• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HASIL BELAJAR DAN MODEL PEMBELAJARAN. dan tindakan sehari-hari. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (a)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HASIL BELAJAR DAN MODEL PEMBELAJARAN. dan tindakan sehari-hari. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (a)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HASIL BELAJAR DAN MODEL PEMBELAJARAN

A. Hasil Belajar

1. Pengertian belajar

Belajar, perkembangan, dan pendidikan merupakan suatu peristiwa dan tindakan sehari-hari. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (a) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons belajar. (b) Respons si belajar. (c) Konsekuensinya yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pembelajar yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan

hukuman.1

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Cronbach berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau

1

Dimyati dan mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka cipta, 1999), hlm. 9.

(2)

latihan.2 Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan

psikomotorik.3

Berdasarkan pengertian-pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan serangkaian aktivitas atau proses perubahan tingkah laku seseorang atau proses pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Ciri-ciri Belajar

Belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Perubahan yang terjadi secara sadar, Setiap individu yang belajar akan menyadari secara langsung akan mengalami perubahan baik dalam jangka waktu yang cepat maupun lama. (b) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional, perubahan yang terjadi pada diri individu akan berlangsung secara terus menerus dan menyebabkan perubahan berikutnya, serta akan berguna bagi kehidupan atau psoses pembelajaran berikutnya pada diri individu tersebut. (c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan yang bersifat positif artinya perubahan tersebut bagi diri siswa akan lebih berguna atau

2 Djamrah Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.

13.

3

Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, ( Yogyakarta: Pustaka Belajar 2010), hlm. 3.

(3)

lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan tersebut diperoleh siswa melalui suatu kegiatan atau usaha dari dirinya bukan terjadi dengan sendirinya. (d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, perubahan yang terjadi pada diri siswa karena belajar bersifat permanen yang berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap tidak hilang dari diri siswa atau individu. (e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, perubahan yang terjadi pada diri siswa atau individu bersifat pasti karena ada tujuan yang ingin dicapai. (f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, perubahan yang diperoleh individu setelah melalui proses pembelajaran meliputi perubahan

keseluruhan tingkah laku.4

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar mempunyai ciri-ciri antara lain perubahan yang terjadi pada diri individu yang terjadi secara sadar baik dalam jangka waktu yang pendek maupun lama. Proses belajar terjadi secara terus menerus, hasil perubahan bersifat positif dan aktif, serta perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi dalam belajar mempunyai tujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku dari siswa atau orang yang belajar.

4

Djaramah Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, ( Jakarta: Rineka Cipta 2000), hlm. 12.

(4)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Dalam proses dan hasil belajar ada faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap keduanya yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal siswa. Kondisi internal mencakup kondisi fisik (kesehatan organ tubuh), kondisi psikis (kemampuan intelektual, emosional), kondisi sosial (kemampuuan bersosialisasi dengan lingkungan). Kondisi eksternal meliputi variasi dan tingkat kesulitan materi pelajaran (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan daan budaya belajar masyarakat. Oleh karena itu proses belajar akan berhasil bila guru memperhatikan kemampuan internal siswa dan situasi stimulus yang berada diluar siswa.

4. Hasil belajar

Hasil belajar adalah perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan, kemampuannya

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.5 Hasil belajar ada tiga

macam yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan keterampilan, (c) sikap dan cita yang masing-masing golongan tersebut dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Jadi hasil belajar merupakan tingkat penguasaan atau kemampuan siswa terhadap suatu pelajaran setelah mengalami proses kegiatan belajar yang dinyatakan

(5)

dengan nilai yang meliputi keterampilan pengetahuan, keterampilan berpikir

maupun keterampilan motorik.6

Masalah belajar adalah masalah bagi setiap manusia, dengan belajar manusia memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan. Jadi hasil belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh siswa dalam usaha menguasai kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport pada setiap semester. Untuk mengetahui perkembangan sampai dimana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar setrategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa menurut W. Winkel adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah untuk mewujudkan dalm bentuk angka. Hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Fungsi

6

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, ( Sinar Baru: Argolindo 2005), hlm. 45.

