• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dispepsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dispepsia"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 BAB 1

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan, khususnya Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah ke atas. lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah ke atas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.

komplikasinya.11

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dyspepsia non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut dispepsia organik  dyspepsia non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut dispepsia organik  apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.

fungsi dari saluran makanan.22 Dispepsia sendiri dapat digolongkan menjadi 4 kelompok: (1)Dispepsia sendiri dapat digolongkan menjadi 4 kelompok: (1) tipe ulkus, nyeri epigastrik dominan, (2) tipe dismotilitas, keluhan kembung, mual, muntah, tipe ulkus, nyeri epigastrik dominan, (2) tipe dismotilitas, keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang dominan, (3) tipe refluks, keluhan nyeri ulu hati dan rasa terbakar  rasa penuh, cepat kenyang dominan, (3) tipe refluks, keluhan nyeri ulu hati dan rasa terbakar  yang dominan, (4) tipe nonspesifik, tidak

yang dominan, (4) tipe nonspesifik, tidak ad keluhan dominan.ad keluhan dominan.11 Dispepsia merupakan salah satu masalah pencerna

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan.an yang paling umum ditemukan. Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun. Data Depkes tahun 2004

Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun. Data Depkes tahun 2004

menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%.

terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Dispepsia yang oleh orang awam seringDispepsia yang oleh orang awam sering disebut dengan “sakit maag” merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. disebut dengan “sakit maag” merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. Sebagai contoh dalam masyarakat di negara negara barat dispepsia dialami oleh sedikitnya Sebagai contoh dalam masyarakat di negara negara barat dispepsia dialami oleh sedikitnya 25% populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dispepsia t

25% populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dispepsia t etapietapi diperkirakan dialami oleh sedikitny

diperkirakan dialami oleh sedikitnya 20% dalam popa 20% dalam populasi umum. ulasi umum. Angka di IAngka di Indonesiandonesia sendiri, penyebab dispepsi adalah 86 persen dispepsia fungsional, 13 persen ulkus dan 1 sendiri, penyebab dispepsi adalah 86 persen dispepsia fungsional, 13 persen ulkus dan 1  persen disebabkan oleh kanker lambung

 persen disebabkan oleh kanker lambung..33

Langkah pengobatan dispepsia sangat beragam, sehingga

Langkah pengobatan dispepsia sangat beragam, sehingga penanganan harus didasaripenanganan harus didasari oleh latar belakang keluhan

oleh latar belakang keluhan yang dialaminya. Untuk menangani dospepsia organik, perluyang dialaminya. Untuk menangani dospepsia organik, perlu dilakukan pengobatan terhadap etiologinya. Sedangkan, pada dispepsia fungsional pun, perlu dilakukan pengobatan terhadap etiologinya. Sedangkan, pada dispepsia fungsional pun, perlu

(2)

dijelaskan patogenesis yang menyebabkan dispepsia yang dialaminya. Pasien diminta untuk  dijelaskan patogenesis yang menyebabkan dispepsia yang dialaminya. Pasien diminta untuk  menghindari makanan pencetusnya, dan melakukan rujukan.

menghindari makanan pencetusnya, dan melakukan rujukan.11

BAB 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 2.1. Definisi

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh/ begah. Keluhan ini tidak perlu muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh/ begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi tentang dyspepsia. Salah satunya yang dapat dipakai adalah

tentang dyspepsia. Salah satunya yang dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain or dyspepsia refers to pain or  discomfort centered in the upper abdomen

discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.

harus dicari penyebabnya.11

2.2. Etiologi 2.2. Etiologi 11

 Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum,Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum,

gastritis, tumor, infeksi

gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter pylori.

 Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,

digitalis, teofilin, dan sebagainya. digitalis, teofilin, dan sebagainya.

 Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik. 

 Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. 

 Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbuktiBersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti

adanya kelainan/ gangguan organik/ struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai adanya kelainan/ gangguan organik/ struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dipepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.

dipepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. 2.3. Klasifikasi

2.3. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, dispepsia dapat dibagi menjadi

(3)

1. Dispepsia organik yaitu dispepsia yang disebabkan oleh kelompok penyakit organik  seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll.

2. Dispepsia fungsional yaitu kelompok di mana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi.

Sedangkan berdasarkan gejala klinis, dispepsia dibagi atas:4

1. Dispepsia akibat gangguan motilitas

Pada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah  perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai

sendawa.

2. Dispepsia akibat tukak 

Pasien tukak peptik memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak  nyaman/ discomfort  disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbil waktu  pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit

hilang setelah makan dan minum obat antasida ( Hunger Pain Food Relief  = HPFR). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak  duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing   sign) akhirnya difus bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan  penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ  pankreas.

3. Dispepsia akibat refluks

Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis.

4. Dispepsia tidak spesifik  2.4. Patofisiologi

1. Dispepsia Fungsional

Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.5

(4)

(a) Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear  dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula  pada studi monometrik  didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik  saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur  oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak   berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.5,6

(b) Perubahan sensifitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap distensi gaster  atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian Antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.5,6

(c) Stres dan faktor psikososial

Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal,  berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster. 5,6

(d) Sekresi asam lambung

Umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata  –  rata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di  perut.5,6

(e) Ambang Rangsang Persepsi

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor  mekanin, dan nociceptor. Pada dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Penelitian menggunakan balon intragastrik mendapatkan hasil pada 50% populasi dengan dispepsia fungsional sudah

(5)

timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol.5,6

(f) Disfungsi Autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal  pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.5,6

(g) Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan mtilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.5,6

(h) Diet dan Faktor Lingkungan

Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan  berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung

yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.5,6

(i) Helicobacter pylori

Peranan infeksi  Helicobacter pylori  pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi apakah  Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih kontroversi. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung. Gastritis karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada lingkungan dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam lambung menjadi ammonia sehingga bakteri  Helicobacter pylori yang diselubungi “awan amoniak” yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan flagella  Helicobacter   pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami multiplikasi. Bagian yang

(6)

menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal . Melalui zat yang disebut adhesin ,  Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel. Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase, alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase,  protease, dan musinase. Enzim protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung.  H. Pylori  juga mengeluarkan toksin yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.5,6

(7)

2. Dispepsia Organik  (a) OAINS

Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui beberapa mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa lambung sebagai  pembentuk prostaglandin dari asam arakidonat yang merupakan salah satu faktor 

defensif mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat ini juga dapat merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.

(b) Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Prostaglandin yang terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung. Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat  – zat lain yang merosak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan  jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi

asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap  protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan  perdarahan.

(c) Ulkus Duodenum

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk  menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi asam  berlebihan.

(8)

PATHWAY DISPEPSIA

Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok, tumor/kanker saluran pencernaan, stres,

Erosi dan ulcerasi mukosa lambung Pelepasan mediator  kimia (bradikinin, histamin,  prostaglandin)  Nosiceptor  Saraf afferen Thalamus Corteks cerebri Peningkatan  produksi HCL

Impuls ke fleksus meissner ke nervus vagus

Merangsang medulla oblongata

Impuls kefleksus miesenterikus  pada dinding lambung

Anoreksia, mual

Intake kurang muntah

Nutrisi Kurang kesimbangan cairanPerubahan dan elektrolit

(9)

2.5. Manifestasi Klinik 

Klasifikasi didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 7

1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (tipe like ulcer), dengan gejala: a.  Nyeri epigastrium terlokalisasi

 b.  Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida c.  Nyeri saat lapar 

d.  Nyeri episodic

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (tipe dysmotility), dengan gejala: a. Mudah kenyang

 b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua ti pe di atas)

Sindroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan  flatulensi (perut kembung).7

2.6. Diagnosis

Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah  pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di

(10)

oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran  bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.1

Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome III, harus termasuk: a.  berasa terganggu setelah makan

 b. cepat kenyang c. nyeri epigastrik 

d.  panas/ rasa terbakar di epigastrik  DAN

Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat menjelaskan  penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.

Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.8

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: a. Pemeriksaan laboratorium

Untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak  cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. 1

(11)

b. Barium enema

Untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan  berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita

makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.1,8

c. Endoskopi

Untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus

halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh  Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.2,3,7 Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk  dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms, yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia lebih dari 45tahun.1

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: a. CLO (rapid urea test)

 b.Patologi anatomi (PA)

c.Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian1

d. Pemeriksaan radiologi

Digunakan OMD dengan kontras ganda, serologi  Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan  bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak   peristaltik di esofagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di

antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk  ke intestin.Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker,  bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan

(12)

terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentina loops.1

2.8. Diagnosa Banding2

 Dispepsia non ulkus

 Gastro-oesophageal reflux disease.

 Ulkus peptikum.

 Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen kalium,

digoxin.

 Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

 Cholelithiasis or choledocholithiasis.

 Pankreatitis Kronik.

 Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism, connective tissue

disease).

 Parasit intestinal.

 Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik).

