treatment in this experiment have not been effective in suppressing GCLV, OYDV, and SLV on cultivar Lumbu Hijau and Lumbu Kuning.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

CINDY FITRASARI S

KEEFEKTIFAN PERLAKUAN UAP PANAS PADA UMBI

BAWANG PUTIH (

Allium sativum

L.) UNTUK MENEKAN

INSIDENSI VIRUS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Perlakuan Uap Panas pada Umbi Bawang Putih

(Allium sativum L.) untuk Menekan Insidensi Virus”. Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, adik, serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa, dukungan, kasihsayang, serta semangatnya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih kepada pihak Kementerian Riset dan Teknologi Dinas Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) yang telah memberikan beasiswa pendidikan jenjang S1 kepada penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan sabar, memberikan ilmu, saran, dan perhatian kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan biaya penelitian melalui program Australian Centre for International

Agricultural Research (ACIAR): Increasing Productivity of Allium and

Solanaceous Vegetable Crops in Indonesia and Sub-Tropical Australia.

Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada rekan-rekan di Laboratorium Virologi Tumbuhan atas kebersamaan dan berbagai hal yang menginspirasi, terutama Sari Nurulita, SP, M.Si, Susanti Mugi Lestari, SP, M.Si, dan Rizki Haerunisa, SP, M.Si yang telah membimbing, orang-orang terkasih yang senantiasa menemani serta seluruh teman PTN 48. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan memperoleh balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2016 Cindy Fitrasari S

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Metode Penelian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Gejala Infeksi pada Tanaman Bawang Putih 7

Hasil Deteksi Virus pada Sampel Umbi 9

Hasil Deteksi Virus pada Sampel Daun 10

SIMPULAN 19

SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata insidensi infeksi virus (%) pada dua kultivar bawang putih

berdasarkan jenis gejala 8

2 Periode inkubasi pada kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning 8 3 Rata-rata insidensi virus pada sampel umbi berdasarkan hasil deteksi

DIBA 9

4 Rata-rata skor titer virus berdasarkan indikator DIBA pada sampel

umbi 9

5 Insidensi GCLV, OYDV, dan SLV (%) berdasarkan hasil deteksi DIBA pada sampel daun bawang putih kultivar Lumbu Hijau (LH) dan Lumbu Kuning (LK) setelah perlakuan uap panas pada umbi 10 6 Rata-rata skor titer virus berdasarkan indikator DIBA pada sampel

daun bawang putih kultivar Lumbu Hijau (LH) dan Lumbu Kuning

(LK) setelah perlakuan uap panas pada umbi 12

7 Rata-rata insidensi virus (%) setelah perlakuan uap panas berdasarkan

pengamatan gejala 13

8 Rata-rata daya berkecambah (%) setelah perlakuan uap panas pada

kutivar Lumbu Hijau 15

9 Rata-rata daya berkecambah (%) setelah perlakuan uap panas pada

kutivar Lumbu Kuning 16

10 Rata-rata tinggi tanaman (cm) setelah perlakuan uap panas pada

kultivar Lumbu Hijau 17

11 Rata-rata tinggi tanaman (cm) setelah perlakuan uap panas pada

kultivar Lumbu Kuning 18

DAFTAR GAMBAR

1 Siung bawang putih dipotong sepertiga bagian atasnya (a). Bagian atas digunakan untuk deteksi virus, sedangkan bagian bawah di beri

perlakuan uap panas kemudian ditumbuhkan (b) 3

2 Tahapan perlakuan uap panas umbi bawang putih dan penanaman dengan metode growing on test, (a) Siung dimasukkan ke dalam botol; (b) botol dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu dan lama perendaman sesuai dengan perlakuan; (c) siung ditanam pada media

sryrofoam yang dilektakkan di baki berisi air; (d) bawang putih yang

sudah tumbuh 5

3 Skor reaksi DIBA (x) berdasarkan intensitas warna ungu yang muncul pada akhir pengujian. (a) reaksi negatif, x = 0; (b) reaksi lemah, 0 < x ≤1; (c) reaksi kuat, 1 < x ≤ 2; (d) reaksi sangat kuat, 2 < x ≤ 3 6 4 Gejala pada sampel daun bawang putih. (a) bergaris hijau muda, (b)

mosaik hijau muda, (c) daun menutup kaku, (d) permukaan daun berlekuk, (e) ujung daun memutih, (f) kerdil, dan (g) keriting 7

(17)

5 Reaksi perubahan warna pada membran dengan metode DIBA pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b) menggunakan antibodi GCLV, sampel umbi (c) dan sampel daun (d) menggunakan antibodi OYDV,

serta sampel umbi (e) dan sampel daun (f) menggunakan antibodi SLV 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta DIBA untuk deteksi GCLV, OYDV, dan SLV ulangan 1 – 4. (A) kultivar, 1 = Lumbu Hijau, 2 = Lumbu Kuning; (B) suhu, 1 = 25 °C, 2= 40 °C, 3 = 45 °C, 4 = 50 °C; (C) lama perendaman, 1 = 5 menit, 2 = 10

menit, 3 = 15 menit 24

2 Hasil deteksi GCLV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b) 25

3 Hasil deteksi GCLV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi

(a) dan sampel daun (b) 25

4 Hasil deteksi OYDV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b) 26

5 Hasil deteksi OYDV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi

(a) dan sampel daun (b) 26

6 Hasil deteksi SLV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b) 27

7 Hasil deteksi SLV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b) 27

8 Analisis sidik ragaminsidensi GCLV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 28

9 Analisis sidik ragaminsidensi OYDV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 28

10 Analisis sidik ragam insidensi SLV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 28

11 Analisis sidik ragam skor titer GCLV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 29

12 Analisis sidik ragamskor titer OYDV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 29

13 Analisis sidik ragam skor titer SLV berdasarkan DIBA pada sampel

daun 29

14 Analisis sidik ragam rata-rata insidensi virus setelah perlakuan uap

panas berdasarkan pengamatan gejala 30

15 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 3 HST 30 16 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 6 HST 30 17 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 9 HST 31 18 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 12 HST 31 19 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 15 HST 31 20 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 18 HST 32 21 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 3 HST 32 22 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 6 HST 32 23 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 9 HST 33

(18)

24 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 12 HST 33 25 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 15 HST 33 26 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 18 HST 34 27 Nilai RC dan jumlah sampel positif yang dideteksi dengan DAS-ELISA

sepanjang siklis tanam pada kultivar Blanco Mendoza (a) dan Rosado Paraguayo (b) (Conci V, Lunello P, Buraschi D 2002) 34

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas yang sangat penting di Indonesia. Bawang putih memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki banyak kegunaan. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2015), bawang putih merupakan salah satu bumbu masakan yang paling populer digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kegunaan lain bawang putih adalah sebagai obat tekanan darah tinggi, reumatik, sakit gigi, kena gigitan ular, dan lain-lain.

Kebutuhan bawang putih nasional terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan ragam penggunaan yang semakin banyak (BPS 2014). Kebutuhan bawang putih nasional per tahun mencapai 312 000 ton. Kebutuhan sebanyak itu belum mampu dipenuhi karena produksi bawang putih nasional hanya 15 766 ton (BPS 2015). Menurut Duriat et al. (2008), faktor yang menyebabkan rendahnya produksi bawang putih nasional antara lain kurangnya ketersediaan lahan yang sesuai untuk budidaya, kurangnya ketersediaan infrastruktur, kurangnya penanganan pasca panen, kurangnya pengetahuan budidaya dan juga teknologi yang memadai bagi petani, keadaan iklim yang tidak menentu, sulitnya mendapatkan umbi benih berkualitas, serta gangguan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT). Faktor lain penyebab rendahnya produksi bawang putih nasional yaitu kebijakan impor secara besar-besaran oleh pemerintah. Kebijakan impor bawang putih secara besar-besaran juga membuat petani bawang putih lokal kesulitan menjual hasil panen karena konsumen lebih memilih bawang putih impor yang harganya lebih murah dan penampilan umbinya lebih baik.

Virus menjadi salah satu OPT yang penting pada tanaman bawang merah dan bawang putih. Virus-virus yang dapat menginfeksi tanaman bawang di antaranya

Onion yellow dwarf virus (OYDV, Potyvirus), Leek yellow stripe virus (LYSV,

Potyvirus), Garlic common latent virus (GCLV, Carlavirus), Shallot latent virus

(SLV, Carlavirus), dan beberapa virus dari genus Allexivirus (Klukácková et al. 2007). Kadwati dan Hidayat (2015) melaporkan bahwa sampel bawang putih yang berasal dari Jawa Barat (Bandung, Bogor, dan Cirebon), Jawa Tengah (Brebes), dan Yogyakarta (Bantul) terinfeksi GCLV, SLV, dan virus dari genus Potyvirus. Conci

et al. (2003) melaporkan bahwa persentase infeksi virus yang tinggi ditemukan

pada pertanaman tahun pertama bawang putih di lapangan. Infeksi bervariasi berdasarkan siklus panen dan jenis spesies virus. Persentase infeksi OYDV antara 42 sampai 100% pada siklus panen pertama, 66 sampai 100% pada siklus panen kedua, dan 99 sampai 100% pada siklus panen ketiga, keempat, dan kelima.