(6)

penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan

pembelajaran khusus dari bahan tersebut.7

5. Indikator Hasil Belajar Siswa

Yang menjadi indikator utama hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang diajarkan, baik secara individual maupun kelompok. Pengukuran

ketercapaian daya serap ini biasanya dilakukan dengan

penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KKM)

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur

keberhasilan adalah daya serap.8

Dari definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan

7W. S. Winkle, Psikologi Pengajaran ( Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 82 8Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rineka Cipta

(7)

belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinayatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai. untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes formsatif pada setiap menyajikan suatau bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Fungi penelitian ini untuk memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi yang belum berhasil. Karena itulah suatu belajar mngajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.

6. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Secara umum Hasil belajar dipengaruhi 3 hal atau faktor Faktor-faktor tersebut akan saya uraikan dibawah ini, yaitu:

(8)

Faktor internal yang mempengaruhi Hasil belajar yang pertama adalah Aspek fisiologis. Untuk memperoleh hasil Hasil belajar yang baik, kebugaran tubuh dan kondisi panca indera perlu dijaga dengan cara: makanan/minuman bergizi, istirahat, olah raga. Tentunya banyak kasus anak yang prestasinya turun karena mereka tidak sehat secara fisik. Faktor internal yang lain adalah aspek psikologis. Aspek psikologis ini meliputi : inteligensi, sikap, bakat, minat, motivasi dan kepribadian. Faktor psikologis ini juga merupakan factor kuat dari Hasil belajar, intelegensi memang bisa dikembangkang, tapi sikap, minat, motivasi dan kepribadian sangat dipengaruhi oleh faktor psikologi diri kita sendiri. Oleh karena itu, berjuanglah untuk terus mendapat motivasi dari lingkungan sekitar, kuatkan tekad dan mantapkan sikap demi masa depan yang lebih cerah.

2. Faktor eksternal (factor diluar diri)

Selain faktor internal, Hasil belajar juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi beberapa hal, yaitu:

a. Lingkungan sosial, meliputi : teman, guru, keluarga dan masyarakat. Lingkungan sosial, adalah lingkungan di mana seseorang bersosialisasi, bertemu dan berinteraksi dengan manusia di sekitarnya. Hal pertama yang menjadi penting dari lingkungan sosial adalah pertemanan, di mana teman adalah sumber motivasi sekaligus bisa menjadi sumber menurunnya prestasi. Posisi teman sangat

(9)

penting, mereka ada begitu dekat dengan kita, dan tingkah laku yang mereka lakukan akan berpengaruh terhadap diri kita. Kalau kalian sudah terlanjur memiliki lingkungan pertemanan yang lemah akan motivasi belajar, sebisa mungkin arahkan teman-teman kalian untuk belajar. Setidaknya dengan cara itu kalian bisa memposisikan diri sebagai seorang pelajar.

b. Guru, adalah seorang yang sangat berhubungan dengan hasil belajar. Kualitas guru di kelas, bisa mempengaruhi bagaimana kita balajar dan bagaimana minat kita terbangun di dalam kelas. Memang pada kenyataanya banyak siswa yang merasa guru mereka tidak memberi motivasi belajar, atau mungkin suasana pembelajaran yang monoton. Hal ini berpengaruh terhadap proses pembelajaran.

c. Keluarga, juga menjadi faktor yang mempengaruhi Hasil belajar seseorang. Biasanya seseorang yang memiliki keadaan keluarga yang berantakan (broken home) memiliki motivasi terhadap prestasi yang rendah, kehidupannya terlalu difokuskan pada pemecahan konflik kekeluargaan yang tak berkesudahan. Maka dari itu, bagi orang tua, jadikanlah rumah keluarga kalian surga, karena jika tidak, anak kalian yang baru lahir beberapa tahun lamanya, belum memiliki konsep pemecahan konflik batin yang kuat, mereka bisa stress melihat tingkah kalian wahai para orang tua yang suka

(10)

Yang terakhir adalah masyarakat, sebagai contoh seorang yang hidup dimasyarakat akademik mereka akan mempertahankan gengsinya dalam hal akademik di hadapan masyarakatnya. Jadi lingkungan masyarakat mempengaruhi pola pikir seorang untuk

berprestasi. Masyarakat juga, dengan segala aktifitas

kemasyarakatannya mepengaruhi tidakan seseorang, begitupun juga berpengaruh terhadap siswa dan mahasiswa.

