• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian bencana umumnya mempunyai dampak yang merugikan seperti kerusakan sarana dan prasarana fisik maupun pemukiman, terhambatnya aktifitas perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta menyebabkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih aman (PPK Depkes RI, 2007).

Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih dari 5000 sungai besar dan kecil dimana 30 % diantaranya melewati kawasan padat penduduk, termasuk wilayah Sumatera Utara terbagi atas wilayah Pantai Timur dan Pantai Barat dimana Pantai Timur. Daerah pantai merupakan dataran rendah seluas 26.360 km2

Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1-4

atau 36,8% luas dari seluruh Provinsi Sumatera Utara dengan kelembaban tinggi dan curah hujan yang relatif tinggi merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana banjir. Disamping bencana banjir wilayah Sumatera Utara juga rawan terhadap bencana alam lain seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung, gunung meletus, kebakaran hutan dan tsunami (BMG, 2007)

0

LU dan 980-1000 BT merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di kawasan Palung Pasifik Barat. Luas wilayah ± 181.680, 68 km2, 60,5 % adalah lautan dan 39,5 % adalah daratan, terdiri dari Pulau Sumatera dan Pulau Nias, memiliki musim panas dan musim penghujan.

(2)

Jumlah Kabupaten / kota : 19 kabupaten dan 7 kota, 361 kecamatan, 5. 626 desa / kelurahan. Jumlah penduduk : 12.643.494 jiwa, kepadatan penduduk 176 jiwa per km2 dimana 54,15 % tinggal di pedesaan dan 45,85 % di kota dengan tingkat kemiskinan : 15,66 % atau 1.979.702 jiwa (Pemprovsu, Desember 2006).

Peristiwa gempa bumi di Nias (28/03/2005) dengan kekuatan 8,7 SR, telah menimbulkan dampak yang merugikan seperti timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis bagi masyarakat Nias dan menimbulkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih aman.

Bencana yang terjadi di Wilayah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2008 selain banjir adalah tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi dan gelombang pasang. Bencana banjir terjadi di daerah Asahan, Labuhan Batu, Nias, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, dan Langkat. Sampai dengan bulan Maret tahun 2008 bencana yang terjadi Sumatera Utara adalah gempa bumi di Kabupaten Nias (23 Januari 2008), tanah longsor di Sibolga (4 Maret 2008), angin puting beliung di Kab Batubara (12 Maret 2008 ), banjir dan tanah longsor di Kab Madina (13 Maret 2008), banjir di Kab Serdang Bedagei (27 Maret 2008). Kejadian bencana ini mengakibatkan korban meninggal 2 orang, korban luka 10 orang dan kerusakan bangunan fisik rumah 112 unit dan gedung Sekolah Dasar 1 unit juga mengakibatkan pengungsian sebanyak 4.532 KK (PBR I Sumut, 2008).

(3)

Berdasarkan kejadian bencana tersebut, ternyata Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya bencana jika dinilai dari aspek geografis, iklim, geologis, faktor keragaman sosial, budaya dan politik.

PETA DAERAH RAWAN BENCANA ALAM DI SUMATERA UTARA

Gambar 1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara

Menurut Undang-Undang RI nomor 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah yang harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu pada setiap tahapan melalui Badan Penanggulangan Bencana baik yang berada di Pusat (BNPB) maupun yang berada di daerah (BPBD).

(4)

Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana pada fase tanggap darurat secara komprehensif (menyeluruh) adalah pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan, penampungan darurat dan krisis kesehatan dengan tujuan menekan tingkat kerugian, kerusakan dan segera dengan cepat memulihkan keadaan dengan melibatkan multi sektor dalam bentuk satuan tugas (Satgas). Satuan tugas yang diperlukan dalam penanganan bencana umumnya adalah Satgas Sosial, Satgas kesehatan, Satgas Search and Rescue (SAR), Satgas Pekerjaan Umum dan Satgas Bantuan logistik namun satgas yang dibentuk dan yang diterjunkan ke lokasi bencana tergantung kepada tingkat keparahan daerah yang dilanda bencana dan prioritas kebutuhan (Bakornas PB, 2006).