Virus yang menginfeksi secara sistemik terdapat pada sebagian besar bagian vegetatif tanaman. Perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui umbi, stek, dan potongan cangkok dapat menyebarkan virus secara efektif. Tanaman yang secara sistemik terinfeksi sepanjang masa hidupnya dapat menjadi sumber inokulum (Hull 2009). Petani bawang putih di Indonesia umumnya menggunakan umbi sebagai organ vegetatif dalam perbanyakan tanaman sehingga diduga tidak ada benih yang bebas dari virus. Berdasarkan laporan Conci et al. (2003), persentase virus semakin

(20)

2

tinggi pada siklus panen kedua dan seterusnya. Hal ini disebabkan benih yang digunakan pada masa tanam selanjutnya berasal dari benih pada masa panen sebelumnya yang sudah terinfeksi virus. Penyediaan benih yang bermutu dan bebas virus penting untuk meningkatkan produksi bawang putih nasional.

Banyak virus dapat dieliminasi dari tanaman inangnya menggunakan perlakuan panas. Perlakuan panas dapat menghambat replikasi virus, translokasi virus, tetapi dapat pula mengganggu proses-proses dalam pertumbuhan tanaman (Hadidi et al. 1998). Wulandari (2016) melaporkan pemanasan umbi bawang merah pada suhu 45 ºC selama 15 menit yang dikombinasikan dengan perlakuan kultur jaringan dapat menekan Potyvirus dan Carlavirus sampai 100% pada kultivar Bima Curut, sedangkan suhu 50 ºC selama 15 menit dapat menekan Potyvirus sebesar 100% tetapi hanya dapat menekan Carlavirus sebesar 33.33% pada kultivar Sumenep. Varietas tanaman menentukan efisiensi perlakuan panas untuk menekan insidensi penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi perlakuan panas untuk menekan infeksi virus pada umbi bawang putih yang umum ditanam petani di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan uap panas pada suhu 25, 40, 45, dan 50 ºC dengan waktu perendaman 5, 10, dan 15 menit terhadap insidensi virus pada umbi bawang putih kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat, khususnya petani bawang putih, tentang perlakuan pada umbi benih yang efektif untuk menekan insidensi virus sehingga didapatkan umbi benih bawang putih yang lebih sehat dan hasil panen yang lebih optimal.

(21)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai Maret 2016 di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelian

Penelitian terdiri atas enam kegiatan, yaitu (1) pengumpulan benih dan pengambilan sampel; (2) deteksi virus pada umbi bawang putih dengan dot

immunobinding assay (DIBA); (3) perlakuan uap panas pada umbi bawang putih;

(4) penanaman dan pengamatan umbi yang sudah diberi perlakuan uap panas

(growing on test); (5) konfirmasi infeksi virus pada daun dengan metode DIBA;

(6) pengolahan dan analisis data.

Pengumpulan dan Pengambilan Sampel Umbi

Umbi yang digunakan diperoleh dari penangkar umbi benih bawang putih dari daerah Tawangmangu, Jawa Tengah. Kultivar yang tersedia adalah kultivar Lumbu Kuning dan Lumbu Hijau. Umbi dipisahkan menjadi bagian-bagian siung, setelah itu diambil sebanyak 240 siung dari tiap kultivar. Sampel tiap kultivar tersebut dibagi menjadi dua bagian, satu bagian sampel, yaitu sebanyak 120 siung, digunakan untuk perlakuan uap panas dan satu bagian lainnya, sebanyak 120 siung, ditanam sebagai perlakuan kontrol (tanpa perlakuan uap panas). Umbi (siung) sampel yang akan diberi perlakuan uap panas dipotong sepertiga bagian atasnya (Gambar 1), potongan bagian atas digunakan sebagai sampel deteksi awal virus pada umbi.

Deteksi Awal Virus dari Umbi

Gambar 1 Siung bawang putih dipotong sepertiga bagian atasnya (a). Bagian atas digunakan untuk deteksi virus, sedangkan bagian bawah diberi perlakuan uap panas kemudian ditumbuhkan (b).

(22)

4

Infeksi virus dideteksi dari umbi bawang putih menggunakan metode DIBA mengacu pada Asniwita (2013). Sampel dari umbi berupa bakal daun digerus dalam

tris buffer saline (TBS) dengan perbandingan 1:10 (b : v) (TBS: Tris-HCl 0.02 M

dan NaCl 0.15 M, pH 7.5). Suspensi tanaman selanjutnya diteteskan di atas membran nitroselulosa sebanyak 2 µl. Setelah tetesan sampel kering, membran direndam di dalam 10 ml larutan blocking non fat milk 2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Setelah itu membran diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm menggunakan EYELA multy shaker selama 1 jam (sampai warna sap tanaman pada kertas membran hilang). Membran kemudian dicuci 5 kali dengan akuades, setiap pencucian berlangsung selama 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Membran selanjutnya direndam dalam 2 ml TBS yang mengandung 2 µl antibodi ditambah dengan non fat milk dengan konsentrasi akhir 2% dan diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu membran dicuci dengan TBST (TBS ditambah Tween 0.05%) sebanyak 5 kali, setiap pencucian berlangsung selama 5 menit. Membran kemudian direndam dalam 2 ml TBS yang mengandung konjugat 2 µl (antibodi kedua) ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2% kemudian diinkubasi selama 2 jam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Setelah itu membran dicuci kembali dengan TBST 5 kali, setiap pencucian berlangsung selama 5 menit. Membran selanjutnya direndam selama 5 menit dalam 10 ml bufer AP (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, MgCl2 5 mm, dan akuades) yang mengandung 1 tablet nitro

blue tetrazolium (NBT) dan bromo chloro indolil phosphate (BCIP). Reaksi positif

ditandai dengan perubahan warna putih kertas membran menjadi ungu dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam akuades.

Antibodi yang digunakan yaitu antibodi terhadap GCLV, OYDV, dan SLV. GCLV dan OYDV dideteksi menggunakan metode double antibody sandwich (DAS), sedangkan SLV dideteksi menggunakan metode triple antibody sandwich (TAS).

Perlakuan Uap Panas pada Siung Bawang Putih

Siung bawang putih yang sudah dipotong sepertiga bagian atasnya dimasukkan ke dalam botol kaca ukuran 140 ml, kemudian botol dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu masing-masing perlakuan yaitu 25, 40, 45, dan 50 ºC. Perlakuan waktu perendaman untuk masing-masing suhu yaitu 5, 10, dan 15 menit.

Siung bawang putih yang sudah diberi perlakuan uap panas kemudian ditumbuhkan di laboratorium pada ruangan dengan suhu 21 ºC. Lembar styrofoam berukuran 24 x 32 cm dilubangi, sehingga terdapat 20 lubang pada tiap lembar. Lubang tersebut digunakan untuk meletakkan siung bawang putih, masing-masing

(23)

5

Gambar 2 Tahapan perlakuan uap panas umbi bawang putih dan penanaman dengan metode growing on test, (a) Siung dimasukkan ke dalam botol; (b) Botol dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu dan lama perendaman sesuai dengan perlakuan; (c) Siung ditanam pada media

styrofoam yang diletakkan di baki berisi air; (d) Bawang putih yang

sudah tumbuh.

Masing-masing perlakuan (suhu dan waktu perendaman umbi) dilakukan sebanyak 4 ulangan. Satu unit percobaan menggunakan 5 siung bawang putih, total terdapat 96 unit percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah, jenis gejala, tinggi tanaman, insidensi dan masa inkubasi penyakit. Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali sejak siung bawang putih diletakkan pada lembar

styrofoam sampai dengan 18 hari setelah tanam.

Deteksi Infeksi Virus setelah Perlakuan Uap Panas

Konfirmasi infeksi virus setelah perlakuan uap panas dilakukan berdasarkan gejala yang tampak pada tanaman bawang putih hasil growing on test dan berdasarkan deteksi DIBA. Sampel yang digunakan untuk DIBA adalah bagian daun. Sampel daun diambil secara komposit, yaitu 5 tanaman pada setiap perlakuan dikomposit menjadi satu, kemudian ditimbang sebanyak 0.1 g untuk satu sampel. Setelah itu dilakukan deteksi virus dengan metode DIBA pada masing-masing sampel seperti diuraikan sebelumnya.

Persentase insidensi infeksi virus berdasarkan gejala yang tampak diukur menggunakan rumus sebagai berikut:

Persentase infeksi virus = Jumlahsampelbergejala

Jumlah sampelyangditanam

x 100%

b

d a

(24)

6

Perkiraan titer virus pada sampel uji diukur berdasarkan hasil DIBA, yaitu dengan sistem skoring berdasarkan intensitas warna ungu yang muncul pada akhir pengujian. Intensitas warna ungu dibedakan atas empat skor, yaitu 0 untuk reaksi negatif, 0 < x ≤ 1 untuk reaksi lemah, 1 < x ≤ 2 untuk reaksi kuat, dan 2 < x ≤ 3 untuk reaksi sangat kuat (Gambar 3).

Gambar 3 Skor reaksi DIBA (x) berdasarkan intensitas warna ungu yang muncul pada akhir pengujian. (a) reaksi negatif, x = 0; (b) reaksi lemah, 0 < x ≤ 1; (c) reaksi kuat, 1 < x ≤ 2; (d) reaksi sangat kuat, 2 < x ≤ 3.

Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) 3 faktor. Faktor pertama adalah varietas dengan 2 taraf, yaitu Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning; faktor kedua adalah suhu dengan 4 taraf, yaitu 25, 40, 45, dan 50 ºC; dan faktor ketiga adalah waktu perendaman dengan 3 taraf, yaitu 5, 10, dan 15 menit. Setiap perlakuan masing-masing terdiri atas 5 ulangan dan kontrol. Data hasil pengamatan diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan analisis sidik ragam diperoleh dari prosedur general linier model (GLM) pada program MINITAB 16 dengan selang kepercayaan 95%. Apabila ditemukan hasil analisis sidik ragam yang berbeda nyata akan dilakukan uji lanjut.

(25)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi pada Tanaman Bawang Putih

Pengamatan gejala dilakukan pada bawang putih yang ditumbuhkan dengan metode growing on test. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis, yaitu (a) gejala bergaris hijau muda, (b) mosaik hijau muda, (c) daun menutup kaku, (d) permukaan daun berlekuk, (e) ujung daun memutih, (f) kerdil, dan (g) keriting (Gambar 4).

Jenis gejala yang paling dominan ditemukan, yaitu gejala bergaris hijau muda dan permukaan daun berlekuk. Gejala mosaik hijau muda dan keriting juga cukup banyak ditemukan, tetapi tidak sebanyak gejala bergaris hijau muda dan permukaan daun berlekuk. Gejala yang paling sedikit ditemukan yaitu gejala kerdil dan ujung daun memutih (Tabel 1).

Gambar 4 Gejala pada sampel daun bawang putih. (a) bergaris hijau muda, (b) mosaik hijau muda, (c) daun menutup kaku, (d) permukaan daun berlekuk, (e) ujung daun memutih, (f) kerdil, dan (g) keriting

b c

a d

f

(26)

8

Tabel 1 Rata-rata insidensi infeksi virus (%) pada dua kultivar bawang putih berdasarkan jenis gejala

Jenis Gejala Kultivar

Lumbu Hijau Lumbu Kuning

Bergaris hijau muda 47 40

Mosaik hijau muda 36 17

Permukaan daun berlekuk 46 39

Daun menutup kaku 15 3

Ujung daun memutih 3 0

Keriting 29 21

Kerdil 3 1

Beberapa gejala pada bawang putih telah dilaporkan sebelumnya. Kadwati dan Hidayat (2015) melaporkan gejala mosaik kuning, bergaris kuning, bercak kuning, dan permukaan daun berlekuk. Pappu (2008) melaporkan bahwa gejala infeksi virus pada bawang putih yang paling dominan yaitu daun bergaris kuning. Gejala yang pertama kali muncul yaitu bintik-bintik kuning yang menyebar dengan cepat, bersatu, dan menjadi lebih jelas. Gejala daun menguning dan pertumbuhan terhambat dilaporkan pada dua kultivar bawang putih Italia, yaitu ‘Bianco Piacentino’ dan ‘Rosso di Sulmona’, gejala bergaris kuning putus-putus dan mosaik kuning ditemukan pada sampel yang berasal dari California, gejala bergaris kuning ditemukan pada sampel yang berasal dari Cina, Argentina, dan California (Parrano 2012). Menurut Gunaeni dan Duriat (2011), gejala virus pada tanaman bawang umumnya klorosis, mosaik bergaris vertikal kuning terputus-putus, bergaris vertikal hijau dan ukuran daun menjadi relatif lebih kecil. Klukácková et al. (2004) menyatakan bahwa infeksi virus di lapangan tidak selalu menunjukkan gejala, sehingga perlu dilakukan deteksi menggunakan metode yang akurat dan cukup sensitif untuk memastikan jenis virus yang menginfeksi tanaman bawang.

Virus memerlukan waktu setelah penetrasi ke dalam sel tanaman sampai menimbulkan gejala pada tanaman yang disebut periode inkubasi. Lamanya periode inkubasi berkaitan dengan ketahanan kultivar tanaman terhadap virus, replikasi virus dan penyebarannya secara sistemik di dalam tanaman (virulensi), serta faktor lingkungan yang mendukung replikasi dan penyebaran virus di dalam sel tanaman (Hull 2002). Periode inkubasi pada tanaman sampel berkisar antara 4 sampai 29 hari setelah tanam (Tabel 2).

Tabel 2 Periode inkubasi pada kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning

Jenis gejala Periode inkubasi (hari)

Keriting 4 - 19

Mosaik Hijau Muda 6 - 19

Bergaris Hijau Muda 4 - 19

Ujung daun berlekuk 4 - 12

Daun menutup kaku 12 - 16

Ujung daun memutih 14 - 29

(27)

9

Hasil Deteksi Virus pada Sampel Umbi

Berdasarkan hasil DIBA, sampel umbi kultivar Lumbu Hijau hanya terinfeksi GCLV, yaitu sebesar 97.92%; sedangkan sampel umbi kultivar Lumbu Kuning terinfeksi GCLV, OYDV, dan SLV masing-masing sebesar 97.92, 100.00, dan 2.08% (Tabel 3). Skor titer virus berdasarkan intensitas perubahan warna pada hasil DIBA menunjukkan bahwa kultivar Lumbu Kuning memiliki skor lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Lumbu Hijau (Tabel 4). Rata-rata skor titer GCLV pada kultivar Lumbu Hijau sebesar 1.93, sedangkan rata-rata skor titer GCLV dan OYDV pada kultivar Lumbu Kuning berturut-turut 1.98 dan 1.00. Rata-rata skor titer SLV pada kultivar Lumbu Hijau 0.00, sedangkan rata-rata skor titer SLV pada Lumbu Kuning mencapai 0.06.

Penelitian ini menggunakan siung untuk deteksi virus pada umbi. Siung dapat digunakan sebagai acuan dalam deteksi kesehatan umbi, karena hasil deteksi pada siung dapat mewakili hasil deteksi umbi secara keseluruhan. Conci et al. (2010) melaporkan bahwa 81% siung dalam umbi saat dideteksi menunjukkan hasil seluruh siung positif atau seluruh siung negatif. Hanya 6% kasus yang menunjukkan ada siung yang positif dan siung yang negatif terdapat di dalam umbi yang sama. Hasil yang berbeda dalam satu umbi tersebut disebabkan perbedaan letak lapisan siung dalam umbi. Siung yang berada di bagian terdalam umbi biasanya menunjukkan hasil yang berbeda dengan siung yang lain, akan tetapi hal tersebut kurang mewakili jika jumlah siung dalam umbi sedikit.

Tabel 3 Rata-rata insidensi virus pada sampel umbi berdasarkan hasil deteksi DIBA

Kultivar Insidensi virus (%)

GCLV OYDV SLV

Lumbu Hijau 97.92 0.00 0.00

Lumbu Kuning 97.92 100.00 2.08

Tabel 4 Rata-rata skor titer virus berdasarkan indikator DIBA pada sampel umbi

Kultivar Skor titer virus

GCLV OYDV SLV

Lumbu Hijau 1.93 0.00 0.00

Lumbu Kuning 1.98 1.00 0.06

Umbi bawang putih secara alami mengalami infeksi campuran jika benih yang digunakan berasal dari siklus tanam sebelumnya yang mengandung virus (Conci et al. 2010). Menurut Van Dijk (1993), infeksi virus pada tanaman bawang akan terakumulasi dari satu generasi ke generasi lainnya melalui umbi. Virus terbawa benih (umbi) dapat menjadi inokulum primer di lapangan, kemudian inokulum di lapangan dapat menyebar dengan bantuan serangga vektor.

Infeksi virus menyebabkan kerugian pada hasil panen berupa penurunan kualitas dan kuantitas. Moreno et al. (2014) melaporkan bahwa umbi bawang putih yang terinfeksi virus bobotnya menjadi lebih rendah sehingga menyebabkan penurunan hasil panen. Penurunan bobot pada tanaman bawang putih oleh infeksi

(28)

10

OYDV sebesar 21.5% (Bagi et al. 2012) dan LYSV sebesar 36% (Lunello et al. 2007). Infeksi virus menurunkan bobot umbi secara terus menerus selama lima tahun periode penanaman (Conci et al. 2003).

Hasil Deteksi Virus pada Sampel Daun

Berbeda dengan hasil deteksi pada umbi, sampel daun kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning menunjukkan adanya infeksi GCLV, OYDV, dan SLV (Tabel 5). Insidensi GCLV dan OYDV mencapai 100% pada seluruh perlakuan kultivar Lumbu Hijau, sedangkan insidensi SLV berkisar antara 0% sampai 75%. Insidensi SLV terendah pada kultivar Lumbu Hijau (0%), yaitu pada perlakuan suhu 25 dan 45 °C dengan lama perendaman 5 menit. Insidensi GCLV pada kultivar Lumbu Kuning berkisar antara 50% sampai 100%, dengan insidensi terendah (50%) pada perlakuan 40 °C dengan lama perendaman 10 menit. Insidensi OYDV pada kultivar Lumbu Kuning berkisar antara 75% sampai 100%, dengan insidensi terendah (75%) pada perlakuan 45 °C dengan lama perendaman 10 dan 15 menit. Insidensi SLV pada kultivar Lumbu Kuning berkisar antara 0% sampai 50%, dengan insidensi terendah (0%) pada perlakuan 25 °C dengan lama perendaman 10 dan 15 menit, 40 °C dengan lama perendaman 5, 10, dan 15 menit, 45 °C dengan lama perendaman 10 menit, dan 50 °C dengan lama perendaman 5 dan 15 menit. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kombinasi perlakuan uap panas tidak berpengaruh nyata terhadap insidensi virus (nilai P > 0.05).

