• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANAEKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH

(Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung)

JURNAL

Oleh

Calvin Ramadhan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) BEA DAN CUKAI DENGAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGGULANGAN

TINDAK PIDANA EKSPOR ILEGAL PASIR TIMAH (Studi di Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tipe

Madya Pabean B Bandar Lampung)

Oleh :

Calvin Ramadhan, Maroni, Eko Raharjo Email : calvinrmdn03@yahoo.co.id

Penyelundupan adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan cara memasukkan (impor) atau mengeluarkan (ekspor) barang dengan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melanggar hukum dan merugikan Negara. Kejahatan penyelundupan merupakan masalah yang memiliki potensi untuk terjadi di Indonesia karena Indonesia merupakan Negara kepulauan. Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, KUHAP masih memberikan kewenangan kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu untuk melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Penyidik Polri sebagai koordinasi dan pengawasan PPNS mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan bantuan penyidikan yang didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsional. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan yaiu analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa wewenang PPNS diatur dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Dijelaskan bahwa PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Faktor-Faktor yang menjadi penghambat dalam koordinasi antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri adalah faktor hukumnya, faktor penegak hukum dan faktor sarana dan prasarana. Kemudian faktor yang lebih dominan dari penjelasan diatas yaitu faktor hukum, karena pengaturan yang tidak jelas atau tidak spesifik yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan yang menyebabkan kerjasama yang tidak jelas atau menjadi perebutan dalam satu objek. hal ini karena pengaturan yang diatur oleh pihak Bea dan Cukai menyebutkan dirinyalah yang paling berwenang serta pengaturan Kepolisian yang menyebutkan dirinya juga memiliki wewenang dalam proses penyidikan dan ini lah yang menjadi faktor yang paling dominan. Saran dalam penelitian ini adalah agar lebih dioptimalkan dan dirutinkannya pertemuan dan kerjasama antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri untuk bertukar informasi dalam hal melakukan penyidikan.

(3)

ABSTRACT

THE COORDINATION BETWEEN CIVIL SERVICE OFFICIALS (PPNS) OF CUSTOMS AND EXCISE WITH POLICE INVESTIGATORS IN

ERADICATING ILLEGAL EXPORT OF TIN SAND

(A Study at Office of Directorate General of Customs and Excise Type of Customs B Bandar Lampung)

By

Calvin Ramadhan, Maroni, Eko Raharjo Email : calvinrmdn03@yahoo.co.id

Smuggling is an offense committed by a person or a group of persons by means of importing or exporting goods by not complying with the prevailing laws and regulations of the State. Smuggling crime is a potential problem in Indonesia because Indonesia is an archipelagic country. The Indonesian Police (Polri) is given an authorization by KUHAP (The Book of Criminal Conduct) to conduct inquiries and investigations of all crimes. However, KUHAP still authorizes certain Civil Service Officials (PPNS) to conduct the investigations in accordance with the special powers granted by the law on which they are based. Police investigators as the coordinator and supervisior of PPNS have the obligations and responsibilities of providing investigative assistance based on functional relationships. The research was conducted using normative and empirical approaches. The data collection was done through literature study and field study. While the data were analyzed using qualitative analysis and the conclusion was completed by means of inductive method. Based on the results and discussion, it can be concluded that the authority of PPNS is regulated in Article 7 paragraph (2) KUHAP. It is explained that the PPNS has an authority in accordance with the Law on which they are based; and the execution of its duties is under the coordination and supervision of Police investigators. Among the inhibiting factors in the coordination between the PPNS of Customs and Excise with Police Investigators included the legal factor, law enforcement factor, facilities and infrastructure factor. The more dominant factor of the above explanations was the legal factor, it was due to the unclear or non-specific arrangement that causes an overlapping of authority causing unclear cooperation or seizing to one another for one object. The Customs and Excise side claimed they were the most authoritative institution, while the Police investigators also has the authority in the process of investigation; so this was the major factor. The research suggested that it is important to optimize regular meeting and cooperation between PPNS of Customs and Excise with Police Investigators to exchange information in terms of conducting an investigation.

