• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKOLOGI TERNATE EDITOR. Ibnu Maryanto Hari Sutrisno

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKOLOGI TERNATE EDITOR. Ibnu Maryanto Hari Sutrisno"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

EKOLOGI TERNATE

EDITOR

Ibnu Maryanto

Hari Sutrisno

PUSAT PENELITIAN BIOLOGI-LIPI

2011

(3)

© 2011 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi*

Katalog dalam Terbitan

Ekologi Ternate/Ibnu Maryanto dan Hari Sutrisno (Editor). – Jakarta: LIPI Press, 2011.

xiii + 371 hlm.; 14,8 x 21 cm

ISBN 978-979-799-609-3

1. Ekologi 2. Ternate

577

Editor Bahasa : Risma Wahyu Hartiningsih Penata Letak : Ibnu Maryanto

Penata Sampul : Fahmi

Penerbit : LIPI Press

*Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center Jln. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 169111

Telp.: 021-8765056, 8765057

(4)

DAFTAR ISI

Ucapan Terimakasih iii

Kata Sambutan v

Kata Pengantar vii

DAFTAR ISI xi

GEOLOGI DAN IKLIM

Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara: Dinamika Erupsi dan Potensi

Ancaman Bahayanya 1

Indyo Pratomo, Cecep Sulaeman, Estu Kriswati & Yasa Suparman

Karakteristik Erupsi G Kie Besi dan Potensi Ancaman Bencananya Terhadap Lingkungan Kota Ternate: (Representasi dari karakter

gunungapi aktif di Busur Gunungapi Halmahera) 15

Estu Kriswati & Indyo Pratomo

Analisa Anomali Curah Hujan dan Parameter Laut-Atmosfer Periode

Januari - Agustus 2010 di Provinsi Maluku Utara 27

Dodo Gunawan FAUNA

Kelimpahan dan Keragaman Kelelawar (Chiroptera) dan Mamalia Kecil

di Pulau Ternate 43

Sigit Wiantoro & Anang S Achmadi

Keanekaragaman Mamalia Kecil di Pulau Moti 55

Anang Setiawan Achmadi & Sigit Wiantoro

Kajian Ekologi Burung di Hutan Gunung Gamalama, Ternate, Maluku

Utara 69

Wahyu Widodo

Komunitas Burung Pulau Moti Ternate Maluku Utara 83

Eko Sulistyadi

Keanekaragaman Herpetofauna di Pulau Ternate dan Moti, Maluku Utara 105

Mumpuni

(5)

Komunitas Keong Darat di Pulau Moti, Maluku Utara 121

Heryanto

Kajian keanekaragaman Ngengat (Insekta: Lepidoptera) di Gunung

Gamalama, Ternate 133

Hari Sutrisno

Tinjauan Keanekaragaman dan Sebaran Kupu Ternate 145

Djunijanti Peggie

Efektifitas Trap Warna Terhadap Keberadaan Serangga Pada Pertanaman

Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P Ternate Ternate 159

Abdu Mas’ud

Eksplorasi Keragaman Serangga Coleoptera dan Lepidoptera di Pulau

Moti, Ternate, Maluku Utara 167

Warsito Tantowijoyo & Giyanto FLORA

Analisis Tutupan Lahan Kawasan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara 187

Hetty IP Utaminingrum & Roemantyo

Hutan mangrove di Pulau Moti 199

Suhardjono & Ujang Hapid

Keanekaragaman Anggrek di G Gamalama, Ternate 219

Izu Andry Fijridiyanto & Sri Hartini

Vegetasi Hutan Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara 227

Edi Mirmanto

Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Sekunder Pulau Moti,

Ternate-Maluku Utara 237

Razali Yusuf

Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat di Pulau Moti, Ternate,

Maluku Utara 251

Siti Sunarti

Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara 267

(6)

MIKROBIOLOGI

Drug Discovery Antibiotik Berbasis Biodiversitas Aktinomisetes Lokal

Asal Ternate 283

Arif Nurkanto

Isolasi dan Identifikasi Kapang-Kapang Kontaminan Dari Biji Kenari

Kering (Canarium ovatum) 295

Nurhasanah &Sundari

Mikroba Laut Penghidrolisis Senyawa Nitril di Sekitar Pulau Moti,

Ternate 301

Nunik Sulistinah & Rini Riffiani

Isolasi dan Penapisan Bakteri Pendegradasi Dibenzothiophene,

Phenanthrene dan Fluoranthene Asal Perairan Laut Sekitar Pulau

Moti-Ternate 309

Rini Riffiani & Nunik Sulistinah

Penapisan dan Isolasi Bacillus Penghasil Amilase Dari Limbah Sagu

(Metroxylon sagu Rottb) 317

Deasy Liestianty1, Nurhasanah2 SOSIAL BUDAYA

Membangun Ternate Bermodal Kekayaan Sosio-Historis 329

Dhurorudin Mashad

Analisis Struktural Terhadap Mitos “Tujuh Putri” Pada Kebudayaan

Ternate, Maluku Utara 343

Safrudin Amin

(7)

Ekologi Ternate 199-217 (2011)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Suhardjono & Ujang Hapid Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Cibinong Science Center (CSC)-LIPI, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 herbogor@indo.net.id; suhardjono@bogor.net

ABSTRACT

A research on mangrove vegetation has been conducted in Moti, Tadenas, Tafaga, Subang, Takofi, Tafamutu and their surrounding areas. The results showed that the diversity of mangrove in Moti Island was relatively high. About 53 species of mangrove (41 genera and 31 families) has been recored. Among them, 20 species were clasified as rare species based on IUCN list with status LR and CR. The result of vegetation analysis of 10 transects which cover 11800 m2 of mangrove forest in this Island recorded 9 species of mangrove plants with level of density was 433 – 772 individual/ha and its basal area was 19.38 – 48.92 m2/ha. For the belta, the density was 154 – 1039 individual/ha with its basal area 0.44 – 2.28 m2/ha. While the seedling density up to 37619 – 107.242 individual/ha.

Key words: Mangrove, Pulau Moti; inventarisasi

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago state) yang terdiri atas lebih dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km (Soegiarto 1984), memiliki kekayaan sumberdaya alam yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi karena memiliki daya dukung ekosistem dengan produktivitas hayati yang tinggi seperti terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan mangrove (mangrove). Maluku memiliki hutan mangrove yang tersebar diberbagai pulau dengan luas 100.000 ha dari luas seluruh Indonesia 4.251.011,03 ha (Direktorat Bina Program FAO/ UNDP 1982).

Komunitas hutan mangrove telah banyak mendapat perhatian para ahli serta peranan ekosistem mangrove yang unik dan penting sudah banyak diketahui orang. Dari sudut ekosistem, orang melihat kegunaan secara utuh, termasuk daerah littoral dan pantai di sekitarnya, untuk berbagai keperluan dan kesejahte-raan manusia di samping menjaga keutuhan lingkungan secara umum. Sedangkan dari sudut komponen-nya, beberapa bagian tumbuhan mangrove sudah lama didayagunakan manusia, baik untuk keperluan lokal maupun sebagai bahan industri. Secara lokal, tumbuhan telah dipergunakan sebagai sumber makanan, bahan obat, dan bahan untuk keperluan rumah tangga (Cruz 1979; Budiman & Kartawinata 1986). Dari

(8)

Suhardjono & Hapid

segi industri, tumbuhan mangrove beserta tumbuhan lain yang berasosiasi dengannya, dikenal sebagai penghasil alkohol (Nypa fruticans), tanin, bahan industri “pulp” dan “chipwood”, bahan arang dan lain sebagainya.

Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo 1979). Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membuka cakrawala baru dalam tata pemerintahan di negara Indonesia. Otonomi Daerah (Otda) menjadi lingkungan stategis yang menjadi variabel baru dalam formulasi kebijakan ekonomi daerah untuk mencari sumber pertum-buhan ekonomi baru dan sumber penghidupan yang mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kesejahteraan rakyat berdasarkan pada kekayaan sumberdaya yang dimiliki. Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang tinggi nilai ekonomisnya serta sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan pariwisata bahari.

Beberapa surat keputusan telah ditetapkan untuk melindungi hutan mangrove seperti Surat Keputusan Bersama No. KB 550/KPTS/1984 dan No. 082/KPTS-II/1984 yang menghim-bau pelestarian jalur hijau selebar 200 m sepanjang pantai dan pelarangan

menebang pohon mangrove di Jawa, serta melestarikan seluruh mangrove yang tumbuh pada pulau-pulau kecil (kurang dari 1000 ha.). Penentuan jalur hijau mangrove juga didukung oleh SK Presiden No. 32 Tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung dan terakhir diberlakukannya Inmendagri No. 26 Tahun 1977 tentang Penetapan Jalur Hijau Mangrove. Peraturan ini mengins-truksikan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan penetapan jalur hijau mangrove di daerah masing-masing.

Beberapa daerah saat ini melakukan pemekaran baik tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan/distrik maupun desa. Pada saat ini wilayah pantai dengan hutan mangrovenya banyak menjadi sasaran untuk dibuka dan dijadikan ibukota.

Kerusakan kawasan pantai mempu-nyai pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hidup di dalam atau di sekitarnya. Kemunduran ekologis mangrove dapat mengakibatkan menu-runnya hasil tangkapan ikan dan berkurangnya pendapatan para nelayan kecil di kawasan pantai tersebut. Eksploitasi dan degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan ekosistem kawasan pantai seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu karang, keanekaragaman ikan, hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna langka, barulah muncul kesadaran pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem kawasan pantai. Adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat, memacu

(9)

Hutan mangrove di Pulau Moti

berbagai jenis kebutuhan yang pada akhirnya bertumpu pada sumberdaya alam yang ada. Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas dari tekanan tersebut. Pada saat ini telah terjadi konversi ekosistem mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan (pertambakan) dan pemukiman.

Pulau Moti merupakan salah satu pulau di wilayah Kota Ternate yang berpenghuni dan hutan mangrovenya tersebar di beberapa tempat dan relatif masih cukup baik dan luas.

BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian hutan mangrove dilakukan di Moti Kota (0°28’46.3" LU & 127°24’ 48.3" BT dan 0°28’44.8" LU & 127°24’ 50.3" BT), Tadenas (0°27’24.3" LU & 127°26’00.6" BT) dan 0°27’38.8" LU & 127°26’1,2" BT), Tafaga (0°26’25.1" LU & 127°25’40.5" BT dan 0°26’52.2" LU & 127°26’19.5" BT), Subang (0°26’8.5" LU & 127°25’29.4" BT), Takofi (0°26’ 14.7" LU & 127°23’37.1" BT dan Tafa-mutu (0°27’15.0" LU & 127°22’51.6" BT dan 0°28’17.4" LU & 127°23’22.9" BT), Kecamatan Moti (Gambar 1).

Penelitian dilakukan dengan cara pembuatan transek tegak lurus garis pantai hingga mencapai batas daratan, dan masing-masing dibagi menjadi anak petak berukuran 10 x 10 m (untuk pengamatan pohon dan belta) sedang untuk semai dibuat anak petak berukuran 1 x 1 m. Data vegetasi yang dikumpulkan meliputi jenis, pengukuran diameter dan penaksiran tinggi semua pohon (diameter ≥ 10 cm) dan belta (diameter 2 - <10 cm). Untuk semai (diameter < 2 cm) dicatat jenis dan dicacah individunya. Untuk memberikan gambaran umum keadaan vegetasi daerah penelitian, dilakukan juga inventarisasi flora di hutan

(10)

Suhardjono & Hapid

mangrove Moti Kota, Tadenas, Tafaga, Subang, Takofi, Tafamutu dan sekitarnya. Pengumpulan contoh herbarium di lakukan sebagai koleksi spesimen herbarium dan spesimen bukti ekologi.

