BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki
arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan
sebagai sumber penghasil bahan makan, sumber bahan baku bagi industri, mata
pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor
komoditasnya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan
nasional. Diantara berbagai komoditas pertanian yang ada di indonesia khususnya
di Provinsi Sumatera Utara, hortikultura merupakan salah satu komoditas yang
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan (BPS, 2010).
Potensi jenis tanaman hortikultura dilihat dari produksi dan luas panen. Di bawah
ini disajikan beberapa komoditas hortikultura yang merupakan komoditas
unggulan Provinsi Sumatera Utara meliputi tanaman sayur-sayuran, buah-buahan,
tanaman hias dan obat-obatan. Tanaman sayuran dan buah-buahan semusim yang
merupakan komoditas unggulan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010
antara lain : kubis, cabe, kentang, sawi, tomat, semangka, buncis, dan terung.
Kedelapan jenis tanaman unggulan ini mempunyai kapasitas produksi terbesar
dari 25 jenis tanaman sayuran dan buah-buahan semusim yang ada di Sumatera
Utara. Produksi tanaman terbesar kedua pada tahun 2010 adalah tanaman cabe
dengan jumlah produksi sebesar 196.347,2 ton dengan luas panen sebesar 21.711
Neraca bahan makanan (NBM) merupakan salah satu informasi yang
menggambarkan tentang produksi, pengadaan, pemakaian dan ketersediaan bahan
makanan yang siap untuk dikonsumsi oleh penduduk di wilayah atau daerah
administrasi dalam suatu kurun waktu tertentu. Dengan demikian dari NBM dapat
diketahui struktur neraca produksi dan penggunaan pangan secara lengkap. NBM
juga memberikan gambaran tentang jumlah dan jenis pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi langsung oleh penduduk dalam bentuk fisik (Kg Per Kapita Per Tahun
atau Gram Per Kapita Per Hari), maupun dalam bentuk zat gizi (Energi, Protein
dan Lemak) per kapita per hari (BKP, 2010).
Cabai merah merupakan komoditas agribisnis yang sangat besar pengaruhnya
terhadap dinamika perokoniman nasional sehingga dimasukkan dalam jajaran
komoditas penyumbang inflasi terbesar yang terjadi setiap tahun. Hal ini karena
produk cabai digunakan dalam berbagai produk pangan baik olahan masakan
tradisional maupun modern. Petani cabai merah adalah pelaku usahatani yang
rasional karena memperuntukkan produknya untuk pasar dan mendapatkan nilai
tambah. Sebagai pelaku agribisnis dituntut memiliki pemahaman terhadap sifat
produk, kemauan calon pengguna maupun kelembagaan agribisnis cabai agar
produk yang dihasilkan memperoleh pendapatan usahatani secara layak
(Anonimousa, 2010).
Tanaman cabai hampir sama dengan tanaman lainnya yang membutuhkan air
demi kelangsungan hidupnya, air membantu penyerapan unsur hara (makanan)
dari dalam tanah oleh akar tanaman, mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke
tanah. Oleh karena itu, air sangat dibutuhkan demi kelangsungan hidup tanaman,
akan tetapi, tentu saja kebutuhan tanaman cabai akan air ini harus disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman itu sendiri, sebab apabila tanaman tersebut mengalami
kekurangan air maka akan menyebabkan terganggunya aerasi udara dalam tanah
sehingga perkembangannya akan tertunda dan rentan terhadap penyakit yang
membuat tanaman tersebut mati (Setiadi, 2008).
Menurut Harian Berita Tribun Medan yang dikemukan Eris (2012) dapat
diketahui pada bulan september 2012, sebanyak tiga kota IHK (Indeks Harga
Konsumen) di Sumut mengalami deflasi yaitu suatu periode dimana harga-harga
secara umum jatuh dan nilai uang bertambah, deflasi yang terjadi di Medan
sebesar 0,02 persen, sibolga sebesar 0,92 persen dan padang sidempuan sebesar
0,54 persen. Satu-satunya kota yang mengalami inflasi meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar adalah daerah
Pematang Siantar yaitu sebesar 0,48 persen, turunnya harga komoditi pokok
seperti cabai merah, daging dan sayur-sayuran menjadi faktor utama terjadinya
deflasi di Kota Medan. Persentase penurunan harga komoditas tersebut adalah
cabai merah turun 22,53 persen, cabai rawit turun 10,04 persen, cabai hijau turun
19,34 persen, daging ayam turun 5,29 persen, bawang merah turun 9,61 persen,
penurunan harga dan deflasi ini menyebabkan laju inflasi komulatif hingga
september 2012 untuk Sumut sebesar 2,95 persen.
Adapun di tingkat nasional rata-ratanya masih mengalami inflasi meski kecil.
Membaiknya perekonomian Sumut juga ditandai dengan Indeks Tendensi
menunjukkan ekonomi konsumen terutama didorong oleh peningkatan
pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks 108,5 semakin membaik
dibandingkan triwulan I yang hanya sebesar 104,75. Selain disebabkan
peningkatan pendapatan rumah tangga, ITK juga dipengaruhi inflasi terhadap
konsumsi makanan sehari-hari dengan nilai indeks 112,6. ITK merupakan
indikator perkembangan ekonomi tekini yang dihasilkan BPS melalui Survei
Tendensi Konsumen (STK). ITK juga menggambarkan kondisi ekonomi
konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang untuk
mendongkrak pertumbuhan ekonomi kondisi inflasi yang terjaga dengan baik di
Sumatera Utara ditambah meningkatnya indeks kepecayaan konsumen diyakini
mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Sumut tahun ini dikisaran 6,5 persen
hingga 6,8 persen. Pertumbuhan triwulan ketiga diprediksi terjaga di angka 6,5
persen dan trennya akan terus berlanjut hingga akhir tahun (Eris, 2012).
Marketing bill merupakan perbedaan antara total pengeluaran konsumen untuk
semua produk pertanian yang diproduksi didalam negeri dan yang diterima petani
untuk produk pertanian yang sama, biaya pemasaran dihitung setiap tahun dan
berfungsi sebagai salah satu ukuran margin pemasaran tetap, pada tahun 1976
konsumen telah menghabiskan 164 milliar untuk konsumsi makanan, temasuk
dari awal pembelian sekitar dua pe tiga 110 milliar telah di wakili oleh agen
pemasaran makanan dan 54 milliar mewakili nilai pertanian pangan yang telah
dipasarkan, oleh karena itu konsumen telah membayar dua kali lebih tinggi harga
makanan dari jasa pemasaran. Petani telah menerima 34% dari pengeluaran
sulit bagi kebanyakan orang untuk melihat pembagian dari pengeluaran konsumen
dengan yang di terima petani (Kohls dan Uhl, 1979).
Suatu margin pemasaran dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang
harga dan biaya pemasaran, pada analisis pemasaran yang sering menggunakan
konsep margin pemasaran yang dipandang dari sisi harga, margin pemasaran
merupakan selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang
diterima petani produsen. Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk
melakukan fungsi-fungsi pemasaran serta keuntungan lembaga-lembaga
pemasaran yang membentuk distribusi margin pemasaan, dalam uraian tersebut
marketing margin sama halnya dengan ongkos tataniaga (marketing cost) dan
sama artinya dengan “price spread” dan “marketing charge” (Sudiyono, 2004).
Sampai saat ini Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian masih
memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Peranan
sektor pertanian di Indonesia tidak perlu diragukan lagi, pembangunan pertanian
di arahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri (Soekartawi, 1993).
Adapun daerah sentra penanaman cabai di Indonesia tersebar mulai dari Sumatera
Utara sampai dengan Sulawesi selatan. Daerah tersebut masih menerapkan sistem
budi daya yang bersifat tradisional, hanya mengandalkan populasi tanaman yang
tinggi tanpa diimbangi dengan penerapan teknologi budi daya yang intensif.
Daerah sentra penanaman cabai di Sumatera Utara adalah : di daerah Kabupaten
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana tingkat konsumsi cabai merah di Kota Medan pertahun ?
2) Berapa volume dan nilai transaksi cabai merah pertahun di Kota Medan ?
3) Berapa jumlah marketing bill cabai merah di Kota Medan ?
4) Berapa share cost dan share profit cabai merah selama setahun ?
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1) Untuk menganalisis tingkat konsumsi cabai merah di Kota Medan.
2) Untuk mengetahui volume dan nilai transaksi cabai merah di Kota Medan.
3) Untuk mengetahui jumlah marketing bill cabai merah di Kota Medan.
4) Untuk menghitung share cost dan share profit selama setahun.
1.4Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini, antara lain :
1) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi para pengambil keputusan
untuk perkembangan agribisnis cabai merah.
2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan
dalam melakukan penelitian.
3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait