PROSIDING
SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
ERBANDINGAN MODEL PENGEMBUNAN CAMPURAN UAP AIR
DAN UAP METIL ETIL KETON YANG LARUT SEBAGIAN
Martomo Setyawan*
* Program Studi Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan
ABSTRACTCondensation of a mixture of vapours is often encountered in chemical industries. The objective of this research was to compare between two models of condensation process of a mixture vapours produced from two slight immiscible liquids. Model 1 was arranged with assumption slight immiscible in liquid phase and model 2 was arranged assumed not immiscible in liquid phase
Aquadest and methyl ethyl ketone were evaporated in the separate boilers. The vapour coming out from each boiler were mixed and then condensed in a vertical condenser which had 0,2 m height. Outer diameter of inner pipe is 0,019 m and inner diameter of outer pipe is 0,05 m. The cooling water was flowed in a constant volumetric flowrate. After the steady state condition was reached, the incoming and outgoing vapour temperature, the incoming and outgoing cooling water temperature, the condenser wall temperature at the distance 0,05 m from inlet vapour , and the condensate thickness at the distance 0,15 m from inlet vapour were measured.
Comparison of the experimental data to the result of numerical solution of two mathematical models shows that the proposed methematical models represent very well the condensation process.
Kata Kunci : Perbandingan, model, larut sebagian, tidak larut PENDAHULUAN
Proses pengembunan terjadi ketika uap bertemu dengan kondisi suhu dibawah suhu jenuhnya. Proses pengembunan dapat terjadi dengan berbagai keadaan uap yang diembunkan. Pemahaman terhadap proses pengembunan dengan kondisi uap yang berbeda-beda sangat diperlukan untuk perancangan alat pengembunan yang baik.
Penelitian ini akan mengevaluasi nilai koefisien perpindahan panas (h), koefisien perpindahan massa (Kg) dan koefisien pengembunan (h ) dari uap yang fase cairnya saling melarutkan sebagian. g
Proses pengembungan uap di permukaan suatu bidang dibagi menjadi dua jenis yaitu film condensation dan, dropwise condensation (Perry, 1986). Pada film condensation terjadi hambatan termal secara konduksi oleh embunan. Laju perpindahan panas pada dropwise condensation sepuluh kali lebih besar daripada film condensation (Holman, 1986). Perpindahan massa pada pengembunan terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap embunan dan tekanan uap pada fase uap.
Fick menyatakan bahwa untuk campuran biner akan terjadi proses difusi secara berlawanan arah, apabila fluks massa difusi total sama dengan nol untuk sistem biner maka harga koefisien difusi arah berlawanan sama.
Menurut Krishna dan Taylor (1993) kecepatan pengembunan multi komponen dihitung berdasarkan kecepatan pengembunan masing-masing komponen.
Schrodt, (1973) melakukan penelitian pengembunan uap multi komponen pada kondensor tegak. Model matematika yang disusun didasarkan anggapan tidak adanya interaksi difusi antar komponen pada fase uap.
Penelitian pengembunan uap biner dari cairan yang tidak campur dilakukan oleh Akears dan Turner, (1962). Hasil pengamatan menunjukkan beberapa kelakuan dari embunan.
Pada proses pengembunan terjadi keseimbangan fase uap dan cair. Pada uap murni tekanan uap adalah tekanan uap murninya, untuk campuran yang bercampur tekanan uap tiap komponen dapat dievaluasi berdasarkan keseimbangan uap-cair.
Pengembunan campuran uap memiliki rentang titik embun, komponen dengan titik embun tertinggi akan mengembun terlebih dahulu, dan selanjutnya akan terjadi aliran dua fase yaitu cairan dan uap.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pemodelan proses pengembunan air dan etil metil keton yang larut sebagian dengan dua model pendekatan, pendekatan pertama dengan menganggap larut sebagian dan model kedua dengan pendekatan tidak larut.
Beberapa asumsi yang digunakan dalam penyusunan model pertama : 1. Kondensat membentuk aliran yang bercampur sebagian
2. Sifat fisis kondensat konstan terhadap suhu
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-1
3. Perpindahan panas melalui kondensat berlangsung secara konduksi ke arah radial dan konveksi ke arah aksial
4. Proses pengembunan berlangsung secara ajeg
Persamaan persamaan yang digunakan untuk menyusun model adalah persamaan neraca massa - = Ni ... (1)
Ni = Kgi( Pi-Psi) ... (2)
dG
idx
Psi = γi xi Poi... (3)
persamaan neraca panas uap
= -h ( T - T g g s) ... (4) persamaan neraca massa cair
d(GC
pgT
g)
dx
= Kgi (Pi - Ps1) - (Y21 – Y22) .... (5)
Distribusi kecepatan embunan fungsi tebal diperoleh
dm
idx
cD
21x
y
g
y
2
g
v
2 s x
µ
τ
−
δ
µ
ρ
+
µ
ρ
−
=
... (6) dengan τs = 0,332 Re3/2[µ2g /ρ xg 2] (Asano,dkk, 1979) (7)persamaan untuk menghitung tebal embunan
2 s 3
2
3
g
/
m
δ
µ
τ
−
δ
µ
ρ
=
ρ
... (8)persamaan neraca panas embunan
ρC V = k p x ... (9) dengan kondisi batas
x = 0, T = Tdew
∂T
∂ T
2∂x
∂y
2y = 0, dT/dy = q /k = h /k( T - t ) w o c a ... (10) y = δ, dT/dy = h/k(Tg-Ts) + ΣNiλi/k ... (11)
persamaan neraca panas air pendingin
WCw = -ho(To-Ta) ... (12)
dT
aSedangkan model kedua dengan pendekatan tidak larut maka persamaan matematika yang berubah adalah pada neraca massa menjadi
dx
) ( i s i Kg P P dx dm − = ... (13)Persamaan-persamaan matematis yang berupa persamaan diferensial simultan diselesaikan dengan cara numerik
Untuk menghitung nilai koefisien transfer panas uap, koefisien transfer massa masing-masing komponen dilakukan minimasi dengan metode Hooke-Jeeves (Rudd and Watson, 1968), dengan meminimalkan Sum of Square Errors. Hubungan koefisien perpindahan massa dan panas dengan variabel-variabel yang berpengaruh dalam bentuk kelompok tidak berdimensi
II. PELAKSANAAN PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest dan metil etil keton. Kelarutan etil metil keton sebesar 35/100 pada suhu 10 C dengan titik didih 79,6 C (Perry, 1986) O O
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-2
Alat yang digunakan sebagai berikut Keterangan : 1
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
10
11
12
13
14
14
14
14
15
15
1
6
1
6
3
2
1. Tangki Penguap MEK 7. Kran pengeluaran 2. Tangki Penguap Air 8. Pengatur tekanan 3. Level indikator 9. Pengembun tegak 4. Pemanas 10. Pendingin air 5. Pemasukan Bahan 11. Pemisah
6. Katub pengaman 12. Pengembun total
13. Mikrometer 14. Termokopel 15. Penampung embunan
16. Aliran pendingin
Gambar 1. Rangkaian alat penelitian
Penelitian dilakukan dengan menguapkan aquadest dan metil etil keton pada tangki penguap secara terpisah. Uap metil etil keton dialirkan pada tangki penguap aquadest. Campuran uap yang terbentuk dialirkan kedalam pengembun tegak yang berukuran 20 cm. Air pendingin dialirkan berlawanan arah melalui pipa tembaga dengan diameter 19 mm. Embunan yang terbentuk dari pengembun tegak ditampung dalam suatu penampung sedang sisa uap yang belum mengembun, diembunkan dengan menggunakan pendingin balik dan embunannya ditampung dalam suatu penampung. Setelah kondisi steady state tercapai data yang diperlukan diambil antara lain : kecepatan campuran uap masuk pengembun, suhu uap masuk dan keluar pengembun, berat masing-masing embunan yang terbentuk, suhu pada permukaan pengembun, kecepatan air pendingin, suhu pendingin masuk dan keluar, serta tebal embunan
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Fenomena kondisi pengembunan ini dapat dilihat Hasil perhitungan berupa tebal lapisan embunan fungsi panjang kondensor dari kedua model dapat dilihat pada gambar 2
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-3
0,00E+00 2,00E-03 4,00E-03 6,00E-03 8,00E-03 1,00E-02 1,20E-02 1,40E-02 1,60E-02 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Jarak, m Te ba l e m bu na n, c m
Pendekatan tidak campur
Pendekatan saling campur sebagian 0,00E+00 5,00E-05 1,00E-04 1,50E-04 2,00E-04 2,50E-04 3,00E-04 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Jarak, m M assa, Km ol /j am
Embunan MEK Tidak campur
Embunan MEK Campur sebagian
Embunan Air tidak campur Embunan Air larut Sebagian
Gambar 2. Tebal lapisan embunan fungsi panjang Gambar 3. Distribusi kecepatan massa fungsi Kondensor panjang kondensor
Hasil perhitungan berupa distribusi kecepatan massa embunan air, embunan metil etil keton, uap air dan uap metil etil keton dari kedua model dapat dilihat pada gambar 3.
Hasil perhitungan untuk satu data berupa distribusi suhu batas uap-cair air, dan suhu batas uap-cair metil etil keton sebagai fungsi panjang kondensor dari kedua model dapat dilihat pada gambar 4.
300 310 320 330 340 350 360 370 0 0.05 0.1 0.15 0.2 Jarak, m Suhu, K
Suhu Interface uap -air Tidak campur Suhu Interface uap-MEK tidak campur Suhu Interface uap -air campur sebagian Suhu Interface uap -MEK campur sebagian
Gambar 4. Distribusi suhu fungsi panjang kondensor
Gambar 2 memperlihatkan perubahan fase dari uap ke cair ditunjukkan dengan semakin bertambahnya tebal embunan, perbandingan model larut sebagian dan tidak larut terlihat perbedaan perhitugan tidak terlalu berarti. Gambar 3 menunjukkan perubahan kecepatan massa embunan air dan MEK dari dua model. Terlihat perubahan fase untuk air maupun metil etil keton sebagian besar terjadi di ujung atas kondensor, dan semakin ke bawah embunan yang terjadi semakin kecil. Hal ini disebabkan pada bagian atas pengembun terjadi pengembunan dengan kecepatan pengembunan yang tinggi dan embunan yang terjadi membentuk lapisan tahanan panas antara uap dan dinding pengembunan, maka semakin tebal embunan menyebabkan semakin besar pula tahanan panasnya, akibatnya pengembunan menjadi kecil dan penambahan tebal pada bagian bawah juga menjadi lebih kecil. Perbandingan antara model larut sebagian dan tidak larut memberikan perbedaan : untuk air model yang tidak larut memberikan kecepatan pengembunan lebih cepat, untuk MEK sebaliknya, hal ini disebabkan konduktivitas panas air lebih besar dari campuran dan sebaliknya konduktivitas panas MEK lebih kecil dari campuran sehingga mempengaruhi kecepatan pengembunan. Hasil ini sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Khrisna dan Pancal (1977), bahwasanya sebagian besar uap akan terembunkan pada bagian atas kondensor.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-4
Gambar 4 memperlihatkan perbedaan yang cukup besar antara suhu batas cair air dan batas cair metil etil keton hal ini disebabkan perbedaan daya hantar panas konduksi air dan etil metil keton, daya hantar konduksi air besarnya tiga kali daya hantar panas konduksi metil etil keton, karena itu lapisan air dapat menghantarkan panas dengan baik dibandingkan lapisan etil metil keton. Perbedaan suhu batas cair menyebabkan perbedaan kecepatan pengembuan, gambar 3 memperlihatkan air mengembun dengan kecepatan yang lebih besar dibanding metil etil keton.
Gambar 5 menunjukkan adanya penurunan suhu yang sangat tajam yang terdapat pada ujung atas kondensor, hal ini disebabkan sedikitnya uap yang terembunkan karena belum tercapai suhu setimbang untuk campuran air dan metil etil keton akibatnya lapisan embunan yang terjadi masih sangat tipis. Pada kondisi ini tahanan perpindahan panas kecil, akibatnya perpindahan panas pada bagian atas kondensor jauh lebih besar dibandingkan bagian bawah, dan terjadi penurunan suhu batas cair yang sangat besar. Penurunan suhu yang sangat tajam ini mengakibatkan uap yang mengembun cukup banyak (gambar 2 dan gambar 3) oleh karena itu pada daerah ini jumlah uap yang mengembun cukup banyak, dan selanjutnya embunan mengalir membentuk lapisan embunan yang menyebabkan tahanan perpindahan panas menjadi besar dan akibatnya perpindahan panas menjadi lebih kecil dan suhu batas cair dan suhu dinding mengalami perubahan yang kecil
Kesalahan relatif dari kedua model diatas adalah model 1 adalah 6,92% dan model 2 sebesar 6,68%, kesalahan relatif model 2 dibanding model 1 lebih kecil hal ini disebabkan pada kecepatan laminer percampuran embunan hanya didorong oleh difusivitas bahan sehingga kecepatan pencampuran menjadi sangat kecil sehingga asumsi tidak saling campur lebih mendekati keadaan sebenarnya.
