• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAP-TAHAP REFORMASI BIROKRASI YANG IDEAL DAN STRATEGI REFORMASI BIROKRASI

Dalam dokumen PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH (Halaman 27-35)

a) Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal

Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis,

menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:

1) Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.

2) Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.

3) Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.

4) Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.

5) Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.

6) Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.

7) Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.

b) Strategi Reformasi Birokrasi

1) Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).

2) Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.

3) Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.

4) Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.

Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan beberapa karakteristik antara lain:

a. Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan.

b. Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi, pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.

c. Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.

d. Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.

e. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani sendiri oleh pemerintah.

f. Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.

g. Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas pemerintahan.

h. Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

F. Reformasi Birokrasi Di Indonesia

Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.

Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi birokrasi telah banyak diwacanakan dan diagendakan,bahkan mungkin telah betul-betul secara serius

dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju UU Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas semakin meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, good governance dan sebagainya.

Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja, dimana aktivitas pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni service, development, empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good governance, setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :

1) Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public. 2) Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang dan wacana” public,serta

3) Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong partisipasi dan mewujudkan desentralisasi (ibid).

Meskipun banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam prakteknya perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan:

a. Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen& Cushman,2000).

b. Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang menyimpulkan bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan oleh kuatnya pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).

c. Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun 2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk dan korup (Kompas,22 juni 2001)

Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989) mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti :

1. Tidak efisien, antara lain ditandai dengan adanya:

 Tumpang tindih kegiatan antar instansi

 Budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, dan

 Banyaknya posisi-posisi terpenting dalam lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang berkompeten.

Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau melaksanakan reformasi birokrasi.

2. Jumlah pegawai yang berlebihan. 3. Tidak modern atau ketinggalan jaman 4. Seringkali menyalahgunakan wewenang.

5. Tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan tidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.

Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.

Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah, serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi pemerintah dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional. Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan sangat penting

dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan.

G. Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.

Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti:

1) Maraknya tindak KKN

2) Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal

3) Pelayanan publik yang diskriminatif 4) Penyalahgunaan wewenang

5) Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

H. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Guna Mengatasi Patologi Birokrasi

Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain:

a) Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

b) Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).

c) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

d) Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

e) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).

Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).

I. KESIMPULAN

Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan

sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi birokrasi di Indonesia.

Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :

1) Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah. 2) Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.

3) Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah. Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

J. Saran

1. Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

2. Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang merata di berbagai aspek.

3. Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan pelayanan.

4. Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.

5. Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah ada, Agar reformasi birokrasi guna mencegah buruknya birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.

4. MANAJEMEN PUBLIK A. Definisi Manajemen

Mary Parker Follet, dalam bukunya, “Creative Experience,” tahun 1924 menyebutkan bahwa manajemen sebagai, “suatu proses pencapaian hasil melalui orang lain.” (getting things done through other people).

Shafritz dan Russel (1997: 20), manajemen berkenaan dengan orang yang bertanggung jawab menjalankan suatu organisasi, dan proses menjalankan organisasi itu sendiri , yaitu pemanfaatan sumberdaya (seperti orang dan mesin) untuk mencapai tujuan organisasi.

Donovan dan Jackson (1991: 11- 12), manajemen suatu aktivitas yang dilaksanakan pada tingkatan organisasi tertentu, sebagai serangkaian ketrampilan (skills), dan sebagai serangkaian tugas.

Dalam dokumen PEMERINTAH DAERAH DAN OTONOMI DAERAH (Halaman 27-35)

Dokumen terkait