 Mesenterika iskemik kronik 

2.9. Tatalaksana pada Dispepsia Antasida

Sebelum kita memahami peran penting dari histamin dalam aktivitas sel parietal merangsang, netralisasi asam yang disekresikan dengan antasida merupakan bentuk utama terapi untuk  tukak lambung. Mereka sekarang jarang, jika pernah, digunakan sebagai agen terapeutik  utama tetapi sering digunakan oleh pasien untuk mengurangi gejala-gejala dispepsia. Para agen yang paling umum digunakan adalah campuran aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Aluminium hidroksida dapat menghasilkan penipisan sembelit dan fosfat, magnesium hidroksida dapat menyebabkan mencret10,11

(13)

Banyak antasida yang umum digunakan (misalnya, Maalox, Mylanta) memiliki kombinasi dari kedua aluminium dan magnesium hidroksida untuk menghindari efek samping. Persiapan yang mengandung magnesium tidak boleh digunakan pada pasien gagal ginjal kronik karena hypermagnesemia mungkin, dan aluminium dapat menyebabkan neurotoksisitas kronis pada pasien ini. Kalsium karbonat dan natrium bikarbonat adalah antasida kuat dengan berbagai tingkat potensi masalah. Penggunaan jangka panjang dari kalsium karbonat (mengkonversi ke kalsium klorida dalam lambung) dapat menyebabkan susu-alkali syndrome (hypercalcemia, hyperphosphatemia dengan calcinosis ginjal mungkin dan pengembangan menjadi insufisiensi ginjal). Natrium bikarbonat dapat menyebabkan alkalosis sistemik 10,11.

H2 Receptor Antagonis

Empat dari agen-agen yang saat ini tersedia (simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidine), dan struktur saham mereka homologi dengan histamin. Meskipun masing-masing memiliki  potensi yang berbeda, semua secara signifikan akan menghambat sekresi asam basal dan dirangsang untuk tingkat yang sebanding bila digunakan pada dosis terapi. Selain itu, mirip ulkus-penyembuhan tingkat yang dicapai dengan masing-masing obat bila digunakan pada dosis yang tepat. Saat ini, kelas ini obat sering digunakan untuk pengobatan ulkus aktif (4-6 minggu) dalam kombinasi dengan antibiotik diarahkan pada pemberantasan H. pylori (lihat di  bawah)10,11.

Simetidin adalah H2 antagonis reseptor pertama digunakan untuk pengobatan gangguan lambung asam. The dianjurkan dosis awal profil cimetidine adalah 300 mg qid. Penelitian selanjutnya telah mendokumentasikan efektivitas menggunakan 800 mg pada waktu tidur  untuk pengobatan ulkus aktif, dengan tingkat kesembuhan mendekati 80% pada 4 minggu. Simetidin mungkin lemah efek samping antiandrogenic mengakibatkan ginekomastia reversibel dan impotensi, terutama pada pasien yang menerima dosis tinggi untuk jangka waktu yang lama (bulan ke tahun, seperti dalam ZES). Dalam pandangan kemampuan simetidin untuk menghambat sitokrom P450, pemantauan hati-hati obat-obatan seperti warfarin, phenytoin, dan teofilin ditunjukkan dengan penggunaan jangka panjang. Lain langka efek samping reversibel dilaporkan dengan simetidin termasuk kebingungan dan  peningkatan kadar serum aminotransferase, kreatinin, dan prolaktin serum. Ranitidin, famotidin, dan nizatidine merupakan antagonis reseptor H2 lebih kuat daripada simetidin.

(14)

Masing-masing dapat digunakan sekali sehari pada waktu tidur untuk pencegahan ulkus, yang umumnya dilakukan sebelum penemuan H. pylori dan pengembangan inhibitor pompa proton (PPI). Pasien dapat mengembangkan toleransi terhadap blocker H2, peristiwa langka dengan PPI (lihat di bawah). Sebanding rejimen dosis malam hari adalah 300 mg ranitidine, famotidine 40 mg, dan 300 mg nizatidine. Tambahan langka, toksisitas sistemik reversibel dilaporkan dengan antagonis reseptor H2 meliputi pansitopenia, neutropenia, anemia, dan trombositopenia, dengan tingkat prevalensi bervariasi 0,01-0,2%. Simetidin dan ranitidin (sampai batas tertentu) dapat mengikat hati sitokrom P450, famotidin dan nizatidine tidak 10,11.

Pompa Proton (H +, K +-ATPase) Inhibitor

Omeprazole, esomeprazole, lansoprazole, rabeprazole, pantoprazole dan diganti turunan  benzimidazole yang mengikat kovalen dan ireversibel menghambat H +, K +-ATPase. Esomeprazole, anggota terbaru dari kelas ini obat, adalah S-enansiomer omeprazol, yang merupakan campuran rasemat dari kedua S-dan R-isomer optik. Ini adalah agen penghambat yang paling ampuh acid yang tersedia. Omeprazole dan lansoprazole adalah PPI yang telah digunakan untuk waktu yang lama. Keduanya adalah asam-labil dan diberikan sebagai enterik   berlapis butiran dalam kapsul berkelanjutan-release yang larut dalam usus kecil pada pH 6.