Tabel 5 Insidensi GCLV, OYDV, dan SLV (%) berdasarkan hasil deteksi DIBA pada sampel daun bawang putih kultivar Lumbu Hijau (LH) dan Lumbu Kuning (LK) setelah perlakuan uap panas pada umbi

Suhu (°C) Waktu (menit) GCLV OYDV SLV LH LK LH LK LH LK 25 5 100.00* 75.00 100.00 100.00 0.00 0.00 10 100.00 100.00 100.00 100.00 25.00 25.00 15 100.00 75.00 100.00 100.00 50.00 0.00 40 5 100.00 100.00 100.00 100.00 50.00 0.00 10 100.00 50.00 100.00 100.00 25.00 0.00 15 100.00 75.00 100.00 100.00 25.00 0.00 45 5 100.00 75.00 100.00 100.00 0.00 25.00 10 100.00 75.00 100.00 75.00 50.00 0.00 15 100.00 75.00 100.00 75.00 50.00 25.00 50 5 100.00 75.00 100.00 100.00 50.00 0.00 10 100.00 100.00 100.00 100.00 50.00 50.00 15 100.00 75.00 100.00 100.00 75.00 0.00 *Seluruh kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata pada analisis sidik ragam sehingga tidak diuji lanjut

(29)

11 Hasil analisis sidik ragam pada perlakuan uap panas juga memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap skor titer virus pada sampel daun (Tabel 6). Skor titer virus pada kultivar Lumbu Hijau berkisar antara 1.50 sampai 2.50 untuk GCLV, 1.25 sampai 1.75 untuk OYDV, dan 0.0 sampai 1.0 untuk SLV. Skor titer virus pada kultivar Lumbu Kuning berkisar antara 0.50 sampai 3.0 untuk GCLV, 1.25 sampai 2.50 untuk OYDV, dan 0.0 sampai 1.50 untuk SLV. Skor titer virus pada kultivar Lumbu Hijau cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kultivar Lumbu Kuning.

Hasil deteksi DIBA pada sampel daun menunjukkan bahwa insidensi dan titer virus pada sampel daun lebih tinggi dibandingkan dengan sampel umbi (Gambar 5). Hal ini disebabkan konsentrasi virus pada sampel umbi lebih rendah daripada konsentrasi virus pada daun, sehingga untuk deteksi virus tular umbi sebaiknya umbi bawang putih ditumbuhkan terlebih dahulu (Kurniawan dan Suastika 2013). Conci et al. (2010) menyarankan pengambilan sampel daun (tanaman yang terinfeksi secara alami) untuk deteksi virus dilakukan pada akhir siklus tanaman, sekitar 200 hari setelah tanam karena konsentrasi virus beberapa kali lebih tinggi pada tanaman yang lebih tua.

Menurut Conci et al. (2002), nilai RC (relative concentration) SLSV pada bawang putih yang dideteksi menggunakan DAS-ELISA bervariasi berdasarkan kultivar, tahapan pertumbuhan sepanjang siklus tanam, dan wilayah pertanaman. Hasil penelitian Conci et al. (2002) menunjukkan bawang putih kultivar Blanco Mendoza memiliki konsentrasi virus terbesar pada masa awal siklus tanam (60 hari) dengan nilai RC sebesar 9.7, kemudian turun perlahan pada 98 hari, dan kemudian naik lagi secara bertahap pada fase pengumbian sampai akhir siklus tanam (227 hari). Berbeda dengan kultivar Blanco Mendoza, kultivar Rosado Paraguayo mengalami kenaikan RC secara bertahap sejak awal siklus tanam, kemudian turun pada fase pengumbian dan RC naik secara signifikan pada akhir siklus tanam (189 hari).

Manzila et al. (2005) melaporkan bahwa daun kacang tanah yang terinfeksi PStV (Peanut stripe virus) yang dideteksi dengan metode DIBA menggunakan antibodi poliklonal efektif sampai pengenceran 500 kali. Kadwati dan Hidayat (2015) mendeteksi virus dari sampel daun bawang merah dan bawang putih yang diperoleh dari beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah menggunakan DIBA dan tiga jenis metode ELISA yaitu DAS-ELISA untuk GCLV, triple

antibody sandwich-ELISA (TAS-ELISA) untuk SLV, dan indirect-ELISA

(I-ELISA) untuk Potyvirus. Metode DIBA mampu mendeteksi GCLV, SLV, dan

Potyvirus hingga pengenceran antibodi 10-7, sedangkan metode ELISA hanya

mampu mendeteksi pada pengenceran 100. Menurut Anggraini dan Hidayat (2014),

metode DIBA lebih sensitif dibandingkan dengan metode I-ELISA. Batas sensitivitas metode DIBA lebih tinggi dibandingkan dengan metode I-ELISA. Metode DIBA dapat memberikan hasil positif untuk BCMV sampai pengenceran sap 10-5, sedangkan I-ELISA hanya menunjukkan hasil positif untuk BCMV hanya sampai pengenceran sap 10-3. Selain itu, metode DIBA juga membutuhkan antiserum lebih sedikit dibandingkan dengan metode I-ELISA dengan jumlah sampel yang sama. Metode DIBA juga merupakan metode yang mudah dilakukan, karena tidak memerlukan peralatan canggih dan hasilnya dapat ditentukan dengan membandingkan warna substrat antar sampel, kontrol positif, kontrol negatif, dan larutan penyangga.

(30)

12

Tabel 6 Rata-rata skor titer virus berdasarkan indikator DIBA pada sampel daun bawang putih kultivar Lumbu Hijau (LH) dan Lumbu Kuning (LK) setelah perlakuan uap panas pada umbi

Suhu (°C) Waktu (menit) GCLV OYDV SLV LH LK LH LK LH LK 25 5 1.75* 1.25 1.75 1.25 0.00 0.00 10 2.00 2.00 1.25 1.50 0.25 0.75 15 2.00 2.00 1.75 2.50 0.50 0.00 40 5 1.50 3.00 1.75 2.00 0.50 0.00 10 2.50 0.50 1.50 1.75 0.25 0.00 15 2.25 1.50 1.75 2.00 0.25 0.00 45 5 2.25 2.00 1.75 1.75 0.00 0.25 10 2.00 2.25 1.25 1.50 1.00 0.00 15 1.75 1.50 1.25 1.25 0.50 0.25 50 5 2.25 1.75 1.50 2.00 0.50 0.00 10 2.00 3.00 1.50 1.75 0.50 1.50 15 2.00 2.25 1.75 1.50 0.75 0.00

*Seluruh kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata pada analisis sidik ragam sehingga tidak diuji lanjut

Gambar 5 Reaksi perubahan warna pada membran dengan metode DIBA pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b) menggunakan antibodi GCLV, sampel umbi (c) dan sampel daun (d) menggunakan antibodi OYDV, serta sampel umbi (e) dan sampel daun (f) menggunakan antibodi SLV.

a b

c d

(31)

13 Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Opriana et al. (2012) pada kegiatan seleksi atau skrining plasma nutfah dalam rangka perakitan varietas tahan ChiVMV. Dilaporkan bahwa batas sensitifitas metode DIBA lebih rendah dibandingkan metode I-ELISA. Walaupun demikian metode DIBA memerlukan antiserum yang lebih sedikit dibandingkan metode I-ELISA untuk pengujian jumlah sampel yang sama. Selain itu, pelaksanaan pengujian dengan metode DIBA relatif lebih cepat.

Pengaruh Perlakuan Uap Panas Terhadap Insidensi Virus dan Pertumbuhan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata terhadap insidensi virus (berdasarkan gejala). Insidensi pada kultivar Lumbu Hijau lebih tinggi dibandingkan kultivar Lumbu Kuning (Tabel 7). Nilai standar deviasi yang besar menunjukkan bahwa keragaman data cukup tinggi pada setiap ulangan.

Tabel 7 Rata-rata insidensi virus (%) setelah perlakuan uap panas berdasarkan pengamatan gejala

Perlakuan Kultivar

Suhu (°C)

Waktu

(menit) Lumbu Hijau Lumbu Kuning

5 65 ± 30.00* 30 ± 20.00 25 10 60 ± 32.66 55 ± 44.35 15 50 ± 34.64 35 ± 30.00 5 45 ± 41.23 45 ± 34.16 40 10 50 ± 25.82 40 ± 32.66 15 65 ± 25.17 35 ± 30.00 5 50 ± 25.82 45 ± 25.17 45 10 60 ± 16.33 50 ± 57.74 15 40 ± 28.28 40 ± 28.28 5 25 ± 19.15 60 ± 43.20 50 10 60 ± 28.28 50 ± 34.64 15 75 ± 19.15 45 ± 34.16

*Seluruh kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata pada analisis sidik ragam sehingga tidak diuji lanjut

Perlakuan suhu dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah pada kultivar Lumbu Hijau (Tabel 8). Daya berkecambah pada 3 hari lebih rendah dari kontrol, kecuali pada perlakuan suhu 45 °C dengan lama perendaman 5 menit. Perlakuan suhu 25 °C dengan perendaman 10 menit memiliki nilai daya berkecambah tertinggi pada 6, 9, 12, 15, dan 18 HST. Perlakuan suhu 40 °C dengan lama perendaman 15 menit cenderung menghasilkan daya berkecambah paling rendah dibandingkan perlakuan lain, walaupun daya berkecambah kemudian meningkat cepat pada 12-18 HST. Perlakuan suhu dan lama perendaman juga tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah pada kultivar Lumbu Kuning (Tabel 9). Daya kecambah pada 3 HST masih lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol pada setiap perlakuan. Daya berkecambah paling

(32)

14

tinggi pada 6-18 HST terlihat pada perlakuan suhu 45 °C dengan waktu perendaman 5 menit.