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dan perhitungan maka diperoleh kesimpulan
1. Pada pengembun tegak kecepatan pengembunan yang tinggi terjadi di bagian atas pengembun 2. Pemodelan dengan pendekatan saling melarutkan sebagian dan tidak saling larut memberikan
fenomena pengembunan yang hampir sama perbedaan model tidak saling larut memberikan kecepatan pengembunan lebih cepat untuk air sedangkan metil etil keton lebih lambat.
3. Pengembunan campuran uap air dan etil metil keton dapat didekati dengan pendekatan saling melarutkan sebagian maupun dengan pendekatan tidak saling larut dengan kesalahan masing-masing dibawah 10 % DAFTAR LAMBANG δ = tebal embunan, m τ = tegangan geser, kg/m.s 2 λ = panas pengembunan, kJ/kg ρ f = Densitas cairan, kg/m3 µ f = viscositas cairan, kg/m.s c = konsentrasi, kmol/m3 Cp = kapasitas panas, kj/kg D = Difusivitas molekuler, m2/s g = gaya gravitasi, m/s2
G = kecepatan alir fasa uap, kmol/m.s. h = koefisien perpindahan panas, kJ/m2.s.K
ho = koefisien perpindahan panas air dengan dinding, kJ/m2.s.K
kg = koefisien perpindahan massa uap, kmol/s.N kf = konduktivitas panas cairan, kj/m.s.K
L = panjang kondensor, m m = massa, kg
mi = aliran massa embunan komponen i, kmol/s.m
M = berat molekul, g/mol
Ni = fluks massa komponen i, kmol/s.m2
Nu = bilangan Nusselt P = tekanan, N/m2 PG = tekanan uap, N/m2
PS = tekanan jenuh, N/m2
P0i = tekanan uap murni komponen i, N/m2
Pr = bilangan Prandtl q = fluks panas, kJ/s.m2 T = suhu ,K
Vx = kecepatan aliran embunan searah x, m/s
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-5
W = kecepatan alir air, kg/s x = jarak dari atas pengembun, m xi = fraksi mol komponen
DAFTAR PUSTAKA
Akears, W.W., and Turner, M.M., 1962 “ Condensation of Vapors of Immiscible Liquids” , A.I.Ch.E. Journal, 8, 587-589
Bendiyasa, I.M., 1995, “Pengembunan Parsial Sistem Multi Komponen n-Heksan-Etanol-Udara”, Media Teknik, 1. 79-84
Bird, R.B., Stewart, W.E., and Lighfoot, E.N., 1960, “ Transport Phenomena “, John Willey and Sons, New York
Coulson, J.M, Richardson, J.F., and Sinnot, R.K., 1983.” Chemical Engineering”, vol. 6, Pergamon Press, New York.
Fuadi, A.M., 1998, “ Pengembunan Uap Biner dari Cairan yang Tidak Campur pada Pengembun Tegak” Laporan penelitian, Program Pasca Sarjana, UGM
Krishna, R., and Pancal, C.B., 1977, "Condensation of Binary Vapor Mixture in The Presence of an Inert Gas", Chem. Eng. Sci., vol 32,741-745
Perry, R.H.,and Green, D.W., 1984,” Perry’s Chemical Engineers’ Handbooks”, 6th. ed. Mc Graw Hill Book, Co., Singapore
Prausnitz, J.M., Lichtenthaler, R.N., and Azevedo, E.G., 1986, ”Molecular Thermodynamics of Fluid Phase Equilibria”, 2nd. ed., Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey
Taylor, R., and Krishna, R., 1993, "Multicomponent Mass Transfer", John Wiley & Sons, Inc., New York
Wahyudi, B.S., dan Prasetyo,A., 1997, “ Pemodelan Matematis dan penyelesaian Numeris dalam Teknik Kimia dengan Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran”, edisi pertama, Andi, Yogyakarta
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK A-4-6