Lansoprazole tersedia dalam tablet oral disintegrasi yang dapat diambil dengan atau tanpa air, keuntungan bagi individu yang memiliki disfagia signifikan. Kinetika penyerapan mirip dengan kapsul. Selain itu, lansoprazole-naproxen kombinasi persiapan yang telah dibuat tersedia ditargetkan pada penurunan NSAID-terkait cedera gastrointestinal (lihat di bawah). Omeprazol tersedia sebagai non-enterik berlapis-butiran dicampur dengan natrium bikarbonat dalam bentuk bubuk yang dapat diberikan secara oral atau melalui tabung lambung. The natrium bikarbonat memiliki dua tujuan: untuk melindungi omeprazole dari degradasi asam dan untuk mempromosikan alkalinisasi lambung cepat dan proton aktivasi pompa berikutnya, yang memfasilitasi tindakan cepat dari PPI. Pantoprazole dan rabeprazole tersedia sebagai tablet salut enterik. Pantoprazole juga tersedia sebagai formulasi parenteral untuk infus. Agen ini adalah senyawa lipofilik, saat memasuki sel parietal, mereka diprotonasi dan terjebak  dalam lingkungan asam dari sistem tubulovesicular dan canalicular. Agen ini potently menghambat semua fase sekresi asam lambung. Onset kerja cepat, dengan efek   penghambatan asam maksimum antara 2 dan 6 jam setelah pemberian dan durasi inhibisi  berlangsung hingga 72-96 jam. Dengan dosis harian diulang, efek asam progresif 

(15)

 penghambatan diamati, dengan basal dan secretagogue-merangsang produksi asam yang dihambat oleh> 95% setelah 1 minggu terapi. Waktu paruh PPI adalah ~ 18 jam, oleh karena itu bisa memakan waktu antara 2 dan 5 hari untuk sekresi asam lambung kembali ke tingkat normal setelah obat ini telah dihentikan. Karena pompa harus diaktifkan untuk agen ini menjadi efektif, keberhasilan mereka dimaksimalkan jika mereka diberikan sebelum makan (kecuali untuk formulasi segera-release omeprazol) (misalnya, di pagi hari sebelum sarapan). Ringan sampai moderat hypergastrinemia telah diamati pada pasien yang memakai obat ini. Tumor karsinoid dikembangkan di beberapa hewan diberi obat preclinically, namun,  pengalaman yang luas telah gagal untuk menunjukkan perkembangan tumor lambung karsinoid pada manusia. Serum gastrin tingkat kembali ke tingkat normal dalam waktu 1-2 minggu setelah penghentian obat. Faktor intrinsik (IF) produksi juga terhambat, namun vitamin B12 anemia kekurangan zat-jarang, mungkin karena toko-toko besar vitamin. Seperti halnya agen yang mengarah ke hypochlorhydria signifikan, PPI dapat mengganggu  penyerapan obat-obatan seperti ketoconazole, ampisilin, besi, dan digoksin. Hati sitokrom

P450 dapat dihambat oleh PPI sebelumnya (omeprazole, lansoprazole). Rabeprazole,  pantoprazole, esomeprazole dan tidak muncul untuk berinteraksi secara signifikan dengan

obat dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450. Signifikansi klinis keseluruhan pengamatan ini tidak jelas ditetapkan. Perhatian harus diambil ketika menggunakan warfarin, diazepam, atazanavir, dan fenitoin bersamaan dengan PPI. Jangka panjang asam penindasan, terutama dengan PPI, telah dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari komunitas-pneumonia. Pengamatan ini memerlukan konfirmasi tetapi harus waspada praktisi untuk berhati-hati ketika merekomendasikan agen ini untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada pasien usia lanjut berisiko untuk mengembangkan pneumonia10,11.

Dua formulasi baru dari agen penghambatan asam sedang dikembangkan. Tenatoprazole adalah PPI yang mengandung cincin imidazopyridine bukan cincin benzimidazole, yang mempromosikan penghambatan pompa proton ireversibel. Agen ini memiliki panjang paruh daripada PPI lain dan mungkin bermanfaat untuk menghambat sekresi asam nokturnal, yang memiliki relevansi yang signifikan dalam penyakit gastroesophageal reflux (GERD). Sebuah kelas baru kedua agen adalah kalium-kompetitif antagonis pompa asam (P-kabin). Senyawa ini menghambat sekresi asam lambung melalui pengikatan kompetitif kalium dari H +, K +-ATPase10,11.

(16)

Sitoprotektif Agen Sukralfat 

Sukralfat adalah garam sukrosa kompleks di mana kelompok hidroksil telah digantikan oleh aluminium hidroksida dan sulfat. Senyawa ini tidak larut dalam air dan menjadi pasta kental dalam lambung dan duodenum, mengikat terutama untuk situs ulserasi aktif. Sukralfat dapat  bertindak dengan beberapa mekanisme: melayani sebagai penghalang fisikokimia,

mempromosikan tindakan trofik oleh faktor pertumbuhan mengikat seperti EGF, meningkatkan sintesis prostaglandin, merangsang sekresi lendir dan bikarbonat, dan meningkatkan pertahanan mukosa dan perbaikan. Toksisitas dari obat ini jarang terjadi, dengan sembelit yang paling umum (2-3%). Ini harus dihindari pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis untuk mencegah aluminium-induced neurotoksisitas. Hypophosphatemia dan pembentukan bezoar lambung juga telah dilaporkan jarang. Dosis standar sucralfate adalah 1 g qid10,11.

 Bismuth

Bismuth-mengandung senyawa obat pilihan untuk mengobati PUD. Kebangkitan dalam  penggunaan agen-agen ini karena efeknya terhadap H. pylori. Bismuth subcitrate koloid

(CBS) dan bismuth subsalicylate (BSS, Pepto-Bismol) adalah persiapan yang paling banyak  digunakan. Mekanisme yang mendorong para agen penyembuhan ulkus tidak jelas. Mekanisme potensial termasuk coating ulkus, pencegahan lebih lanjut pepsin / HCl yang disebabkan kerusakan; pengikatan pepsin, dan stimulasi prostaglandin, bikarbonat, dan sekresi lendir. Efek samping jangka pendek penggunaan termasuk tinja berwarna hitam, sembelit, dan penggelapan dari lidah. Penggunaan jangka panjang dengan dosis tinggi, terutama dengan CBS gemar diserap, dapat menyebabkan neurotoksisitas. Senyawa ini  biasanya digunakan sebagai salah satu agen dalam anti-H. pylori rejimen10,11.

 Prostaglandin Analog 

Dalam pandangan peran sentral mereka dalam mempertahankan integritas mukosa dan  perbaikan, analog prostaglandin stabil dikembangkan untuk pengobatan PUD. Mekanisme yang obat ini cepat diserap memberikan efek terapeutik adalah melalui peningkatan  pertahanan mukosa dan perbaikan. Analog prostaglandin meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, merangsang aliran darah mukosa, dan mengurangi pergantian sel mukosa. Toksisitas

(17)

yang paling umum dicatat dengan obat ini adalah diare (10-30% kejadian). Toksisitas utama lainnya termasuk perdarahan rahim dan kontraksi, misoprostol dikontraindikasikan pada wanita yang mungkin hamil, dan wanita usia subur harus dibuat jelas menyadari hal ini toksisitas obat yang potensial. Dosis terapi standar 200 g qid10,11.

Operasi

Pembedahan dirancang untuk mengurangi sekresi asam lambung. Operasi yang paling sering dilakukan meliputi (1) vagotomy dan drainase (oleh pyloroplasty, gastroduodenostomy, atau gastrojejunostomy), (2) vagotomy sangat selektif (yang tidak memerlukan prosedur drainase), dan (3) vagotomy dengan antrectomy. Prosedur tertentu yang dilakukan ditentukan oleh keadaan yang mendasari: darurat vs elektif, derajat dan luasnya ulkus duodenum, dan keahlian dari ahli bedah. Selain itu, tren telah menuju operasi minimal invasif dan anatomi-melestarikan10.

2.10. Komplikasi

Perdarahan gastrointestinal

Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum diamati di PUD. Ini terjadi  pada ~ 15% pasien dan lebih sering pada individu> 60 tahun. Insiden yang lebih tinggi pada orang tua kemungkinan disebabkan oleh peningkatan penggunaan NSAID dalam kelompok  ini. Hingga 20% dari pasien dengan ulkus terkait berdarah perdarahan tanpa tanda-tanda  peringatan sebelumnya atau gejala10.

Perforasi

Ulkus terkait kedua yang paling umum adalah komplikasi perforasi, yang dilaporkan dalam sebanyak 6-7% dari pasien PUD. Seperti dalam kasus perdarahan, kejadian perforasi pada orang tua tampaknya meningkat sekunder untuk peningkatan penggunaan NSAID. Penetrasi adalah bentuk perforasi ulkus di mana terowongan tempat tidur ke organ yang berdekatan. Dus cenderung untuk menembus ke posterior pankreas, menyebabkan pankreatitis, sedangkan GUS cenderung menembus ke dalam hati lobus kiri. Fistula Gastrocolic terkait dengan Gus juga telah dijelaskan10.

(18)

Gastric Outlet Obstruksi

Obstruksi lambung adalah paling umum ulkus berhubungan dengan komplikasi, terjadi pada 1-2% pasien. Seorang pasien mungkin memiliki obstruksi relatif sekunder untuk ulkus terkait  peradangan dan edema di wilayah peripyloric. Proses ini sering sembuh dengan  penyembuhan ulkus. Sebuah obstruksi, tetap mekanik sekunder untuk pembentukan bekas luka di daerah peripyloric juga mungkin. Yang terakhir ini membutuhkan intervensi endoskopi (pelebaran balon) atau bedah. Tanda dan gejala obstruksi mekanik relatif terhadap dapat mengembangkan secara diam-diam. Onset baru cepat kenyang, mual, muntah, sakit  perut peningkatan postprandial, dan penurunan berat badan harus membuat obstruksi

lambung kemungkinan diagnosis10.

2.11. Prognosis

Dyspepsia fungsional mempunyai prognosis baik apabila dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat serta tatalaksana yang baik. Walalaupun modalitas  pengobatanya menjadi luas berdasarkan kompleksitas patogenesisnya, serta lebih ke arah

hanya untuk menurunkan/menghilangkan gejala. Pilihan pengobatan berdasarkan  pengelompokan gejala utama dapat dianjurkan, walaupun masih dapat diperdebatkan

(19)

BAB 3

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN

 No. Reg. RS : 27 87 09  Nama lengkap : Melosian

Tanggal lahir : Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Asr. Kodam No. Telepon :

-Pekerjaan : IRT Status : Sudah Menikah

Pendidikan : Jenis Suku : Agama : Islam

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Nyeri ulu hati

Deskripsi : Hal ini dialami os sejak ±2 hari yang lalu. Rasa nyeri seperti diperas.Rasa nyeri tidak ada kaitan dengan sebelum makan atau setelah makan. Nyeri ulu hati membaik dengan makan obat maag. Os suka makan makanan pedas. Mual (+) muntah (-). BAK (+) Normal BAB (+) Normal.

RPT :

-RPO :

-RIWAYAT KELUARGA :tidak dijumpai penyakit yang serupa

Dokter Muda:

Dokter : dr. Burham

(20)

RIWAYAT PRIBADI

Hobi : tidak ada yang khusus

Olah

Raga : tidak ada yang khusus

Kebiasaan Makanan : Makanan Pedas

Merokok : (-)

Minum Alkohol : (-) Hubungan Seks Bebas: (-)

ANAMNESIS UMUM (Review of System)

Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi

Umum:

Pasien lemah

Abdomen:

Tidak ada keluhan Kulit:

Tidak ada keluhan

Ginekologi:

Tidak ada keluhan Kepala dan leher:

Tidak ada keluhan

Alat kelamin: Tidak ada keluhan Mata:

Tidak ada keluhan

Ginjal dan Saluran Kencing: Tidak ada keluhan

Telinga:

Tidak ada keluhan

Hematologi:

Tidak ada keluhan Hidung:

Tidak ada keluhan

Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhan Mulut dan Tenggorokan:

Tidak ada keluhan

Muskuloskeletal: Tidak ada keluhan Pernafasan:

Tidak ada keluhan

Sistem saraf: Tidak ada keluhan Payudara:

Tidak ada keluhan

Emosi: Terkontrol Jantung:

Tidak ada keluhan

Vaskuler:

Tidak ada keluhan DESKRIPSI UMUM

Kesan Sakit

Gizi  BB: 55 Kg, TB: 160 cm RBW= 91.6%

Riwayat imunisasi

Tahun Jenis imunisasi

-Riwayat Alergi

Tahun Bahan / obat Gejala

- -

(21)

TANDA VITAL

Kesadaran Compos Mentis Deskripsi:

Komunikasi baik, rasa awas terhadap lingkungan baik 

 Nadi (HR) 70 x/i Reguler, t/v: kuat

Tekanan darah Berbaring:

Lengan kanan : 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg

Duduk:

Lengan kanan : 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg

Temperatur Aksila: 36,6 °C Rektal : tdp

Pernafasan Frekuensi: 20 x/menit Deskripsi: reguler,

abdomino-torakal

KULIT: ikterus (-), petekie (-), purpura (-), hematoma (-), edema (-), turgor kulit baik. KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran KGB(-),

 pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-).

MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil isokor, ka=ki, ø 3mm.

TELINGA: dalam batas normal HIDUNG: dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN:dalam batas normal

TORAKS

Depan Belakang

Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis

Palpasi Stem fremitus paru kiri = paru kanan

Stem fremitus paru kiri = paru kanan

Perkusi Sonor di kedua lapangan paru Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi SP: vesikuler 

ST:

-SP: vesikuler  ST:

-JANTUNG

Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III Sinistra Kanan : LSD

Kiri : ICR V 1 cm medial LMCS Jantung : HR: 70 x/i,reguler, intensitas cukup

(22)

M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2, desah (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel

- Hati: Tidak teraba

- Limpa : Tidak teraba

Schuffner : , Haecket :

-- Ginjal : Tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik normal

PINGGANG

Tapping pain (-), ballotement (-)

EKSTREMITAS:

Superior : akral hangat, edema (-/-) Inferior : akral hangat, edema (-/-)

ALAT KELAMIN:

Tidak dilakukan pemeriksaan

Rectal Toucher (RT):

Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI:

Refleks Fisiologis : (+) normal Refleks Patologis : (-)

BICARA

(23)

RENCANA AWAL Nama : Melosina

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk  diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi)

No

. Masalah

Rencana

diagnosa Rencana terapi

Rencana

monitoring Rencana edukasi

1. Nyeri ulu hati - - Tirah baring - Diet MB - IVFD RL 20gtt/i - Inj Ranitidin 1amp/12 jam -Antasida syr  3xCI - Neurobrad tab 1x1 -as. Mefanamat tab 3x1 Menerangkan dan menjelaskan kepada  pasien dan keluarga

tentang keadaan,

 penatalaksanaan dan komplikasi penyakit

 pada pasien dan

keluarga.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN 1. 08 Januari 2013

Darah Kimia Klinik 

Hb: 13.6 g% Leukosit:7.7x103/mm3 LED: 9 Eritrosit-Ht: 40.6 % Platelet:383x103/mm3  Metabolisme karbohidrat  Glukosa darah puasa : 93 mg/dl

Cholesterol: 145mg

HDL cholesterol: 43mg% LDL cholesterol: 89mg%

(24)

Triglyseride: 63mg% Ginjal  Ureum : 15 mg/dL Kreatinin : 0.6 mg/dL As.urat: 4.6 SGOT: 97unit SGPT: 86unit  Hati Bilirubin total:0.3mg% Bilirubin Direk: 0.18mg%

(25)

RESUME DATA DASAR  (Diisi dengan Temuan Positif)

Oleh dokter : dr. Burham

Nama Pasien : Melosina No. RM: 27 87 09

1. KELUHAN UTAMA: nyeri ulu hati

2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat

Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, dll.)

Hal ini dialami os sejak ±2 hari yang lalu. Rasa nyeri seperti diperas.Rasa nyeri tidak ada kaitan dengan sebelum makan atau setelah makan. Nyeri ulu hati membaik dengan makan obat maag. Os suka makan makanan pedas. Mual (+) muntah (-). BAK (+) Normal BAB (+) Normal.

3. PEMERIKSAAN FISIK 

Kepala: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-) Leher: dalam batas normal

Toraks:

Inspeksi: simetris fusiformis

Palpasi: stem fremitus paru kiri = kanan Perkusi: sonor di kedua lapangan paru Auskultasi: SP: vesikuler 

. ST:

-Abdomen:

Inspeksi: simetris

Palpasi: soepel, H/L/R tidak teraba Perkusi: timpani

Aukultasi: peristaltik normal

Pinggang, inguinal, dan genitalia dalam batas normal Ekstremitas superior : edema (-/-)

Ekstremitas inferior: edema (-/-),

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb: 13.6 g% Leukosit:7.7x103/mm3 LED: 9 Eritrosit-Ht: 40.6 % Platelet:383x103/mm3  Metabolisme karbohidrat 

Glukosa darah puasa : 93 mg/dl Cholesterol: 145mg

HDL cholesterol: 43mg% LDL cholesterol: 89mg% Triglyseride: 63mg%

(26)

Ginjal  Ureum : 15 mg/dL Kreatinin : 0.6 mg/dL As.urat: 4.6 SGOT: 97unit SGPT: 86unit  Hati Bilirubin total:0.3mg% Bilirubin Direk: 0.18mg% RENCANA AWAL

Nama Penderita: Eli Munthe No. RM: 541197

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk  diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)

Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Edukasi

 Nyeri ulu hati - - Tirah baring

- Diet MB

- IVFD RL 20gtt/i

- Inj Ranitidin 1amp/12 jam -Antasida syr 3xCI

- Neurobrad tab 1x1 -as. Mefanamat tab 3x1

Menerangkan dan menjelaskan keadaan,  penatalaksanaan dan

komplikasi penyakit  pada pasien dan

keluarga

Follow up 08 Januari 2013 & 09 Januari 2013

Tgl S O A P Terapi Anjuran 08 Januari 2013  Nyeri ulu hati &  pusing (+) Sens: CM TD : 120/80 mmHg HR : 72 x/i RR : 20 x/i T : 36,5oC

Dispepsia - Tirah baring

- Diet MB - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ranitidin 1amp/12jam - Neurogard tab 1x1

(27)

-Kesimpulan :

Ibu M, 26 tahun didiagnosis dengan Dispepsia. Berikut ini merupakan prognosis pasien tersebut:

- Ad Vitam : dubia ad bonam

- Ad Functionam : dubia ad bonam

- Ad Sanactionam : dubia ad bonam

VERIFIKASI Dokter Ruangan Chief of Ward Sie. Pendidikan

Tanda tangan -Neurodex 2x1 09 Januari 2013  Nyeri ulu hati &  pusing (+) Sens: CM TD : 130/70 mmHg HR : 70 x/i RR : 20 x/i T : 36,5oC

Dispepsia - Tirah baring

- Diet MB - IVFD RL 20 gtt/i - Inj.Ranitidin 1amp/12jam - Neurogad 3x1 (k/p) - Neurobio 3x1

-Antasida syr 3xCI -Curcuma 3x1 Methiosin 3x1

(28)

-BAB 4 KESIMPULAN

Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari seperempat  populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke dokter. Terdapat banyak   penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna;

tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi  Helicobacter pylori. Obat  –  obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan atau gangguan organik atau struktural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan  pemeriksaan fisik. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun,  pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi  pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan dispepsia adalah meliputi pola hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan yang sehat dan seimbang, selain daripada  pengobatan. Pengobatan dispepsia adalah antaranya seperti antasid, antikolinergik, antagonis reseptor histamin2,Proton Pump Inhibitor, sitoprotektif, golongan prokinetik, antibiotik untuk 

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke  – 4. FKUI; 2007.h.285.

2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical Journal 2003;79:25-29.

3. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun

2007. Edisi 2010. Accessed from:

http://library.usu.ac.id/index.php/index.php?option=com_journal_review&id.

4. Tarigan, P., 2009. Tukak Gaster. In Sudoyo AW et al, ed.  Buku Ajar Ilmu Penyakit   Dalam. Jakarta: InternaPublishing. 516-517.

5. Ringerl Y.,2005.  Functional Dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and Hepatology. 2005;1:1-3.

6. Tack J., 2004.  Pathophysiology and Treatment of Functional Dyspepsia. In : Gastroenterology 2004; 127 : 1239-1255.

7. Jupriansyah, 2012. Laporan Pendahuluan Askep Gawat Darurat dengan Klien  Dispepsia di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah PLG. Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada, Palembang.

8. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, et al. Functional Gastroduadenal. Gastroenterology 2006;130:1466-1479.

9. Djojoningrat.D. , 2007. Dyspepsia Fungsional.  In : Sudoyo , A.W. et al , ed. Buku Ajar   Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid 1 : InternaPublishing. 352 – 354.

10. Valle. J.D. Peptic Ulcer Disease and Related Disorders. In Fauci , A.S. et al, ed.  HARRISON'S Principles of Internal Medicine 18th edition Volume 2. USA :

McGraw-Hill. 2438 - 2459.

11. Tjay , T.H. , Rahardja , K. , 2007. Obat-obat lambung. In : Tjay , T.H. , Rahardja , K. , ed. Obat 

 – 

Obat Penting edisi keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo. 262 - 279.

Gambar

Gambar  Infeksi Helicobacter Pylori 6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu : Tingkat validitas e-modul berbasis problem solving pada materi kimia

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kompetensi pedagogik guru

Dalam kepercayaan orang Kristen kasih tidak akan berguna kalau kasih yang dipakai untuk mengasihi orang lain adalah kasih yang berasal dari perasaan manusia kasih ini

Dalam penelitian ini, kecap ikan lele dibuat dengan kadar garam 10% dan difermentasi selama 3, 5 , dan 7 hari, dilakukan analisis total populasi BAL dengan cara ditumbuhkan pada

Evaluasi mutu gizi, seperti kandungan amilosa pada padi dan jagung, lemak dan protein pada kedelai dan kacang tanah, kandungan tanin pada sorgum dan HCN pada ubi kayu sangat

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA SYARIAH BNP PARIBAS CAKRA SYARIAH USD dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir

Perhitungan pengujian pengaruh tidak langsung Faktor Luas Lahan terhadap Pendapatan melalui Jumlah Produksi di Kota Denpasar……… Perhitungan pengujian pengaruh tidak

Data dari proses pembelajaran dengan bahan ajar menulis berbasis nilai-nilai Islam (uji efektivitas) berupa pola interaksi dan sikap siswa dengan siswa, siswa dengan