Data hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada kultivar Lumbu Hijau (nilai P > 0.05). Data menujukkan bahwa perlakuan suhu 25 °C dengan lama perendaman 5 menit menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya; sedangkan perlakuan suhu 45 °C dengan lama perendaman 15 menit dan perlakuan suhu 50 °C dengan lama perendaman 5 menit menghasilkan tinggi tanaman yang paling rendah (Tabel 10). Demikian pula hasil uji statistik untuk kultivar Lumbu Kuning menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan suhu 45 °C dengan lama perendaman 5 menit pada 3-15 HST cenderung menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan suhu 45 °C dengan lama perendaman 15 menit cenderung membuat pertumbuhan tinggi tanaman rendah (Tabel 11).

Umbi bawang putih yang dipanaskan dengan suhu dan waktu penyimpanan tertentu masih bisa tumbuh dengan baik. Gunaeni et al. (2008) melaporkan bahwa umbi bawang putih yang disimpan pada suhu 30 °C dan 37 °C selama 1 sampai 8 minggu masih memungkinkan umbi bawang putih tumbuh dengan baik dengan keberhasilan 80 sampai 100%. Tingkat toleransi umbi terhadap suhu tinggi dilaporkan oleh Wulandari (2016) yang menyatakan bahwa jumlah umbi bawang yang tumbuh semakin menurun seiring dengan bertambahnya suhu pemanasan.

Insidensi virus dapat menyebabkan kerugian, salah satunya pertumbuhan tanaman yang terhambat. Insidensi virus yang diakibatkan oleh infeksi virus campuran lebih merugikan dibandingkan insidensi oleh infeksi virus tunggal. Subekti et al. (2006) melaporkan bahwa infeksi campuran antara Cucumber mosaic

virus dan Chili veinal mottle virus dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan

tanaman dan penurunan produksi lebih berat dari infeksi tunggal pada tanaman cabai. Perlakuan panas dapat menjadi alternatif untuk menekan infeksi virus, sehingga insidensi virus dapat ditekan. Gunaeni et al. (2008) melaporkan bahwa suhu penyimpanan 30 °C dengan waktu penyimpanan selama 5 minggu dapat mengurangi persistensi dan degradasi kandungan SLV, OYDV, dan GCLV dalam benih bawang putih dan dapat menekan gejala virus secara visual.

(33)

Ta be l 8 R ata -ra ta d a y a b erke ca mbah ( % ) se tel ah pe rla kua n u ap pa na s p ad a kuti va r L umbu Hij au P erla kua n Da y a be rke ca mbah pa d a. .... HST a S uhu C ) W aktu (Me nit ) 3 6 9 12 15 18 25 5 15.00 ± 0.50 b 15.00 ± 1.5 40.00 ± 2.45 65.00 ± 2.36 65.00 ± 2.36 80.00 ± 1.41 10 20.00 ± 2.00 40.00 ± 2.45 65.00 ± 2.36 75.00 ± 1.50 70.00 ± 1.29 80.00 ± 0.82 15 15.00 ± 1.50 15.00 ± 1.5 50.00 ± 2.89 55.00 ± 2.63 55.00 ± 2.63 65.00 ± 2.36 40 5 15.00 ± 1.50 15.00 ± 1.50 55.00 ± 2.63 70.00 ± 1.91 70.00 ± 1.91 70.00 ± 1.91 10 0.00 ± 0.00 10.00 ± 1.00 40.00 ± 2.45 55.00 ± 2.63 55.00 ± 2.63 60.00 ± 2.45 15 0.00 ± 0.00 5.00 ± 0.50 30.00 ± 2.38 70.00 ± 1.73 70.00 ± 1.73 80.00 ± 1.15 45 5 25.00 ± 2.50 30.00 ± 2.38 55.00 ± 2.63 65.00 ± 2.06 65.00 ± 2.06 70.00 ± 1.91 10 5.00 ± 0.50 10.00 ± 1.00 35.00 ± 2.36 55.00 ± 2.06 55.00 ± 2.06 60.00 ± 1.63 15 0.00 ± 0.00 25.00 ± 1.50 50.00 ± 2.08 50.00 ± 2.08 50.00 ± 2.08 60.00 ± 1.41 50 5 5.00 ± 0.50 35.00 ± 1.26 55.00 ± 0.96 55.00 ± 0.96 55.00 ± 0.96 55.00 ± 0.96 10 5.00 ± 0.50 30.00 ± 1.73 50.00 ± 1.73 65.00 ± 0.50 75.00 ± 0.96 75.00 ± 0.96 15 20.00 ± 2.00 20.00 ± 2.00 45.00 ± 2.63 55.00 ± 2.06 55.00 ± 2.06 85.00 ± 0.96 aHST , Har i setelah tan a m ; b Se lu ru h p er lak u an tid a k b er b ed a n y ata p ad a an ali sis s id ik r a g a m s e h in g g a tid ak d iu ji la n ju t 15

(34)

be l 9 R ata -ra ta d a y a b erke ca mbah ( % ) se tel ah pe rla kua n u ap pa na s p ad a kuti va r L umbu Kunin g P erla kua n Da y a be rke ca mbah pa d a. .... HST a S uhu C ) W aktu (Me nit ) 3 6 9 12 15 18 25 5 15.00 ± 1.50 b 40.00 ± 1.41 40.00 ± 1.41 40.00 ± 1.41 40.00 ± 1.41 40.00 ± 1.41 10 25.00 ± 1.89 50.00 ± 2.38 50.00 ± 2.38 60.00 ± 1.83 60.00 ± 1.83 60.00 ± 1.83 15 15.00 ± 1.50 15.00 ± 1.50 30.00 ± 1.29 45.00 ± 0.96 50.00 ± 1.29 55.00 ± 0.96 40 5 25.00 ± 2.50 25.00 ± 2.50 40.00 ± 2.45 65.00 ± 1.50 65.00 ± 1.50 70.00 ± 1.29 10 5.00 ± 0.50 25.00 ± 1.26 40.00 ± 0.82 45.00 ± 0.96 45.00 ± 0.96 45.00 ± 0.96 15 0.00 ± 0.00 35.00 ± 2.22 50.00 ± 1.73 60.00 ± 1.63 60.00 ± 1.63 60.00 ± 1.63 45 5 35.00 ± 2.36 75.00 ± 0.96 80.00 ± 0.82 80.00 ± 0.82 80.00 ± 0.82 80.00 ± 0.82 10 20.00 ± 1.41 45.00 ± 1.71 45.00 ± 1.71 45.00 ± 1.71 55.00 ± 1.71 65.00 ± 1.26 15 35.00 ± 2.36 40.00 ± 2.45 55.00 ± 1.71 65.00 ± 1.26 65.00 ± 1.26 65.00 ± 1.26 50 5 20.00 ± 1.41 40.00 ± 1.83 50.00 ± 1.29 50.00 ± 1.29 70.00 ± 1.29 70.00 ± 1.29 10 15.00 ± 0.50 45.00 ± 1.71 70.00 ± 1.00 70.00 ± 1.00 75.00 ± 0.96 75.00 ± 0.96 15 15.00 ± 0.96 25.00 ± 0.96 40.00 ± 0.82 45.00 ± 0.96 45.00 ± 0.96 30.00 ± 1.00 , Har i setelah tan a m ; b Se lu ru h p er lak u an tid a k b er b ed a n y ata p ad a an ali sis s id ik r a g a m s e h in g g a tid ak d iu ji la n ju t 16

(35)

Ta be l 10 R ata -ra ta tin ggi t ana man ( cm) s etela h p erla kua n u ap pa na s p ada kult ivar L umbu Hij au P erla kua n Tingg i t ana man p ada ... HST a S uhu C ) W aktu (Me nit ) 3 6 9 12 15 18 25 5 0.08 ± 0.16 b 0.75 ± 1.49 1.67 ± 3.15 3.47 ± 6.15 4.32 ± 6.98 6.28 ± 7.77 10 0.07 ± 0.14 0.54 ± 1.03 1.21 ± 2.26 2.89 ± 5.25 4.27 ± 7.56 5.22 ± 8.88 15 0.05 ± 0.09 0.26 ± 1.51 0.56 ± 0.85 1.48 ± 2.61 3.11 ± 5.80 4.66 ± 8.10 40 5 0.04 ± 0.08 0.24 ± 0.47 0.68 ± 1.12 1.75 ± 3.14 3.53 ± 6.64 4.69 ± 8.32 10 0.00 ± 0.00 0.06 ± 0.12 0.21 ± 0.24 0.69 ± 0.87 1.84 ± 2.90 3.75 ± 5.66 15 0.00 ± 0.00 0.09 ± 1.18 0.28 ± 0.37 1.32 ± 1.86 3.45 ± 5.46 5.67 ± 7.89 45 5 0.06 ± 0.11 0.32 ± 0.63 0.84 ± 1.49 2.15 ± 3.64 3.51 ± 5.96 5.18 ± 7.21 10 0.03 ± 0.06 0.19 ± 0.37 0.68 ± 1.05 1.72 ± 2.48 3.04 ± 3.81 4.64 ± 5.41 15 0.00 ± 0.00 0.03 ± 0.04 0.18 ± 0.20 0.24 ± 0.20 0.71 ± 0.86 1.75 ± 2.03 50 5 0.01 ± 0.01 0.07 ± 0.08 0.18 ± 0.16 0.21 ± 0.27 0.47 ± 0.46 1.32 ± 1.46 10 0.03 ± 0.05 0.19 ± 0.34 0.55 ± 0.92 1.48 ± 2.16 2.85 ± 4.32 4.79 ± 6.39 15 0.03 ± 0.06 0.07 ± 0.13 0.25 ± 0.30 0.88 ± 1.37 2.14 ± 3.70 4.54 ± 6.12 aHST , Har i setelah tan a m ; b Se lu ru h p er lak u an tid a k b er b ed a n y ata p ad a an ali sis s id ik r a g a m s e h in g g a tid ak d iu ji la n ju t 17