Kompleksitas masalah bencana yang dihadapi memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam mengambil tindakan terutama pada fase tanggap darurat. Tahapan penanggulangan bencana pada fase ini dimulai dari tahap kesiagaan (awareness stage), tahap respons awal (initial action stage), tahap perencanaan (planning stage), tahap operasional (operational stage) dan tahap pengakhiran tugas (mission conclutsion stage) (Carter, 1992).

Resiko gangguan kesehatan pada bencana merupakan fungsi perkalian dari

hazard dan vulnerability. Hazard diartikan sebagai besarnya kerusakan yang

ditimbulkan sedangkan Vulnerability adalah kerentanan suatu populasi atau penduduk di suatu tempat. Oleh sebab itu secara umum penduduk miskin akan lebih rentan karena kapasitas cadangan yang dimiliki lebih sedikit dibanding penduduk mampu,

(5)

dengan kata lain dengan hazard yang sama penduduk miskin akan mempunyai resiko gangguan kesehatan yang lebih besar (Carter, 1991)

Setiap bencana yang besar selalu menimbulkan krisis kesehatan karena pelayanan kesehatan setempat mengalami gangguan fungsi akibat; (1) Fasilitas sarana pelayanan kesehatan rusak; (2) Terbatasnya tenaga kesehatan setempat untuk menanggulangi korban karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian. Gangguan kesehatan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (a) kematian atau kecacatan, (b) hilangnya infrastruktur dan pasokan dan (c) terganggunya pelayanan kesehatan baik preventif maupun kuratif.

Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat

bencana antara lain; (1) Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik, (2) Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik, (3) Mobilisasi bantuan dari

luar lokasi bencana masih terhambat akibat masalah transportasi, (4) Sistem pembiayaan belum mendukung, (5) Sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan baik, (6) Keterbatasan logistik (Depkes RI, 2007)

Bantuan pelayanan kesehatan di daerah bencana yang dinilai adanya keterlambatan menurut Departemen Kesehatan (2006), disebabkan karena faktor jarak, faktor geografis, dan faktor mobilisasi sumber daya manusia.

Mobilisasi merupakan pengerahan sumberdaya secara cepat, tepat, terpadu dan menyeluruh guna mengantisipasi krisis kesehatan akibat bencana (UU Nomor 24/2007; PP Nomor 21/2008). Untuk itu perlu adanya upaya menyiapkan mobilisasi

(6)

sumber daya melalui pembentukan regionalisasi pusat bantuan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dalam 9 regional dan 2 sub regional (Kepmenkes No. 145/ Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang kesehatan).

Departemen Kesehatan menetapkan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (di Medan) sebagai salah satu dari sembilan Pusat Penanggulangan Krisis Regional di Indonesia. PPK Regional Sumut dengan cakupan wilayah kerja Prov. NAD, Sumut, Sumbar (Sub Regional), Riau dan Kepri. Regional Sumatera Selatan (di Palembang) mencakup Provinsi Jambi, Sumsel, Babel dan Bengkulu. Regional Jakarta (di DKI Jakarta) mencakup Provinsi Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jabar dan Kalbar. Regional Jawa Tengah (di Semarang) mencakup Provinsi Jateng dan DIY. Regional Jawa Timur (di Surabaya) mencakup Provinsi Jatim. Regional Kalimantan Selatan (di Banjarmasin) mencakup Provinsi Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Regional Bali (di Denpasar) mencakup Provinsi Bali, NTB dan NTT. Regional Sulawesi Utara (di Manado) mencakup Provinsi Gorontalo, Sulut dan Malut. Regional Sulawesi Selatan (di Makassar) mencakup Provinsi Sulbar, Sulteng, Sulsel, Sultra, Maluku, Papua Barat dan Papua (Sub Regional).

Regionalisasi bantuan pelayanan krisis kesehatan, didasarkan kepada pertimbangan (1) adanya rumah sakit rujukan/pendidikan (teaching hospital), (2) daerah tersebut memiliki akses transportasi ke beberapa wilayah, (3) daerah tersebut memiliki sumberdaya manusia kesehatan yang sangat memadai, dan (4) daerah tersebut memiliki sarana penunjang yang baik (Depkes, 2006).

(7)

Organisasi PPK Regional Sumatera Utara, dengan Visi: “Terwujudnya penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain secara cepat, tepat dan

terpadu menuju masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”. Dan Misi, yaitu (1) menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih

bernuansa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan rehabilitasi; (2) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau secara profesional; (3) meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (4) menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lainnya; dan (5) menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan krisis dan masalah kesehatan lain. (Depkes RI, 2007)

Tujuan regionalisasi, adalah untuk (1) kesiapsiagaan penanggulangan krisis kesehatan secara efektif dan efisien guna pengerahan sumber daya yang cepat, tepat dan terpadu pada tanggap darurat; (2) pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan akibat bencana dan pemecahan permasalahan krisis kesehatan. Pengorganisasian tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, Kesehatan Kodam I/BB, Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik (Keputusan menteri Kesehatan RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007).

PPK Regional Sumatera Utara merupakan organisasi fungsional yang menanggulangi masalah krisis kesehatan akibat bencana. Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat bencana dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten /kota,

(8)

provinsi, regional dan pusat. Bila instansi kesehatan kabupaten/kota tidak mampu menanggulangi krisis yang timbul akibat bencana maka instansi kesehatan yang lebih tinggi dan instansi kesehatan yang terdekat dengan daerah bencana akan memberikan bantuan demikian seterusnya sampai ke tingkat yang lebih tinggi (Pusat).

Dinas Kesehatan kabupaten/kota diberi kewenangan sebagai perpanjangan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut untuk meneruskan koordinasi penanggulangan krisis kesehatan bila terjadi bencana di daerah. Kewenangan ataupun tanggung jawab tersebut meliputi pengerahan dan pengkoordinasian unsur-unsur sumberdaya kesehatan baik SDM kesehatan, sarana dan prasasarana kesehatan, depot logistik kesehatan, peralatan dan Standar Operating Prosedur (SOP) pada instalasi kesehatan milik pemerintah, BUMN ataupun swasta lainnya. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota masing-masing diberikan tanggung jawab melakukan inventarisasi potensi sumber daya, melaksanakan pelatihan terpadu dan melakukan sosialisasi rencana aksi yang diperlukan untuk senantiasa siap sedia menghadapi bencana.

Penyelenggaraan penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Propinsi Sumatera Utara memerlukan koordinasi secara terpadu semua instansi kesehatan yang terkait. Pertemuan koordinasi dapat dilakukan internal kelompok kesehatan (cluster meeting) maupun pertemuan eksternal yang melibatkan lintas sektor yang terkait dengan bencana (Depkes RI, 2007).

Pengorganisasian siaga bencana sektoral, terdiri dari (1) Health Emergency Information and Operational Support Unit (HEIOU) dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut; (2) Brigade Siaga Bencana dari Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik;

(9)

(3) Detasemen Kesehatan Lapangan Siaga Bencana dari Kesehatan Kodam I/BB, Tim siaga bencana kesla Lantamal I Belawan, Tim siaga bencana dirgantara Kesehatan Kosek Hanudnas III dan (4) Disaster Victim Identification (DVI) dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut. Tugas pokok, fungsi dan perannya meliputi

(1) tim penilaian cepat (Rapid Health Assessment); (2) tim reaksi cepat (TRC); (3) tim bantuan kesehatan dan (4) siaga bencana rumah sakit; (5) tim identifikasi

korban bencana (Depkes RI, 2006; dan Depkes RI, 2007).

Koordinasi dalam penyusunan rencana aksi dilakukan untuk mencapai efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) Kualitas SDM (2) kepemimpinan dan komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.

Organisasi bencana terdiri dari berbagai sektor yang memiliki sumber daya yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik demi tercapainya tujuan organisasi yaitu tugas kemanusiaan memberikan pertolongan untuk meringankan beban masyarakat yang tertimpa bencana. Sumber daya manusia merupakan unsur organisasi yang paling dinamis dan kompleks meskipun menurut Claman (1998) bahwa sumber daya manusia tidak lagi dipandang sebagai komponen yang dapat dengan begitu saja diganti dengan komponen lain. Unsur organisasi lain seperti bahan-bahan, peralatan/mesin, metoda kerja dan pembiayaan merupakan aset yang juga harus dikelola dengan baik untuk tujuan organisasi.

(10)

Organisasi bencana termasuk organisasi publik di mana pengelolaan administrasinya ditandai dengan isu yang mengemuka yaitu tuntutan akan pengelolaan administrasi yang mengarah kepada penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) (LAN, 2003).

Menurut sejumlah pakar seperti Hudges (1994), Osborne dan Gaebler (1992), dan Hood (1995), organisasi publik dituntut untuk : (1) lebih sebagai milik publik

sehingga publik dapat lebih diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi, (2) memiliki semangat kewirausahaan sehingga bisa memberikan pelayanan publik

yang berkualitas, (3) berorientasi pada hasil atau prestasi sehingga lebih produktif dan berkinerja tinggi, (4) lebih mengutamakan pelayanan kepada publik, dan (5) lebih antisipatif sehingga lebih akurat dalam melakukan prediksi-prediksi.

Organisasi bencana merupakan organisasi yang kurang terkoordinasi terutama pada fase tanggap darurat dan tidak mampu merespon secara akurat kebutuhan masyarakat dari segi ketepatan maupun kecepatan. Faozan (2001), Dwiyanto et al (2006) dan Iriani (2007) mengidentifikasi berbagai penyebab ketidakmampuan organisasi bencana memenuhi tuntutan masyarakat antara lain adalah karena peralatan dan teknik yang tidak memadai, keterampilan dan motivasi pelaku organisasi yang sangat rendah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

Pengalaman terdahulu oleh peneliti pada kejadian Bencana dan laporan berbagai kasus penanggulangan bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia seperti ; bencana Banjir Banda Aceh (2000), Bencana kemanusiaan TKI dideportasi di Nunukan Kalimantan Timur (2002), Bencana banjir Bandang Bahorok- Langkat

(11)

(2003), Gempa bumi dan Tsunami Aceh (2004), Gempa bumi dan Tsunami Nias (2005), Banjir Langkat (2006) dapat diambil berbagai pelajaran (lesson learned). Salah satu lesson learn yang dapat dipetik adalah bahwa koordinasi adalah kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk diwujudkan dalam arti yang sesungguhnya terutama pada fase tanggap darurat (Depkes RI, 2007).

Organisasi yang berorientasi non profit seperti organisasi bencana senantiasa mengalami perubahan yang dinamis dan terus berkembang sejalan dengan besarnya pengaruh bencana terhadap kehidupan manusia dan besarnya tuntutan masyarakat terhadap rasa aman akibat bencana. Oleh sebab itu diperlukan kepiawaian pelaku organisasi untuk melakukan terobosan-terobosan agar organisasi tetap eksis dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Keban (2004), organisasi harus cepat tanggap terhadap berbagai perubahan yang cepat yang dihadapinya dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang tepat.

Sudah banyak kajian dan penelitian mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, produktifitas kerja, disiplin kerja, iklim organisasi, komitmen organisasi namun belum ada penelitian sebelumnya yang mengambil topik “Pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan krisis regional Sumatera Utara.” Kajian dan penelitian yang ada relevansinya dengan topik diatas adalah “Pengaruh kepemimpinan dan komitmen organisasional terhadap efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Tangerang“ yang dilakukan Sanapiah (2009) dan “Pengaruh Kompetensi kepemimpinan dalam pengorganisasian kesiapsiagaan dan penggerakan ketanggapdaruratan bencana terhadap kinerja petugas

(12)

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara” yang dilakukan Rahardja (2009).