Pengamatan di hutan mangrove Pulau Moti berhasil dibuat 10 transek dengan panjang transek bervariasi antara 60 meter sampai 190 meter dengan luas total 11800 m². Di Moti berhasil dibuat 2 transek dengan luas 2600 m², Tadenas 2 transek dengan luas 2300 m², Subang satu transek dengan luas 600 m², Tafaga 2 transek dengan luas 2100 m², Takofi satu transek dengan luas 1300 m² dan Tafamutu 2 transek dengan luas 2900 m².

HASIL

Hutan mangrove didaerah ini ditemukan sepanjang pantai dengan lebar bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar dan kondisinya masih relatif baik di Moti Kota, Tadenas, Tafaga, Subang, Takofi, Tafamutu dan sekitarnya.

Hasil inventarisasi dan eksplorasi tumbuhan mangrove di Pulau Moti cukup tinggi, karena dari hasil inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove Moti Kota, Tadenas, Tafaga, Subang, Takofi dan Tafamutu dan sekitarnya ditemukan 53 jenis, yang termasuk dalam 41 marga dan 31 suku (Tabel 1).

Hutan Mangrove Moti Kota

Hutan mangrove di daerah ini cukup luas dan relative masih baik serta lebar hutan mangrove bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar. Dari hasil

analisa vegetasi dengan luas 2600 m2

tercatat 3 jenis tumbuhan mangrove di

dominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba dengan kerapatan 519 individu/ha dan basal areanya 24.16 m2/

ha untuk tingkat pohon, sedang untuk tingkat belta kerapatannya 358 individu/ ha dengan basal area 1.08 m2/ha serta

untuk semai kerapatannya mencapai 39231 individu/ha. Regenerasi alaminya cukup baik karena ditemukan anakan dalam jumlah banyak dan masih banyak pohon induk dengan diameter batang di atas 50 cm ditemukan dikawasan ini mencapai 23 individu/ha (Tabel 1, 2, 3 & 4).

Hutan Mangrove Tadenas

Hutan mangrove di daerah ini cukup luas dan relative masih baik serta lebar hutan mangrove bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar. Dari hasil

analisa vegetasi dengan luas 2300 m2

tercatat 8 jenis tumbuhan mangrove di dominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba dengan kerapatan 452individu/ha dan basal areanya 35.21 m2/ha untuk tingkat pohon, sedang untuk

tingkat belta kerapatannya 1039 individu/ ha dengan basal area 2.28 m2/ha serta

untuk semai kerapatannya mencapai 70870 individu/ha. Di kawasan ini Ceriops tagal dan Ceriops decandra mendominasi pada tingkat belta dan semai, sedang tingkat pohon didominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba. Regenerasi alaminya cukup baik karena ditemukan anakan dalam jumlah banyak (Tabel 5, 6, 7 & 8). Pohon yang berukuran besar didominasi oleh Sonneratia alba dan Avicennia officinalis.

(11)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Tabel. 1. Daftar jenis tumbuhan mangrove di Pulau Ternate dan Pulau Moti

No. Jenis Suku Ternate Moti

1 Acanthus ilicifolius L. Acanthaceae + + EN B1,2c

2 Acrostichum aureum L. Pteridaceae + - LRlc

--3 Acrostichum speciosum Willd. Pteridaceae - +

4 Aegiceras corniculatum (L.) Blanco Myrsinaceae - + EN B1,2c

5 Asplenium nidus L. Aspleniaceae - +

6 Avicennia alba Blume Avicenniaceae - + CR B1,2bcd; D

7 Avicennia lanata Ridley Avicenniaceae - +

8 Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Avicenniaceae + +

9 Avicennia officinalis L. Avicenniaceae + + EN B1, 2b

10 Barringtonia asiatica (L.) Kurz Lecythidaceae + + 11 Barringtonia racemosa (L.) Spreng. Lecythidaceae + + 12 Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk. Rhizophoraceae + +

13 Bruguiera sexangula (Lour.) Poir. Rhizophoraceae + + VU B1, 2cd

14 Caesalpinia bonduc (L.) Roxb. Fabaceae - +

15 Calophyllum inophyllum L. Clusiaceae + +

16 Cassytha filiformis L. Lauraceae - +

17 Cerbera manghas L. Apocynaceae + + EN B1, 2c

18 Ceriops decandra (Griff.) Doing Hou Rhizophoraceae - + EN A1cd, 2d; B1, 2c 19 Ceriops longifolia Sheue, Liu & Yang Rhizophoraceae - +

20 Ceriops tagal (Perr.) C.B. Robinson Rhizophoraceae - + EN B1, 2ac 21 Ceriops zippeliana Bl. Rhziphoraceae

22 Clerodendrum inerme (L.) Gaertn. Verbenaceae + + EN B1, 2c

23 Crinum asiaticum L. Amaryllidaceae - +

24 Derris trifoliata Lour. Fabaceae + + EN B1, 2c

25 Dodonaea viscosa Jacq. Sapindaceae - +

26 Dolichandrone spathacea K. Schum. Bignoniaceae + + 27 Drynaria sparsisora (Desv.) Moore Polypodiaceae - +

28 Excoecaria agallocha L. Euphorbiaceae + +

29 Flagellaria indica L. Flagellariaceae - +

30 Heritiera littoralis Ait. Sterculiaceae + - EN A2bcd; B1, 2cd

31 Hernandia ovigera L. Hernandiaceae - +

32 Hibiscus tiliaceus L. Malvaceae + +

33 Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze Fabaceae - +

34 Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet Convolvulaceae + +

35 Lumnitzera littorea (Jack) Voigt Combretaceae + - CR B1, 2c

36 Lumnitzera racemosa Willd. Combretaceae + + EN B1, 2c

37 Morinda citrifolia L. Rubiaceae + +

38 Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb. Arecaceae + + EN B1, 2c

