• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BANGKA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SALINAN

PERATURAN BUPATI BANGKA

NOMOR 14 A TAHUN 2018

TENTANG

GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN BANGKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perlu dibentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Kabupaten Bangka dengan Peraturan Bupati Bangka;

Mengingat : 1. Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan

Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi

Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

4. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang

Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);

(2)

2

5. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882);

6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha

Kesejahteraan Anak yang Mempunyai Masalah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3367);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penetapan dan Perlindungan Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata

Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/ atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4818);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar

Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178);

(3)

3

15. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 9 Tahun 2016

tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah

Pemerintah Kabupaten Bangka (Lembaran Daerah

Kabupaten Bangka Tahun 2016 Nomor 6 Seri D).

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN BUPATI BANGKA TENTANG GUGUS TUGAS

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN BANGKA.

BAB 1

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Bangka.

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur Penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Bupati adalah Bupati Bangka.

4. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Tipe A yang selanjutnya disingkat DP2KBP3A adalah Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tipe A Kabupaten Bangka.

5. Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan

Orang yang selanjutnya disebut Gugus Tugas adalah Lembaga koordinatif yang bertugas mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang di Kabupaten Bangka.

6. Pencegahan adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah sedini

mungkin terjadinya bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

7. Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

8. Tindak Pidana Perdagangan orang adalah setiap tindakan atau

serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

9. Penanganan laporan/pengaduan adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh penyelenggara layanan terpadu untuk menindaklanjuti laporan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diajukan korban, keluarga atau masyarakat.

10. Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang meliputi aspek promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif.

11. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap Kondisi fisik, Psikis

dan sosoial agar dapat melaksanakan peranannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

(4)

4

12. Pemulangan adalah upaya mengembalikan perempuan dan anak korban

kekerasan dari luar negeri ke titik debarkasi (entry point) atau dari daerah penerima ke daerah asal.

13.Reintegrasi adalah upaya penyatuan kembali korban dengan pihak ketiga,

keluarga, pengganti atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban.

14. Disabilitas adalah individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau

mental.

15.Kerja sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan gubernur

atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

Dalam upaya penanganan tindak pidana perdagangan orang maka dibentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagang orang dengan tujuan :

a. mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang;

b. menciptakan keterpaduan dalam pencegahan dan penanganan tindak

pidana perdagangan orang; dan

c. mewujudkan Daerah yang bebas dari perdagangan orang.

BAB III

KEDUDUKAN DAN TUGAS Pasal 3

Gugus Tugas merupakan lembaga koordinatif dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang di Daerah.

Pasal 4

Gugus Tugas mempunyai tugas :

a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana

perdagangan orang;

b. merumuskan kebijakan, program kegiatan pencegahan dan penanganan

tindak pidana perdagangan orang;

c. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerjasama;

d. melaksanakan sosialisasi untuk mendorong terbentuknya gugus tugas di

kecamatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. memantau perkembangan pelaksanaan rehabilitasi, pemulangan,

reintegrasi sosial dan penegakan hukum; dan

f. melaksanakan pelaporan dan evaluasi.

Pasal 5

(1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas, Gugus tugas di Daerah

dibantu Sekretariat.

(5)

5

(3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipimpin

oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggungjawab

kepada Gugus Tugas di Daerah dan secara administratif

bertanggungjawab kepada Bupati.

BAB IV

SUSUNAN ORGANISASI Pasal 6

Susunan organisasi Gugus Tugas terdiri dari :

a. pembina; b. ketua; c. wakil ketua; d. ketua harian; e. sekretaris; f. bendahara; dan g. anggota bidang-bidang. Pasal 7

(1) Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a mempunyai tugas

memberi arahan sesuai dengan kebijakan pembangunan sumber daya manusia di Daerah.

(2) Ketua/Wakil Ketua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan

huruf c mempunyai tugas bertanggungjawab atas terselenggaranya kegiatan pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang.

(3) Ketua harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d mempunyai

tugas membantu ketua/ wakil ketua dibidang pelayanan pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang.

(4) Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e mempunyai tugas

melaksanakan tugas kesekretariatan umum kegiatan pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang.

(5) Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f mempunyai

tugas membantu sekretaris di bidang pelayanan administrasi keuangan, operasional Gugus Tugas `Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang.

(6) Anggota bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g

mempunyai tugas melaksanakan tugas teknis pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang.

Pasal 8

Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g, berasal dari unsur sebagai berikut :

a. Pemerintah Daerah;

b. penegak hukum;

c. organisasi masyarakat;

d. lembaga swadaya masyarakat;

e. organisasi profesi;

f. peneliti/ akademisi; dan

(6)

6

Pasal 9

(1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diangkat dan diberhentikan

Bupati atas usul ketua.

(2) Anggota Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabat secara

ex officio oleh pejabat struktural pada masing-masing unsur.

Pasal 10

Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terdiri dari :

a. anggota bidang pencegahan dan perdagangan orang dan eksploitasi seksual

anak;

b. anggota bidang kerjasama dan koordinasi;

c. anggota bidang pengawasan dan penegakan hukum; dan

d. anggota bidang rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial.

Pasal 11

Anggota bidang dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.

BAB V

SUB GUGUS TUGAS Pasal 12

(1) Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan Gugus Tugas di

Daerah,dapat dibentuk Sub Gugus Tugas berdasarkan karakteristik dan kebutuhan tiap Kecamatan.

(2) Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh

seorang Koordinator Sub Gugus Tugas, yang beranggotakan unsur sub gugus tugas lingkup Kecamatan.

(3) Pembentukan Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan keputusan Camat.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan

ayat (3) diatur oleh Ketua Harian.

BAB VI

MEKANISME KERJA Pasal 13

Dalam melaksanakan koordinasi, Gugus Tugas menyelenggarakan rapat koordinasi yang meliputi :

a. rapat koordinasi pleno;

b. rapat koordinasi sub gugus tugas; dan c. rapat koordinasi khusus.

Pasal 14

Rapat koordinasi pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, diikuti seluruh anggota Gugus Tugas dan dilaksanakan secara berbeda sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan.

(7)

7

Pasal 15

Rapat koordinasi Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf b diikuti seluruh anggota Sub Gugus Tugas dan dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan.

Pasal 16

(1) Rapat koordinasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c

dilakukan dalam penanganan khusus perdagangan orang.

(2) Rapat koordinasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh

seluruh personil Gugus Tugas.

(3) Rapat koordinasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

menyikapi permasalahan khusus yang membutuhkan pemecahan secara cepat dan tepat.

Pasal 17

Pelaksanaan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berpedoman pada mekanisme koordinasi yang dilaksanakan Gugus Tugas Pusat.

BAB VII

PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 18

Pemantauan perkembangan pelaksanaan tugas oleh Gugus Tugas dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu, baik melalui koordinasi pleno, koordinasi sub gugus tugas dan koordinasi khusus, serta pemantauan langsung ke lapangan atau menggunakan sarana komunikasi yang tersedia.

Pasal 19

(1) Evaluasi pelaksanaan tugas meliputi evaluasi tahunan, evaluasi

pertengahan periode dan evaluasi akhir periode.

(2) Evaluasi pelaksanaan tugas dapat dilakukan secara internal dan/atau

melibatkan pihak ketiga.

(3) Ketentuan mengenai evaluasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Ketua Harian.

Pasal 20

(1) Sub Gugus Tugas melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua

Harian.

(2) Laporan masing- masing Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dibahas dalam koordinasi pleno Gugus Tugas.

BAB VII PEMBIAYAAN

Pasal 21

Biaya pelaksanaan kegiatan Gugus Tugas dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Perangkat Daerah terkait dan sumber pembiayaan lain yang sah.

(8)

8

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bangka.

Ditetapkan di Sungailiat

pada tanggal 14 Februari 2018

BUPATI BANGKA Cap/dto

TARMIZI SAAT

Diundangkan di Sungailiat Pada tanggal 14 Februari 2018

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKA,

Cap/dto

AKHMAD MUKHSIN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANGKA TAHUN 2018 NOMOR 56

Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HAM,

Cap/dto

TIAMAN FAHRUL ROZI, SH. MH PEMBINA TK I

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan mengenai rujukan berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas rujukan di Puskesmas X Kota Surabaya, setelah prosedur tindakan pra-rujukan dilakukan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pendelegasian Kewenangan Bupati Bangka

mengirim naskah dinas yang sudah berisi disposisi kepada Petugas Administrasi pada Wakil Bupati atau Sekretaris Daerah;a. mengirim naskah dinas keluar yang sudah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada peristiwa pergantian CEO terjadi praktik manajemen laba yang menaikkan laba (income increasing) periode akhir masa jabatan CEO lama

Variabel yang terlibat dalam statistik deskriptif adalah persistensi laba (independent variable) yang dapat diperoleh dengan melihat pengaruh laba sebelum pajak periode

Pengaruh proses pembelajaran kewirausahaan terhadap sikap kewirausahaan siswa dan implikasinya terhadap minat berwirausaha siswa (survey pada siswa kelas xii smk negeri 1

R.Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,.. R.SugondoNotodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan,

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya, atau sebagian, dengan dicetak ulang, di photocopy atau cara lainnya tanpa ijin