3. Lingkungan non-sosial, meliputi : kondisi rumah, sekolah, peralatan, alam (cuaca). Non-sosial seperti hal nya kondiri rumah (secara fisik), apakah rapi, bersih, aman, terkendali dari gangguan yang menurunkan Hasil belajar. Sekolah juga mempengaruhi Hasil belajar, dari pengalaman saya, ketika anak pintar masuk sekolah biasa-biasa saja, prestasi mereka bisa mengungguli teman-teman yang lainnya. Tapi, bila disandingkan dengan prestasi temannya yang memiliki kualitas yang sama saat lulus, dan dia masuk sekolah favorit dan berkualitas, prestasinya biasa saja. Artinya lingkungan sekolah berpengaruh. cuaca alam, berpengaruh terhadap hasil belajar.9

9

http://ainamulyana.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-hasil-belajar-dan-faktor.html

(11)

7. Penilaian Hasil Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:

a. Tes Formatif

Penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

b. Tes Subsumatif

Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar atau hasil belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.

c. Tes Sumatif

Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu

(12)

semester, satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat

(rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.10

8. Sistem Penilaian

Dalam menilai hasil belajar siswa guru menetapkan suatu kriteria tertentu. Melalui kriteria ini maka dapat diperoleh informasi mengenai hasil yang diperoleh siswa, untuk kemudian dapat ditetapkan kedudukan atau posisi siswa dalam hubungannya dengan penguasaan bahan pelajaran. Penetapan kriteria dalam menilai hasil belajar siswa pada hakikatnya berhubungan pada sistem penilaian.

Ada dua sistem penilaian hasil belajar yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan atau prstasi belajar yakni:

a. Penilaian acuan norma ( Norm-Referensed Assesment)

Penilaian PAN digunakan untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.

Artinya hasil test tersebut lebih banyak ditunjukkan untuk memperoleh gambaran mengenai kedudukan siswa di dalam kelas

10

(13)

atau kelompoknya. Apakah ia termasuk dalam siswa tergolong pandai, sedang, atau kurang. Hasilnya dibandingkan dengan nilai

teman-teman sekelasnya.11 Jadi pemberian skor peserta didik

merujuk pada hasil perbandingan antara skor yang diperoleh sendiri dengan skor yang diperoleh dengan teman-teman sekelompoknya. Selain itu penilain PAN juga dapat diimplementasikan dengan cara menghitung dan membandingan prosentase jawaban benar yang dihasilkan seorang siswa dengan prosentase jawaban benar yang dihasilkan kawan-kawan sekelompoknya. Kemudian presentase jawaban-jawaban yang benar dari masing-masing siswa tersebut

dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100.12

b. Penilian acuan patokan (PAP)

Penilaian PAP lebih ditunjukkan kepada penguasaan bahan pelajaran, bukan pada kedudukan siswa di dalam kelas. Oleh sebab itu PAP berusaha mengukur tingkat pencapaian tujuan oleh para siswa, siswa ataupun kelas yang tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan berarti gagal, atau pengajaran yang diberikan belum berhasil. Dengan kata lain PAP lebih mengutamakan apa yang dapat dikuasai oleh siswa, kemampuan apa yang sudah dan belum tercapai, setelah mereka menyelesaikan satu bagian kecil dari keseluruhan

11 Nana Sudjana, Dasar-Dasar proses belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algen Sindo 2013), hlm. 129.

12 Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Praja Grafindo Persada 2003), hlm.

(14)

program (bahan pelajaran). PAP tidak membandingkan hasil

seseorang dengan prestasi kelompoknya.13

Penilaian PAP seperti ini biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas (mastery learning). Dalam sistem belajar tuntas seorang siswa dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai seluruh materi secara merata

dan mendalam dengan nilai minimal 80.14

Perbedaan Norm Referensed Assesment Dengan Criterion Referensed

Nomor Norm referensed (PAN) Criterion Referensed (PAP)

1.

Berfungsi untuk menetapkan kedudukan relatif seorang siswa di dalam kelasnya.

Berfungsi untuk menetapkan apakah siswa telah mencapai atau menguasai tujuan atau kemampuan yang ditargetkan.

2.

Tujuan pengajaran

dinyatakan secara umum atau secara khusus.

Tujuan pengajaran harus dinyatakan secara khusus (TIK).

3.

Belajar tuntas tidak begitu diutamakan

Sangat mengutamakan adanya belajar tuntas, sehingga perlu dinyatakan standar tingkat keberhasilan tujuan pengajaran.

4. Tes (pertanyaan) harus Penyusunan soal lebih

13

Nana Sudjana, Dasar-Dasar proses belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algen Sindo 2013), hlm. 133.

14

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Praja Grafindo Persada 2003), hlm. 218.

(15)

mencakup tingkat kesukaran yang bervariasi dari yang mudah , sedang, sukar.

mengutamakan pada performan dan kemampuan yang harus dikuasai siswa.

5.

Skor diolah dengan menggunakan statistika seperti mean, standar deviasi dan lain-lain.

Tidak selalu skor harus diolah dengan menggunakan prosedur statistika.

6.

Tepat dipakai untuk tes penempatan dan tes sumatif.

Tepat dipakai untuk tes diagnotik dan tes formatif.

7.

Hasil penilaian ditransformasi dalam sekala angka seperti A, B, C, D atau dalam standar 0-10.

Hasil penilaian dinyatakan dalam bentuk pernyataan: sangat memuaskan,

memuaskan, cukup, kurang,

dan gagal.15

B. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Pembelajaran Kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat

15 Nana Sudjana, Dasar-Dasar proses belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

(16)

heterogen.16 Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih

dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.17

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.18

Tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif ada lima unsur penting agar mencapai hasil yang maksimal, yaitu: (a) Saling ketergantungan positif, (b) Tanggung jawab perseorangan, (c) Tatap muka, (d) Komunikasi antar anggota, (e) Evaluasi proses kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda-beda (heterogen). Dan dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota sling kerja sama serta membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

maksimal.19

16Rusman, Model-model Pembelajaran dalam Mengembangkan Profesional Guru,

( Jakarta: Raja GravindoPersada 2011), hlm. 202.

17 Agus Suprijono, Cooperatife Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (

Yogyakarta: Pustaka Belajar 2010), hlm. 54.

18 Rusman, Model-model pembelajaran dalam Mengembangkan Profesional Guru,

(Jakarta: Raja Gravindo Persada 2011). hlm. 203.

(17)

2. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif konstruktive. Yang terlihat pada penekanan dalam sosiokultural dari pembelajaran, yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Di samping model peembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan kompetensi sosial siswa.

Karakteristik atau pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pembelajaran Secara Tim, pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mmampu membuat setiap siswa beelajar, setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Pembelajaran pada Manajemen Kooperatif, Manajemen mempunyai tiga fungsi yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan, perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan

(18)

yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.

3) Kemauan untuk Bekerja Sama, keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4) Keterampilan Bekerja Sama, kemampuan kerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaaran berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh sturktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong dan dikehendaki untuk saling bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. (b) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

(19)

dan rendah. (c) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. (d) Penghargaan lebih

berorientasi kelompok ketimbang individu.20

Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa.

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepadada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa

kedalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan

membimbing setiap kelompok agar

melakukan transisi secara efektif dan efisien.

20

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrukvisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2007), hlm. 47.

(20)

Tahap 4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Taahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang teelah dipelajari atau massing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu

dan kelompok.21

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a. Pengertian STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Yang diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Menurut Slavin menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran

21

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2007), hlm. 48.

(21)

menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.22 dalam STAD, siswa dibagi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling

membantu.23

Seperti model pembelajaran yang lainnya, pembelajarn kooperatif tipe STAD juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain: (1) Perangkat Pembelajaran, perangkat pembelajaran yang perlu dipersiapkan meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), beserta lembar jawabannya. (2) Membentuk kelompok kooperatif, menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah hiterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. (3) Menentukan skor awal, skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis, misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan sete;ah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal. (4) Pengaturan

22 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Kontruktivisme, (Jakarta: Prestasi

Pustaka 2007), hlm. 52.

23 Rusman, Model-model Pembelajaran dalam Mengembangkan Profesional Guru,

(Jakarta: Raja Gravindo Persada 2011), hlm.(Jakarta: Raja Gravindo Persada 2011), hlm. 213.

(22)

tempat duduk, pengaturan tempat duduk harus diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif, apabila tidak ada pengaturan tempaat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang dapat menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. (5) Kerja kelompok, untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam

kelompok.24

Jadi pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses kegiatan belajar mengajarnya, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa secara heterogen menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin, suku, agama. Kemudian guru mengawali pembelajaran dengan penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain, dengan harapan bahwa semua siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang telah disampaiakan oleh guru atau materi yang sedang dipelajari.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase.

24

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2007), hlm. 52.

(23)

Tabel 2.2 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan/menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa

dalam kelompok-kelompok

belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar.

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang meteri yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok.25

25

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka 2007), hlm. 54.

(24)

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: (1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi, menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. (2) Pembagian Kelompok, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas kelas dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. (3) Presentasi dari Guru, guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu meenjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. (4) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim), guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. (5) Kuis (Evaluasi), guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak diperkenankan bekerja sama. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84 dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa. (6) Penghargaan Prestasi Tim, setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian

(25)

penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan

menghitung skor individu dan skor kelompok.26

D. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dijabarkan diatas maka kerangka berpikir yang akan digunakan oleh peneliti ada empat langkah yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), refleksi (reflecting). Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil akan memperbaiki praktek atau belum berhasil memecahkan masalah seperti tampak pada gambar dibawah ini:

Perencanaan

refleksi Tindakan

Observasi

Gambar 1 Siklus Empat Langkah

26

Rusman, Model-model Pembelajaran dalam Mengembangkan Profesional Guru, (Jakarta: Raja Gravindo Persada 2011), hlm. 215.

(26)

Setelah siklus ini berlangsung beberapa kali, kemungkinan perbaikan yang diinginkan sudah terjadi. Dalam daur PTK dengan tujuan perbaikan yang direncanakan sudah berakhir. Namun biasanya akan muncul masalah dan kembali dipecahkan melalui daur PTK. Dari sinilah peneliti akan melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang akan dilakukan dalam proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran FIQIH. Dalam hal ini akan dilakukan proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan tiga siklus. Dengan harapan pada proses pembelajaran pada setiap siklus hasil belajar akan meningkat. secara rinci daur PTK dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

(27)

Gambar 2: Kerangka Berpikir Sebagai Dasar Hipotesis Kondisi awal Pembelajaran masih bersifat “Teacher Centered” belum menggunakan pembelajaran kooperatf tipe STAD

Siswa tidak aktif. Siswa merasa bosan. Hasil belajar mapel FIQIH kurang baik atau rendah. Tindakan Siklus II 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan perbaikan 3. Observasi 4. Refleksi Menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran FIQIH Kondisi Akhir Belum berhasil lill Tindakan Siklus I 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan perbaikan 3. Observasi 4. Refleksi Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran FIQIH Berhasil

Dengan menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe STAD akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran FIQIH di MIS Wringinagung Kec. Doro dan siswa akan lebih aktif dalam belajar dan suasana pembelajaran akan menyenangkan karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

(28)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD hasil belajar siswa dalam pembelajaran FIQIH pada siswa kelas IV Semester 2 MIS Wringinagung Doro tahun pelajaran 2015/2016 dapat meningkat.

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 1 Siklus Empat Langkah
Gambar 2: Kerangka Berpikir Sebagai Dasar Hipotesis  Kondisi  awal  Pembelajaran masih bersifat “Teacher  Centered” belum  menggunakan  pembelajaran kooperatf  tipe STAD

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan,

Pada ekstraksi zat warna, solven dengan perbandingan 1:15, kandungan air 10% dan ukuran bahan 100 mesh menghasilkan yield yang paling besar yaitu 2.62 % dengan regresi

OUTPUT MENTERI KEUANGAN KOMITE PANITIA PENGADAAN KEMENTERIAN PUPR Penyusunan Prastudi Kelayakan Persetujuan Prinsip Evaluasi Usulan Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan

Building Approvals adalah sebuah indikator yang menghitung pertumbuhan jumlah rumah baru di suatu negara.Contoh : Jika nilai Building Approvals Ausi lebih tinggi dari nil ai

Dengan tidak bekerja, seorang ibu hamil bisa mendapatkan informasi seputar kehamilan dan persalinan yang akan dihadapi baik melalui media elektronik atau cetak dan

Setelah tugas kelompok selesai, siswa mengerjakan lembar eva- luasi akhir siklus I terkait materi mengubah pecahan ke dalam ben- tuk persen dan sebaliknya untuk mengetahui

Berdasarkan uraian di atas maka pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan implementasi model pembelajaran Problem Posing dengan metode Brainstorming diharapkan dapat

Begitu pun di PT Pos Indonesia (Persero), fenomena yang terjadi di PT Pos Indonesia (Persero) seperti yang dikemukan oleh Accounting Manager PT Pos Indonesia