• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN LATENSI, AMPLITUDO, GELOMBANG P100 DAN RECOVERY TIME PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA RETINOPATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN LATENSI, AMPLITUDO, GELOMBANG P100 DAN RECOVERY TIME PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TANPA RETINOPATI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Penelitian

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

PERUBAHAN LATENSI, AMPLITUDO, GELOMBANG P100

DAN RECOVERY TIME PADA PASIEN DIABETES MELITUS

TIPE 2 TANPA RETINOPATI

Maysam Irawati*, Eva Dewati*, Fitri Octaviana* ABSTRACT

Introduction: Complication of Diabetes Mellitus in visual system resulted to macula and optic

nerve dysfunction. The most frequent study being used to analyze macula and optic nerve was visual evoked potential (VEP) and photostress test.

Aim: To compare latency, amplitude of P100 wave, recovery time between type 2 diabetes patient

without retinopathy and healthy subject and to identified influential factor.

Method: A comparative cross sectional study was performed to type 2 diabetes patient without

retinopathy and healthy subject in Neurophysiology and Neuroophtalmology Clinic, Neurology Department, Cipto Mengunkusumo Hospital, Jakarta that fulfilled the criteria.

Results: Compare to healthy subject, there was prolonged latency mean (106,8 mdet vs 99,3 mdet

;p=0,000) and reduced amplitude mean (5,1 µV vs 6,6 µV ; p=0.031) P100 wave VEP in type 2 diabetes patient. Latency and amplitude mean in type 2 diabetes patient was significantly influenced by glycemic control. (p=0.047 and p=0.011). There was prolonged RT mean in type 2 diabetes patient compared to healthy subject (23,5 detik vs 10.0 detik; p=0.000). RT mean was significantly influenced by duration of diabetes (p=0.035). Latency P100 wave VEP and RT photostress test had positive correlation with Pearson value 0.660.

Conclusion: Compare to healthy subject, there were prolonged latency, reduced amplitude P100

wave VEP and prolonged RT photostress test in type 2 diabetes patient. Glycemic control influenced latency and amplitude significantly, while duration of diabetes influenced RT. VEP and photostress test study could be used as an screening objective for visual function among people with type 2 diabetes.

Keywords: Photostress Test, type 2 diabetes, visual evoked potential

ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu komplikasi diabetes mellitus (DM) pada sistem persarafan system visual adalah kelainan pada retina dan nervus optikus. Modalitas untuk menilai gangguan fungsional retina adalah tes fotostress makula, sedangkan gangguan fungsional jalur visual menggunakan visual

evoked potential (VEP). Tujuan : Membandingkan rerata latensi dan amplitudo gelombang P100

pemeriksaan VEP dan recovery time pemeriksaan tes fotostress pada pasien DM tipe 2 tanpa retinopati dibandingkan dengan subjek sehat serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metoda: Penelitian ini menggunakan disain comparative cross sectional (potong lintang perbandingan) melalui perbandingan antara kelompok penderita DM tipe 2 tanpa retinopati dengan subjek sehat non DM di Poliklinik Evoked Potential dan Neuro-Oftalmologi Departemen Neurologi, RS Cipto Mangunkusumo.

Hasil: Terdapat pemanjangan latensi (106,8 mdet vs 99,3 mdet; p=0,000) dan penurunan amplitudo (5,1 µV vs 6,6 µV ; p=0.031) gelombang P100 VEP subjek DM dibandingkan kontrol. Rerata latensi dan amplitudo gelombang P100 VEP secara bermakna dipengaruhi kendali glikemik pada subjek DM (p=0.047 dan p=0.011). Didapatkan pemanjangan rerata RT yang bermakna antara subjek DM dan kontrol (23,5 detik vs 10.0 detik; p=0.000). Rerata RT secara bermakna pada subjek DM dipengaruhi lama DM (p=0.035). Selain itu juga terdapat korelasi positif antara nilai latensi gelombang P100 pada pemeriksaan VEP dengan RT pada pemeriksaan tes fotostress (nilai korelasi Pearson 0.660).

Kesimpulan: Terdapat pemanjangan latensi dan penurunan amplitudo yang bermakna untuk latensi gelombang P100 VEP dan pemanjangan RT pada pemeriksaan tes fotostress antara subjek dengan DM dan kontrol. Faktor yang mempengaruhi latensi dan amplitudo gelombang P100 secara bermakna adalah kendali glikemik, sedangkan yang mempengaruhi RT adalah lama DM. Pemeriksaan VEP dan tes fotostress dapat digunakan sebagai evaluasi fungsional jaras penglihatan yang obyektif terhadap penyandang DM tipe 2.

Kata kunci: DM tipe 2, tes fotostress, visual evoked potential

(2)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010 PENDAHULUAN

DM merupakan suatu penyakit yang dikaitkan sebagai faktor resiko terjadinya berbagai gangguan metabolisme, menghasilkan oksidan, dan penyumbatan pembuluh darah besar dan kecil sehingga terjadi penyakit serebrokardiovaskuler, nefropati, retinopati, dan neuropati. Pada sistem penglihatan, DM dapat menyebabkan berbagai komplikasi mulai dari sistem optiknya hingga sistem persarafan. Salah satu komplikasi sistem persarafan penglihatan yang telah banyak diteliti adalah kelainan pada retina dan nervus optikus. Pada DM dapat terjadi retinopati, makulopati, dan pada nervus optikus dapat terjadi demielinisasi bahkan gangguan aksonal. Gangguan pada system persarafan ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan.

Sebelum gangguan penglihatan terjadi pada penderita DM akibat retinopati diabetik atau gangguan pada nervus optikus yang terlihat secara klinis, maka akan terjadi gangguan fungsional terlebih dahulu. Gangguan fungsional ini dapat mengenai retina atau nervus optikus. Parisi et al menemukan adanya gangguan fungsional macula retina pada pasien DM tipe 2 tanpa retinopati diabetik.1 Sedangkan beberapa penelitian lain mendapatkan adanya gangguan nervus optikus pada penderita DM dengan atau tanpa retinopati diabetik.

Modalitas yang dipakai untuk menilai gangguan fungsional retina adalah tes fotostress macula dan penilaian gangguan fungsional jalur visual menggunakan visual

evoked potential (VEP). Tes fotostress makula sudah digunakan untuk menilai fungsi

makula retina pada penderita DM dengan atau tanpa retinopati dan penilaian AMD. Sedangkan VEP adalah alat yang dipakai untuk menilai jalur visual biasanya nervus optikus pada penderita DM, multiple sclerosis, neuritis optik, gangguan membaca pada dewasa, glaukoma dan menganalisis mekanisme yang melatarbelakangi gangguan penglihatan pada berbagai penyakit. Penelitian oleh Acar et al menunjukkan penggunaan latensi gelombang P100 pada VEP sebagai alat deteksi gangguan nervus optikus didapatkan sensitivitas 70-75%, 2 dan spesifisitas 12,5-100% dibandingkan dengan histopatologinya. Sedangkan Bartlett et al menunjukkan penggunaan tes fotostress sebagai alat deteksi gangguan makula didapatkan sensitivitas 25-50%, dan spesifisitas 70%.3

Penelitian gangguan fungsional pada retina dan nervus optikus pada pasien DM tipe 2 menggunakan tes fotostres dan VEP masih terbatas. Sebuah penelitian oleh Raman et al menunjukkan pemanjangan latensi gelombang P100 VEP yang bermakna (P<0,0001) pada pasien DM tipe 2 dibandingkan kontrol.4 Sedangkan Parisi et al juga menemukan pemanjangan recovery time (RT) tes fotostress pada pasien DM tipe 2 dibandingkan kontrol.1

METODE

Penelitian ini dilakukan menggunakan disain comparative cross sectional (potong lintang perbandingan) melalui perbandingan antara kelompok penderita DM tipe 2 tanpa retinopati terhadap subjek sehat non DM yang secara konsekutif dilakukan terhadap pasien di Poliklinik Evoked Potential dan Neuro-Oftalmologi Departemen Neurologi, RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta .

Populasi penelitian dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok kasus adalah individu dengan DM tipe 2 dan masuk dalam kriteria inklusi selama periode penelitian. Kelompok kontrol adalah subjek yang terbukti tidak menderita DM dan memenuhi kriteria penelitian serta dipasangkan menurut jenis kelamin dan usia. Kriteria inklusi adalah bersedia diikutsertakan dalam penelitian, penyandang DM yang telah didiagnosis dan digolongkan dalam DM tipe 2 tanpa retinopati. Pasien

(3)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

kontrol adalah pasien sehat yang sama jenis kelamin dan umur (+/- 2 thn). Kriteria eksklusi penelitian adalah penyandang DM tipe 2 maupun kontrol dengan visus < 1/60, gangguan lapang pandang dan terdapat kelainan retina yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, riwayat stroke, cedera kepala, infeksi/tumor otak yang mengenai jalur visual, white matter disease seperti multipel sklerosis, gangguan kognitif dengan penilaian MMSE < 28, dan hipertensi yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada subjek DM tipe 2 maupun kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan VEP dan tes fototress. Selain itu pada pasien DM tipe 2 diperiksa kadar HbA1c untuk menilai kontrol gula darah 3 bulan terakhir.

HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 1 Sebaran Karakteristik Demografi dan Subjek DM dan Kontrol

Karakteristik DM Kontrol p Jenis Kelamin • Laki-laki 15 15 1,000 • Perempuan 25 25 Usia • < 51 tahun 19 20 0,823 • ≥ 51 tahun Rerata ± SD 21 50 ± 5,9 20 49,5 ± 6,3 0,061

Pada penelitian ini didapatkan 40 pasien DM tipe 2 dan 40 pasien non DM yang datang ke Poliklinik Neurofisiologi dan Neurooftalmologi Departemen Neurologi antara Desember 2009 – Januari 2010. Sebaran karakteristik demografik dan medis subjek penelitian diuraikan dalam tabel 1. Proporsi laki-laki dan perempuan terdiri atas 15 (37,5%) orang laki-laki dan 25 (62,5%) orang perempuan untuk masing-masing kelompok DM dan non DM. Rentang usia subjek DM 34-60 tahun dan kontrol 36-60 tahun. Rata-rata usia subjek DM 50,1 ± 5,9 tahun sedangkan kontrol 49,5 ± 6,3 tahun. Sebaran subjek penelitian antara kelompok DM dan non DM untuk kelompok jenis kelamindan umur adalah sama.

Tabel 2 Nilai Rerata dan Simpang Baku (SD) Karakteristik Medik Subjek DM Karakteristik Medik Jumlah Mean ± SD 95% CI

Lama DM Low High

• < 6 tahun 25 • ≥ 6 tahun Rerata Lama DM 15 5,5 ± 5,2 3,9 7,2 Kendali glikemik • Baik 4 • Sedang • Buruk Rerata HbA1c 10 26 9,4 ± 2,2 8,7 10,1

Pada penelitian ini didapatkan 25 (62,5%) subjek memiliki durasi DM selama < 6 tahun sedangkan 15 (37,5%) memiliki durasi DM lebih dari 6 tahun. Rerata lama

(4)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

DM 5,5 ± 5,2 tahun. Kendali glikemik pada bagian terbesar subjek sebanyak 26 orang (65%) termasuk dalam kategori buruk. Sedangkan 10 subjek (25%) termasuk kategori sedang, dan 4 subjek (10%) termasuk kategori baik. Rentang HbA1c subjek DM adalah 6-13 %dengan rerata 9,42 ± 2,2 %.

Rerata Latensi dan Amplitudo Gelombang Visual Evoked Potential (VEP)

Rerata latensi dan amplitudo gelombang VEP pada subjek penelitian DM dan kontrol berturut-turut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rerata dan Simpang Deviasi Latensi dan Amplitudo Gelombang VEP Subjek

*Uji Rangking Mann Whitney

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna untuk latensi gelombang baik N75 (p=0,019), P100 (p=0,000), N145 (p=0,000) antara subjek dengan DM dan kontrol. Selain itu juga didapatkan perbedaan yang bermakna untuk amplitudo gelombang P100 (p=0,031) antara subjek dengan DM dan kontrol. Didapatkan pemanjangan rerata latensi P100 pada kelompok DM yaitu 106,8 mdet dibandingkan dengan rerata latensi P100 pada kelompok normal yaitu 99,3 mdet. Terdapat 11 subjek DM yang memiliki nilai latensi P100 diatas rentang nilai normal sampai dengan 3SD (80,77-110,41 mdet),.85 Terdiri dari 6 perempuan dan 5 laki-laki, 4 subjek berusia < 51 tahun dan 7 subjek ≥ 51 tahun. Semua subjek ini kendali glikemiknya buruk, dengan lama DM 2-22 tahun. Rentang latensi P100 pada 11 subjek ini antara 110,50-121,50 mdet.

Pada subjek DM penelitian ini tidak ditemukan subjek yang memiliki nilai amplitudo di luar rentang nilai normal.

