• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER

PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Drs. H. Mochamad Mustam MS.

Penulis

: Ardana Maulida Rahma ( 152010017/ 2015)

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

1) KEPEGAWAIAN

A. PENGERTIAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Istilah Administrasi Kepegawaian atau personnel administration di Amerika serikat dipergunakan dalam bidang pemerintahan, sedangkan personnel management dipergunakan dalam bidang bisnis. Di Indonesia ada kecenderungan menggunakan istilah manajemen kepegawaian (personnel management), baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang bisnis.

Administrasi Kepegawaian adalah seni memilih pegawai-pegawai baru dan mempekerjakan pegawai-pegawai lama sedemikian rupa sehingga dari tenaga kerja itu diperoleh mutu dan jumlah hasil serta pelayanan yang maksimum (Felix A. Nigro,1963:36).

Sehubungan dengan perumusan tersebut, maka fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan dari administrasi kepegawaian menurut Felix A. Nigro meliputi :

1) Pengembangan struktur organisasi untuk melaksanakan program kepegawaian termasuk didalamnya tugas dan tanggung jawab dari setiap pegawai yang ditentukan dengan jelas dan tegas.

2) Penggolongan jabatan yang sistematis dan perencanaan gaji yang adil dengan mempertimbangkan adanya saingan yang berat dari sektor swasta.

3) Penarikan tenaga kerja yang baik

4) Seleksi pegawai yang menjamin adanya pengangkatan calon pegawai yang cakap dan penempatannya dalam jabatan-jabatan yang sesuai.

5) Perencanaan latihan jabatan dengan maksud untuk menambah keterampilan pegawai, memotivasi semangat kerja dan mempersiapkan mereka untuk kenaikan pangkat.

6) Penilaian kecakapan pegawai secara berkala dan teratur dengan tujuan meningkatkan hasil kerjanya dan menentukan pegawai-pegawai yang cakap.

7) Perencanaan kenaikan pangkat yang didasarkan atas kecakapan pegawai dengan adanya sistem jabatan, di mana pegawai-pegawai yang baik ditempatkan pada jabatan-jabatan yang sesuai dengan kecakapannya, sehingga mereka dapat mencapai tingkat jabatan yang paling tinggi.

8) Kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki hubungan antar manusia

9) Kegiatan-kegiatan untuk memelihara dan mempertahankan moril serta disiplin pegawai Sementara itu Glenn O Stahl, merumuskan administrasi kepegawaian sebagai keseluruhan yang berhubungan dengan sumber-sumber manusia dari organisasi (1962:15). Fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan dalam administrasi kepegawaian menurut Stahl meliputi :

(3)

c. Pengujian pelamar-pelamar dan pengembangan daftar dari calon-calon yang lulus dalam ujian

d. Pengurusan sistem sertifikasi dan penggunaan dari daftar calon-calon yang lulus ujian, pengurusan masa percobaan dan prosedur-prosedur penempatan kembali dalam jabatan-jabatan lama

e. Pembuatan standar-standar untuk penggolongan tugas-tugas jabatan f. Pengurusan daftar-daftar pembayaran

g. Penentuan kebijaksanaan yang luas dan prosedur yang distandarisasi tentang hal-hal seperti masa percobaan, pemindahan dan kenaikan pangkat, kehadiran dan cuti, tingkah laku dan disiplin, pemberhentian dan keluhan-keluhan

10) Pengembangan petunjuk dan informasi serta mendorong praktik yang terbaik dalam pengawasan, program-program, kesehatan dan keamanan, penilaian prestasi kerja, lingkungan kerja, rekreasi, dan latihan jabatan.

11) Penyelenggaraan riset kepegawaian 12) Penyelenggaraan latihan jabatan

13) Pelaksanaan sistem pemensiunan pegawai

14) Pemeliharaan rencana yang membangun mengenai hubungan masyarakat

15) Pemberian saran-saran mengenai manajemen kepegawaian dan perbaikan kebijaksanaan secara berkala kepada pimpinan atasan

Menurut Prof. Dr. R Arifin Abdulrachman, Administrasi kepegawaian negara adalah salah satu cabang dari administrasi negara yang berkaitan dengan segala persoalan mengenai pegawai-pegawai negara (1960:5). Selanjutnya kegiatan-kegiatan administrasi kepegawaian negara meliputi :

(4)

Kalau kita perhatikan rumusan di atas, nampak bahwa perumusan tersebut ditekankan pada dua hal, yakni:

1. Administrasi kepegawaian didasarkan atas suatu tata cara, dari mana diperoleh sudut pandangan dan teknik-teknik mengawasi orang-orang yang sedang bekerja.

2. Administrasi kepegawaian yang baik membantu individu untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya untuk mendapatkan kepuasan individu yang maksimum dari pekerjaannya, tetapi juga kepuasan sebagai bagian dari suatu kelompok pekerjaan.

Dalam perumusan ini anggapan bahwa jika orang-orang diperlakukan sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab dan juga sebagai anggota kelompok yang bekerja sama, maka mereka akan memberikan kontra prestasi dengan jalan melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya untuk organisasi, di mana mereka merupakan bagian yang penting. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi adalah lebih kuat dan lebih efektif dari pada paham otoriter dan bahwa baik dalam organisasi perusahaan maupun pemerintahan pegawai-pegawai akan lebih berbahagia dan akan bekerja lebih efektif dari pada jika mereka selalu disodori dengan aturan-aturan (ditekankan pada pekerjaan, tidak bebas bekerja).

Menurut Lawrence A. Appley, manajemen dan administrasi kepegawaian adalah satu dan tidak dapat dibedakan satu sama lain. Administrasi kepegawaian mula-mula menjadi bagian dari manajemen ilmiah, terutama dalam hubungannya dengan employment, ujian, penempatan, penentuan upah dan penilaian hasil kerja. Manajemen yang baik berarti memperoleh hasil yang efektif melalui orang-orang. Manajer yang berhasil mendapatkan orang-orang untuk diajak bekerja sama, bukan karena ia mempunyai kekuasaan terhadap mereka dan dapat memerintahkan untuk melaksanakan pekerjaan yang dikehendakinya, akan tetapi karena ia merupakan seorang pemimpin yang dicintai oleh orang-orang bawahannya, sehingga orang-orang ini suka bekerja dengan giat dan sebaik-baiknya. Mendapatkan kerja sama yang ikhlas dari bawahan merupakan persoalan manajemen.

Manajemen memberikan instruksi-instruksi yang jelas dan latihan-latihan yang efektif, sehingga orang-orang tersebut mengetahui dan cakap serta terampil mengerjakan apa yang diharapkan. Manajemen mengawasi hasil-hasil pekerjaan dari orang-orang bawahan secara terus menerus dan memberitahukan bagaimana sebaiknya mereka harus bekerja. Manajemen harus terus menerus berusha mencapai hasil pekerjaan yang lebih baik, dengan jalan mendorong, mengajak, memberi semangat dan motivasi. Dari uraian ini jelaslah bahwa manajemen kepegawaian sesungguhnya sama dengan administrasi kepegawaian (1961:6)

(5)

Fungsi-fungsi administrasi kepegawaian secara terperinci dikemukakan oleh William E Mosher dan J Donald Kingsley. Menurut keduanya fungsi administrasi kepegawaian yang luas dan up-to-date adalah

1) Klasifikasi- yurisdiksi 2) Klasifikasi – kewajiban 3) Penarikan tenaga kerja 4) Seleksi dan sertifikasi 5) Percobaan

6) Penilaian kecakapan pegawai 7) Pemindahan

8) Kenaikan pangkat

9) Penempatan kembali dalam jabatan lama 10) Latihan dan pendidikan

11) Kehadiran , absensi 12) Pengeluaran pegawai 13) Disipilin

14) Pengajuan keberatan 15) Kompensasi, imbalan jasa

16) Pemeriksaan daftar pembayaran/gaji 17) Pensiun

18) Keluhan dan saran

19) Kesehatan, rekreasi dan kesejahteraan 20) Lingkungan kerja

21) Kerjasama pegawai

22) Kerjasama pegawai- atasan 23) Peraturan dan ketentuan

24) Penyelidikan atas pelaksanaan undang-undang 25) Riset

26) Hubungan masyarakat.

B. DOKUMEN TATA NASKAH

(6)

 Berkas Perseorangan adalah arsip yang tercipta dalam rangka perjalanan karier orang perseorangan, pegawai di Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintah

 Arsip Dokumentasi Kepegawaian adalah informasi mengenai perkembangan karier PNS yang disusun berdasarkan Arsip Dokumentasi Kepegawaian dari instansi yang bersangkutan.

 Pengelolaan arsip kepegawaian Dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pentingnya dokumen/berkas tata naskah/arsip Kepegawaian PNS sebagai salah satu sumber informasi manajemen kepegawaian yang dapat membentuk citra positif arsip/tata naskah kepegawaian.

Fungsi ketersediaan dokumen tata naskah kepegawaian antara lain sebagai:

1) Bukti fisik yang disusun secara kronologis sejak seorang PNS menjadi pegawai sampai dengan purna tugas.

2) Instrumen yuridis jika terjadi sengketa pegawai. 3) Bukti akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

Jenis arsip kepegawaian 1. Formasi Pegawai 2. Penerimaan Pegawai. 3. Pengangkatan Pegawai. 4. Pembinaan Karir Pegawai

5. Penyelesaian Pengelolaan Keberatan Pegawai. 6. Mutasi Pegawai.

7. Administrasi Pegawai. 8. Kesejahteraan Pegawai.

9. Proses Pemberhentian Pegawai/Pensiun. 10. Keputusan Pemberhentian Pegawai/Pensiun. 11. Perselisihan/Sengketa Kepegawaian.

12. Pemberian Tanda Jasa/Penghargaan. 13. Data Kepegawaian.

14. Dokumentasi Kepegawaian.

15. Berkas Perorangan Pegawai Negeri Sipil.

C. FORMASI, PANGKAT DAN JABATAN PEGAWAI 1. FORMASI PEGAWAI

(7)

Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi. Formasi ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan.

a) Analisis Kebutuhan Pegawai

Analisis kebutuhan pegawai merupakan dasar bagi penyusunan formasi. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses perhitungan secara logis dan teratur dari segala dasar-dasar/faktor-faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna, berhasil guna dan berkelanjutan Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan:

a) Jenis pekerjaan, b) Sifat pekerjaan,

c) Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang PNS dalam jangka waktu tertentu, d) Prinsip pelaksanaan pekerjaan, dan

e) Peralatan yang tersedia. b) Penetapan Formasi

Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

a. Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat b. Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.

(8)

pada tahun anggaran yang bersangkutan, tidak dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Dalam menetapkan formasi untuk setiap tahun anggaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Jumlah Pegawai Negeri Sipil (bezetting) yang ada, b) Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang naik pangkat,

c) Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, pensiun, atau meninggal dunia, dan d) Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil menurut jabatan dan pendidikan/jurusannya.

2. PANGKAT PEGAWAI

Pangkat adalah kedudukan yang Menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara, serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat pada waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang Pegawai Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut:

Golongan Ia = Pangkat Juru Muda

Golongan Ib = Pangkat Juru Muda Tingkat 1 Golongan Ic = Pangkat Juru

Golongan Id = Pangkat Juru Tingkat 1 Golongan IIa = Pangkat Pengatur Muda

Golongan IIb = Pangkat Pengatur Muda Tingat 1 Golongan IIc = Pangkat Pengatur

Golongan IId = Pangkat Pengatur Tingkat 1 Golongan IIIa = Pangkat Penata Muda

Golongan IIIb = Pangkat Penata Muda Tingkat 1 Golongan IIIc = Pangkat Penata

(9)

Golongan IVb = Pangkat Pembina Tingkat 1 Golongan IVc = Pangkat Pembina Utama Muda Golongan IVd = Pangkat Pembina Utama Madya Golongan IVe = Pangkat Pembina Utama

Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negri Sipil / PNS baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP, golongan dan pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai berikut di bawah ini.

Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a

Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b

Pegawai baru lulusan S3 atau sederajat = III/c Sumber : bkn.go.id

Pada tahun 2013 ada perubahan Jabatan Fungsional guru yang hanya 4 tingkatan, yaitu : 1) Golongan III/a – III/b dengan sebutan Guru Pertama

(10)

3. DAFTAR PENILAIAN PRESTASI PEGAWAI (DP3)

A. PENGERTIAN

DP3 adalah penilaian yang diberikan atasan bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS, dan dilaksanakan dalam kurun waktu sekali setahun oleh pejabat penilai, yang dituangkan dalam daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Tujuan dari membuat DP-3 adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan seorang PNS, dan untuk mengetahui kekurangan serta kelebihan yang dimiliki oleh PNS yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.

DP-3 juga bertujuan untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

B. DASAR HUKUM

 Undang-undang Nomor Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor Nomor 43 Tahun 1999;

 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil;

 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tanggal 11 April 2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000;

 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002;

 Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 21 April 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003;

 Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 03/SE/1976 tanggal 1 Maret 1976 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Pejabat Negara.

(11)

Yang dimaksud kesetiaan adalah kesetiaan, ketaatan dan pengabdian kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat wajib setia, taat dan mengabdikan sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945 negara dan Pemerintah

2. PRESTASI KERJA

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang dibebankan, juga pada umumnya prestasi kerja seorang PNS antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman dan kesanggupan PNS yang bersangkutan.

3. TANGGUNG JAWAB

Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang PNS menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktunya serta berani memikul resiko yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya

4. KETAATAN

Ketaatan adalah kesanggupan seorang PNS, untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang berlaku.

5. KEJUJURAN

Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati seorang PNS untuk melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya

6. KERJASAMA

Kerjasama, adalah kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai dayaguna dan hasil guna yang sebesar-besarnya

7. PRAKARSA

Prakarsa adalah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan

(12)

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain, sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian kepemimpinan hanya dikenakan bagi PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku suatu jabatan.

D. PEJABAT PENILAI

Pejabat penilai adalah atasan langsung dari PNS yang dinilai, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan, Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur dalam lingkungan masing-masing. 2) Pejabat penilai dapat memberikan penilaian apabila ia telah membawahi PNS yang

bersangkutan sekurang-kurangnya 6 bulan, kecuali untuk suatu mutasi kepegawaian maka pejabat penilai dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan leh pejabat yang lama.

3) Pejabat peniaia berkewajiban melakukan penilaian terhadap PNS yang secara langsung berada dibawahnya.

4) Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap tahun, jangka waktu

penilaian mulai bulan Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang bersangkutan.

