• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI POPULASI KATAK PANGGUL (Limnonectes blythii) DI SUNGAI BATANG TINGGAM KENAGARIAN KAJAI KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI POPULASI KATAK PANGGUL (Limnonectes blythii) DI SUNGAI BATANG TINGGAM KENAGARIAN KAJAI KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI POPULASI KATAK PANGGUL (Limnonectes blythii)

DI SUNGAI BATANG TINGGAM KENAGARIAN KAJAI

KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN

PASAMAN BARAT

ARTIKEL ILMIAH

SITI AISYAH

NIM. 12010104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2017

(2)

ESTIMASI POPULASI KATAK PANGGUL (Limnonectes blythii) DI SUNGAI BATANG TINGGAM KENAGARIAN KAJAI KECAMATAN TALAMAU

KABUPATEN PASAMAN BARAT Siti Aisyah1, Meliya Wati2, Elza Safitri3

Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat

Email : sa3719401@gmail.com

ABSTRAK

There are more 6,300 species of amphibian in the world, over the last two decades of steadily declining amphibian population. Number of extinct species to date are estimated to approach the numbers 168 species, 34% of amphibian species are declining population. That indicates are the rate of extinction of amphibian species and threats to its existence will continue to rise. An important role in balancing the ecosystem, amphibian can also serve as an indicator of environmental health. Today, several types of Frogs Amphibian primarily be a very promising export commodities huge profits. The many functions and benefits of amphibian, then the existence of amphibian in nature should be maintained. This study aims to determine the estimated population of frogs pelvis (limnonectes blythii) in Sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Talamau District of West Pasaman. This research was conducted in October 2016 with 3 points research station using Capture Recapture Method (Capture, mark, release and recapture) is a method commonly used to determine the animal populations move that is the way, ensuring a place that allows the sample is found, the sample in this study is L. blythii. Sampling was carried out at night is at 19:00 to 22:00 hours local time, because the amphibian is a nocturnal animal (active at night). Based on the results of research in Sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Talamau District of West Pasaman obtained a total estimated value of 66 L. blythii populations. Physical environment factors measurement results showing a normal state of viable and for habitat L. blythii where the water temperature ranges from 24-260C, the air temperature ranges from 25-260C, and humidity ranges between 87-90%.

Key word: Estimated, Limnonectes blythii, habitat

PENDAHULUAN

Tercatat lebih dari 6.300 spesies Amphibia di dunia, selama dua dekade terakhir Amphibia terus mengalami penurunan populasi. Jumlah spesies yang punah hingga saat ini diperkirakan mendekati angka 168 spesies sedangkan

34% spesies Amphibia mengalami

penurunan angka populasi. Hal ini mengindikasikan bahwa angka kepunahan spesies Amphibia dan ancaman terhadap keberadaannya akan terus meningkat.

Selain berperan penting dalam

penyeimbang ekosistem, Amphibia juga dapat berfungsi sebagai indikator kesehatan lingkungan. Dewasa ini, beberapa jenis Amphibia terutama Katak menjadi komoditi

ekspor yang sangat menjanjikan

keuntungan besar. Mengingat banyaknya

fungsi dan manfaat Amphibia, maka keberadaan Amphibia di alam harus tetap dipertahankan (Rahman, 2009).

Dalam penelitian Hendri (2015)

menyarankan bahwa perlunya upaya

pembudidayaan terhadap katak yang berukuran besar, karena keberadaannya di alam sudah mulai berkurang yaitu jenis katak Limnonectes blythii. Menurut Anonimous (2016) populasi L. blythii sudah mulai mengalami penurunan akibat dari

pembukaan hutan sebagai tempat

pemukiman, selain itu L. blythii juga diburu untuk dikonsumsi. Beberapa jenis Amphibia sensitif terhadap fragmentasi hutan karena mempunyai penyebaran terbatas. Oleh karena itu perubahan habitat hutan seperti adanya pembalakan liar atau aktivitas

(3)

lainnya dapat mengurangi kemampuan satu jenis untuk bertahan hidup (Rahman, 2009).

Di Pasaman Barat tepatnya di Lubuk Sarik Tinggam Kenagarian Kajai dulunya banyak ditemukan Katak Panggul (Limnonectes blythii) atau yang dinamai masyarakat dengan nama “Bobok”. Namun sekitar 7 tahun belakangan ini katak bobok

sudah sangat jarang ditemukan.