(4)

I. PENDAHULUAN

Penyelundupan menurut kamus besar bahasa Indonesia online adalah pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang.1 Dalam Law Dictionary, penyelundupan diartikan sebagai “the offence of importing or exporting prohibited goods, or importing or exporting or exporting goods not prohibited without paying the dutiesimposed on them by the laws of the customs and excise” 2 (Pelanggaran atas impor atau ekspor barang – barang yang dilarang, atau pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang tidak dilarang, tanpa membayar bea yang dikenakan atasnya oleh undang-undang pajak atau bea cukai).

Kejahatan penyelundupan

merupakan masalah yang memiliki potensi untuk terjadi di Indonesia karena letak geografis Negara Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah permukaan bumi meliputi 17.504 pulau besar dan pulau kecil, 6000 pulau tidak berpenghuni yang terbentang sepanjang 3.977 mil, terletak diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan jika semua daratannya dijadikan satu maka luas Negara Indonesia seluas 1,9 juta mil.3

Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara

1

http://kbbi.web.id/penyelundupan

2

Soufnir Chibro, S.H, Pengaruh Tindak

Pidana Penyelundupan Terhadap

Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 6.

3

http://www.metrotvnews.com/metronews/- read/2013/10/18/1/188980/JmlahPulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buah

tetangga, sehingga diperlukan pengawasan pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus pengangkutan antar pulau, khusunya barang-barang tertentu.

Kejahatan penyelundupan harus diberantas, jika tidak diusahakan pemberantasannya sedini mungkin, maka akan semakin meraja lela dan negara akan mengalami kerugian besar. Bentuk penyelundupan pada umumnya adalah dalam bentuk fisik yang kebanyakan dilakukan lewat laut dan tidak menutup kemungkinan lewat darat atau udara.

(5)

Terkait dengan kasus penyelundup-an, hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai bukan berarti tindak kejahatan penyelundupan semakin menurun, perlu adanya tindakan tegas dari aparat yang berwenang.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan peran utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana secara umum tanpa batasan lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, KUHAP masih memberikan kewenangan kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu untuk melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 6 KUHAP bahwa Penyidik adalah5: a. Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia.

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

5

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi Kedua), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 80

Penyidik Polri sebagai koordinasi dan pengawasan PPNS mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan bantuan penyidikan yang didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsional. Selanjutnya mengenai tugas dan wewenang PPNS meliputi sebagai berikut : 1. Melaksanakan penyidikan

terhadap pelanggaran undang-undang atau tindak pidana di bidang masing-masing.

2. PPNS mempunyai wewenang penyidikan sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.

3. Dalam melaksankan tugas sebagaimana tersebut diatas,

PPNS tidak berwenang

melaksanakan penangkapan atau penahanan.

(6)

ditentukan dengan cermat berdasarkan segala data dan fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana.

Bertolak dari uraian di atas, penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut terutama untuk mengetahui koordinasi PPNS Bea dan Cukai dengan penyidik Polri terhadap tidak pidana penyelundupan yang terjadi di lingkungan kepabeanan Bandar lampung dan membahasnya dengan mengambil judul Skripsi mengenai “Koordinasi Antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Ekspor Ilegal Pasir Timah”.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah: a. Bagaimanakah koordinasi antara

PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam Penanggulangan Tindak Pidana Ekspor Ilegal Pasir Timah? b. Apakah faktor–faktor

penghambat koordinasi antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam Penanggulangan Tindak Pidana Ekspor Ilegal Pasir Timah?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif.

II. PEMBAHASAN

A. Koordinasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea Dan Cukai Dengan Penyidik Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Ekspr Ilegal Pasir Timah

Koordinasi adalah suatu mekanisme hubungan dan kerja sama antara suatu organisasi dengan lainnya dalam rangka penyelenggaraan kegiatan atau aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.6 Koordinasi dan kerja sama dalam penyelenggaraan pemerintah dan penegakan hukum di daerah merupakan usaha mengadakan kerja sama yang erat dan efektif antara dinas-dinas sipil di daerah dengan aparat hukum. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana ekspor illegal adanya peran antara PPNS Bea dan Cukai dengan penyidik Polri yang saling berkoordinasi sebagai aparat penegak hukum. Menurut Sanusi bahwa dalam hal ini pihak Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas PPNS memberikan bantuan kepada PPNS Bea dan Cukai yang menjadi aparat penegak hukum di dalam daerah kepabeanan sesuai Undang-Undang yang mengaturnya.7

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana ekspor illegal adanya peran antara PPNS Bea dan Cukai dengan penyidik Polri yang saling berkoordinasi sebagai aparat

6

Inu kencana. Sistem Pemerintahan Indonesia. Bandung. Sekolah Tinggi Pemerintahan dalam Negeri. 2001. Hlm 22

7

(7)

penegak hukum. PPNS sebagai aparat penyidik tindak pidana dalam lingkup bidang tugasnya melaksanakan penyidikan di bawah koordinai oleh penydik Polri merupakan bagian dari system peradilan pidana karena dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bekerjasama dan berinteraksi dengan subsistem-subsistem penegak hukum lain dalam kerangka system peradilan pidana.8

Pembinaan atau bantuan yang diberikan Polri kepada PPNS itu yang diminta atau tidak diminta, Polri wajib untuk melakukan itu karena menurut KUHAP sendiri penyidik itu adalah Polri. Keberadaan PPNS itu kerap kaitannya dengan perkembangan organ dan fungsi kepolisian dalam masyarakat. Jadi semula sebelum terbentuk Negara fungsi kepolisian diemban oleh setiap warga Negara. Saat ini fungsi kepolisian hanya merupakan salah satu dari fungsi Pemerintahan Negara. Keberadaan PPNS ini sebetulnya merupakan salah satu fenomena dari perkembangan fungsi kepolisian secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan PPNS ini juga harus dilihat dalam keseluruhan fungsi kepolisian secara seutuhnya. PPNS sebagai bentuk partisipasi

masyarakat yang bisa

memberdayakan masyarakat dalam membangun kemitraan dengan Polri. Kepolisian didalam KUHAP disebutkan sebagai koordinasi dan pengawas tapi bukan kepada instansinya, namun kepada kegiatan penyidikannya.

8

Nikmah Rosidah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (sebuah upaya penegakan peraturan daerah), Semarang, 2102, Pustaka Magister, hlm. 48

Pada Pasal 107 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan bahwa setiap penyidik polri wajib memberikan bantuan penyidikan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dengan demikian hubungan kerja antara Penyidik Polri dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Undang- undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana meliputi pelaksanaan koordinasi, pengawasan, pemberian petunjuk dan pemberian bantuan penyidikan dari Penyidik Polri kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang didasarkan dengan sendi-sendi hubungan fungsional dengan mengindahkan hierarki masing-masing.

Demi kepastian hukum dan kelancaran pelaksanaan hubungan kerja fungsional antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana penyelundupan perlu diwujudkan adanya keseragaman, keselarasan dan keserasian.

Bantuan yang wajib diberikan oleh Penyidik Polri kepada PPNS Bea dan Cukai menurut penyidik Polri baik diminta atau tidak berdasarkan tanggung jawabnya dalam rangka pelaksanaan penyidikan meliputi: a. Bantuan taktis, yaitu bantuan

penyidikan yang diberikan oleh Penyidik Polri kepada PPNS Bea dan Cukai berupa personil atau tenaga bantuan berikut peralatannya untuk kepentingan penyidikan

(8)

penindakan yang berwewenang tidak dimiliki oleh pihak PPNS Bea dan Cukai.

Keberadaan PPNS Bea dan Cukai dalam melakukan penyidikan tindak pidana dibidang kepabeanan dan kewenangan Penyidik Polri adalah untuk melaksanakan koordinasi dan pengawasan yang menyangkut aspek tugas dan peranannya di lingkungan kepabeanan. Koordinasi yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu bentuk hubungan kerja antara Penyidik Polri dengan PPNS Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam lingkup kepabeanan atas dasar sendi-sendi hubungan fungsional. Implementasi dengan memperhatikan hierarki dari masing-masing instansi. Wujud koordinasi dapat berupa9 :

a. Mengatur dan menuangkan lebih lanjut dalam keputusan dan instruksi bersama.

b. Mengadakan rapat-rapat berkala atau waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu.

c. Menunjuk seseorang atau lebih pejabat dari masing-masing departemen atau instansi yang secara fungsional dianggap mampu sebagai penghubung (laision officer)

d. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan dengan penekanan dibidang penyidikan

Namun pada kenyataannya teori-teori yang telah tertulis di atas berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan, pelaksanaan koordinasi dalam tindak pidana yang terjadi di daerah kepabeanan dalam kasus ekspor illegal pasir timah, menurut

9

Ibid, Inu Kencana. Hlm 35

wawancara dengan salah satu seorang penyidik kepolisian10 bahwa koordinasi yang dilakukan oleh PPNS Bea dan Cukai tidak terselenggara secara khusus dikarenakan PPNS Bea dan Cukai telah memiliki Undang-Undang sendiri yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Pasal 112 ayat 1 dan 3 yang berbunyi:

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan.

(2) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Dimana PPNS Bea dan Cukai memiliki wewenang untuk melakukan sendiri proses penyidikan yang terjadi di wilayah kepabeanan dari tahap awal dimulainya penyidikan hingga penyerahan berkas ke Penuntut Umum.

Hasil wawancara dengan salah seorang seksi penindakan dan penyidikan kantor pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai Lampung11 terkait bentuk koordinasi dengan

10

Hasil wawancara dengan Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Lampung

11

(9)

Penyidik Polri dalam penanggulangan tindak pidana ekspor illegal pasir timah ini dia

menjelaskan kewenangan

pendindakan, dan penegakan hukumnya yang sepenuhnya berada di bawah wewenang PPNS Bea dan Cukai itu sendiri bahwa tindak pidana kepabeanan merupakan tindak pidana yang mempunyai karakter tersendiri yang mempunyai akibat sama bahayanya dengan tindak pidana korupsi, karena mempunyai dampak yang sangat besar baik dapat merugikan

keuangan Negara maupun

perekonomian Negara yaitu dapat mematikan industri dalam negeri. Oleh karena itu tindak pidana penyelundupan memerlukan penanganan yang khusus untuk menindak para pelakunya.

Berdasarkan data yang diperoleh tugas-tugas dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan meliputi usaha preventif, yaitu usaha untuk mencegah terjadinya tindak pidana penyelundupan dalam hal ini penyelundupan pasir timah dengan meniadakan sebab terjadinya. Hal ini semata-mata bukan hanya menjadi tugas dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan, tapi sudah menjadi tugas seluruh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta aparat negara, agar tindak pidana penyelundupan ini tidak semakin merugikan negara.

Tindakan-tindakan Preventif yang dilakukan oleh pihak PPNS Bea dan Cukai dalam menanggulangi tindak pidana ekspor illegal menurut seksi penindakan dan penyidikan kantor pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai antara lain adalah:

a. melakukan pengawasan terhadap barang baik yang dari atau yang

masuk ke daerah pabean Indonesia melalui darat, laut, maupu udara.

b. melakukan pemeriksaan terhadap barang impor yang dibawa melalui container, jasa titipan,

maupun barang bawaan

penumpang dengan

menggunakan x-ray, hico scan, dan/atau pemeriksaan fisik secara manual yang dilakukan petugas bea dan cukai.

c. melakukan patrol laut secara rutin dalam rangka pencegahan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai termasuk untuk mencari

dan menemukan dugaan

pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai.

d. melakukan patroli darat secara rutin dalam rangka pencegahan pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai termasuk untuk mencari

dan menemukan dugaan

pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai.

e. melakukan kegiatan sosialisasi peraturan terkait mekanisme ekspor impor serta peraturan

terkait larangan dan

pembatasannya ke masyarakat. f. melakukan pertukaran informasi

dengan instansi lain.12

Usaha preventif ini termaktub didalam fungsi Direktorat Penindakan dan Penyidikan bagian a, c, dan e dimana fungsi pelaksanaan kebijakan teknis, pembinaan, pengendalian, bimbingan, maupun koordinasi dilakukan dalam rangka pencegahan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan.

Sedangkan usaha represif yaitu menanggulangi, mengambil tindakan

12

(10)

lebih lanjut agar tindak pidana penyelundupan secara berangsur-angsur dapat berkurang, dimana pada saat ini dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan maka tugas ini beralih menjadi tugas aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan tindak Pidana penyelundupan.

Usaha represif tersebut juga termaktub dalam pernyataan fungsi Direktorat Penindakan dan Penyidikan pada bagian d, e, dan f

yaitu usaha pembinaan,

pengendalian, bimbingan, koordinasi dilakukan dalam rangka penindakan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai.

Dalam usaha represif pada prakteknya dilaksanakan oleh Direktorat Penindakan dan Penyidikan. Usaha refresif ini merupakan prosedur Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang ada di Indonesia sesuai dengan yang tertulis dalam Undang-Undang13. Pada bidang ini terdapat seksi intelijen, seksi pencegahan serta seksi penyidikan. PPNS Bea dan Cukai itu sendiri berada dibawah seksi penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya PPNS Bea dan Cukai seringkali menggantungkan pada adanya laporan yang didapat dari seksi intelijen dan seksi pencegahan, untuk kemudian ditindak lanjuti ketahap penyidikan dalam rangka penemuan alat bukti dan

13

Wawancara dengan Prof. Dr. Sanusi Husin, SH, MH., tanggal 26 Januari 2017 di Fakultas Hukum, Universitas Lampung

tersangkanya. Terutama untuk Subbidang intelijen disamping tugas nya yang tergolong dalam usaha represif, subbidang intelijen juga bisa langsung mengeksekusi ditempat apabila hal tersebut diperlukan.

Mekanisme Penyidikan Dalam Tindak Pidana Penyelundupan. Penyelidikan dilakukan dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan14. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan

penyidikan. Negara terlihat masih merasa perlu untuk menjamin hak- hak asasi dalam suatu proses penyidikan, dengan adanya azas-azas yang harus diperhatikan dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak azasi manusia yang memberikan perlindungan kepada tersangka pelaku tindak pidana Kepabeanan dan Cukai, yakni15:

a. Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence) Azas ini mengharapkan bahwa, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

14

Ibid, hal. 101

15

(11)

b. Persamaan Di Muka Hukum (equality before the law)

Azas ini menjamin perlakuan yang sama atas diri setiap individu dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan atau mengabaikan segala bentuk perbedaan.

c. Hak Pemberian Bantuan/ Penasihat Hukum ( legal aid assisstance)

Azas ini mengutamakan pada pemberian kesempatan kepada tersangka tindak pidana untuk memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melakukan pelaksanaan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan. Dalam pelaksanaannya, sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan padanya dan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi penasihat hukum. d. Peradilan yang harus dilakukan

dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat proses peradilan. Hal tersebut utamanya untuk mempermudah proses peradilan suatu tindak pidana dan menjamin adanya kepastian hukum.

e. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-Undang. Hal ini dilakukan untuk memastikan

keseragaman segala bentuk proses peradilan yang berlangsung, termasuk proses penyidikan di dalamnya.

f. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya suatu hukum yang diterapkannya, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan azas hukum tersebut dilanggar dapat dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari kesalahan dalam proses peradilan tindak pidana. g. Penyidik mempunyai wewenang

melaksanakan tugas masing-masing pada umumnya di Indonesia, khususnya di wilayah kerja masing-masing diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

B. Faktor-Faktor Penghambat Koordinasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea Dan Cukai Dengan Penyidik Polri Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Ekspr Ilegal Pasir Timah

(12)

Hukum itu tidak lebih hanya ide-ide atau konsep-konsep yang mencerminkan keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Namun tidak pula berarti bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku telah lengkap dan sempurna melainkan merupakan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan.16

Penegakan hukum bukan hanya pelaksanaan perundang-undangnan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi nya yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Hukum

Dalam praktek penegakan penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi dalam keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian merupakan suatu yang tersusun secara prosedural yang telah ditentukan secara normatif. Materi hukum peraturan perundang-undangan yang ada masih kurang

mendukung pelaksanaan

penanggulangan penyelundupan.

Dengan adanya kendala tersebut, baik Penyidik Polri maupun PPNS Bea dan Cukai tidak perlu berseberangan, tetapi tetap bekerja proaktif sesuai bidang dan keunggulan masing-masing untuk melakukan penegakan hukum terhadap penyelundupan.

16

Soerjono, Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum. Jakarta. Rajawali Pers.1983. hlm 8.

2. Faktor Penegak Hukum

Lemahnya koordinasi dan kerja sama antar petugas dan antar instansi terkait di lapangan memberikan peluang bagi penyelundup. Dengan adanya kendala tersebut, baik Polri maupun PPNS Bea dan Cukai harus solid, berkomitmen, dan berkinerja tinggi serta menjalin koordinasi yang baik dalam lingkup Criminal Justice System untuk melakukan penegakan hukum terhadap penyelundupan secara konsisten sebagai musuh bersama.

3. Faktor Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana penyidikan saat ini, masih dirasakan kurang memadai seperti alat detektor, alat penginderaan jarak jauh, alat komunikasi dan sarana transportasi kapal karena indonesia merupakan negara kepulauan.17 Upaya untuk mengatasinya adalah memelihara sarana dan prasarana yang ada agar tetap layak pakai dan tahan lama serta pengadaaan sarana prasarana sesuai dengan anggaran yang tersedia.

4. Faktor Masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, karna penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat. Dalam hal koordinasi Polri dengan PPNS faktor masyarakat tidak menjadi penghambat karena masyarakat selalu mendukung upaya

17

(13)

penanggulangan tindak pidana ekspor illegal.

5. Faktor Kebudayaan.

Faktor budaya tidak memiliki kendala karna budaya masyarakat Indonesia yang saling tolong menolong, memiliki budaya tenggang rasa yang baik dan rasa gotong royong yang tinggi sehingga membuat tidak adanya kendala atau penghambat dari faktor budaya.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dinyatakan bahwa apabila masyarakat saling tolong menolong dan memiliki rasa tenggang rasa yang tinggi maka akan terbentuk suatu mekanisme control sosial yang kuat dari masyarakat dalam rangka mengantisipasi terjadinya potensi tindak pidana narkotika lainnya. Budaya masyarakatlah yang akan mendukung kinerja aparat penegak hukum yaitu kebudayaan yang lahor dari nilai-nilai bangsa Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi keamanan dan ketertiban dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut penulis faktor yang lebih dominan dari penjelasan diatas yaitu faktor hukum, karena pengaturan yang tidak jelas atau tidak spesifik yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan yang menyebabkan kerjasama yang tidak jelas atau menjadi perebutan dalam satu objek. hal ini karena pengaturan yang diatur oleh pihak Bea dan Cukai menyebutkan dirinyalah yang paling berwenang serta pengaturan Kepolisian yang menyebutkan dirinya juga memiliki wewenang dalam proses penyidikan dan ini lah yang menjadi faktor yang paling dominan. ego yang tinggi yang

dimiliki kedua pihak ini lah yang menjadi faktor yang paling dominan.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wewenang PPNS diatur dalam

Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Dijelaskan bahwa PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Secara struktural PPNS itu berada di bawah „koordinasi dan pengawasan‟ yang dalam praktek dikenal dengan istilah korwas. Koordinasi antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri yang terjadi di lapangan hanya terselenggara secara umum dikarenakan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa tindak pidana yang terjadi di lingkungan kepabeanan adalah wewenang PPNS Bea dan Cukai untuk melakukan penyidikan.

(14)

diberikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

2. Faktor-Faktor yang menjadi penghambat dalam koordinasi antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri antara lain: a. Faktor Hukum, Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan, sangat membatasi kewenangan polri dalam penyidikan kasus penyelundupan. Pasal 112 Ayat 1 menjelaskan bahwa penyidikan tindak pidana penyelundupan dilakukan oleh PPNS Bea dan Cukai secara khusus (“lex specialis”). Penyidik polri hanya sebagai koordinator dan pengawas. b. Faktor Penegak Hukum,

Lemahnya koordinasi dan kerja sama antar petugas dan antar instansi terkait di lapangan memberikan peluang untuk para penyelundup melakukan tindak kejahatan.

c. Faktor Sarana dan Prasarana, Sarana dan prasarana penyidikan saat ini, masih dirasakan kurang memadai seperti alat detektor, alat penginderaan jarak jauh, alat komunikasi dan sarana transportasi kapal. Padahal sarana transportasi kapal sangat dibutuhkan karena Indonesia merupakan negara kepulauan.

d. Faktor Masyarakat, Dalam hal koordinasi Polri dengan PPNS faktor masyarakat tidak menjadi penghambat karena masyarakat selalu mendukung upaya penanggulangan tindak pidana ekspor illegal.

e. Faktor Kebudayaan, dalam hal ini faktor kebudayaan tidak menjadi hambatan dalam

koordinasi antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam penanggulangan tindak pidana ekspor illegal pasir timah.

B. Saran

Melalui skripsi ini penulis menyampaikan beberapa saran yang terkait dengan penelitian penulis antara lain :

1. Agar dioptimalkan dan dirutinkannya pertemuan dan kerjasama antara PPNS Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri untuk bertukar informasi dalam hal melakukan penyidikan. Kedepan perlu dilakukan kerja sama lintas instansi maupun lintas negara dalam bentuk pertukaran informasi, bantuan teknis (alat - teknologi, tenaga ahli), pelatihan dan kegiatan (operasi) bersama. 2. Baik pihak PPNS Bea dan Cukai

dan Polri harus solid, berkomitmen, dan berkinerja tinggi serta menjalin koordinasi yang baik dalam lingkup Criminal Justice System untuk melakukan penegakan hukum terhadap penyelundupan secara konsisten sebagai musuh bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Chibro, Soufnir. 1992. Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap Pembangunan, Sinar Grafika. Jakarta.

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua), Jakarta: Sinar Grafika

(15)

Rosidah, Nikmah, 2012. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Upaya Penegakan Peraturan Daerah. Semarang. Pustaka Magister

Semedi, Bambang. 2009. Modul Proses Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan Dan Cukai, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Bea Dan Cukai, Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Jakarta. Rajawali Pers.

Sumber lain

http://kbbi.web.id/penyelundupan

http://panjangport.co.id/singleberita. php?id_artikel=23 Pada Pukul. 20.15

http://www.metrotvnews.com/metro

news/-read/2013/10/18/1/188980/Jml

ahPulau-di-Indonesia-Berkurang-4.042-Buah

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: (1) Dari 25 jenis penyakit hewan menular strategis yang teridentifikasi, terdapat beberapa jenis diantaranya yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia

Pembebasan virion terjadi menyerupai kuntum-kuntum, memenag telah diketahui bahwa selubung partikel virus terdiri dari membran hospes yang mememng dapat dimodifikasi oleh

Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian

Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin,

Walaupun Pesta Adat Belian Paser Nondoi ini juga dirancang untuk menarik wisatawan tetapi pelaksanaannya tetap tidak meninggalkan ciri-ciri ritualnya seperti

Apabila pemenang lelang urutan pertama yang telah ditetapkan sebagai Penyedia mengundurkan diri dan atau tidak bersedia, maka yang akan ditetapkan sebagai Penyedia dapat

Untuk mengetahui metode HATAM (Hafal Tanpa Menghafalkan) dalam mengatasi Interferensi Retroaktif menghafal Al- Qur’an siswa di Muhammadiyah Boarding School SMA

Komputer generasi kedua menggantikan bahasa mesin dengan bahasa assembly. Bahasa assembly adalah bahasa yang menggunakan singkatansingkatan untuk menggantikan kode biner. Pada