39 Pandanus tectorius Parkinson Pandanaceae + +

40 Pongamia pinnata (L.) Pierre Fabaceae + +

41 Rhizophora apiculata Blume Rhizophoraceae + + EN A2bd

42 Rhizophora mucronata Lamk. Rhizophoraceae + + VU A2cd; B1, 2c

43 Rhizophora stylosa Griff. Rhizophoraceae - + CR B1, 2c

(12)

Suhardjono & Hapid

No. Jenis Suku Ternate Moti

44 Rhizophora x lamarckii Montr. Rhizophoraceae - + CR B1, 2c; C2a 45 Ricinus communis L. Euphorbiaceae +

-46 Scaevola taccada (Gaertn.) Roxb. Goodeniaceae + +

47 Scyphiphora hydrophyllacea Gaertn.f. Rubiaceae + + EN B1, 2c 48 Sesuvium portulacastrum (L.) L. Aizoaceae - +

49 Sonneratia alba J. Smith Sonneratiaceae + + EN A2cd 50 Sonneratia caseolaris (L.) Engler Sonneratiaceae +

-51 Stachytarpheta jamaicensis (L.) J. Vahl Verbenaceae + + 52 Terminalia catappa L. Combretaceae + + 53 Thespesia populnea (L.) Solander ex Correa Malvaceae + + 54 Vitex ovata Thunb. Verbenaceae - + 55 Wedelia biflora (L.) DC. Asteraceae + + 56 Ximenia americana L Olacaceae - +

57 Xylocarpus granatum K.D. Koenig Meliaceae - + A1acd, 2bcd; B1, 2ac 58 Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. Meliaceae + + EN B1, 2c

Jumlah 35 53

IUCN Kriteria

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 21 338 10.97 178.32 2 Sonneratia alba Sonneratiaceae 10 181 13.19 121.68

Jumlah 519 24.16 300

Tabel 1 . Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Moti Kota, Pulau Moti

Tabel 2. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Moti Kota, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 20

288 1.03

249.49 2 Sonneratia alba Sonneratiaceae 6 50 0.03 39.39 3 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 1 19 0.02 11.12

Jumlah 358 1.08 300

Tabel 1: Lanjutan

No. Jenis Suku F K/ha

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 5 23,462

2 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 3 15,769

Jumlah 39,231

Tabel 3. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha) semai di hutan mangrove Moti Kota, Pulau Moti

EX Extinct Punah EN Endengared Genting

EW Extinct in the Wild Punah in-situ VU Vulnerable Rawan

C R Critically Endangered Kritis LR Lower Risk Terkikis

(13)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Tabel 4. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Moti Kota, Pulau Moti

Hutan Mangrove Tafaga

Hutan mangrove di daerah ini cukup luas dan relative masih baik serta lebar hutan mangrove bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar. Di kawasan ini pula telah ada pembuatan areal model hutan bakau dengan jenis Rhizophora mucronata seluas 10 Ha disertai perse-maian dan lokasi penanamannya. Dari hasil analisa vegetasi dengan luas 2100 m2 tercatat 4 jenis tumbuhan mangrove

di dominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba dengan kerapatan 433 individu/ha dan basal areanya 19.38 m2/ha untuk tingkat pohon, sedang untuk

tingkat belta kerapatannya 686 individu/ ha dengan basal area 1.99 m2/ha serta

untuk semai kerapatannya mencapai 37619 individu/ha. Di kawasan ini Bruguiera gymnorrhiza dapat ditemu-kan pada semua tingkatan sehingga regenerasi alami dapat berjalan dengan baik. (Tabel 9, 10, 11 & 12). Pohon yang berukuran besar didominasi oleh Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza.

Hutan Mangrove Subang

Hutan mangrove di daerah ini hanya ditemukan satu jenis tumbuhan mangro-ve, yaitu Avicennia officinalis.

Berde-katan dengan kawasan ini pula telah ada pembuatan areal model hutan bakau dengan jenis Rhizophora mucronata, seluas 10 Ha disertai persemaian dan lokasi penanamannya. Dari hasil analisa vegetasi dengan luas 600 m2 dengan jenis

Avicennia officinalis yang mendominasi didaerah ini (Tabel 13, 14, & 15).

Hutan Mangrove Takofi

Hutan mangrove di daerah ini cukup luas dan relative masih baik serta lebar hutan mangrove bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar. Dari hasil

analisa vegetasi dengan luas 1300 m2

tercatat 2 jenis tumbuhan mangrove di dominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba dengan kerapatan 723 individu/ha dan basal areanya 44.40 m2/

ha untuk tingkat pohon, sedang untuk tingkat belta kerapatannya 154 individu/ ha dengan basal area 0.44 m2/ha, tidak

ditemukan semai dalam peta pengama-tan. Di kawasan ini banyak ditemukan pohon-pohon dengan ukuran besar dan diameter batang di atas 50 cm ditemukan dikawasan ini mencapai 62individu/ha (Tabel 16, 17 & 18). No. 1 Rhizophora apiculata 2 Bruguiera gymnorrhiza 3 Sonneratia alba Jumlah Jenis 23,462 - Kelas diamater (cm) < 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50 8 15,769 19 - - - - - 85 204 269 50 8 4 15 39,231 108 250 373 88 23 12 23 4 46 104 38 15 8

(14)

Suhardjono & Hapid

Hutan Mangrove Tafamutu

Hutan mangrove di daerah ini cukup luas dan relative masih baik serta lebar hutan mangrove bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar. Dari hasil

analisa vegetasi dengan luas 2900 m2

tercatat 6 jenis tumbuhan mangrove di dominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba dengan kerapatan 772 individu/ha dan basal areanya 48.92 m2/

No. Jenis Suku F K/ha

1 Ceriops tagal Rhizophoraceae 7 40,870

2 Ceriops decandra Rhizophoraceae 6 14,783

3 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 6 6,522

4 Sonneratia alba Sonneratiaceae 2 8,696

Jumlah 70,870

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 12 252 7.93 114.67 2 Sonneratia alba Sonneratiaceae 6 78 21.76 97.30 3 Avicennia offinalis Avicenniaceae 4 43 2.89 29.96 4 Ceriops tagal Rhizophoraceae 5 39 0.66 25.67 5 Avicennia marina Avicenniaceae 4 30 1.84 24.08 6 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 2 9 0.12 8.34

Jumlah 452 35.21 300

Tabel 5. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Tadenas, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Ceriops decandra Rhizophoraceae 10

426 0.78

102.95 2 Ceriops tagal Rhizophoraceae 8 300 0.68 80.79 3 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 10 248 0.65 80.01 4 Sonneratia alba Sonneratiaceae 3 35 0.12 16.87 5 Avicennia offinalis Avicenniaceae 2 13 0.03 8.15 6 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 2 13 0.02 7.64 7 Xylocarpus granatum Meliaceae 1 4 0.01 3.59

Jumlah 1,039 2.28 300

Tabel 6. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Tadenas, Pulau Moti

Tabel 7. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha) semai di hutan mangrove Tadenas, Pulau Moti

ha untuk tingkat pohon, sedang untuk tingkat belta kerapatannya 707 individu/ ha dengan basal area 1.95 m2/ha serta

untuk semai kerapatannya mencapai 107242 individu/ha. Regenerasi alaminya cukup baik karena ditemukan anakan dalam jumlah banyak dan masih banyak pohon induk dengan diameter batang di atas 50 cm ditemukan dikawasan ini

(15)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Tabel 8. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Tadenas, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Sonneratia alba Sonneratiaceae 8 200 10.83 128.70

2 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 14 162 5.28 111.26 3 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 6 52 2.93 47.20 4 Rhizophora stylosa Rhizophoraceae 2 19 0.35 12.84

Jumlah 433 19.38 300

Tabel 9. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Tafaga, Pulau Moti

Jenis Kelas diamater (cm)

< 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50 1 Ceriops tagal 40,870 187 113 39 - - - -2 Ceriops decandra 14,783 296 130 - - - - -3 Sonneratia alba 8,696 13 22 22 9 13 13 22 4 Rhizophora apiculata 6,522 122 126 157 65 30 - -5 Bruguiera gymnorrhiza - 9 4 9 - - - -6 Avicennia offinalis - 4 9 13 13 9 9 -7 Xylocarpus granatum - - 4 - - - - -8 Avicennia marina - - - - 22 9 - Jumlah 70,870 630 409 239 109 61 22 22

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 15 257 0.83 126.01

2 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 9 195 0.39 76.02

3 Sonneratia alba Sonneratiaceae 6 129 0.38 56.81

4 Rhizophora stylosa Rhizophoraceae 2 105 0.39 41.17

Jumlah 686 1.99 300

Tabel 10. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Tafaga, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha

1 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 7 37,619

(16)

Suhardjono & Hapid

No. Jenis < 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50

1 Avicennia officinalis - 250 500 333 200 67 - -

Kelas diamater (cm)

Tabel 15. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Subang, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Avicennia officinalis Avicenniacea 5 750 2.24 300

Tabel 14. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Subang, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Avicennia officinalis Avicenniaceae 3 600 21.22 300

Tabel 13. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Subang, Pulau Moti

Tabel 12. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Tafaga, Pulau Moti

mencapai 31 individu/ha (Tabel 19, 20, 21 & 22

PEMBAHASAN

Hutan mangrove didaerah ini ditemukan sepanjang pantai dengan lebar bervariasi dari yang sempit sampai yang lebar dan kondisinya masih relatif baik serta terjaga karena sudah ada usaha masyarakat memanfaatkan wilayah ini untuk sebagai tempat mencari ikan. Hutan mangrove sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari

makanan (feding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang berada di perairan pantai maupun laut lepas. Selain itu berfungsi juga sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan. Hutan mangrove oleh masyarakat setempat secara tradisional sebagai lokasi mata pencaharian keluarga, yaitu menangkap ikan, udang

No. Jenis < 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50 1 Bruguiera gymnorrhiza 37,619 133 62 29 5 14 5 - 2 Rhizophora apiculata - 90 167 114 29 14 - 5 3 Sonneratia alba - 62 67 110 57 24 - 10 4 Rhizophora stylosa - 10 95 19 - - - - Jumlah 37,619 295 391 272 90 52 5 15 Kelas diamater (cm)

(17)

Hutan mangrove di Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Sonneratia alba Sonneratiaceae 9 231 31.72 115.67

2 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 21 334 9.56 111.67

3 Rhizophora mucronata Rhizophoraceae 5 159 4.09 40.52

4 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 8 48 3.56 32.13

Jumlah 772 48.92 300

Tabel 19. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Tafamutu, Pulau Moti

Tabel 18. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Takofi, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Sonneratia alba Sonneratiaceae 11 500 37.83 219.06

2 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 6 223 6.57 80.94

Jumlah 723 44.4 300

Tabel 16. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) pohon di hutan mangrove Takofi, Pulau Moti

Tabel 17. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Takofi, Pulau Moti

dan mencari kerang. Selain itu, mangrove dimanfaatkan untuk kebutuhan kayu bakar, bahan bangunan dan sumber obat-obatan tradisional. Menurut Toteng (2004) tumbuhan mangrove di Kampung Waren II Distrik Waropen Bawah, Kabupaten Waropen tercatat 12 jenis

tumbuhan mangrove yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pemerintah, melalui Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ake Malamo, Maluku Utara telah melakukan kegiatan pembuatan areal

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Sonneratia alba Sonneratiaceae 6 54 0.22 151.67

2 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 3 100 0.22 148.33

Jumlah 154 0.44 300 No. Jenis < 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50 1 Rhizophora apiculata - 69 31 154 69 - - - 2 Sonneratia alba - 8 46 238 100 85 15 62 Jumlah 77 77 392 169 85 15 62 Kelas diamater (cm)

(18)

Suhardjono & Hapid

model hutan bakau seluas 10 Ha di Dusun Subang, Kelurahan Tafaga pada tahun 2009 dengan jenis Rhizophora mucronata dan jarak tanamnya 2.5 x 2.5 m. Hasil dari persemaiannya cukup bagus tetapi sayangnya pada waktu di tanam dilapangan tidak ada satupun yang hidup. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak cocok tempat tumbuh jenis

No. Jenis < 2 2-4.9 5-9.9 10-19.9 20-29.9 30-39.9 40-49.9 > 50 1 Bruguiera gymnorrhiza 76,552 45 38 28 7 3 3 7 2 Rhizophora apiculata 15,862 210 217 248 62 17 7 - 3 Rhizophora mucronata 14,828 59 66 110 45 3 - - 4 Sonneratia alba - 10 55 90 69 38 10 24 5 Avicennia officinalis - 3 - - - - - - 6 Avicennia marina - - 3 - - - - - Jumlah 107,242 328 379 476 183 61 20 31 Kelas diamater (cm)

Tabel 22. Kelas diameter (individu/hektar) hutan mangrove di Tafamutu, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha

1 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 10 76,552

2 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 11 15,862

3 Rhizophora mucronata Rhizophoraceae 5 14,828

Jumlah 107,242

Tabel 21. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha) semai di hutan mangrove Tafamutu, Pulau Moti

No. Jenis Suku F K/ha BA(m2/ha) NP

1 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae 23 428 1.15 170.63

2 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae 11 83 0.19 45.95

3 Rhizophora mucronata Rhizophoraceae 5 124 0.32 45.21

4 Sonneratia alba Sonneratiaceae 4 66 0.26 31.63

5 Avicennia marina Avicenniaceae 1 3 0.02 3.66

6 Avicennia officinalis Avicenniaceae 1 3 0.01 2.93

Jumlah 707 1.95 300

Tabel 20. Frekuensi (F), Kerapatan (K/ha), Basal Area (BA=m²/ha) dan Nilai Penting (NP) belta di hutan mangrove Tafamutu, Pulau Moti

yang ditanaman. Di sekitar tempat penanaman yang ditemukan adalah jenis Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba serta Aviccenia officinalis dalam jumlah banyak, sedang Rhizophora mucronata tidak ditemukan dalam jumlah banyak. Selain itu mungkin tidak tahan terhadap gempuran ombak karena

(19)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Propinsi Sulawesi Selatan tercatat 28 jenis (Pramudji 2003), di Papua New Guinea tercatat 37 jenis (Percival & Womersley 1975), di Pulau Nusakamba-ngan, Jawa Tengah seban-yak 45 jenis (Suhardjono & Partomihardjo 2003), di Samate, Pulau Salawati, Raja Ampat, Papua Barat tercatat 50 jenis (Suhardjono & Hapid 2008). Menurut Anynomus (2006) tumbuhan mangrove di Kabupa-ten Raja Ampat tercatat 52 jenis (25 jenis mangrove dan 27 jenis tumbuhan asosiasi mangrove), di Pantai Timur Pulau Siberut, Sumatera Barat tercatat 53 jenis (Abdul-hadi & Suhardjono 1999). Lebih rendah jumlah jenisnya bila dibandingkan dengan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara tercatat 54 jenis (Suhardjono & Sunardi 2004), di Pesisir Jawa Tengah tercatat 55 jenis (Setyawan dkk. 2005), di Kalito-ko, Pulau Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat jumlah jenisnya sebesar 65 jenis (Suhardjono & Fanani 2007) dan di Yena-nas, Pulau Batanta, Raja Ampat, Papua Barat (Suhardjono & Sunardi 2008) sebanyak 78 jenis.

Dari 53 jenis yang tercatat, 20 jenis di antaranya dikategorikan sebagai jenis-jenis mangrove langka berdasarkan ketetapan IUCN dengan status terkikis (LR) sampai kritis (CR) (Tabel 1).

Hasil analisa vegetasi 10 transek dengan luas 11800 m2 hutan mangrove di

Pulau Moti tercatat 9 jenis tumbuhan mangrove dengan kerapatan pohon 433 – 772 individu/ha dan basal areanya 19.38– 48.92 m2/ha, sedang untuk tingkat

belta kerapatannya 154 – 1039 individu/ ha dengan basal area 0.44 – 2.28 m2/ha

serta untuk semai kerapatannya menca-pai 37619 – 107.242 individu/ha. Apabila ditanam langsung berbatasan dengan laut

lepas tanpa ada pelindung.

Bibit yang masih ada dalam jumlah cukup banyak sayang kalau tidak dimanfaatkan dan kalau mau ditanam sebaiknya di pinggiran muara sungai atau di hutan mangrove bagian dalam atau di sepanjang sungai, karena sesuai dengan habitat alaminya jenis Rhizophora mucronata.

Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Pulau Moti cukup tinggi, karena dari hasil inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove Moti Kota, Tadenas, Tafaga, Subang, Takofi dan Tafamutu dan sekitarnya ditemukan 53 jenis, yang termasuk dalam 41 marga dan 31 suku (Tabel 1). Apabila dibandingkan dengan Pulau Ternate jauh lebih tinggi karena di Ternate hanya ditemukan 35 jenis, yang termasuk dalam 29 marga dan 23 suku (Tabel 1) (Suhardjono 2009). Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di daerah ini lebih tinggi dibandingkan dengan di Teluk Kertasari, Sumbawa Barat tercatat hanya 7 jenis (Jupri 2006), di Muara sungai Siganoi, Sorong Selatan, Papua tercatat 12 jenis (Rahawarin 2005), di Pulau Bacan, Maluku Utara tercatat 14 jenis (Anony-mous 2005). Menurut Pramudji (1987) tumbuhan mangrove di beberapa pulau Kepulauan Aru, Maluku Tenggara tercatat 17 jenis, di Pulau Morotai, Maluku Utara tercatat 19 jenis (Anony-mous 2005), di daerah Pulau Nanah dan Pantai Pulau Ombre, Sorong, Irian Jaya tercatat 25 jenis (Sapulete et al. 1987), Di Pesisir Teluk Kayeli, Pulau Buru, Maluku tercatat 25 jenis (Parmudji & Sediadi 1999), di Teluk Mandar, Polewali,

(20)

Suhardjono & Hapid

dibandingkan dengan hutan mangrove Di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara (Suhardjono & Sunardi 2004) dan di Muara Sungai Siganoi, Sorong Selatan, Papua (Rahawarin 2005) kerapatan pohon, belta dan semai ternyata lebih tinggi, sedang apabila dibandingkan dengan hutan mangrove di Pulau Nanah dan Pulau Ombre sekitar Sorong, Irian Jaya (Sapulete et al. 1987) hanya kerapatan beltanya lebih rendah. Dibandingkan dengan hutan mangrove di Pesisir Teluk Kayeli, Pulau Buru, Maluku Tangah ternyata kerapatan pohonnnya lebih tinggi tetapi kerapatan beltanya lebih rendah (Pramudji & Sediadi 1999).

Jenis Rhizophora apiculata, Sonneratia alba dan Bruguiera gym-norrhiza merupakan jenis tumbuhan mangrove di Pulau Moti yang dapat ditemukan disemua tingkatan baik sebagai semai, belta dan pohon bahkan ketiga jenis ini memiliki pohon dengan diameter batang lebih dari 40 cm. Hutan mangrove didaerah ini didominasi oleh Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba serta regenerasi alaminya berjalan dengan baik.

Dalam Pedoman Sistem Silvikultur Hutan Payau (1978) ditetapkan jumlah permudaan alam sebanyak 2500 batang per hektar. Di hutan mangrove Pulau Moti permudaan alami jauh melebihi dari pedoman yang ada sehingga hutan mangrovenya akan berkembang dengan baik apabila tidak ada campur tangan manusia atau bencana alam.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201, Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan Mangrove, ternyata hutan

mangrove di Pulau Moti termasuk dalam kriteria baik

Menurut Wartaputra (1991) lebar jalur hijau mangrove untuk kawasan Maluku 300, ternyata hutan mangrove di Pulau Moti sudah memenuhi syarat sebagai jalur hijau mangrove dan harus tetap dijaga sebagai kawasan lindung.

KESIMPULAN

Hutan mangrove di Pulau Moti masih baik dan luas, keanekaragaman jenis tumbuhan mangrovenya cukup tinggi dan regenerasi alaminya berjalan dengan baik. Jenis Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mendominasi hutan mangrove di daerah ini. Jenis Rhizopho-ra apiculata, SonneRhizopho-ratia alba dan Bruguirra gymnorrhiza dapat ditemu-kan dalam tingkatan semai, belta dan pohon.

SARAN

Hutan mangrove di Kalitoko sebaiknya tetap dipertahankan sebagai jalur hijau mangrove dan sebagai areal konservasi.

Kegiatan pembuatan areal model hutan bakau seluas 10 Ha di Dusun Subang, Kelurahan Tafaga pada tahun 2009 dengan jenis Rhizophora mucro-nata dan jarak tanamnya 2.5 x 2.5 m dapat dilanjutkan dan dirawat dengan baik serta dilakukan penanaman dengan jenis-jenis lain sesuai dengan habitat alaminya, seperti Sonneratia alba, Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza.

(21)

Hutan mangrove di Pulau Moti

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhadi, R. & Suhardjono. 1999. Pola komunitas mangrove di Pantai Timur Pulau Siberut, Sumatra Barat. Prosiding Seminar VI Ekosistem Mangrove: 127-134. Anonymous. 1978. Pedoman Sistem

Silvikultur Hutan Payau. Pener-bitan No. A.17. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Jakarta. Anonymous. 2005. Laporan Akhir Ekspedisi Halmahera 2005 Prospek Pengembangan Sum-ber-daya Laut di Kawasan Barat Pulau Halmahera dan Pulau Morotai. Pemerintah Provinsi Maluku Utara & Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta. 314 Hal. Budiman A. & K. Kartawinata. 1986. Pattern of settlement and uses in mangrove with special reference to Indonesia. Dalam : “Workshop in Human Induced Stresses on Mangrove Ecosystem”, UNES-CO-UNDP : 23-36.

Cruz, A.A. de la 1979. The functions mangroves. BIOTROP Spec. Publ. 10 : 12-138.

Dit. Bina Program, Dep. Kehutanan together with FAO/UNDP (1982) using data from 1970.

Giesen, W. 1993. Indonesia’s Mangro-ves : An update on remain-ing area and main management issues. Dalam : Seminar “Coas-tal Zone Management of Small Island Ecosystems”, Ambon 7-10 April 1993. 10 hlm.

IUCN. 2000. 2000 IUCN Redlist of Threatened Species. Prerared by

The IUCN Species Survival Commission.

Jupri, A. 2006. Inventarisasi species mangrove di Teluk Kertasari, Sumbawa Barat. Biota 11(3) : 196-198.

Lucas, G. & H. Synge. 1978. The IUCN Plant Red data Book, IUCN, Morges.

Percival, M. & JS. Womersley. 1975. Floristic and Ecology of the Mang-rove Vegetation of Papua New Guinea. Bot. Bul. No. 8. 96 hlm. Pramudji & A. Sediadi. 1999. Potensi

hutan mangrove di Pesisir Teluk Kayeli, Pulau Buru, Maluku Tengah. Prosiding Seminar VI Ekosistem Mangrove: 149-156. Pramudji. 1987. Studi pendahuluan pada

hutan mangrove di beberapa pulau Kepulauan Aru, Maluku Tenggara. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove: 74-79.

Pramudji. 2003. Kenekaragaman flora di hutan mangrove kawasan pesisir Teluk Mandar, Polewali, Propinsi Sulawesi Selatan : Kajian pendahu-luan. Biota 8(3): 135-142. Rahawarin, YY. 2005. Komposisi

vegetasi mangrove di Muara Sungai Siganoi Sorong Selatan, Papua. Biota X (3) : 134-140. Sapulete, D., Soetomo, S.

Prawiroat-modjo & A. Budiman, 1987. Struktur dan komposisi hutan mangrove di sekitar Sorong, Irian Jaya. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove : 80-85. Setyawan, AD., Indrowuryatno,

Wiryan-to, K.Winarno, & A. Susilowati. 2005. Tumbuhan mangrove di

(22)

Suhardjono & Hapid

Pesisir Jawa Tengah: 1. Keaneka-ragaman jenis. Biodiversitas 6(2): 90-94.

Soedjarwo. 1979. Mengoptimalkan fungsi-fungsi hutan mangrove untuk menjaga kelestariannya demi kesejahteraan manusia. Prosiding Seminar Ekosistem Ekosistem Mangrove: 8-9.

Soegiarto, A. 1984. The mangrove ecosystem in Indonesia: Its Pro-blems and management. In: Teas, H.J (ed). Psysiology and Mana-gement of Mangroves. The Hague: W. Junk Publishers. Suhardjono & Partomihardjo, T. 2003.

Permudaan alami hutan mangrove Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah. Dalam: Jamal et al. (Penyunting) Laporan Teknik 2003. Proyek Inventarisasi dan Karakterisasi Sumberdaya Hayati. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor: 393-402.

Suhardjono & Sunardi. 2004. Ekologi hutan mangrove di Tumbu-tumbu, Lampepi dan Wungkolo, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Dalam: Rugayah dkk. (Penyun-ting) Laporan Teknik 2004. Proyek Inventarisasi dan Karakterisasi Sumberdaya Hayati. Pusat Peneli-tian Biologi-LIPI, Bogor : 71-85. Suhardjono & Z. Fanani, 2007. Hutan

mangrove di Kalitoko, Teluk Mayalibit, Pulau Waigeo, Kabupa-ten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Dalam : Y. Purwanto (Penyunting). Laporan Sementa-ra Ekspedisi Widya NusantaSementa-ra Pusat Penelitian Biologi-LIPI di

Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Pusat Penelitian Biologi-LIPI : 177-194.

Suhardjono & Sunardi. 2008. Hutan mangrove di Yenanas, Pulau Batanta, Distrik Selat Sagawin, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Laporan Semen-tara Ekspedisi Widya NusanSemen-tara Pusat Penelitian Biologi-LIPI di Pulau Batanta, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Pusat Penelitian Biologi-LIPI : 86-103.

Suhardjono & U. Hapid. 2008. Hutan mangrove di Samate, Pulau Salawati, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Laporan Semen-tara Ekspedisi Widya NusanSemen-tara II Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Pusat Penelitian Biologi-LIPI : 89-107.

Suhardjono 2009. Hutan mangrove di Pulau Ternate. Laporan Perjalanan Penelitian di Pulau Ternate, 26 Juli– 11 Agustus 2009. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong.

Toteng, A. 2004. Pemanfaatan vegetasi mangrove di kampong Waren II Distrik Waropen Bawah, Kabupa-ten Waropen. Beccariana 6(2): 71-78.

Wartaputra, S. 1991. Kebijaksanaan pengelolaan mangrove ditinjau dari sudut konservasi. Prosidings Seminar IV Ekosistem Mangrove: 17-24.

(23)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Persemaian Rhizophora mucronata di lokasi persemaian

Kegagalan reboisasi (kiri) dan Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba disekitar lokasi reboisasi (kanan)

Hutan mangrove di Moti Kota

(24)

Suhardjono & Hapid

Hutan mangrove di Tadenas

Hutan mangrove di Tadenas

Hutan mangrove di Tafaga

(25)

Hutan mangrove di Pulau Moti

Hutan mangrove di Takofi

Hutan mangrove di Tafamutu

Hutan mangrove di Subang yang didominasi oleh Avicennia officinalis

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Selain menerbitkan laporan hasil pemeriksaan keuangan berupa opini, sesuai ketentuan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK juga menerbitkan laporan hasil pemeriksaan

Melalui pembelajaran sains berbasis ICT dapat dilakukan sekaligus pengembangan penguasaan konsep sains, keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir tingkat

Telaah kepustakaan: Hirsutisme dapat disebabkan oleh produksi hormon androgen yang berlebihan dari ovarium, kelenjar adrenal atau produksi ektopik, peningkatan konsentrasi

82. Karantina dalam Bahasa Arab : A. Mahjarun B. Mustassyfa C. Funduqun D. Tsuknatun E. Mitharun 83. ‘ Haji’ dalam Bahasa Arab

Pengujian ADC ini digunakan untuk mendapatkan nilai digital dari sinyal analog yang diberikan oleh potensiometer linier yang terpasang pada mekanik penggerak teleskop. Nilai

Hasil uji F berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F, model menunjukkan nilai F sebesar 79,680 dengan probabilitas sebesar 0,000 kurang dari 5 % hal ini berarti bahwa

Tidak ada tanggung jawab yang dapat ditujukan kepada penerbit dan penerbit pendamping, atau editor untuk cedera dan/atau kerusakan pada orang atau properti sebagai

Meskipun terjadi sedikit ‘anomali’ pilihan bahasa pada kelompok umur 21—40 tahun, secara keseluruhan variabel umur tetap berpengaruh terhadap pilihan bahasa masyarakat