Tugas
PERBANDINGAN SISTIM HUKUM DAN PERADILAN
OLEH
KELOMPOK: 5
HIDAYATULLAH : 0122.02.36.2012
ABDUL JAWAD: 0143.02.36.2012
MUHAMMAD SUYUTI: 003.38.02.36.2012
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
SISTEM HUKUM SINGAPURA
singapura merupakan jajahan Inggris. Dengan itu dapat diketahui bahwa
Singapura mempunyai system hukum, yaitu Common Law System atau Anglo
Saxon.
Dalam system hukum common law, maka Doktrin Preseden Yudisial (Judicial
Precedent) menjadi inti dalam hukum Singapura. Namun meskipun demikian detil
penerapan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan
negara. Bahkan saat ini terdapat pengakuan yang lebih besar pada yurisprudensi
lokal di dalam perkembangan common law di Singapura. Jadi lebih
menitikberatkan situasi dan kondisi yang ada dalam negara Singapura, seperti
hukum islam.
Pengadilan Syariah (Syariah Court) telah menerapkan/menjalankan hukum Islam
untuk menangani masalah-masalah hukum tertentu mengenai perkawinan,
perceraian, pembatalan perkawinan dan perpisahan yudisial di bawah
Undang-undang Administrasi Hukum Islam (the Admintration of Muslim Law Act –
AMLA, Cap 3, 1999 Rev Ed) yang berlaku untuk penduduk muslim atau para
pihak yang menikah berdasarkan hukum Islam.
Untuk bidang waris/inheritance dan suksesi/succession, AMLA secara tegas
SISTEM PERADILAN SINGAPURA
Pengadilan-pengadilan common law seperti di Singapura pada umumnya
mengambil pendekatan yang berlawanan (adversarial approach) di dalam proses
litigasi antara para pihak yang bersengketa sedangkan hakim dari sistem civil law
bertendensi untuk mengambil peran yang lebih aktif di dalam penemuan bukti
dalam memutuskan perkara yang dihadapinya. Ketiga, di dalam sistem common
law, banyak prinsip-prinsip hukum yang telah dikembangkan oleh para hakim
sedangkan hakim dalam sistem civil law lebih mengandalkan diri pada kitab
undang-undang yang umum dan lengkap yang mengatur berbagai bidang hukum.
Konstitusi (Constitution, 1999 Rev Ed) adalah undang-undang tertinggi di
Singapura. Hakim di Singapura adalah arbiter baik dari segi hukum maupun fakta.
Sistem juri/jury system telah secara keras dibatasi di Singapura dan akhirnya
dihapuskan sepenuhnya pada tahun 1970. Wewenang yudisial diberikan kepada
Mahkamah Agung/Supreme Court (yang terdiri dari Pengadilan Banding
Singapura/Singapore Court of Appeal dan Pengadilan Tinggi/High Court) dan
kepada Pengadilan-pengadilan Yang Lebih Rendah/Subordinate Courts.
1. Pengadilan Banding Singapura (Singapore Court of Appeal)
Pengadilan tertinggi di Singapura adalah Pengadilan Banding
permanen/permanent Court of Appeal, yang menangani kasus-kasus
banding baik perdata maupun pidana, yang berasal dari Pengadilan
Tinggi/High Court dan Pengadilan-pengadilan Yang Lebih
Rendah/Subordinate Courts. Sebagai tonggak sejarah hukum yang penting
Council di Inggris dihapuskan. Pada tanggal 11 Juli 1994, suatu Pernyataan
tentang Preseden Yudisial (Practice Statement on Judicial Precedent) yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Singapura memberikan penjelasan
bahwa Pengadilan Banding Singapura/Singapore Court of Appeal tidak
terikat pada keputusannya sendiri maupun pada
keputusan-keputusan terdahulu Privy Council. Namun, Pengadilan Banding
Singapura/Singapore Court of Appeal akan tetap menganggap
keputusan-keputusan tersebut mengikat secara normal, meskipun pengadilan tersebut
dapat menyimpang dari preseden terdahulu jika dianggap benar untuk
melakukannya.
2. Pengadilan Tinggi Singapura (Singapore High Court)
Para Hakim Pengadilan Tinggi/High Court Judges menikmati jaminan masa
tugas untuk jangka waktu tertentu, sementara para Komisaris
Yudisial/Judicial Commissioners diangkat berdasarkan kontrak jangka
pendek. Namun demikian, keduanya mempunyai wewenang yudisial dan
imunitas yang sama. Wewenang yudisial mereka meliputi yurisdiksi tingkat
awal (original) maupun tingkat banding (appellate) baik untuk perkara
perdata maupun pidana. Pengangkatan para Hakim Pengadilan Tinggi
baru-baru ini, yang khusus untuk menangani perkara arbitrase di Pengadilan
Tinggi, telah menambah 2 jenis pengadilan khusus yang telah ada, yaitu:
Pengadilan Maritim/Admiralty Court dan Pengadilan Hak Milik
Intelektual/Intellectual Property Court.
3. Pengadilan-pengadilan Yang Lebih Rendah/Subordinate Courts
Pengadilan-pengadilan Yang Lebih Rendah/Subordinate Courts (yang terdiri
Courts, Pengadilan Anak-anak/Juvenile Courts, Coroners Courts serta
Tribunal Gugatan Kecil/Small Claims Tribunals) juga telah dibentuk dalam
hirarki yudisial Singapura untuk melaksanakan keadilan dalam masyarakat.
Dengan adanya peningkatan kecanggihan dalam dunia transaksi bisnis dan
hukum, baru-baru ini telah dibentuk Pengadilan Negeri Urusan Niaga
Perdata dan Pidana/Commercial Civil and Criminal District Courts dalam
Subordinate Courts, untuk menangani kasus-kasus yang lebih kompleks.
SISTEM HUKUM YANG DI ANUT OLEH BANGSA INDONESIA
Indonesia sebagai salah satu bekas daerah jajahan dari Belanda, tentu memiliki
kesamaan, khususnya dalam bidang Hukum. Belanda sebagai salah satu penganut
Civil Law system menerapkan hukum yang berlaku di negeri Belanda ke
Indonesia melalui konkordansi. Civil Law System , Ciri khas sistem hukum ini
adalah adanya penghimpunan dari berbagai ketentuan hukum (kodifikasi) secara
sistematis yang pada prakteknya ketentuan-ketentuan ini akan ditafsirkan lebih
lanjut.
• Dalam civil law peraturan hukum yang telah dikodifikasikan berlaku sebagai
undang-undang dan merupakan pedoman penegakan hukum dalam Negara. • Kodifikasi merupakan sumber hukum materill yang kemudian dijadikan dasar
dalam menyelesaikan permasalahan melalui hukum formi
• Pengambil keputusan dalam civil law adalah hakim atau mejelis hakim yang
memeriksa perkara tersebut. Selsain itu hakim bersifat aktif dalam persidangn dan
memutus perkara berdasarkan undang-undang yang berlaku disertai keyakinan
hakim itu sendiri dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
• Selain keyakinan hakim doktrin juga merupakan factor penting yang menjadi
• Pada civil law Yurisprudensi tidak terlalu dipertimbangkan tetapi dapat
dipergunakan sebagai bahan acuan atau referensi
• Civil Law menggunakan logika berpikir metode deduktif
Melihat ciri-ciri yang terdapat dalam system hukum ini, tentunya kita
beranggapan bahwa kita merupakan salah satu Negara penganut Civil Law
System. lalu apakah demikian adanya? ternyata jawabannya tidak. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan.
1. Dalam Pasal 33 UUD 1945, dimana makna yang dikandung dalam pasal
tersebut dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Indonesia ternyata menganut
konsep yang digunakan oleh Sosialis law system. dimana Negara menguasai
produksi dan distribusi.
2. Diakuinya keberadaan dari hukum tidak tertulis yaitu hukum adat, menganut
konsep yang digunakan dalam common law system, dimana menurut system
tersebut hukum itu tidak selamanya harus tertulis dan dikodefikasikan dalam suatu
kitab perundang-undangan.
3. Memberlakukan keanekaragaman (pluralistis) hukum perdata.
4. Membentuk hukum nasional yang mampu mengikuti perkembangan
masyarakat dan tetap mewadahi keanekaragaman hukm adat. Oleh karena terdapat
banyak lingkungan hukum adat di Indonesia.
Melihat alasan yang ada diatas tentunya kita bertanya, lalu Indonesia menganut
sistem Hukum apa? Menurut Penulis sistem hukum kita adalah sistem hukum
Indonesia itu sendiri, yang menganut berbagai konsep-konsep yang ada di dalam
Indonesia. Tetapi oleh karena tidak adanya nama baku terhadap sistem hukum
tersebut, Mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang belajar di
fakultas hukum beranggapan bahwa sistem hukum Indonesia adalah civil Law
system. karena hampir semua ciri-ciri yang ada terdapat dalam sistem hukum
tersebut, juga di anut oleh bangsa Indonesia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
Bangsa Belanda yang menerapkan asas konkordansi ketika melakukan
pendudukan di Indonesia hampir 350 tahun lamanya. Menurut Penulis, untuk saat
ini Kenyataan menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada
umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit
(visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham
positivis. Hal ini tentunya tidak terlepas dari berbagai masalah kekecewaan pada
penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya
diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta
proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.
Kalau kita menentukan sistem Hukum Indonesia, dengan memakai karakteristik
oleh Zweigert dan Kortz, dapat kita lihat dari aspek hukum perkawinan, hukum
yang berlaku, contoh di aceh yang menggunakan Hukum Syariah Islam, serta