Koordinasi lintas sektoral adalah proses perpaduan kegiatan sektor pemerintahan ataupun stake holders lainnya supaya dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Koordinasi dilaksanakan oleh anggota organisasi yang tergabung dalam PPK Regional Sumut dalam merencanakan dan melaksanakan aksi penanggulangan bencana pada tahap prabencana, saat bencana dan pasca bencana.

Koordinasi dipengaruhi oleh faktor berikut : (a) Kepemimpinan; (b) Motivasi; (c) Pengendalian; (d) Kerjasama; (e) Komunikasi dan ; (f) Tanggung jawab (Depkes

RI, 2007)

Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan secara cepat, tepat dan terpadu. Koordinasi didasarkan kepada sikap saling menghormati terhadap kompetensi dan tanggung jawab yang disetujui dari masing-masing pihak dengan kemauan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya dalam menanganani dan menyelesaikan masalah-masalah dalam pencapaian tujuan bersama.

Rencana aksi disusun dengan koordinasi oleh semua stake holder dalam organisasi PPK regional Sumatera Utara. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang berisi antara lain: (1) Latar belakang; (2) Gambaran resiko bencana yang berpotensi terjadi di suatu daerah; (3) Prinsip, visi, misi dan kebijakan-strategi yang disesuaikan

dengan kasus bencana; (4) Kelembagaan, peranan dan potensi stake holder dan (5) Perkiraan sumber dana disesuaikan dengan kondisi realistis bencana. Selanjutnya

(13)

naskah kerja rencana aksi disosisalisasikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dan instansi terkait lainnya (Depkes RI, 2007).

Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) kinerja dari anggota organisasi dan diukur dari tingkat sejauh mana berhasil mencapai tujuan. (2) kepemimpinan dan komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.

1.2 Permasalahan

Pada pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana perlu ada upaya koordinasi Pemerintah dan masyarakat secara maksimal dengan memberdayakan potensi dan sumber daya kesehatan yang dimotori oleh Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sumut. Penanganan krisis kesehatan akibat bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumut serta sumber-sumber daya kesehatan lain. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan organisasi secara cepat, tepat, efektif, efisien dan terpadu bila terjadi bencana. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara?.

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh positif dan signifikan koordinasi dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di S.2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya yang terkait dengan manajemen penanganan krisis kesehatan akibat bencana.

1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi ilmu manajemen kesehatan khususnya manajemen kesehatan bencana, sehingga program penanganan yang dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah dalam menyusun rencana aksi.

1.5.3 Sebagai bahan masukan bagi organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja melalui koordinasi yang baik sehingga dalam pelaksanan kegiatan dapat berjalan dengan efektif.

Referensi

Dokumen terkait

Diantara kisah orang yang punya kemauan kuat yang tertulis dalam sejarah dan patut disyukuri ialah sikap Abu Bakar shidiq radhiyallahu 'anhu dalam kisah yang masyhur setelah

perlu adanya perlindungan hak pasien dan keluarga. c) Bahwa keberhasilan pembangunan di berbagai bidang dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan

dominasi kelas samurai yang terjadi dalam sistem politik di negara Jepang, khususnya zaman.

Services, Advanced Manufacturing Technology, Product and Process Innovation, Quality Management, Managing Operations Across the Supply Chain, Operations Research,

Penulis akan mencari dampak jenis games online yang dimainkan anak usia 9-10 tahun terhadap tingkat kreativitas figural dengan menggunakan metode non eksperimen,

Kontributor DKV Anak-anak Usia Kelas 3 – 5 SD Melakukan riset.. Peneliti dalam hal ini sebagai kontributor desain komunikasi visual mengadakan penelitian terhadap objek riset,

Adapun tujuan adanya penelitian ini, penulis ingin mengetahui bahan yang manakah diantara kalsiboard, kaca dan triplek yang mempunyai kemampuan lebih baik dalam

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Mengelola komponen ukuran, pada gambar teknik Menentukan koefisien bentuk badan kapal.. keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang