• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA DALAM INDUSTRI PARIWISATA pengelilaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAMA DALAM INDUSTRI PARIWISATA pengelilaan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA DALAM INDUSTRI PARIWISATA

Oleh Pertampilan S. Brahmana

1. Pendahuluan

Pada era otonomi daerah dan mabuk pemekaran wilayah saat ini, banyak “provokator pemekaran” bermimpi membangun wilayahnya, untuk mensejahterakan rakyatnya berharap kepada industri pariwisata. Salah satu contoh adalah gagasan pembentukan pemko Brastagi dengan PAD-nya diharapkan bertumpu kepada pariwisata. Brastagi ini adalah bagian dari daerah tingkat II Kabupaten Karo di Sumatera Utara. Kota Brastagi adalah daerah andalan pariwisata Kabupaten Karo.

Tujuan pembentukan Kota Brastagi adalah untuk mendongkrak perekonomian masyarakat serta meningkatkan pembangunan di kota wisata Brastagi. Para “provokator pemekaran” meyakini, bila Pemko Brastagi terbentuk dipastikannya sektor pariwisata dapat dibenahi guna peningkatan devisa serta mengangkat perekonomian rakyat, khususnya rakyat di (calon) Pemko Brastagi. Tampaknya para elit penggagas pemekaran Kabupaten Karo ini mengharapkan industri pariwisatalah akan menjadi tulang punggung Pemko Brastagi ini.

Devisa yang dihasilkan dari industri ini memang menggiurkan. Apalagi industri pariwisata di dunia ini tidak akan pernah mengenal resesi ekonomi. Boleh saja Negara Amerika terkena resesi ekonomi, akan tetapi pengaruhnya kepada industri pariwisata dunia sangat kecil. Masih ada turis dari negara lain seperti Australia, Jepang, China siap berkunjung ke daerah wisata yang ada termasuk ke Amerika sendiri.

2. Dampak Positip Industri Pariwisata

Bagaimana dampak indutsri pariwisata? Dampaknya terhadap ekonomi dua kategori yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung.

(2)

Kemudian pariwisata juga menyumbang pengumpulan mata uang asing (devisa), meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, dapat meningkatkan struktur perekonomian, dan mendorong perkembangan usaha kecil. Pengaruh ekonomi pariwisata terhadap sebuah komunitas, ditandai dengan beberapa ciri yang berbeda antara lain, pertama, produk pariwisata tidak dapat disimpan; kedua, permintaannya sangat tergantung pada musim. Ini berarti pada bulan tertentu ada aktivitas yang tinggi dan pada bulan-bulan tertentu lainnya hanya ada sedikit kegiatan secara bisnis. Kelincahan dalam berusaha harus dilakukan agar pendapatan selama musim kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang bagi musim sepi wisatawan. Dampak yang berantai ini, menurut Widibyo (Suara Pembaruan 30 April 2002), membuat Pemerintah Malaysia dan Thailand, sadar benar bahwa industri pariwisata adalah urat nadi ekonomi kerakyatan, yang mampu menampung pada jutaan usaha kecil dan menengah. Kini kedua negara tersebut sangat serius membangun industri pariwisata mereka. Malaysia melalui rencana pembangunan Eigth Malaysia Plan (2001-2008) bertekad menjadikan negerinya sebagai tourism country. Tahun ini (2002) Negeri Jiran itu menargetkan kunjungan 15 juta turis asing (dengan target devisa US$10 miliar) atau meningkat 25% dari tahun sebelumnya yang tercatat 12 juta orang dengan devisa US$9 miliar. Sedangkan Thailand, dengan slogan Be My Guest, menargetkan kunjungan 12 juta turis asing (target devisa US$8 miliar) atau meningkat 14% dari tahun lalu yang 10,5 juta orang dengan devisa US$7,9 miliar.

Masyarakat kedua negara itu sangat menyadari benar bahwa industri pariwisata telah menjadi urat nadi bagi kehidupan dan kelangsungan usaha rakyat mereka. Karena itu kesadaran kolektif tentang arti penting industri pariwisata bagi ekonomi kerakyatan benar-benar telah tercipta di kedua negara tersebut.