(36)

be l 11 R ata -ra ta tin ggi t ana man se tela h p erla ku an ua p pa n as pa da kult iv ar L umbu Kunin g P erla kua n Tingg i tana man p ada ... HST a S uhu ( °C ) W aktu 3 6 9 12 15 18 25 5 0.12 ± 0.24 b 0.67 ± 0.82 1.13 ± 0.82 1.28 ± 1.30 2.38 ± 2.31 3.57 ± 2.73 10 0.21 ± 0.39 1.42 ± 1.89 2.27 ± 2.65 2.49 ± 2.83 3.69 ± 4.04 5.62 ± 5.15 15 0.15 ± 0.29 0.99 ± 1.95 1.24 ± 2.30 1.74 ± 2.56 3.12 ± 4.51 4.48 ± 5.07 40 5 0.16 ± 0.31 0.94 ± 1.87 1.36 ± 2.58 2.35 ± 3.45 3.42 ± 4.62 4.84 ± 5.13 10 0.07 ± 0.14 0.59 ± 0.96 1.55 ± 1.70 2.66 ± 3.20 4.53 ± 5.02 6.78 ± 5.37 15 0.00 ± 0.00 0.46 ± 0.54 1.12 ± 1.15 2.20 ± 1.96 3.41 ± 2.48 4.67 ± 3.47 45 5 0.34 ± 0.61 2.10 ± 2.92 3.96 ± 3.04 4.85 ± 3.65 7.75 ± 5.24 7.48 ± 5.56 10 0.14 ± 0.22 1.29 ± 1.64 2.38 ± 2.89 3.57 ± 4.25 5.93 ± 6.39 8.20 ± 7.80 15 0.11 ± 0.18 0.33 ± 0.60 0.40 ± 0.53 0.44 ± 0.42 0.72 ± 0.63 1.43 ± 0.98 50 5 0.05 ± 0.06 1.39 ± 1.01 3.26 ± 2.42 3.97 ± 2.69 7.42 ± 5.28 10.37 ± 8.24 10 0.02 ± 0.01 0.09 ± 0.07 0.41 ± 0.22 1.42 ± 1.03 2.60 ± 2.04 4.20 ± 3.46 15 0.12 ± 0.23 0.61 ± 1.16 0.87 ± 1.63 1.52 ± 2.14 3.43 ± 5.08 5.42 ± 5.65 , Har i setelah tan a m ; b Se lu ru h p er lak u an tid a k b er b ed a n y ata p ad a an ali sis s id ik r a g a m s e h in g g a tid ak d iu ji la n ju t 18

(37)

19

SIMPULAN

Infeksi GCLV, OYDV, dan SLV ditemukan pada sampel daun kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning. Perlakuan uap panas tidak memengaruhi daya berkecambah umbi dan pertumbuhan tanaman. Kombinasi suhu dan waktu perendaman perlakuan uap panas pada penelitian ini belum efektif menekan GCLV, OYDV, dan SLV pada kultivar Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning.

SARAN

Deteksi virus dengan metode DIBA sebaiknya dilakukan pada daun muda, karena titer virus sangat rendah pada umbi sehingga tidak dapat dideteksi. Infeksi virus pada tanaman bawang putih selain GCLV, OYDV, dan SLV perlu dikonfirmasi baik pada umbi maupun pada tanaman di lapangan. Pengaruh infeksi virus terhadap kehilangan hasil panen bawang putih perlu dipelajari untuk meningkatkan pemahaman petani dalam menerapkan upaya pengendalian penyakit. Pengendalian dengan perlakuan lain perlu dipelajari untuk memberikan alternatif pengendalian dalam menekan insidensi virus pada bawang putih.

(38)

20

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini S, Hidayat SH. 2014. Sensitivitas metode serologi dan polymerase chain

reaction untuk mendeteksi Ben common mosaic potyvirus pada kacang

panjang. J Fitopatol Indones. 10(1):17-22.doi:10.14692/jfi.10.1.17.

Antoniw J, Adams M. 2012. Descriptions of plant viruses [Internet]. [diunduh 2016 Jan 27]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/note/showem.php? genus=Allexivirus.

Asniwita, Hidayat SH, Suastika G, Sujiprihati S, Sausanto S, Hayati I. 2012. Eksplorasi isolat lemah Chili veinal mottle virus pada tanaman cabai di Jambi, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. J.Hort. 22(2):181-186.

Becker R, Fritz V, Hutchison J, Rosen C, Tong C, Wright J. 2007. Growing garlic in Minnesota, University of Minnesota Extension Service [internet]. [Diunduh 2016 Jan 27]. Tersedia pada: cms.cnr.edu.bt/cms/files/docs/File/.../ garlic%20cms.pdf.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Konsumsi rata-rata per kapita seminggu beberapa macam bahan makanan penting, 2007-2014 [internet]. [Diunduh 2016Feb2]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Tabel dinamis produksi bawang putih nasional

[internet]. [Diunduh 2015 Agu 7]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/si -te/resultTab.

Cafrune EE, Perotto MC, Conci VC. 2006. Effect of two Allexivirus isolates on garlic yield. Plant Dis. 90:898-904.

Chen Z, Liu J, Zeng M, Wang Z, Yu D, Yin C, Jin L, Yang S, Song B. 2012. Dot immunobinding assay method with chlorophyll removal for the detection of

Southern rice black-streaked dwarf virus.Molecules.17:6886-6900.

doi:10.3390/molecules17066886.

Conci V, Lunello P, Buraschi D. 2002. Variations of Leek yellow stripe virus concentration in garlic and its incidence in Argentina. Plant Ds. 86:1085- 1088.

Conci VC, Canavelli A, Lunello P, Di Rienzo J, Nome SF, Zumelzu F, and Italia R. 2003. Yield lost associated with virus-infected garlic plants during five successive years. Plants Dis. 87:1411-1415.

Conci VC, Canavelli A, Lunello P. 2003. Yield losses associated with virus-infected garlic plants during five successive years. Plant Dis. 87:1411-1415. Conci VC, Canavelli AE, Balzarini MG. 2010. The distribution of garlic viruses in

leaves and bulbs during the first year of infection. J Phytopathol. 158:186-193.doi:10.1111/j.1439.0434.2009.01601.x.

Duriat AS. 1989. Pengaruh perlakuan panas pada bibit kentang yang mengandung virus. Buletin Penelitian Hortikultura. 1:1-10.

Duriat AS, Gunaeni N, Ratnawati ML. 2008. Pengaruh suhu dan waktu pemanasan benih umbi terhadap persistensi dan degradasi virus pada bawang putih

(Allium sativum). Di dalam: Hadisoeganda WW et al. Editor. Peningkatan

Produktivitas Kentang dan Sayuran Lainnya dalam Mendukung Ketahanan Pangan, Perbaikan Nutrisi, dan Ketahanan Lingkungan. Prosiding Seminar

(39)

21

Nasional Pekan Kentang; 2008 Agustus 20-21; Lembang. Bandung (ID): hlm

712-713.

Fajardo TVM, Nishijima M, Buso JA, Torres AC, Ávila AC, Resende RO. 2001. Garlic viral complex: Identification of Potyviruses and Carlavirus in Central Brazil. Fitopatol Bras. 26(3):619-626.

[GRIN] Germplasm Resource Information Network. 2011. National plant germplasm system [internet]. [Diunduh 2016 Feb 13]. Tersedia pada: https://npgsweb.ars-grin.gov/gringlobal/taxonomydetail.aspx?id=2368. Gunadi IG, Sarwadana MS. 2007. Potensi pengembangan bawang putih (Allium

sativum L.) dataran rendah varietas lokal sanur. Agritrop 26 (1): 19-23.

Gunaeni N, Wulandari AW, Duriat AS, Muharam A. 2011. Insiden penyakit virus tular umbi pada tiga belas varietas bawang merah asal Jawa Barat dan Jawa Tengah. J Hort. 21(2):164-172.

Hawkes R, Niday E, Gordon J. 1982. A dot-immunobinding assay for monoclonal and other antibodies. Analytical Biochemistry. 119:142-147.

Hilman Y, Hidayat A, Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di Dataran Tinggi. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Hull R. 2002. Plant Virology. 4th ed. London (GB): Academic Press.

Hull R. 2009. Comparative Plant Virology. 2nd ed. Oxford (GB): Elsevier Academic Press.

Kadwati, Hidayat SH. 2015. Deteksi virus utama bawang merah dan bawang putih dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. J Fitopatol Indones. 11(4):121-127.doi:10.14692/jfi.11.4.121.

[Kementan] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015. Produksi bawang putih menurut Provinsi, 2010-2014 [internet]. [Diunduh 2016 Mar 23]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ap_pages/mod/datahorti.

Klukácková J, Navrátil M, Duchoslav M. 2007. Natural infection of garlic (Allium

sativum L.) by viruses in the Czech Republic. J Plant Dis Prot. 114

(3):97-100.

Kurniawan A, Suastika G. 2013. Deteksi dan identifikasi virus pada umbi bawang.

J Fitopatol Indones. 9(2):47-52.doi:10.14692/jfi.9.2.47.

Lunello P, Rienzo JD, Conci VC. 2007. Yield lost in garlic by Leek yellow stripe

virus Argentine isolate. Plant Disease.

91(2):153-158.doi:10.1094/PDIS-91-2-0153.

Manzila I, Jumanto H, Suseno R, Hidayat S. 2005. Produksi antibodi poliklonal

peanut stripe virus. J Biotek Pertan. 10(2):39-44.

Marpaung DT. 2010. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah

(Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.) di desa harian

dan desa sitinjak kecamatan Onan Rungu Kabupaten Samosir [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara.

Moreno P, Jaramillo S, Celedόn B, Malagόn R, Palenius N. 2014. Effect of natural virus infection on quality and yield of garlic elite lines. Jebas. 2(2S).

Opriana E, Hidayat SH, Manzila I, Sujiprihati S. 2012. Occurence of Chili veinal

mottle virus (ChiVMV) in Indonesia and response of chili germplasm to

(40)

22

Pappu HR, Hellier BC, Dugan FM. 2008. Evaluation of the national plant germplasm system’s garlic collection for seven viruses. Plant Health

Progress. doi:10.1094/PHP-2008-0919-01-RS.

Parrano L, Afunian M, Pagliaccia D, Douhan G, Vidalakis G. 2012. Characterization of viruses associated with garlic plants propagated from different reproductive tissues from Italy and other geographic regions.

Phytopathol Mediteranea. 51(3):549-565.

[Puslitbanghorti] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2015. Budidaya tanaman bawang putih [internet]. [Diunduh 2016 Feb 2]. Tersedia pada: http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/teknologi-detail-43.html. Suryadi Y, Manzila I, Machmud M. 2009. Potensi pemanfaatan perangkat

diagnostic ELISA serta variannya untuk deteksi pathogen tanaman. Jurnal

Agro Biogen. 5(1):39-48.

Setiawati W, Murtiningsih R, Sopha GA, Handayati T. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Setiawati W, Murtiningsih R, Gunaeni N, Tubiati T. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman

Sayuran.

Suhendra. 2014 Maret 04. Indonesia importir bawang putih terbesar di dunia. Detik

finance [internet]. [Diunduh pada 2015 Juli 27]. Tersedia pada

http://finance.detik.com/read/2014/03/04/131936/2514763/4/2/indonesia-importir-bawang-putih-terbesar-di-dunia ditulis Suhendra: Selasa, 04/03/2014 13:33 WIB.

Subekti D, Hidayat SH, Nurhayati E, Sujiprihati S. 2006. Infeksi Cucumber mosaic

virus dan Chili veinal mottle virus terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

cabai. Hayati. 13(2):53-57.

Susila AD. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wahab ASA. 2009. Aphid-transmission efficiency of two main viruses on garlic in Egypt, Onion yellow dwarf virus (OYDV-G) and Leek yellow stripe virus (LYSV-G). Acad J Entomol. 2(1):40-42.

Van Dijk P. 1993. Carlavirus isolates from cultivated Allium sp. Represent three viruses. Netherland Journal of Plant Pathology. 99(1993):233-257.

Webster CG, Wylie SJ, Jones MGK. 2004. Diagnosis of plant viral pathogens. Curr Sci. 86(12):1604-1607.

Wulandari AW. 2016. Deteksi dan eliminasi virus pada umbi bawang merah. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Xin-xi H, Yan L, Pei W, Lin-fei T, Chang-zheng H, Yong S, Xing-yao X, Xian-zhou N. 2015. Development of a multiplex reserve transcription-PCR assay for simultaneous detection of garlic viruses. J Integrated Agric. 14(5):900-908.

(41)

23

(42)

24

Lampiran 1 Peta DIBA untuk deteksi GCLV, OYDV, dan SLV ulangan 1 – 4. (A) kultivar, 1 = Lumbu Hijau, 2 = Lumbu Kuning; (B) suhu, 1 = 25 °C, 2= 40 °C, 3 = 45 °C, 4 = 50 °C; (C) lama perendaman, 1 = 5 menit, 2 = 10 menit, 3 = 15 menit

Ulangan Perlakuan

A1B1C1 A1B1C2 A1B1C3 A1B2C1 A1B2C2 A1B2C3

1 2 3

A1B3C1 A1B3C2 A1B3C3 A1B4C1 A1B4C2 A1B4C3 1

2 3

A2B1C1 A2B1C2 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C2 A2B2C3 1

2 3

A2B3C1 A2B3C2 A2B3C3 A2B4C1 A2B4C2 A2B4C3 1

2 3

K+ K+ K- K- Buffer Buffer

A2B1C1 A2B1C2 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C2 A2B2C3

A2B1C1 A2B1C2 A2B1C3 A2B2C1 A2B2C2 A2B2C3

A2B3C1 A2B3C2 A2B3C3 A2B4C1 A2B4C2 A2B4C3

A2B3C1 A2B3C2 A2B3C3 A2B4C1 A2B4C2 A2B4C3

(43)

25 Lampiran 2 Hasil deteksi GCLV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b)

(a) (b)

Lampiran 3 Hasil deteksi GCLV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b)

(44)

26

Lampiran 4 Hasil deteksi OYDV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b)

(a) (b)

Lampiran 5 Hasil deteksi OYDV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b)

(45)

27 Lampiran 6 Hasil deteksi SLV pada kultivar Lumbu Hijau pada sampel umbi (a)

dan sampel daun (b)

(a) (b)

Lampiran 7 Hasil deteksi SLV pada kultivar Lumbu Kuning pada sampel umbi (a) dan sampel daun (b)

(46)

28

Lampiran 8 Analisis sidik ragaminsidensi GCLV berdasarkan DIBA pada sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 8333.3 8333.3 10.71 0.002 Suhu 4 2500.0 625.0 0.80 0.526 Waktu 2 166.7 83.3 0.11 0.899 Kultivar*Suhu 4 2500.0 625.0 0.80 0.526 Kultivar*Waktu 2 166.7 83.3 0.11 0.899 Suhu*Waktu 8 4000.0 500.0 0.64 0.740 Kultivar*Suhu*Waktu 8 4000.0 500.0 0.64 0.740 Error 90 70000.0 777.8 Total 119

Lampiran 9 Analisis sidik ragaminsidensi OYDV berdasarkan DIBA pada sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 333.3 333.3 2.00 0.161 Suhu 4 1333.3 333.3 2.00 0.101 Waktu 2 166.7 83.3 0.50 0.608 Kultivar*Suhu 4 1333.3 333.3 2.00 0.101 Kultivar*Waktu 2 166.7 83.3 0.50 0.608 Suhu*Waktu 8 666.7 83.3 0.50 0.853 Kultivar*Suhu*Waktu 8 666.7 83.3 0.50 0.853 Error 90 15000.0 166.7 Total 119

Lampiran 10 Analisis sidik ragaminsidensi SLV berdasarkan DIBA pada sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 14083 14083 10.35 0.002 Suhu 4 118000 29500 21.67 0.000 Waktu 2 2667 1333 0.98 0.379 Kultivar*Suhu 4 6333 1583 1.16 0.332 Kultivar*Waktu 2 2667 1333 0.98 0.379 Suhu*Waktu 8 6500 813 0.60 0.778 Kultivar*Suhu*Waktu 8 13167 1646 1.21 0.303 Error 90 122500 1361 Total 119

(47)

29 Lampiran 11 Analisis sidik ragamskor titer GCLV berdasarkan DIBA pada

sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 0.2083 0.2083 0.25 0.620 Suhu 4 22.4500 5.6125 6.67 0.000 Waktu 2 0.2000 0.1000 0.12 0.888 Kultivar*Suhu 4 1.4167 0.3542 0.42 0.793 Kultivar*Waktu 2 0.2667 0.1333 0.16 0.854 Suhu*Waktu 8 5.8000 0.7250 0.86 0.552 Kultivar*Suhu*Waktu 8 15.2333 1.9042 2.26 0.030 Error 90 75.7500 0.8417 Total 119

Lampiran 12 Analisis sidik ragamskor titer OYDV berdasarkan DIBA pada sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 0.5333 0.5333 1.63 0.205 Suhu 4 36.5833 9.1458 27.90 0.000 Waktu 2 0.8167 0.4083 1.25 0.293 Kultivar*Suhu 4 0.2167 0.0542 0.17 0.955 Kultivar*Waktu 2 0.1167 0.0583 0.18 0.837 Suhu*Waktu 8 3.2667 0.4083 1.25 0.282 Kultivar*Suhu*Waktu 8 2.1333 0.2667 0.81 0.592 Error 90 29.5000 0.3278 Total 119

Lampiran 13 Analisis sidik ragamskor titer SLV berdasarkan DIBA pada sampel daun Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 0.6750 0.6750 1.94 0.167 Suhu 4 139.4667 34.8667 100.42 0.000 Waktu 2 1.8667 0.9333 2.69 0.073 Kultivar*Suhu 4 0.7000 0.1750 0.50 0.733 Kultivar*Waktu 2 0.8000 0.4000 1.15 0.321 Suhu*Waktu 8 2.3833 0.2979 0.86 0.555 Kultivar*Suhu*Waktu 8 5.4500 0.6812 1.96 0.060 Error 90 31.2500 0.3472 Total 119

(48)

30

Lampiran 14 Analisis sidik ragamrata-rata insidensi virus setelah perlakuan uap panas berdasarkan pengamatan gejala

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 3000.0 3000.0 3.01 0.086 Suhu 4 5946.7 1486.7 1.49 0.212 Waktu 2 186.7 93.3 0.09 0.911 Kultivar*Suhu 4 1066.7 266.7 0.27 0.898 Kultivar*Waktu 2 1280.0 640.0 0.64 0.529 Suhu*Waktu 8 4013.3 501.7 0.50 0.851 Kultivar*Suhu*Waktu 8 5253.3 656.7 0.66 0.727 Error 90 89800.0 997.8 Total 119

Lampiran 15 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 3 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 1763.3 17633 1.87 0.175 Suhu 4 2820.0 705.0 0.75 0.562 Waktu 2 1940.0 970.0 1.03 0.362 Kultivar*Suhu 4 1220.0 305.0 0.32 0.862 Kultivar*Waktu 2 326.7 163.3 0.17 0.841 Suhu*Waktu 8 4160.0 520.0 0.55 0.815 Kultivar*Suhu*Waktu 8 1640.0 205.0 0.22 0.987 Error 90 84900.0 943.3 Total 119

Lampiran 16 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 6 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 7363 7363 5.88 0.017 Suhu 4 4367 1092 0.87 0.484 Waktu 2 2927 1463 1.17 0.315 Kultivar*Suhu 4 2287 572 0.46 0.767 Kultivar*Waktu 2 287 143 0.11 0.892 Suhu*Waktu 8 8573 1072 0.86 0.557 Kultivar*Suhu*Waktu 8 2213 277 0.22 0.986 Error 90 112700 1252 Total 119

(49)

31 Lampiran 17 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 9 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 83 83 0.05 0.821 Suhu 4 2187 547 0.34 0.853 Waktu 2 1327 663 0.41 0.666 Kultivar*Suhu 4 2200 550 0.34 0.851 Kultivar*Waktu 2 127 63 0.04 0.962 Suhu*Waktu 8 7773 972 0.60 0.777 Kultivar*Suhu*Waktu 8 3840 480 0.30 0.966 Error 90 146300 1626 Total 119

Lampiran 18 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 12 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 213 213 0.19 0.664 Suhu 4 687 172 0.15 0.961 Waktu 2 527 263 0.23 0.791 Kultivar*Suhu 4 1753 438 0.39 0.815 Kultivar*Waktu 2 287 143 0.13 0.880 Suhu*Waktu 8 8473 1059 0.94 0.485 Kultivar*Suhu*Waktu 8 1247 156 0.14 0.997 Error 90 101000 1122 Total 119

Lampiran 19 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 15 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 53 53 0.05 0.827 Suhu 4 247 62 0.06 0.994 Waktu 2 980 490 0.44 0.646 Kultivar*Suhu 4 2913 728 0.65 0.626 Kultivar*Waktu 2 207 103 0.09 0.912 Suhu*Waktu 8 7053 882 0.79 0.612 Kultivar*Suhu*Waktu 8 1627 203 0.18 0.993 Error 90 100400 1116 Total 119

(50)

32

Lampiran 20 Analisis sidik ragamrata-rata daya kecambah pada 18 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 1470.0 1470.0 1.72 0.193 Suhu 4 300.0 75.0 0.09 0.986 Waktu 2 326.7 163.3 0.19 0.826 Kultivar*Suhu 4 3646.7 911.7 1.07 0.378 Kultivar*Waktu 2 380.0 190.0 0.22 0.801 Suhu*Waktu 8 5240.0 655.0 0.77 0.633 Kultivar*Suhu*Waktu 8 4053.3 506.7 0.59 0.781 Error 90 76900.0 854.4 Total 119

Lampiran 21 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 3 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 0.21168 0.21168 5.13 0.026 Suhu 4 0.12589 0.03147 0.76 0.552 Waktu 2 0.03488 0.01744 0.42 0.656 Kultivar*Suhu 4 0.05549 0.01387 0.34 0.853 Kultivar*Waktu 2 0.00744 0.00372 0.09 0.914 Suhu*Waktu 8 0.14145 0.01768 0.43 0.901 Kultivar*Suhu*Waktu 8 0.06889 0.00861 0.21 0.989 Error 90 3.71140 0.04124 Total 119

Lampiran 22 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 6 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 12.900 12.900 9.61 0.003 Suhu 4 2.787 0.697 0.52 0.722 Waktu 2 1.211 0.605 0.45 0.638 Kultivar*Suhu 4 1.261 0.315 0.23 0.918 Kultivar*Waktu 2 0.175 0.088 0.07 0.937 Suhu*Waktu 8 6.113 0.764 0.57 0.800 Kultivar*Suhu*Waktu 8 5.464 0.683 0.51 0.847 Error 90 120.759 1.342 Total 119

(51)

33 Lampiran 23 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 9 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 30.180 30.180 9.79 0.002 Suhu 4 5.681 1.420 0.46 0.764 Waktu 2 7.114 3.557 1.15 0.320 Kultivar*Suhu 4 5.432 1.358 0.44 0.779 Kultivar*Waktu 2 1.027 0.514 0.17 0.847 Suhu*Waktu 8 29.702 3.713 1.20 0.305 Kultivar*Suhu*Waktu 8 25.616 3.202 1.04 0.413 Error 90 277.379 3.082 Total 119

Lampiran 24 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 12 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 21.854 21.854 2.67 0.106 Suhu 4 6.560 1.640 0.20 0.938 Waktu 2 10.329 5.164 0.63 0.534 Kultivar*Suhu 4 21.761 5.440 0.66 0.618 Kultivar*Waktu 2 0.391 0.195 0.02 0.976 Suhu*Waktu 8 53.383 6.673 0.82 0.591 Kultivar*Suhu*Waktu 8 33.383 4.173 0.51 0.846 Error 90 736.707 8.186 Total 119

Lampiran 25 Analisis sidik ragamrata-rata tinggi tanaman pada 15 HST

Sumber DB JK KT F P Kultivar 1 51.01 51.01 2.38 0.127 Suhu 4 6.77 1.69 0.08 0.989 Waktu 2 9.81 4.91 0.23 0.796 Kultivar*Suhu 4 46.94 11.74 0.55 0.702 Kultivar*Waktu 2 6.16 3.08 0.14 0.867 Suhu*Waktu 8 149.58 18.70 0.87 0.544 Kultivar*Suhu*Waktu 8 89.58 11.20 0.52 0.837 Error 90 1931,48 21.46 Total 119

Gambar

Gambar 2  Tahapan  perlakuan  uap  panas  umbi  bawang  putih  dan  penanaman  dengan metode growing on test, (a) Siung dimasukkan ke dalam botol;
Gambar 4  Gejala  pada  sampel  daun  bawang  putih.  (a)  bergaris  hijau  muda,  (b)  mosaik  hijau  muda,  (c)  daun  menutup  kaku,  (d)  permukaan  daun  berlekuk, (e) ujung daun memutih, (f) kerdil, dan (g) keriting
Tabel 1  Rata-rata  insidensi  infeksi  virus  (%)  pada  dua  kultivar  bawang  putih  berdasarkan jenis gejala
Tabel 5  Insidensi GCLV, OYDV, dan SLV (%) berdasarkan hasil deteksi DIBA  pada sampel daun bawang putih kultivar Lumbu Hijau (LH) dan Lumbu  Kuning (LK) setelah perlakuan uap panas pada umbi
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Video profile produk merupakan sebuah media audio visual yang dapat digunakan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap solar panel tenaga surya. Melihat cara media

Selain itu, pupuk guano juga memiliki kandungan C/N ratio yang terendah, apabila C/N ratio rendah maka unsur makro dan mikro dalam pupuk dapat diserap tanaman untuk

Ada perbedaan stres kerja pada anggota polisi sabhara antara kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa pelatihan efikasi diri dengan kelompok kontrol yang tidak diberi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan konseling naratif dapat menurunkan kecemasan komunikasi siswa yang ditandai dengan munculnya tindakan yang yang memprotes

Dalam pengalaman subyektif, penulis secara sadar mendapatkan rangsangan dari apa yang dilihat oleh penulis, berupa keindahan bentuk dan warna tanaman manggis yang

Penggunaan faktor kemiringan sebagai penentuan unit ekologis didasarkan pada metode Knox dan Miyabara (1984) bahwa perubahan atau peningkatan kemiringan pantai (1%)

Cacing Tubifex tubifex dapat sebagai biondikator pencemaran air, ini dapat dilihat dari semakin banyak kandungan bahan organik pada sungai semakin banyak pula