E. TATA CARA PENILAIAN

Penilai P3 dilakukan dengan mengisi format penilaian yang sudah ada lampirannya yakni lampiran peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1979. Nilai dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut:

(13)

Kurang : 51 ke bawah

Setelah melakukan penilaian kemudian selanjutnya hasil penilaian tersebut dituangkan dalam DP3, DP-3 yang dibuat dan telah ditandatangani oleh pejabat penilai diberikan secara langsung kepada PNS yang dinilai oleh pejabat penilai. Apabila tempat bekerja antara pejabat penilai dengan PNS yang dinilai berjauhan, maka DP-3 dikirimkan kepada PNS yang dinilai. PNS yang dinilai wajib mencantumkan tanggal penerimaan DP-3 yang dikirimkan kepadanya pada ruangan yang disediakan. Apabila PNS yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya, ia menendatangani DP-3 tersebut pada tempat yang disediakan, kemudian mengembalikan DP-3 tersebut kepada pejabat penilai selambat-lambatnya 14

(empat belas) hari terhitung mulai ia menerima DP-3 itu. DP-3 yang telah ditandatangani oleh PNS yang dinilai diteruskan oleh pejabat penilai kepada

atasan pejabat penilai dalam waktu sesingkat mungkin untuk mendapatkan pengesahan.

F. PENYAMPAIAN DP 3

DP-3 yang dibuat dan telah ditandatangani oleh pejabat penilai diberikan secara langsung kepada PNS yang dinilai oleh pejabat penilai. Apabila tempat bekerja antara pejabat penilai dengan PNS yang dinilai berjauhan, maka DP-3 dikirimkan kepada PNS yang dinilai. PNS yang dinilai wajib mencantumkan tanggal penerimaan DP-3 yang dikirimkan kepadanya pada ruangan yangdisediakan. Apabila PNS yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya, ia menendatangani DP-3 tersebut pada tempat yang disediakan, kemudian mengembalikan DP-3 tersebut kepada pejabat penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima DP-3 itu. DP-3 yang telah ditandatangani oleh PNS yang dinilai diteruskan oleh pejabat penilai kepada atasan pejabat penilai dalam waktu sesingkat mungkin untuk mendapatkan pengesahan.

G. PENYIMPANAN DP 3

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi menangani urusan kepegawaian selama kurun waktu 5(lima) tahun, umpamanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada akhir tahun :

1) 1981 disimpan sampai dengan akhir tahun 1986 2) 1982 disimpan sampai dengan akhir tahun 1987

(14)

4) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi PNS ;

5) Yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a keatas dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu ; a) 1 rangkap untuk arsip instansi yang bersangkutan

b) 1 rangkap dikirim kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara 6) Yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d kebawah dibuat 1 rangkap.

7) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat dibuat melebihi jumlah rangkap sebagai tersebut diatas sesuai dengan ketentuan dari menteri, jaksa Agung, pimpinan Kesekretariatan Lembaga tertinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non departemen, dan Gubernur kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

PENUTUP

Demikianlah makalah Kepegawaian ini kami buat dengan maksud agar dapat berguna sebagai referensi pembelajaran seluruh siswa dan siswi SMK Negeri 2 Pacitan pada umumnya dan sebagai referensi jurusan Administrasi Perkantoran pada Khususnya.

(15)

2. AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH DAERAH MEWUJUDKAN GOOG GOVERNANCE

Tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.

Mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus.

(16)

Menurut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (2007), Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.

Terkait dengan itu, pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas KKN. Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik.

Di Indonesia, reformasi pengelolaan keuangan negara ditandai dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan instansi pemerintah pusat dan daerah membuat laporan keuangan dalam setiap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/D kepada DPR/D. Laporan keuangan yang dimaksud adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan.

Pasal 23 UUD 1945 juga menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban keuangan negara segera setelah tahun anggaran berakhir, dan akan menjadi dasar pemeriksaan oleh BPK.

Pasal tersebut menunjukkan bahwa ada kewajiban pemerintah untuk menyusun pertanggungjawaban keuangan negara. Pernyataan tersebut juga berlaku bagi pemerintah daerah (pemda).

Pemda juga mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keuangan daerah dengan membuat laporan keuangan daerah.

Pemerintah daerah wajib membuat laporan kinerja pemerintah daerah (LKPD), laporan ini adalah laporan kinerja yang dirancang untuk publik dan dipublikasikan di media atau tempat-tempat umum. Laporan ini diperlukan agar rakyat mengetahui apa yang sudah dilakukan pemerintah daerahnya.

Penyajian laporan keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik. Tidak adanya laporan keuangan memperlihatkan lemahnya akuntabilitas.

Tuntutan akuntabilitas di sektor publik terkait dengan perlu dilakukannya transparansi dan pemberi informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.

Pada sektor publik, instansi pemda kabupaten/kota merupakan unsur pelaksana pemerintah Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.

(17)

membuat akuntabilitas kinerja sebagai suatu perwujudan pertanggungjawaban atas penerimaan dan penggunaan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (APBD).

Sasaran akuntabilitas keuangan instansi Pemda sebagai sub sistem dari sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (instruksi Presiden Republik Indonesia No.7 Tahun 1999) adalah:

1) menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efesien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.

2) terwujudnya transparansi instansi pemerintah. Ketiga, terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan keempat, terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

Dengan tercapainya sasaran tersebut terwujudlah good governance, tetapi kondisi ini sangat kontradiktif dengan kenyataan yang ada.

Hal ini dibuktikan dengan berbagai hasil penelitian yang menggambarkan bahwa akuntabilitas instansi pemerintah belum berjalan sepenuhnya.

Kebutuhan akan akuntabilitas (Shoulders dan Freeman, 2003) terjadi antara (1) State and Local Government (SLG) and their constituencies, (2) SLG and other Government, (3) the SLG, own legislative and executive bodies.

Dalam hal ini masyarakat/konstituen dianalogikan sebagai principal yang memberi mandat kepada agent yaitu pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya. Kepala daerah yang terpilih melalui mekanisme politik diberi kekuasaan untuk mengambil kebijakan-kebijakan pemerintah daerah atas nama masyarakat.

Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang, yang diawali dari akuntabilitas setiap instansi Pemda termasuk di dalamnya instansi pemerintah dinas kabupaten/kota kepada Pemda. Selanjutnya Pemda membuat akuntabilitas untuk DPRD dan Pemerintah Pusat.

Pada Pemda Kabupaten/Kota di Propinsi, setiap Dinas Kabupaten/kota sebagai unsur pelaksana Pemda dan sekaligus sebagai penerima dan pengguna anggaran membuat akuntabilitas keuangan dan kinerja sebagai perwujudan pertanggungjawaban pengguna anggaran.

Masalahnya apakah akuntabilitas yang dibuat oleh instansi Pemda dalam hal ini dinas kabupaten/kota telah berjalan sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu akuntabilitas keuangan yang kredibel.

(18)

pertanggungjawaban pengelolaan dan pengendalian sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pada instansi pemerintah yang bersangkutan.

Untuk menghasilkan akuntabilitas instansi yang kredibel perlu didukung oleh aparatur pemerintah yang kompeten, unsur pengawasan dan pelaksanaan audit yang profesional. Hal ini diperlukan agar akuntabilitas instansi berisi informasi yang tidak mengandung kesalahan yang material dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Reformasi yang berlangsung telah memberikan warna dan pengaruh pada administrasi publik, yaitu untuk menempatkan kembali fungsi aparatur pemerintahan selaku pelayan publik.

Untuk mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan harus dibarengi dengan peningkatan kinerja pengelolaan pelayanan publik.

Masalah yang dihadapi pemerintah saat ini adalah keterbatasan aparatur Pemda yang berkualitas, ini menjadi suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia (Enceng, dkk ; 2008)

Budiono (2010) meminta agar seluruh instansi pemerintah meningkatkan kualitas laporan pertanggungjawaban keuangan Pemerintah dan menugaskan Wakil Presiden RI untuk mengkoordinasikan upaya perbaikan tersebut. Untuk itu Wakil Presiden RI mengingatkan bahwa penerapan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) wajib dilaksanakan oleh seluruh instansi pemerintah baik pusat dan daerah.

Salah satu programnya adalah pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya Budiono (2010) juga meminta kepada APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) agar meningkatkan kerja samanya dengan seluruh jajaran instansi pemerintah (baik Pusat maupun Daerah) untuk menerapkan SPIP secara optimal sesuai dengan time frame yang ditetapkan serta merancang suatu action plan pembinaan SPIP salah satunya dengan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme APIP.

Mardiasmo (2010) mengatakan bahwa SPIP memiliki dua dasar utama berupa penguatan kualitas akuntabilitas keuangan negara dan tulang punggung reformasi birokrasi. Sehingga salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan keuangan negara adalah reformasi birokrasi.

Jadi, semua birokrat, baik di kementerian, lembaga, pemerintah pusat, dan Pemda atau singkatnya semua aparatur negara harus direformasi mindset dan kulturnya supaya kembali ke jati dirinya.

(19)

Pada tubuh pemda terdapat aparat pengawasan fungsional pemerintah kabupaten/kota yang membantu pimpinan daerah dalam melakukan pengawasan, apakah kegiatan yang dilakukan oleh aparatnya sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan program yang telah ditentukan. Pristwanto dalam Konversi KASP di Semarang, 21 April 2001 menjelaskan bahwa: “Guna mewujudkan program good governance, profesionalisme auditor merupakan tonggak utama dalam berkinerja. Bukti merupakan hal yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap remeh dalam sebuah temuan pada setiap pemeriksaan. Tuntutan auditor bukan lagi sebanyak-banyak temuan dan sebanyak-banyak kerugian yang harus dikembalikan ke kas negara, tetapi profesionalisme sangat diutamakan.”

Internal auditor dituntut secara profesional dalam berbagai hal yang berkaitan dengan upaya memperbaiki standar kualitas, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta tindak lanjut dan evaluasi hasil pemeriksaan.

Oleh sebab itu sikap profesionalisme internal auditor sudah menjadi tuntutan jaman, sebab hanya yang bersikap dan berpandangan profesional yang akan memberikan kontribusi yang besar baik bagi organisasi maupun individu.

APIP berperan dalam mengawal penyelenggaraan SPIP dan pencapaian target-target pembangunan nasional. APIP, yang meliputi Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat pada Kementerian Lembaga dan Inspektorat di daerah diharapkan dapat berperan sebagai quality assurance atas kegiatan pelaksanaan pembangunan, sehingga pimpinan Instansi Pemerintah akan memperoleh keyakinan yang memadai terhadap tercapainya tujuan pembangunan (Budiono, 2010).

Kemampuan dalam menemukan penyimpangan dan mengungkapkannya secara terbuka, perlu didukung dengan kemampuan mempertanggungjawabkan keakuratan dan kecermatan hasil pemeriksaan yang diungkapkan itu. Dalam hal ini, dukungan profesionalisme dan integritas auditor menjadi taruhan.

Salah satu wujud keberhasilan auditor profesional yang nantinya dapat segera dirasakan oleh publik/masyarakat, adalah terselenggaranya pemeriksaan sesuai dengan Standar Audit Pemerintahan, yang dalam pelaksanaannya menerapkan kode etik pemeriksaan, dan tersajinya hasil pemeriksaan yang profesional.

Hasil penelitian yang diperoleh penulis tahun 2012 pada Instansi Pemerintah Daerah di beberapa Provinsi, dengan responden kepala dinas/badan dan auditor inspektorat, menunjukkan bahwa untuk pelaksanaan audit keuangan yang dilakukan oleh APIP, terlihat bahwa rata-rata pelaksanaan audit keuangan harus ditingkatkan.

(20)

Data di lapangan menunjukkan bahwa perlu peningkatan pelaksanaan audit keuangan pada seluruh SKPD yang berada di Propinsi, terutama untuk SKPD yang berada di kabupaten/kota.

Pelaksanaan audit sektor publik berupa evaluasi yang dilakukan oleh pengawas intern terutama untuk evaluasi input dengan outcome belum berjalan semestinya. Intensitas pelaksanaan evaluasi input dengan outcome seharusnya lebih diperbanyak, misalnya pada SKPD Dinas Pendidikan terdapat program pembangunan sekolah PAUD.

Pemeriksa seharusnya mengevaluasi tidak hanya sampai output berupa terbangunnya gedung sekolah tersebut, tetapi sampai kepada manfaat dari program pembangunan sekolah Paud tersebut. Sehingga dapat diketahui apakah program yang pemerintah jalankan benar-benar dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. Outcome adalah hasil jangka panjang. Bedanya dengan output adalah output masih dampak jangka pendek, sedangkan outcome merupakan dampak jangka panjang terhadap program yang dilaksanakan pemerintah.

Evaluasi pengendalian intern dari hasil riset diatas seperti penerapan system pengendalian intern, penyusunan dan penerapan aturan perilaku dan standar etika bagi pegawai, standar kompetensi setiap tugas dan fungsi, pengungkapan kertas kerja, pengungkapan temuan serta tindak lanjut rekomendasi perlu ditingkatkan lagi.

Dalam PP No.60 tahun 2008 telah dinyatakan bahwa audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Pada dimensi audit operasional variabel pelaksanaan audit internal sektor publik yang diteliti, menunjukkan bahwa pelaksanaan audit operasional masih harus ditingkatkan hampir di semua SKPD (Satuan Kerja perangkat Daerah) di Provinsi. Hasil yang diperoleh pada pelaksanaan audit operasional bukan semata-mata kebenaran formal, tapi adalah manfaatnya untuk meningkatkan kinerja pemerintah, dan akuntabilitas publik.

Audit operasional merupakan bentuk perluasan audit keuangan. Dilihat dari proses dan tehnik pengauditan, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara audit keuangan dengan audit operasional.

(21)

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta bagaimana cara untuk meningkatkan efektivitas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang disampaikan oleh BPK (2012), bahwa dari hasil LHP ditemukan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan audit internal sektor publik yang dilakukan oleh pengawas intern di SKPD yang diteliti bertujuan meningkatkan sistem pengendalian dan formulasi sinerji fungsi pengawasan di antara berbagai institusi audit internal dalam kerangka mewujudkan good governance serta mendukung efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal sesuai dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004.

Meskipun aparat pengawas intern pemerintah (APIP) telah melaksanakan review atas laporan keuangan SKPD sebelum disampaikan kepada BPK untuk di audit, sampai saat ini pelaksanaan reviu tersebut ternyata masih belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah, hal ini perlu dicari solusinya.

1) Berdasarkan hasil penelitian (2012) dan beberapa masukan dari responden terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, ditingkatkan dan menjadi solusi, antara lain: pemberdayaan peran dan fungsi audit internal dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sehingga BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan APIP untuk pemeriksaan.

2) diperlukan sinerji pengawasan di antara sesama APIP, misalnya antara inspektorat propinsi dan inspektorat kabupaten serta dengan BPKP.

3) untuk lebih meningkatkan good governance, APIP perlu menyampaikan secara berkala masukan-masukan kepada Kepala Daerah minimal 3 bulan sekali

Data riset juga menunjukkan bahwa bagian terpenting untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja pemda terletak pada kompetensi aparatur pemda. Kredibilitas aparatur pemda dapat diciptakan melalui akuntabilitas kinerjanya.

Apabila tidak terpenuhinya prinsip pertanggungjawaban maka dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya.

(22)

Untuk peningkatan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah daerah (AKIP), perlu adanya pelatihan dan pemahaman lebih mendalam bagi aparatur pemda dalam membuat indikator kinerja utama (IKU) yang menjadi dasar untuk evaluasi. Agar laporan hasil evaluasi AKIP menjadi lebih baik.

Perbaikan dan perubahan mendasar untuk meningkatkan akuntabilitas perlu dilakukan di hampir seluruh SKPD di Provinsi, terutama pada SKPD yang berada di Kabupaten/Kota.

Hal ini diketahui dari hasil evaluasi AKIP bahwa tidak ada satupun SKPD di Riau mendapatkan nilai sangat baik dan memuaskan, dan hanya empat SKPD yang mendapatkan nilai baik dan perlu sedikit perbaikan.

Diharapkan di masa yang akan datang (sebagai catatan di akhir tahun), perbaikan-perbaikan ini akan terealisasi dan laporan kinerja publik dapat dipublikasikan di media atau tempat-tempat umum.

Laporan ini diperlukan agar rakyat mengetahui apa yang sudah dilakukan pemerintah daerahnya. Sehingga unsur transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari unsur tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance) dapat terwujud.

3. REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH A. LATAR BELAKANG

(23)

Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi saat ini.

B. DEFINISI REFORMASI BIROKRASI

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).

(24)

sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.

Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, masyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.

Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini, sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.

C. TUJUAN REFORMASI BIROKRASI

1) Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.

2) Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.

3) Pemerintah yang bersih (clean government). 4) Bebas KKN.

(25)

D. POKOK-POKOK REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH

Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.

Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.

Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya: perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan proporsional, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan.

2) Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.

SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju manajemen modern.

3) Tata Laksana atau Manajemen.

(26)

hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien), otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan efektif. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya. 4) Akuntabilitas Kinerja Aparatur

Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).

5) Pengawasan.

Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat,ditandai oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.

6) Pelayanan Publik.

(27)

akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa; perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen pembangunan ke arah penyelenggaraan good governance: menjadi entrepreneurial competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan accountable government (pemerintahan tanggap/responsive), serta global-cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global.

7) Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.

Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif iniadalah untuk membangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat).

8) Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi.

Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini Perlu ditingkatkan koordinasi program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara.

9) Best Practices.

Best practices yaitu Mengamati contoh keberhasilan beberapa Pemerintah Daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar, Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan Tabanan), dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan Pekanbaru).

E. TAHAP-TAHAP REFORMASI BIROKRASI YANG IDEAL DAN STRATEGI REFORMASI BIROKRASI

a) Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal

(28)

menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:

1) Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.

2) Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.

3) Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.

4) Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.

5) Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.

6) Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.

7) Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.

b) Strategi Reformasi Birokrasi

1) Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).

2) Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.

3) Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.

(29)

Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan beberapa karakteristik antara lain:

a. Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan.

b. Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi, pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.

c. Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.

d. Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.

e. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani sendiri oleh pemerintah.

f. Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.

Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.

(30)

dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju UU Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas semakin meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, good governance dan sebagainya.

Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja, dimana aktivitas pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni service, development, empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good governance, setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :

1) Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public. 2) Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang dan wacana” public,serta

3) Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong partisipasi dan mewujudkan desentralisasi (ibid).

Meskipun banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam prakteknya perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan:

a. Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen& Cushman,2000).

b. Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang menyimpulkan bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan oleh kuatnya pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).

c. Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun 2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk dan korup (Kompas,22 juni 2001)

Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989) mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti :

1. Tidak efisien, antara lain ditandai dengan adanya:

 Tumpang tindih kegiatan antar instansi

(31)

 Budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, dan

 Banyaknya posisi-posisi terpenting dalam lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang berkompeten.

Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau melaksanakan reformasi birokrasi.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.

Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.

(32)

dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan.

G. Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.

Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti:

1) Maraknya tindak KKN

2) Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal

3) Pelayanan publik yang diskriminatif 4) Penyalahgunaan wewenang

5) Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

H. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Guna Mengatasi Patologi Birokrasi

Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain:

a) Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

(33)

c) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

d) Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

e) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).

Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).

I. KESIMPULAN

Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.

(34)

sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi birokrasi di Indonesia.

Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :

1) Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah. 2) Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.

3) Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah. Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

J. Saran

1. Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

2. Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang merata di berbagai aspek.

3. Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan pelayanan.

4. Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.

(35)

4. MANAJEMEN PUBLIK A. Definisi Manajemen

Mary Parker Follet, dalam bukunya, “Creative Experience,” tahun 1924 menyebutkan bahwa manajemen sebagai, “suatu proses pencapaian hasil melalui orang lain.” (getting things done through other people).

Shafritz dan Russel (1997: 20), manajemen berkenaan dengan orang yang bertanggung jawab menjalankan suatu organisasi, dan proses menjalankan organisasi itu sendiri , yaitu pemanfaatan sumberdaya (seperti orang dan mesin) untuk mencapai tujuan organisasi.

Donovan dan Jackson (1991: 11- 12), manajemen suatu aktivitas yang dilaksanakan pada tingkatan organisasi tertentu, sebagai serangkaian ketrampilan (skills), dan sebagai serangkaian tugas.

B. HAKEKAT MANAJEMEN PUBLIK

 Overman (Ott, Hyde, dan Shafritz, 1991 : xi), manajemen publik bukanlah scientific management meskipun sangat dipengaruhi olehnya.

 Manajemen publik bukan public policy.

 Manajemen publik bukan administrasi publik yang baru atau kerangka baru.

 Manajemen publik merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi rational instrumental di satu pihak dan orientasi politik kebijakan di pihak lain.

(36)

 Dalam studi Administrasi Publik (Negara), manajemen publik merepresentasikan system jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia.

 Manajemen publik merupakan proses menggerakkan sumber daya manusia dan non-manusia sesuai “perintah” kebijakan publik.

C. PENDEKATAN MANJEMEN PUBLIK

 Pendekatan Normatif: 1) Planning 2) Organizing 3) Staffing 4) Directing 5) Coordinating 6) Reporting 7) Budgeting

 Pendekatan Deskriptif, ada empat kegiatan manajer: 1) Personal:

a. Mengatur waktunya sendiri b. Berbicara dengan broker c. Menghadiri pertandingan

d. Kegiatan lain yg dapat memuaskan diri dan keluarganya. 2) Interaktif:

a. Interpersonal:

o Figurhead: seremonial

o Leader: memotivasi, membimbing dan mengembangkan bawahan.

o Liasion : kontak dengan orang lain di luar komandonya. b. Informational:

o Monitor: mencari informasi melalui media

o Disseminator: menyebarluaskan informasi komunikasi kepada bawahan.

o Spokeperson: penyebarluasan informasi. kepada orang di luar kelompok.

c. Decision making:

(37)

o Disturbance handler: melakukan koreksi terhadap berbagai masalah dan tekanan-tekanan atau konflik.

o Resource allocator: memutuskan sumber daya. apa yg harus dialokasikan utk unit tertentu, dan berapa banyak yang harus dialokasikan.

o Negotiator : melakukan perundingan dengan para pekerja, customer, supplier, dan sebagainya, misalnya tentang upah atau gaji, kontrak kerja.

3) Administrative 4) Teknis

D. TEORI MANAJEMEN

R. Miles (1975) meletakkan fungsi-fungsi manajemen normatif ke dalam 3 teori manajemen yang disebut:

1) Model Tradisional:

Pada model ini manajer berasumsi bahwa:

o Pekerjaan itu tidak menyenangkan bagi manusia;

o Upah lebih penting daripada kerja itu sendiri;

o Hanya sedikit orang yang memiliki pengendalian dan pengarahan diri, maka jalan keluar yang dilakukan manajer adalah: melakukan supervisi yang ketat, merumuskan berbagai cara dan prosedur kerja sesederhana mungkin, dan Memaksakan apa yang apa yang diinstruksikannya.

2) Model Human Relations:

Pada model ini, seorang manajer berasumsi bahwa:

o Bawahannya ingin merasa berguna dan penting;

o Dikenal sebagai seorang individu yang berarti; dan

o Bahwa keinginan tersebut mungkin lebih penting daripada uang, maka jalan keluar yang dilakukan seorang manajer adalah: Memuji individu atau bawahannya agar mereka merasa penting/berguna, selalu mendengarkan keluhan dan saran bawahannya, membiarkan bawahannya melakukan pengendalian dan pengarahan diri dalam hal-hal rutin. Dengan demikian, diharapkan bawahan menjadi termotivasi dan bersedia bekerjasama secara sukarela.

3) Model Human Resources:

Pada model ini, seorang manajer berasumsi bahwa:

(38)

o Memiliki kreativitas dan inisitatif serta tanggung jawab yang tinggi untuk mengarahkan pengendalian dirinya. Dengan demikian, yang dilakukan manajer adalah:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian di kandang ternak sapi kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, diperoleh 4 spesies nyamuk Anopheles spp., yaitu A.. UCAPAN

Desain service file terdistribusi yang baik adalah menyediakan akses distribusi file dengan performansi dan realibilitas yang sama atau lebih baik dari penyimpanan

Proses pengindeksan yang dilakukan dalam pengujian sistem memakan waktu yang relatif lama yaitu 135 menit 32 detik untuk jumlah dokumen sebanyak 40 dengan rata- rata jumlah

Penelitian ini adalah bertujuan untuk untuk mengetahui, menganalisis, dan membuktikan pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari variabel bukti fisik

Pada tabel 3,diketahui bahwa dari 9 pasien diabetes mellitus yang memiliki dukungan keluarga baik, didapatkan hasil 8 orang (89%) tidak depresi atau normal, dan

Metodologi yang digunakan dalam identifikasi penyebab, dampak dan penanganan penurunan muka tanah di DKI Jakarta adalah melakukan studi literatur dan menggunakan data sekunder

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang algoritma penjadwalan produksi pada mesin blow moulding agar dapat mereduksi jumlah job tardy pada proses

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah tata letak fasilitas produksi dirancang dengan melakukan perbaikan keseimbangan lintasan produksi sehingga dapat meminimasi