(3)

(kerajinan tangan dan seni lukis), dan Dusun Dawam (kerajinan kayu) misalnya, sangat tergantung pada industri pariwisata. Ketika kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) atau turis asing "terganggu", industri kerajinan di dusun-dusun tersebut terpukul hebat. Tahun lalu (2001), jumlah wisman yang berkunjung ke Pulau Dewata tersebut tercatat hanya 1.355.282 orang atau menurun 4,07% (57.557 orang) dari 1.412.839 orang tahun 2000. Turunnya kunjungan wisman ini berujung pada merosotnya penukaran mata uang asing sebesar US$24.200 yaitu menjadi hanya US$77.660.000 (2001) dari angka tahun sebelumnya (2000) yang US$102.476.000. Akibatnya, omset UKM pada pusat-pusat industri kerajinan tersebut menurun drastis bahkan di antaranya gulung tikar. Nasib UKM di Jakarta yang mengandalkan pada industri pariwisata seperti usaha transportasi, ritel, restoran, suvenir dan entertainment juga terpukul hebat akibat kunjungan wisata yang ditargetkan 1,2 juta orang hanya terealisasi 1,1 juta orang. Padahal, UKM di Jakarta tersebut menyerap 300.000 pekerja. Ini belum termasuk pekerja di sektor informal yang terkait dengan bisnis pariwisata seperti pedagang kaki lima (PKL), juru parkir, dan lain-lain yang jumlahnya mencapai angka 10.000 orang (Widibyo).

Pariwisata juga berperan sebagai penyumbang GNP pada sebuah negara. Sumbangan ini berbentuk uang yang dibelanjakan para wisatawan dikurangi pembelian yang dilakukan oleh sektor pariwisata untuk melayani wisatawan tersebut. Pada banyak negara persentase sumbangan pendapatan dari wisatawan internasional terhadap GNP cukup rendah - berkisar antara 0.3 sampai 7 persen. Sementara sumbangan dari wisatawan domestik cukup bermakna karena pariwisata dalam negeri biasanya lebih ekstensif dibandingkan pariwisata internasional.

Sektor-sektor ekonomi tertentu memang mengambil keuntungan dari pariwisata lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Industri yang lebih dulu menerima secara langsung pengeluaran yang dikeluarkan para wisatawan adalah industri makanan dan minuman, penginapan, transportasi, dan penjualan barang eceran. Industri selanjutnya adalah real-estate, perawatan mobil, dan perbaikan serta pengangkutan barang.

Pendapatan Pemerintah yang berasal dari sektor pariwisata masuk dan menambah pendapatan pemerintah bersumber dari pajak langsung yang dikenakan kepada para karyawan serta pajak langsung atas pembelian barang dan jasa; dari pajak tidak langsung adalah seperti pembayaran bea dan cukai; dan dari pendapatan yang dihasilkan oleh bisnis milik pemerintah sendiri.

(4)

terlibat secara langsung adalah mereka yang bekerja di sektor perhotelan, seperti karyawan hotel, pemandu turis dan sebagainya. Sedangkan mereka yang secara tidak langsung adalah para petani yang mensuplai kebutuhan hotel, para supir taksi yang tidak terkait dengan hotel. Lowongan pekerjaan yang terbuka akibat dari adanya arus kunjungan wisata, baik oleh wisatawan asing maupun wisatawan dalam negeri yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke suatu tempat.

Pekerjaan langsung adalah pekerjaan yang secara langsung diakibatkan oleh pengeluaran wisatawan, sedangkan pekerjaan tidak langsung diakibatkan oleh pekerjaan yang muncul akibat pengeluaran wisatawan tersebut.

Yang patut dicatat bahwa kegiatan wisawatan mempengaruhi jenis dan jumlah pekerjaan yang bisa ditingkatkan. Fasilitas akomodasi, sebagai contohnya, cenderung lebih padat karya dibandingkan dengan sektor lainnya. Fasilitas akomodasi juga membutuhkan modal yang tinggi; sejumlah besar modal dibutuhkan agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Selanjutnya adalah kebutuhan jenis tenaga trampil yang tersedia mempengaruhi peningkatan pekerjaan. Kebanyakan pekerjaan dalam bidang pariwisata membutuhkan sedikit ketrampilan. Jumlah posisi manajerial yang tersedia relatif sedikit. Industri pariwisata juga sangat tergantung pada wanita. Jadi, permintaan yang sangat besar akan tenaga yang kurang trampil seringkali jatuh pada wanita.