Rerata Recovery Time (RT) Tes Fotostress Subjek DM

Rerata RT tes fotostress pada subjek penelitian DM tipe 2 dan kontrol berturut-turut dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4 Nilai Rerata dan Simpang Deviasi Recovery Time (RT) Tes Fotostres

*Uji Rangking Mann Whitney

Didapatkan perbedaan RT yang bermakna antara subjek DM tipe 2 dan control (p=0,000).Terdapat 6 subjek DM dengan nilai RT diatas normal dengan rentang 32,15-36,27 detik. Enam subjek ini memiliki kendali glikemik buruk dengan lama DM antara 2-22 tahun. Variabel DM (n=40) Non DM (n=40) P Mean±SD 95% CI Mean±SD 95% CI Latensi N 75 75,0 ± 3,3 74,0-76,0 73,5 ± 2,4 72,7-74,2 0,019 Latensi P 100 106,8 ± 6,6 104,6-108,9 99,3 ± 3,9 98,0-100,5 0,000 Latensi N 145 145,1 ± 6,3 143,0-147,1 137,9 ±6,7 135,8-140,0 0,000 Amplitudo N 75 * 2,4 ± 2,1 1,7- 3,0 1,8 ± 1,1 1,4-2,1 0,346 Amplitudo P 100 * 5,1 ± 2,1 4,4-5,8 6,6 ± 2,8 5,7-7,5 0,031 Amplitudo N 145 * 2,2± 2,0 1,5-2,8 2,0 ± 1,7 1,5-2,6 0,600 Variabel DM (n=40) Non DM (n=40) P Mean±SD 95% CI Mean±SD 95% CI RT* 23,5 ± 6,7 21,3-25,6 10,0 ± 3,7 8,8-11,2 0,000

(5)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010 Sebaran Latensi dan Amplitudo Gelombang VEP Subjek dengan DM tipe 2 terhadap Variabel Bebas

Tabel 5. Rerata Latensi Gelombang VEP terhadap Variabel Bebas Subjek DM

Variabel N75 P100 N145

Rerata SD Rerata SD Rerata SD

Jenis Kelamin • Laki-laki 75,2 2,7 106,3 6,5 144,8 6,5 • Perempuan P= 74,9 0,722 3,6 107,0 0,761 6,8 145,2 0,837 6,3 Usia • < 51 tahun 75,2 2,3 104,9 6,2 144,1 6,6 • ≥ 51 tahun P= 74,8 0,726 4,0 108,4 0,100 6,7 145,9 0,365 6,0 Lama DM • < 6 tahun 74,2 3,3 105,2 6,5 144,0 5,3 • ≥ 6 tahun P= 76,4 0,033 2,8 109,3 0,059 6,3 146,8 0,171 7,5 Kendali glikemik • Baik 75,0 4,2 101,0 4,3 139,0 5,4 • Sedang 74,5 2,9 104,5 4,7 147,1 7,4 • Buruk P= 75,2 0,833 3,3 108,5 0,047 6,9 145,2 0,091 5,6 Keterangan :

° Diuji menggunakan one way Anova, pada analisis post hoc didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kendali glikemik baik dengan buruk (p<0,05)

Pada tabel 5 didapatkan perbedaan latensi gelombang N75 yang bermakna antara subjek DM dengan lama DM < 6 tahun dan subjek DM dengan lama DM lebih dari 6 tahun (p=0,033). Didapatkan juga perbedaaan latensi gelombang P100 yang bermakna antara subjek DM dengan kendali glikemik baik dan kendali glikemik buruk (p=0,047).

Tabel 6. Rerata Amplitudo Gelombang VEP terhadap Variabel Bebas Subjek DM

Variabel N75 P100 N145

Rerata SD Rerata SD Rerata SD

Jenis Kelamin • Laki-laki 2,5 2,2 7,0 3,9 2,2 2,1 • Perempuan P= 2,3 0,868 2,0 6,4 1,000 2,0 2,2 0,639 2,0 Usia • < 51 tahun 2,5 2,4 5,8 1,7 2,0 1,7 • ≥ 51 tahun P= 2,3 0,708 1,8 7,3 0,178 1,4 2,3 0,915 2,3 Lama DM • < 6 tahun 2,0 1,6 6,1 2,4 2,1 1,8 • ≥ 6 tahun P= 3,0 0,267 2,6 7,3 0,292 3,3 2,2 0,699 2,4 Kendali glikemik • Baik 2,7 2,1 10,1 4,5 1,4 1,9

(6)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010 • Sedang 2,5 2,1 7,9 2,6 2,2 2,1 • Buruk P= 2,3 0,642 2,1 5,5 0,011* 1,9 2,3 0,551 2,1 Keterangan

* Diuji menggunakan uji Kruskal-Wallis, pada analisis post hoc dengan uji Mann-

Whitney didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kendali glikemik

sedang dengan buruk (p<0,05).

Pada tabel 6 didapatkan perbedaaan amplitudo gelombang P100 yang bermakna antara subjek DM dengan dengan kendali glikemik sedang dan buruk (p=0,011)

Sebaran Recovery Time (RT) Subjek dengan DM tipe 2 terhadap Variabel Bebas Tabel 7. Rerata RT Tes Fotostres terhadap Variabel Bebas Subjek DM

Variabel Nilai RT Rerata SD Jenis Kelamin • Laki-laki 21,3 8,3 • Perempuan P= 24,8 0,112 5,4 Usia • < 51 tahun 23,5 5,9 • ≥ 51 tahun P= 23,4 0,957 7,6 Lama DM • < 6 tahun 21,7 6,0 • ≥ 6 tahun P= 26,4 0,035 7,0 Kendali glikemik • Baik 20,6 6,3 • Sedang 21,7 6,9 • Buruk P= 24,6 0,283 6,7

Pada tabel 7. terdapat perbedaan RT yang bermakna pada subjek dengan lama DM

kurang dari 6 tahun dan lebih dari 6 tahun (p=0,035).

Korelasi antara Latensi P100 dan RT Tes FotoStress

Dengan uji korelasi Pearson, didapatkan nilai korelasi yang bermakna antara nilai latensi gelombang P100 pada pemeriksaan VEP dengan RT pada pemeriksaan tes fotostress. Nilai korelasi Pearson sebesar 0,660 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.

(7)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010 Grafik 1. Hubungan antara Recovery Time dan Latensi Gelombang P 100

RECOV 40 30 20 10 0 LA T P 100 130 120 110 100 90 R = 0,660, p = 0,000

Latensi P 100 = 94,68 + 0,5 x Recovery Time PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 40 individu yang telah didiagnosis DM tipe 2 dan 40 individu sebagai kontrol yang datang ke Poliklinik Neurofisiologi dan Neurooftalmologi Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, masuk dalam kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi serta bersedia dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan Visual Evoked Potential (VEP) dan tes fotostress selama periode penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan karena menggunakan desain penelitian potong lintang dan dilakukan pada jumlah sampel yang relatif terbatas dengan jangka waktu yang terbatas pula.

Karakteristik Demografis Subjek

Pada penelitian ini perbandingan pasien DM antara laki-laki (15 orang)dan perempuan (25 orang) yang didapatkan sesuai dengan prevalensi di dunia dengan populasi diabetesi perempuan lebih tinggi daripada diabetisi laki-laki.

Pada penelitian ini cakupan usia subjek 34-60 tahun yang hampir sesuai dengan data epidemiologi di negara-negara berkembang seperti di Indonesia yang menunjukkan bahwa mayoritas pengidap DM tipe 2 berusia antara 45-65 tahun. Rerata usia pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan populasi DM tipe 2 pada penelitian yang dilakukan Aryatama 52,93 ± 6,35 dan Kurniawan 56,26 ± 7 tahun.5,6 Penelitian ini menggunakan batasan 6 tahun sebagai nilai potong dalam variabel lama mengidap DM sesuai dengan Pozzessere et al yang menyatakan pemanjangan latensi P100 terjadi setelah mengidap DM 6 tahun.7

(8)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

Pada pemeriksaan VEP dilakukan pengukuran 3 gelombang yaitu N75, P100, dan N145. Tetapi gelombang yang bermakna secara klinis adalah gelombang P100 karena paling stabil dan konstan dibandingkan gelombang lainnya. Oleh karena itu bila terdapat penemuan bermakna pada gelombang selain P100, maka hal tersebut tidak bermakna secara klinis.

Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, latensi gelombang P100 pada subjek DM memanjang bila dibandingkan dengan subjek normal berkisar antara 4,7-81%.4,7-14 Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara rerata latensi P100 pada subjek DM 106,8 ± 6,6 mdetik dibandingkan dengan kontrol 99,3 ± 3,9 mdetik. Berdasarkan perbedaan ini didapatkan pemanjangan latensi gelombang P100 pada subjek DM sebesar 7,5%. Persentase peningkatan latensi P100 pada penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menyertakan subjek dengan retinopati diabetik pada populasi sampelnya. Hanya beberapa penelitian mengekslusi subjek dengan retinopati diabetik sebagai sampel.4,9,13,14 Terdapat 2 penelitian yang menyertakan pasien DM tipe 1 dalam penelitiannya sehingga populasinya juga berbeda dibandingkan populasi pada penelitian ini.9,14 Dibandingkan penelitian Moreo et al persentase pemanjangan latensi P100 pada penelitian ini juga berbeda karena terdapat perbedaan lama menyandang DM antara kedua penelitian. Rerata lama menyandang DM pada populasi penelitian ini adalah 5,5 ± 5,2 tahun, sedangkan lama menyandang DM pada penelitian Moreo adalah 7,9 ± 5,3 tahun.13 Selain itu juga pada penelitian Moreo jumlah sampel lebih sedikit yaitu 18 orang subjek DM. Jika dibandingkan dengan penelitian Raman yang menyatakan terdapat pemanjangan latensi pada subjek DM sebesar 4,7%, maka pemanjangan latensi pada penelitian ini tidak jauh berbeda. Lama menyandang DM pada penelitian Raman rata-rata 6 tahun dan rerata latensi gelombang P100 pada subjek DM tidak jauh berbeda dengan penelitian ini yaitu 107,32 ± 4,14 mdetik.4

Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan terjadi perubahan latensi P100 pada kelompok DM tipe 2 tanpa retinopati dibandingkan dengan kontrol.

Latensi gelombang P100 menggambarkan waktu untuk membentuk aksi potensial yang dapat direkam melalui jaras visual dari retina sampai ke korteksi visual. Pemanjangan latensi P100 menggambarkan kerusakan myelin nervus optikus yang sangat berhubungan erat dengan axo-glial dysjunction seperti yang dikemukakan oleh Kamijo et al.15 Pada subjek DM pemanjangan ini berkaitan erat dengan proses jalur poliol yang terjadi dan merusak struktur myelin.

Amplitudo Gelombang P100 VEP

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara amplitudo subjek DM 5,1 ± 2,1 µV dibandingkan dengan kontrol 6,6 ± 2,8 µV. Pada penelitian Moreo et al, Parisi et al dan Raman et al tidak didapatkan perbedaan amplitudo yang bermakna secara statistik antara subjek DM dan kontrol. 1,4,13 Hal ini dapat terjadi karena perbedaan jumlah sampel.

Namun pada penelitian ini tidak ditemukan subjek DM yang memiliki nilai amplitudo dibawah nilai normal. Karena itu dianggap penurunan amplitudo yang terjadi disebabkan oleh gangguan fungsi bukan gangguan struktural akson seperti yang dikemukakan Kamijo dan Halliday.15

Recovery Time pada Tes Fotostress

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna antara RT subjek DM 23,5 ± 6,7 detik dibandingkan dengan kontrol 10,0 ± 3,7 detik. Hasil ini sama dengan beberapa penelitian yang menunjukkan perbedaan RT yang bermakna antara subjek DM dan kontrol.1,16

(9)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

RT pada tes fotostres digunakan untuk menilai pemulihan fungsi makula setelah terpapar cahaya. Penggunaan tes fotostress mudah dan dapat memberikan informasi yang berguna mengenai gangguan fungsi makula bahkan pada subjek yang belum menderita retinopati diabetik. Berdasarkan hasil penelitan ini maka terdapat perubahan RT subjek DM tipe 2 bila dibandingkan kontrol.

Hubungan Abnormalitas Gelombang P100 VEP Subjek DM terhadap Variabel Bebas

Pada penelitian ini didapatkan dari total 40 pasien subjek DM bila dilakukan analisis latensi gelombang P100 terhadap 4 variabel bebas yaitu jenis kelamin, umur, lama DM dan kendali glikemik, maka didapat terdapat hubungan yang bermakna antara latensi gelombang P100 dengan kendali glikemik.

Untuk variabel jenis kelamin tidak didapat hubungan yang bermakna dengan P100. Hal ini sama dengan penelitian Antonius pada populasi normal yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara latensi P100 pada laki-laki ataupun perempuan.17 Namun hasil ini berbeda dengan Allison yang menyatakan latensi P100 pada perempuan lebih pendek dibandingkan laki-laki.18

Hasil pada penelitian untuk variabel kelompok umur berbeda dengan penelitian Antonius yang dilakukan pada populasi normal. Dimana pada penelitian Antonius didapatkan perbedaan latensi antar kelompok umur. Perbedaan ini dapat terjadi karena jumlah sampel pada penelitian ini sedikit.17

Lama DM ternyata pada penelitian ini tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan latensi P100. Interval 6 tahun diambil dari penelitian Pozzessere yang menyatakan pemanjangan latensi P100 ditemukan setelah 6 tahun menderita DM.7 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain, dan terjadi karena perbedaan metode penelitian dan jumlah sampel..4,9,10,11 Tetapi terdapat juga penelitian yang hasilnya sama..78,106, 107,108,109

Kendali glikemik menunjukkan hubungan yang bermakna dengan latensi P100. Dimana setelah dilakukan analisis tambahan, didapatkan perbedaan yang bermakna terjadi pada subjek DM kendali glikemik baik dengan buruk. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Mariani dan Raman.4,9 Pada penelitian Mariani didapatkan adanya korelasi antara latensi P100 dan kadar HbA1c. Sedangkan Raman menemukan kadar HbA1c > 8% sebagai faktor resiko pemanjangan latensi P100.93 Ziegler pada penelitiannya yang membandingkan latensi P100 pada subjek DM sebelum dan setelah mengontrol gula darah secara ketat, menemukan perbaikan latensi P100 yang bermakna.13 Secara teori kendali glikemik yang buruk berhubungan dengan kerusakan mikrovaskuler , dan demielinisasi serta degenerasi syaraf.

Amplitudo gelombang P100 tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan jenis kelamin dan umur. dan hasil ini sesuai dengan penelitian Antonius.17 Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara amplitudo P100 subjek DM dengan kendali glikemik. Bila dilakukan analisis yang lebih dalam, didapatkan perbedaan yang bermakna untuk amplitudo P100 didapat antara kendali glikemik sedang dan buruk. Sedangkan untuk lama DM pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan amplitudo P100. Raman, Moreo, dan Parisi tidak menemukan hubungan yang bermakna antara lama DM dan kendali glikemik dengan amplitudo gelombang P100. Hasil yang berbeda ini dapat terjadi karena jumlah sampel dan metode pnelitian yang berbeda.

Hubungan Abnormalitas Recovery Time (RT) Subjek DM terhadap Variabel

Bebas

Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara lama menyandang DM dengan RT Tes Fotostress. Hasil penelitian ini berbeda dengan

(10)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

penelitian yang dilakukan Wu et al karena perbedaan jumlah sampel dan Wu menggunakan subjek DM dengan retinopati. 16

Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang bermakna antara umur subjek DM dengan RT. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Wu karena perbedaan rentang rentang umur antara kedua penelitian .

Hasil yang sama didapatkan antara penelitian ini dengan penelitian Wu yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan RT.

Kendali glikemik juga tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan RT pada penelitian ini. Hasil pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian Midena tetapi berbeda dengan hasil penelitian Brinchmannn.19,20 Perbedaan ini terjadi karena perbedaan jumlah dan karakteristik sampel dimana Brinchmann menggunakan subjek DM dengan retinopati sebagai sampelnya.

Korelasi antara Latensi P100 dan RT Tes FotoStress

Pada penelitian ini ditemukan korelasi yang bermakna antara latensi gelombang P100 dan RT tes fotostress dengan nilai korelasi sedang. Penelitian lain memperlihatkan adanya keterkaitan antara latensi gelombang P100 dan RT pada tes fotostress dengan cara melakukan VEP segera setelah tes fotostress. Bila terjadi perburukan latensi gelombang P100 pasca tes fotostress dapat disimpulkan bahwa pemanjangan latensi yang terjadi akibat gangguan makula.1

KESIMPULAN

Pada penelitian ini didapatkan peningkatan rerata latensi gelombang P100 secara bermakna antara subjek DM (106,8 ± 6,6 mdet) dibandingkan kontrol (99,3 ± 3,9 mdet). Didapatkan penurunan bermakna amplitudo gelombang P100 secara bermakna antara subjek DM (5,1 ± 2,1 µV) dibandingkan kontrol (6,6 ± 2,8 µV). Rerata latensi dan amplitudo gelombang P100 mempunyai hubungan bermakna dengan kendali glikemik pada penderita DM tipe 2.

Terdapat peningkatan yang bermakna antara RT subjek DM (23,5 ± 6,7 detik) dan kontrol (10,0 ± 3,7 detik). Rerata RT mempunyai hubungan bermakna dengan lama DM pada penderita DM tipe 2.

Terdapat korelasi yang bermakna dengan nilai korelasi sedang antara latensi gelombang P100 dan RT tes fotostress.

DAFTAR PUSTAKA

1. Parisi et al. Visual evoked potentials after photostress in newly diagnosed insulin-dependent diabetes patients. Graefe's Archive for Clin and Exp Ophthal 2005;223:601-4

2. Acar et al. Visual evoked potential is superior to triple dose magnetic resonance imaging in the diagnosis of optic nerve involvement. Journal of Neuroscience;114: 1025-103.

3. Bartlett et al. Reliability, normative data, and the effect of age-related macular disease on the Eger Macular Stressometer photostress recovery time. Ophtalmic Physiological Optics. 2004;24:594-599.

4. Raman et al. A study of visual evoked potential in diabetes mellitus. Int. J.Diab.Dev.Countries.1997;17:69-73

5. Aryatama. Gambaran Fungsi Kognitif Menggunakan Event Related Potential Auditorik Pda Penyandang DM Tip 2. Jakarta: Fakultas Kdokteran Universitas Indonesia, 2009.Tesis. 6. Kurniawan M. Hubungan hendaya kognitif non demensia dengan kendali glikemik pada

penyandang DM Tipe 2. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2009.Tesis. 7. Pozzessere G, Rizzo PA, Valle et al. Early detection of neurological involvement in IDDM

and NIDDM. Diabetes Care. 1988;11:473-480

8. Puvanendran K, Devathasan G, Wong PK et al. Visual evoked responses in diabetes. J Neurol Neurosurg Physichiatry. 1983,46;643-647.

(11)

Neurona Vol. 27 No. 4 Juli 2010

9. E Mariani, G.Moreo, GB Colucci. Study of Visual evoked potentials in daibetics without retinopathy;correlations with ckinical findings and polyneuropathy. Acta Neurol Scand.1990,81;337-340.

10. Azal O, Ozkardes A, Onde ME et al. Visual Evoked Potentials in Diabetic Patients. Tr.J of Medical Sci. 1998,28;138-142.

11. Yaltkaya K, Balkan S, Baysal AI. Visual evoked responss in diabetes mellitus. Acta Neurol Scand. 1988.,77:239-241.

12. Algan M , Zeigler O, Gehin P et al. Visual evoked potentials in diabetic patients. Diabetes care, 1989.;12:227-9

13. Ziegler O, Guerci B, Algan M et al. Improved visual evoked potential latencies in poorly controlled diabetic patients after short-term strict metabolic control. Diabetes Care.1994;17:1141-7

14. Moreo G, Mariani E, Pizzamiglio G, et al. Visual evoked potentials in NIDDM:a longitudinal study. Diabetologia, 1995;38:573-6

15. Kamijo M, Cherian PV, Sima AA. The preventive effect of aldose reduction inhibition on diabetic optic neuropoathy in the BB/W-rat. Diabetologia,1993,36;893-8.

16. Wu G, Weiter J, Santos S, et al. The Macular Photostress Test in Diabetic Retinopathy and Age Related Macular Degeneration. Arch Ophtalmol 1990;108:1556-8

17. Adinatha A. Pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap latensi P 100 dan amplitudo P 100 potensiial cetusan visual. 1997:42-44

18. Allison T, Wood CC etal. Brainstem auditory, pattern reversal visual and short latency somatosensory evoked potentials:latency in relation to age, sex, and brain, and body size. Electroencephal Clin Neurophysiol 1983;55:619-636

19. Brichmann HO, Dahl Jorgensen K, KF Hanssen et al. Macular recovery time, diabetic retinopathy, and clinical variables after 7 years of improved glycemic control. Acta Ophtalmol. 1992;70(2):235-242

20. Midena E. Segato T, Giuliano M et al. Macular recovery function in diabetics without and with early retinopathy. Br J Ophtalmol> 1990;74(2):106-8.

Gambar

Tabel 1  Sebaran Karakteristik Demografi dan Subjek DM dan  Kontrol
Tabel 3. Nilai Rerata dan Simpang Deviasi Latensi  dan Amplitudo Gelombang VEP                     Subjek
Tabel 6. Rerata Amplitudo  Gelombang VEP terhadap Variabel Bebas Subjek                  DM

Referensi

Dokumen terkait

persemaian dilakukan dengan menggunakan ember yang telah diisi air, atau menggunakan karung, perakaran maupun daunnya rusak karena tertekuk-tekuk dan tanah yang

Memelihara harta dalam peringkat dharuriyyat, seperti syariat tentang cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah, apabila

ini dilakukan dengan cara mereaksikan ZVI hasil sintesis dengan larutan pengkompleks o- fenantrolin. Optimasi pengaruh waktu reaksi dengan PSA bertujuan untuk mengetahui

Pada bagian ini akan ditentukan bilangan reproduksi dasar, titik setimbang bebas penyakit, titik setimbang endemik, dan ditentukan kestabilan lokal dari titik setimbang

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan moral anak melalui mtode bercerita pada kelompok B di TK Purworini Desa Puwokerto Kecamatan Brangsong Kabupaten

Mesin pintal ini menghasilkan tali agel paling baik dengan kapasitas maksimal pada perbandingan kecepatan putaran poros pemilin, poros pemintal dan rol penarik sebesar

oleh konsumen yang dilakukan dengan menggunakan sample 100 responden di Desa Salaman Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

Total Leukosit Dan Diferensial Leukosit Itik Peking Jantan Yang Diberi Tambahan Probiotik (Starbio) Pada Ransum Kering Dan Basah. Proceeding Seminar Nasional “Peran Serta