Berdasarkan observasi dan pengamatan langsung yang telah dilakukan penulis, ditemukan adanya perubahan kondisi lingkungan di daerah tersebut. Daerah ini yang dahulunya masih hutan primer namun

sekarang telah banyak dilakukan

pembangunan maupun pembukaan lahan usaha masyarakat seperti pembangunan rumah di tepi sepanjang aliran sungai, pembukaan lahan kebun sawit, pembukaan lahan kebun karet, lahan persawahan dan pembukaan lahan tanaman muda lainnya. Selain itu di sepanjang aliran sungai banyak ditemukan sampah yang berserakan. Penulis juga melakukan wawancara kepada Bapak Herman yang dulunya bermata pencaharian sebagai pedagang Katak Panggul/Bobok, kondisi L. blythii saat ini sudah tidak memungkinkan lagi dijadikan sebagai mata pencaharian karena susah ditemukan.

Amphibia sangat mudah

dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia,

Kusrini (2007) mengatakan bahwa

Amphibia berbiak di lahan basah, sedangkan lahan basah dan habitat lainnya seringkali menjadi tempat pembuangan, penampungan dan pengakumulasi bahan pencemar. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa Amphibia rentan terhadap

senyawa-senyawa seperti logam berat, produk petroleum, herbisida dan pestisida.

Berkurangnya jumlah L. blythii

yang ditemukan tidak hanya karena kerusakan habitatnya melainkan juga karena penangkapan lebih dan eksploitasi besar-besaran oleh masyarakat setempat yang menjadikan L. blythii sebagai sumber mata pencaharian. L. blythii ditangkap dan dijual karena keuntungan perdagangannya cukup menjanjikan dengan harga jual mencapai Rp. 40.000/Kg, sehingga banyak masyarakat yang memburu keberadaannya tanpa memikirkan terancamnya kehidupan

L. blythii. Berkurangnya jumlah L. blythii

yang ditemukan berarti telah menunjukkan bahwa terjadinya penurunan populasi

karena disebabkan oleh berbagai faktor,

sedangkan hewan tersebut harus

dilestarikan agar tidak punah.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis telah melakukan penelitian tentang “ Estimasi Populasi Katak Panggul (Limnonectes blythii) Di Sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui estimasi populasi katak panggul (Limnonectes blythii) dan keadaan suhu air, suhu udara dan kelembaban udara di Sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada

penelitian ini adalah Senter, gunting, karung, Termohigrometer, Thermometer, jarum suntik, camera digital, alat-alat tulis,

dan kapas. Sedangkan bahan yang

digunakan yaitu formalin 10% dan pengawetan alkohol 70%.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif terhadap Amphibia yang terdapat di lokasi. Adapun metode yang digunakan untuk pengambilan sampel

adalah metode Capture Recapture

(Tangkap, tandai, lepas dan tangkap kembali) dengan indeks Lincoln. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan metode Random Sampling yaitu sampel diambil secara acak.

Cara kerja

Adapun cara kerja pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah: Menelusuri sepanjang aliran sungai (Ukuran 5 m pada pinggir kiri dan kanan sungai) yang dijadikan sampel penelitian dengan menetapkan panjang sungai yang biasa ditemukan spesies L. blythii. Melakukan pengambilan sampel dengan berjalan di sepanjang sungai yang telah ditetapkan. Setiap sampel diletakkan ke dalam karung dan diberi tanda pada kaki

(4)

belakang sebelah kanan yaitu dengan menggunting sedikit ujung jarinya. Perhitungan jumlah sampel dilakukan langsung di lapangan, sampel yang didapatkan di lokasi penelitian difoto sebagai bukti dokumentasi dalam penelitian. Sampel yang sudah ditandai dilepaskan kembali. Untuk penangkapan selanjutnya dilakukan setelah L. blythii berbaur lagi dengan populasinya. Untuk memastikan L. blythii telah berbaur dengan populasinya ditandai dengan adanya turun hujan. Berdasarkan hal tersebut waktu yang diperkirakan kurang lebih dari 2 minggu, namun apabila dalam rentangan waktu 2 minggu tersebut tidak turun hujan maka penangkapan kedua ditunda hingga turun hujan. Hewan penangkapan kedua ini dihitung jumlahnya dan jumlah yang bertanda diantaranya. Selanjutnya jumlah populasi hewan tersebut diduga dengan rumus yang telah ditetapkan.

Faktor lingkungan yang pertama yaitu pengukuran suhu udara dilakukan

dengan menggunakan alat

Termohygrometer yang digantung selama 15 menit dengan jarak 1 meter di atas permukaan tanah, yang dilakukan pada saat pengambilan sampel yaitu pada jam 19.00-22.00 WIB. Kemudian baca skala temperaturnya. 2.

Pengukuran kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan alat Termohygrometer yang digantung selama 15 menit dengan jarak 1 meter di atas permukaan tanah, yang dilakukan pada saat pengambilan sampel yaitu pada jam 19.00-22.00 WIB. Kemudian baca nilai kelembabannya.

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat thermometer dengan cara memasukkan sampel air ke

dalam wadah kemudian masukkan

thermometer dan biarkan sampai

pengukurannya konstan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil penangkapan L. blythii yang ditemukan di sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Estimasi Populasi L. blythii di Sungai Batang Tinggam

Lokasi Penangkapan Pertama Penangkapan Kedua Estimasi (N) Selang Kepercaya an 95% Estimasi (N) Total Selang Kepercay aan Total Stasiun 1 10 Ekor 11 Ekor

(5 bertanda) 22 Ekor 19-27 Ekor 66 Ekor 64-70

Ekor

Stasiun 2 5 Ekor

7 Ekor

(2 bertanda) 17 Ekor 12-31 Ekor

Stasiun 3 13 Ekor

15 Ekor

(7 bertanda) 28 Ekor 25-32 Ekor

Tabel 2. Faktor fisik lingkungan Sungai Batang Tinggam

(5)

Stasiun 1 24 25 90

Stasiun 2 25-26 24 – 26 87

Stasiun 3 25-26 25 90

Rata-Rata 25 25 89

Pembahasan

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh pada Tabel 1 bahwa L. blythii

yang ditemukan berjumlah 66 individu dan faktor fisik lingkungan yang sesuai untuk kehidupan L. blythii. Jumlah spesies L. blythii yang didapatkan lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil penelitian Silfiana (2014) di Kenagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung ditemukan 6 individu L. blythii, penelitian Ariza (2014) di Youth Camp Desa Hurun Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran ditemukan 3 individu L. blythii, penelitian Darmawan (2008) di PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi ditemukan 4 individu L. blythii.

Pada waktu penelitian didapatkan suhu air berkisar pada 25-26°C, suhu udara berkisar antara 25°C, menurut (Duellman & Trueb (1986) dalam Nasaruddin (2008) beberapa jenis Amphibia di daerah tropis mampu beradaptasi sampai pada suhu di atas 30°C. Menurut Iskandar (1998) katak secara umum bisa hidup di air yang suhunya berkisar antara 2-35°C. Sedangkan menurut Goin & Goin (1971) dalam

Silfiana (2014) katak memiliki toleransi suhu antara 3-41°C.

Kelembaban udara yang didapatkan pada saat penelitian cukup tinggi yaitu 90% yang merupakan kelembaban yang sesuai untuk kehidupan L. blythii, hal ini sesuai dengan pernyataan Anton (2010) dalam

Sopyan (2016) yang menyatakan bahwa katak membutuhkan kelembaban yang

tinggi agar kulitnya terhindar dari kekeringan serta membutuhkan perairan untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu menurut Iskandar (1998) di samping berasosiasi dengan air sebagian besar Amphibia dapat hidup di kawasan hutan karena disamping membutuhkan air juga membutuhkan kelembaban yang cukup tinggi untuk melindungi tubuh dari kekeringan.

Selain membutuhkan kelembaban udara yang tinggi serta suhu yang sesuai, L. blythii juga menyukai suatu tempat yang cocok untuk hidup dan berkembang. Menurut Sridar dan Bickford (2015) L. blythii menyukai sungai yang dangkal dan PH air yang tinggi untuk tempat hidup dan bertelur.

L. blythii paling banyak ditemukan pada stasiun 3, hal ini disebabkan karena lokasi stasiun 3 terletak cukup jauh dari rumah penduduk, kondisi hutan di sekitar stasiun ini belum banyak digarap oleh masyarakat. Sepanjang 500 m hanya terdapat satu bidang kebun kelapa sawit masyarakat, tetapi sebagian besar terdiri

dari hutan alami yang mempunyai

kelembaban dan suhu yang sesuai untuk kehidupan L. blythii.

Pada stasiun 1 dan 2 juga didapatkan suhu dan kelembaban yang sesuai untuk kehidupan L. blythii, namun terdapat perbedaan dengan stasiun 3 yaitu kondisi sekitar sungai yang telah banyak berubah dari yang sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Stebins & Cohen (1997) dalam Sopyan (2016) bahwa katak merupakan kelompok hewan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti pencemaran air, pengrusakan habitat asli atau dengan kata lain sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.

(6)

Kondisi lingkungan pada kedua stasiun ini juga telah banyak tercemar dari berbagai bahan kimia karena area perkebunan dan persawahan masyarakat sangat dekat dengan sungai. Petani setempat banyak menggunakan pestisida untuk keperluan pertanian, dan sampah dari pembungkus pestida dibuang kedalam sungai. Selain itu aliran sungai yang dekat dengan rumah masyarakat digunakan untuk mandi,

mencuci, membuang sampah serta

keperluan rumah tangga lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusrini (2007) Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Amphibia rentan terhadap

senyawa-senyawa seperti logam berat, produk proteleum, herbisida dan pestisida.

Menurut Hendri (2015) penggunaan pestisida dapat mematikan kecebong dan anak-anak katak yang sedang tumbuh, sementara itu pestisida sudah umum dipakai di daerah stasiun 2 dan 3 yang mengakibatkan berkurangnya jumlah atau punahnya kecebong yang sedang tumbuh. Hal tersebut tentunya dapat menyebabkan turunnya suatu populasi katak, karena perkembangan katak dimulai dari telur kemudian menjadi berudu (kecebong), berudu berkaki dan selanjutnya katak dewasa, sedangkan penggunaan pestisida telah merusak kecebong dan kemudian tidak dapat berkembang menjadi dewasa.

Faktor lain yang merupakan penyebab penurunan populasi Amphibia yaitu eksploitasi secara berlebihan, terutama pada stasiun 1 dan 2 yang lokasinya sangat dekat dengan masyarakat. L. blythii merupakan jenis Amphibia yang dapat dikonsumsi, sehingga keberadaannya sering diburu dan ditangkap untuk dijual ataupun untuk dikonsumsi sebagai sumber protein. Pada umumnya L. blythii yang ditangkap dalam ukuran besar atau dalam fase dewasa. Hal ini dapat menyebabkan jumlah populasi berikutnya berkurang, karena L. blythii

pada fase dewasa adalah fase sedang aktif untuk berkembang biak. Jika terus menerus dilakukan penangkapan pada fase dewasa maka dapat menyebabkan populasinya berkurang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat L. blythii dalam ukuran besar harganya lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil, sehingga masyarakat banyak memburu yang

berukuran besar saja sedangkan yang berukuran kecil dibiarkan sampai dewasa dan kemudian baru ditangkap. Oleh karena itu dari waktu ke waktu populasinya akan terus berkurang karena yang aktif berkembang biak selalu ditangkap dan diperjualbelikan.

Masyarakat di daerah ini

memperjualbelikan L. blythii karena harga jual yang cukup tinggi sehingga dapat memperoleh keuntungan dengan memburu keberadaan L. blythii. Hal tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat yang menjadikan hasil tangkapan L. blythii sebagai mata pencaharian tambahan pada malam hari yaitu dari jam 19.00-22.00 WIB. Salah satu warga yang di wawancarai yaitu Bapak Syafii yang mengatakan bahwa menangkap

L. blythii tidak membutuhkan modal banyak hanya membutuhkan senter dan karung bekas. Selain itutidak memerlukan banyak waktu, sedangkan harga perkilonya tinggi mencapai Rp. 40.000/Kg.

Ukuran populasi hasil estimasi ini akan terus mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Kemungkinan yang akan terjadi adalah populasi akan terus menurun. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan penduduk setempat yang terus bertambah sehingga banyak pembukaan hutan sebagai tempat lahan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat, sedangkan L. blythii yang biasa hidup di hutan dan di lahan yang basah akan terganggu. Hal tersebut sesuai dengan

Kusrini (2007) menyatakan bahwa

kebanyakan Amphibia berbiak di lahan basah, di berbagai negara telah terjadi kehilangan lahan basah yang sangat

menonjol karena digunakan untuk

kepentingan lain. Hilangnya lahan basah di suatu daerah sama dengan hilangnya Amphibia di daerah tersebut.

PENUTUP Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan di Sungai Batang Tinggam Kenagarian Kajai Kecamatan Talamau Kebupaten Pasaman Barat dapat disimpulkan bahwa: Estimasi populasi L. blythii total yang didapatkan 66 Individu. Hasil pengukuran faktor fisika

(7)

lingkungan yang menunjukkan suatu keadaan yang layak dan normal bagi habitat L. blythii dimana suhu air berkisar 24-260C, suhu udara berkisar 25-260C, dan

kelembaban udara berkisar antara 87-90%

Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menambahkan parameter pengamatan berupa ukuran morfologi jantan dan betina

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2016. Raksasanya Sumatera. (online), https://dendrobatesazureus.w or dpress.com/. Diakses Pada Tanggal 06 Agustus 2016, Pada Pukul 19.10 WIB.

Ariza,Y. S. 2014. Keanekaragaman Jenis Amphibia (Ordo Anura) Pada Beberapa Tipe Habitat Di Youth Camp Desa Hurun Kecamatan Padang Cermi n Kabupaten Pesawaran. Journal Sylva Lestari Vol 2 No 1.

Darmawan, B. 2008. Keanekaragaman Amfibi Di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus Di Eks-Hph PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo Provinsi

Jambi.Skripsi Sarjana Kehutanan Faku l tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hendri, W. 2015. Inventarisasi Jenis Katak (Ranidae) Sebagai Komoditi Ekspor Di Sumatera Barat. Journal BioCONCETTA Vol 1 No 1.

Iskandar, D. T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi-LIPI.

Kusrini, M. D. 2007. Konservasi Amphibia Di Indonesia: Masalah Global dan Tantangan (Conservatio of Amphibian In Indonesi: Global Problems and Challenges). Journal Media Konservasi Vol XII No 2.

Nasaruddin. 2008. Karakteristik Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kodok

Raksasa (Limnonectes cf. grunniens). Journal Veteriner Vol 9 No 4.

Rahman, L. N. 2009. Penurunan Populasi Amphibia: Apa Penyebab dan Upaya Pencegahannya. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB. Bandung: Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Kehutanan IPB Anggota PC Sylvia Indonesia IPB 2009.

Silfiana, V. 2016. Jenis-Jenis Amphibia Yang Di Temukan Di Kebun Kelapa Sawit Kenagarian Kunangan Parik Rantang Kabupaten Sijunjung. Skripsi Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Padang : Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Sopyan, M. H. 2016. Karakteristik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna”. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor. Sridhar, V.V dan D, Bickford. 2015. Oviposition Site Selection In The Malayan Giant Frog (Limnonectes blythii) In Singapore : Conservation Implicattions. Journal Asian

(8)

Gambar

Tabel 1. Estimasi Populasi L. blythii di Sungai Batang Tinggam Lokasi Penangkapan Pertama PenangkapanKedua Estimasi(N) Selang Kepercaya an 95% Estimasi (N) Total Selang Kepercayaan Total Stasiun 1 10 Ekor 11 Ekor

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menjalani latihan mindfulness sekian lama, kedua subjek memiliki makna pribadi terkait mindfulness dalam kehidupan mereka dan memahami konsep mindfulness

Salah satu wujud praktik demokrasi dalam pelayanan publik adalah memberi kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan keluhan (complaint) atau pengaduan mana kala

Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa net benefit yang diterima oleh agribisnis jamur tiram putih skala kecil di Kabupaten Jember selama periode waktu 4 tahun menghasilkan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk merealisasikan peningkatan kesejahteraan pekerja dan kesejahteraan masyarakat

Dari simulasi tersebut diketahui bahwa respon kontroler pada SIPMC dengan menggunakan DSMC (Discrete Sliding Mode Control) memiliki settling time yang lebih baik daripada

@ari gambar tersebut dapat dilihat bah4a endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan olkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan

Peride pasca pembuangan adalah sebagai berikut: situasi sosial umat pun berubah karena mereka kembali dari pembungan, mereka yang kembali mencari kaumnya yang sudah lama

Dalam bidang pelayanan publik, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik, yang merupakan ukuran dalam penyelenggaraan pelayanan publik, salah