Banyak usaha pariwisata berskala kecil yang dimiliki oleh keluarga. Usaha seperti ini dapat berupa perusahaan taksi, toko cinderamata, atau rumah makan kecil. Perluasan kepemilikan langsung hotel dan perusahaan transportasi dapat mengembangkan mata rantai ke sektor ekonomi yang lain yang akan menentukan seberapa banyak pekerjaan dan pendapatan dapat ditingkatkan dari sektor pariwisata.

(5)

banyak, adalah tetap sulit bagi penduduk lokal membeli sebidang tanah untuk mereka sendiri.

Di lain pihak, pariwisata dapat mengubah jumlah penduduk yang sedikit di kawasan pedesaan, menjadi banyak. Semua ini bergantung maju mundurnya industri pariwisata yang dikembangkan. Semakin berkembang industri pariwisata di suatu daerah, maka akan semakin banyak orang datang untuk mencari pekerjaan, maka otomatis jumlah penduduk daerah tersebut akan semakin bertambah.

Memang menggiurkan perhitungan seperti tersebut di atas,. Namun semua tersebut dapat ambruk seketika ketika hama pariwisata beraksi.

Industri Pariwisata memang menggiurkan. Dunia industri ini, tidak mengenal resesi ekonomi. Peranan industri pariwisata dalam pembangunan memang tidak diragukan lagi.

3. Hama Di Dalam Industri Pariwisata

Industri pariwisata bukan tanpa hama. Modal besar yang dianggarkan untuk membangun citra pariwisata agar positip, dapat dengan sekejap “lenyap”, bila hama tersebut datang menyerang. Bukan saja pemilik modal besar yang merasakan dampaknya, tetapi juga masyarakat kecil yang sudah bergantung kepada kedatangan wisatawan, merasakan hal yang lebih sulit.

Hama dalam industri pariwisata ini bersifat eksternal dan internal. Hama yang bersifat internal adalah layanan wisata yang jelek, atau keamanan pribadi wisatawan terganggu. Sedangkan hama yang bersifat eksternal adalah kasus teror dan penyakit menular seperti SARS, dan Flu Burung.

Uraian berikut ini hanya membicarakan hama eksternal dari industri pariwisata tersebut yaitu teorisme, dan penyakit menular,

3.1 Terorisme

Salah satu contoh terorisme tersebut adalah kasus Bom Bali I dan II. Kasus Bom Bali I, benar-benar merusakan wajah pariwisata Indonesia pada tahun 2003.

(6)

Kontribusi positip kerusuhan di Jakarta tahun 1998 kepada industri wisata di Bali, karena banyak kelas menengah terutama yang berasal dari etnis Cina, dari kota besar luar Bali selain menghindar ke Batam, Malaysia, Singapura maupun ke Hongkong, juga banyak yang ke Bali. Pulau Bali mendapat keuntungan tidak sengaja dengan adanya kerusuhan seperti tahun 1998 yang lalu. Pada masa ini banyak rumah kontrakan untuk kelas menengah ke atas laku keras. Artinya kalau di luar Bali, perusahan real estate, mengalami kerugian besar, di Bali real estate mengalami booming. Ini semua dapat terjadi karena untuk ukuran Indonesia, Bali adalah daerah yang paling aman.

Namun terjadinya Bom Bali I, keutungan yang diperoleh akibat kerusuhan Mei 1998, tidak terjadi. Justru yang terjadi sebaliknya, ambruk.

Sebelum terjadi Bom Bali I, kedatangan rata-rata turis asing ke Bali sekitar 5.000 orang per hari. Tetapi setelah diserang oleh teroris, angka kedatangan jatuh menjadi rata-rata 1.335 per hari di bulan Oktober 2002. Bahkan, pada bulan tersebut angka kedatangan turis sempat mencapai titik terendah, yaitu sekitar 768 orang. Itupun didominasi oleh wartawan dan staf perwakilan negara-negara asing. Kemudian turun lebih tajam lagi pada bulan November, dimana kedatangan turis rata-rata per bulan hanya sebanyak 1.080 per hari. Barulah memasuki tahun 2003 kunjungan wisatawan asing menunjukan peningkatan. Pada bulan Januari rata-rata 1.962 per hari, 2.409 per hari pada Februari, hingga bulan Maret 2003 mencapai 2.386 per hari (Kompas).

Kondisi ini, arus kunjungan wisatawan yang menurun ini jelas mempengaruhi banyak bidang kehidupan masyarakat di Bali. Menurunnya arus kunjungan wisatawan ini, berbagai bisnis yang terkait dengan industri wisata seperti transportasi, perhotelan, makanan, cenderamata, serta sektor pertanian dan lain yang terkait, ikut merasakan dampaknya. Tenaga kerja non-Bali yang selama ini ikut menggerakan roda pariwisata Bali, banyak yang kembali ke daerahnya karena tidak ada lagi pekerjaan yang dapat dilakukan.

Kemudian beberapa negara maju seperti Jepang, Australia, Amerika, Inggris, Jerman dan Belanda, selalu memperingatkan warganya ketika keamanan di Indonesia tidak dapat mereka prediksikan, menghimbau agar tidak berkunjung ke Indonesia.

3.2 Penyakit Menular (SARS, Flu Burung)

(7)

Resipiratory Syndrome) pada tahun 2003 yang lalu telah merusak sektor pariwisata Singapura, dengan kedatangan kunjungan wisatawan turun hampir 70 persen menjelang April 2003 (Harian SIB, 06/05/2003).

Di Indonesia, akibat SARS ini pada tahun yang sama, ternyata juga mempengaruhi tingkat hunian hotel hingga 30 persen (Harian Fajar). Estimasi penurunan tingkat hunian hotel tersebut dikemukakan Ketua DPP Perhimpunan Hotel dan restoran Indonesia (PHRI), Yanti Sukandani Haryoprakoso di sela-sela acara rapat kerja daerah (rekerda) BPD PHRI Sulsel di Hotel Sahid Jaya Makassar, Rabu (9/42003). Daerah yang paling tinggi tingkat penurunan huniannya adalah daerah Batam. Arus kunjungan wisatawan ke obyek wisata Lagoi Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) turun hingga 40 persen. "Serangan SARS memberikan dampak yang lebih buruk dari kasus Bom Bali atau peledakan di WTC Amerika Serikat dan perang Irak. Jadi ini lebih berbahaya dan sangat luas dampaknya," ungkap Yamin Hidayat manajer kawasan industri Bintan (Kompas, 28 April 2003).

Sedangkan untuk Pulau Jawa, termasuk Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan seluruh daerah atau kota provinsi di seluruh Indonesia hanya mengalami penurunan sekitar 15 sampai 20 persen. "Ini sangat memperihatinkan, industri pariwisata sangat terpukul dengan adanya wabah SARS," kata Yanti.

4. Penutup

Membangun industri pariwisata di Indonesia tanpa memperhitungkan hama eksternal yang ada di dalam dunia pariwisata ini, sama saja dengan membuat bom waktu bagi masyarakat lokal yang sudah maksimal terlibat membangun dunia pariwisata tersebut. Pertarungan ideologi yang masih terjadi di dalam masyarakat Indonesia dapat membuat bangsa ini jalan di tempat. Kasus RUU pendidikan Nasional, kasus RUU APP, kasus Tibo, dkk, riak-riak yang terjadi dalam bentuk pro dan kontra semua berdimensi ideologis tertentu.

Perhitungan-perhitungan ekonomi, pendapatan dan lapangan kerja yang tercipta dari dunia industri pariwisata di atas, dapat terhenti seketika, ketika hama pariwisata meluas.

(8)

kelompoknya saja. Contoh dalam hal ini adalah bila kita berpikir secara sektarian, nama Imam Samudra, Amrozi, Muklas, Ali Gufron dan kawan-kawan (pelaku Bom Bali I), semua berasal dari Jawa. Imam Samudra dari Serang Banten, Amrozi, Muklas dari Tenggulun Jawa Timur.

Industri pariwisata Bali ambruk di tangan mereka (Bom Bali I). Ambruknya Industri pariwisata Bali ini, bukan hanya menghancurkan masyarakat lokal (masyarakat Bali), tetapi secara tidak langsung juga menghancurkan masyarakat pendatang yang secara umum masyarakat pendatang di Bali paling banyak datang dari pulau Jawa untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Para pendatang ini turut mengerakkan industri pariwisata Bali dalam berbagai sektor, mulai sektor formal, dan informal seperti pedagang bakso, pedagang nasi goreng, sampai mereka yang menjadi pemandu turis, supir travel dan lainnya. Akibat Bom Bali I, arus kunjungan wisatawan asing ke Bali menurun. Akibatnya banyak dari para pendatang ini terpaksa pulang ke daerahnya masing-masing (pulang ke Jawa), atau pindah ke daerah lain, karena pekerjaan yang dilakoninya hilang seiring dengan berkurangnya arus kunjungan wisatawan asing. Maka banyak usaha pariwisata berskala kecil yang dimiliki oleh keluarga perusahaan taksi, toko cinderamata, atau rumah makan kecil, gulung tikar (bangkrut). Dalam pengertian sektarian seperti ini Iman Samudra, Amrozi, Muklas, Ali Gufron dan kawan-kawan yang semua dari Jawa, ternyata juga ikut menghancurkan harapan saudara-saudaranya yang seetnis, seagama yang mencari penghidupan yang lebih layak di Bali. Betapa absurdnya jalan pikiran seperti ini.

Pernyataan teman-teman dari Bali pada tahun 2003, ketika penulis tanyakan komentarnya masalah Bom Bali I, mereka mengatakan, “apa salah kami, maka kami dibom?, kami well come kepada semua orang, mengapa kami yang di Bom” ujarnya. Pengeboman atas Bali pada tahun 2001, sungguh absurd bagi masyarakat Bali. Mereka tidak mengerti apa salah mereka seperti yang dikemukakan teman di atas. Keabsurdpan ini, dilanjutkan dengan Bom Bali II, 1 Oktober 2005.

(9)

Berdasaran keabsurdpan di atas, saran kepada elit di suatu wilayah, yang ingin mengembangkan sektor pariwisata di wilayahnya menjadi sumber utama PAD-nya, hendaknya tidak buru-buru mengalihkan masyarakat lokal secara maksimal melibatkan diri secara total ke dalam industri pariwisata yang (akan) di bangun. Atau tidak buru-buru bermimpi menjadikan sektor pariwisata sebagai tambang devisa dan untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya. Dalam tingkatan tertentu, dalam kelompok tertentu masyarakat kita (Indonesia) ada yang masih bertarung dengan ideologinya. Pertarungan ideologi ini dapat membuat bangsa ini cenderung maju mundur dan dapat menyeret bangsa ini untuk tidak sepakat dengan segala konsekwensinya walaupun harus mengobrak-abrik keamanan yang sudah terbangun dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya sampah basah yang dihasilkan petugas tenant dalam sehari dan tanpa dilakukan pemilahan terlebih dahulu beresiko munculnya aroma yang tidak sedap, interval

Dengan ditentukannya tujuan tersebut UTD memastikan kebutuhan darah di Kota Semarang selalu terpenuhi setiap tahun bahkan setiap bulan, cara yang ditempuh oleh UTD untuk

Tesis ini membahas tentang “Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Terkait Jasa Money Changer

Pahami bahwa informasi pribadi yang dibagikan secara online berpotensi akan menjadi permanen, pengguna mungkin tidak akan dapat mengontrol siapa saja yang dapat melihat

Maka dapat disimpulkan bahwa orang tidak hanya berupa aktivitas atau keahlian yang dilakukan untuk melayani pembeli, tetapi termasuk sikap adn prilaku orang tersebut

Salah satu hal yang membuat Amerika Serikat lebih berhati hati dan penuh pertimbangan dalam menentukan kebijakan politik luar negerinya terhadap pengembangan nuklir Korea Utara

Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan ada hubungan yang positif antara dukungan suami dengan sikap ibu hamil dalam mempersiapkan IMD dan ASI Eksklusif

tempat asal pegawai (tentunya dengan memperhatikan beban kerja, waktu serta ketersediaan anggaran pada masing-masing unit kerja/ kantor) yang ditunjukan dengan