• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM I"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN TINGKAT KUALITAS PERMUKIMAN (Studi Kasus : Kelurahan Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta)

Satrio Wisnu Swardhana, Laila Rosalina, Nurma Puspitasari, Muhammad Andhika, Widya Nur Fauziah

Jurusan Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia

ABSTRAK

Kualitas permukiman merupakan parameter penting dalam suatu perkotaan. Penginderaan jauh adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkaji permukiman pada wilayah yang luas. Citra penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk kajian wilayah perkotaan adalah citra Quickbird dengan resolusi spasial yang tinggi yaitu berkisar 2,6 m setiap bandnya. Desa Maguwoharjo merupakan salah satu desa yang memiliki pertumbuhan penduduk yang semakin padat, hal ini dicirikan dengan semakin padatnya rumah penduduk. Kepadatan permukiman ini akan banyak menimbulkan permasalahan kota. Kualitas permukiman ditentukan berdasarkan beberapa parameter yaitu kepadatan rumah, tata letak, lebar jalan, kondisi jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokasi permukiman, kerawanan bencana, air bersih dan sanitasi. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah salah satu alat untuk melakukan analisis spasial berbasis pemodelan. SIG membantu dalam pemodelan penilaian kualitas permukiman dengan metode kuantitatif berjenjang tertimbang. Penilaian dan pemetaan kualitas permukiman ini diharapkan mampu untuk menunjukkan persebaran kualitas permukiman di Desa Maguwoharjo DIY.

Kata Kunci : kualitas permukiman, penginderaan jauh, citra quickbird, metode kuantitatif berjenjang, SIG, permasalahan kota.

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi semakin pesat, begitu juga teknologi pengindraan jauh yang mengkaji permukaan bumi.

(2)

bidang kepentingan, seperti kelautan, kehutanan, pertanian, dan lain lain (Danoedoro,2011). Berbagai penelitian telah dilakukan di bidang-bidang tersebut dengan memanfaatkan data pengindraan jauh seperti citra, foto udara, dan data lainnya. Data-data tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan serta spesifikasi masing-masing bergantung pada bidang kajian serta metode yang digunakan. Seperti contohnya bidang geomorfologi membutuhkan citra dengan resolusi sedang karena mencakup wilayah yang cukup luas. Begitu juga daerah kajian perkotaan yang memiliki karakteristik yang heterogen sehingga dibutuhkan citra dengan resolusi tinggi. Citra dengan resolusi tinggi yang dapat digunakan seperti Quickbird, Ikonos, dan Geoeye-1 . Pengolahan selanjutnya data pengindraan jauh adalah dengan menggunakan sebuah sistem yaitu Sistem informasi Geografis atau SIG yaitu merupakan sistem yang mampu menunjukan persebaran atau distribusi dari sebuah fenomena. Pemukiman merupakan suatu bagian dari sebuah perkotaan. Kota sendiri ditunjukan dengan corak kehidupan yang heterogen yang membentuk sistem jaringan manusia dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan materalistis dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Sebuah perkotaan memiliki masalah karena jumlah penduduk nya yang semakin bertambah

serta perkembangan penduduk yang pesat. Fenomena pertumbuhan penduduk tinggi yang disebabkan oleh urbanisasi yang tidak terkendali membuat masalah kependudukan ini melebar hingga aspek lainnya. Setiap kegiatan sosial ekonomi yang heterogen dengan jumlah penduduk yang banyak memerlukan ruang atau space. Jumlah ruang yang tidak sesuai dengan kebutuhan ruang yang ada membuat suatu permasalahan baru, yaitu permasalahan mengenai pemukiman kumuh. Ada atau tidaknya permukiman kumuh di perkotaan dapat diukur dengan menggunakan satuan kualitas permukiman.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengindraan Jauh

(3)

akustik, dan distribusi elektromagnetik (Liliesand, ett al 2004) . Data pengindraan jauh dapat berupa citra dan non citra. Citra dapat dibedakan menjadi dua yaitu citra foto dan citra non foto. Citra merupakan data pengindraan jauh yang diperolek dengan perekaman menggunakan sensor film yang lebih dikenal dengan nama foto udara. Sedangkan citra non foto diperoleh dengan penyiaman atau scanning seperti citra Quickbid, Ikonos, Aster, SPOT dan lain lain. Data non citra dapat berupa grafik, diagram dan numerik. Keunggulan data pengindraan jauh adalah dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya dibandingkan dengan menggunakan data dari survey terstrial. Kemampuan citra pengindraan jauh bergantung pada resolusi yang dimiliki pada masing masing citra. Semakin tinggi resolusi citra pengindraan jauh maka data yang disajikan dapat semakin rinci.

Citra Quickbird

Quickbird merupakan satelit pengindraan jauh yang diluncurkan pada 18 Oktober 2001 di Amerika Serikat dan mulai memproduksi data pengindraan jauh pada bulan Mei 2002. Sensor yang digunakan pada satelit ini nadalah dengan model pushbroom scanner. Quickbird memiliki kemampuan dapat menyimpan data dalam ukuran besar dengan resolusi tertinggi. Satelit Quickbird menghasilkan

data multispektral pada saluran spektral biru, hijau, merah, dan inframerah dekat serta pankromatik. Quickbird dapat digunakan pada berbagai aplikasi terutama dalam hal perolehan data yang memuat infrastruktur, sumber daya alam bahkan untuk keperluan pengelolaan tanah seperti manajemen dan pajak.

Interpretasi citra

(4)

bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs, bayangan, dan asosiasi.

SIG

Sistem Informasi Geografi merupakan suatu sistem berdasarkan komputer yang memiliki kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data, manipulasi, dan analisis data serta keluaran data. Sistem Informasi Geografi memiliki empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi yaitu meliputi pemasukan data, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan atau pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data serta keluaran data. Pemasukan data dapat dilakukan dengan cara digitasi yaitu dengan proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur struktur vektor. Pengolahan atau manajeman data dilakukan dengan operasi penyimpanan, pengaktifan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari pemasukan data. Manipulasi dan analisis data yang telah dimasukan dapat dimanipulasi dan dianalisis dengan menggunakan software SIG. Keluaran data dari SIG merupakan prosedure yang digunakan untuk menampilkan informasi dari SIG dalam bentuk yang disesuaikan dengan tujuan pemanfaatan SIG. Keunggulan SIG selain dapat menyimpan dalam format digital,

jumlah data yang besar, dan diambil kembali secara cepat dan efisien juga dapat memanipulasi data dan analisis data spasial dengan mengaktifkan informasi attribut untuk menyatukan tipe data yang berbeda dalam suatu analisis tunggal yang biasa disebut dengan analisis overlay. Kota dan Permasalahannya

Kota merupakan suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan, pendidikan, serta pemusatan penduduk dengan cara hidup yang heterogen. Masalah kualitas permukiman yang terjadi disebabkan oleh berbagai hal sejalan dengan sifat kota yang dinamis sehingga perubahan yang terjadi pada daerah kota yang semakin beragam. Faktor yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan meyebabkan menurunnya kualitas permukiman adalah pertumbuhan penduduk yang bertambah setiap tahun dan membutuhkan sejumlah kebutuhan, dampak industrialisasi yang meliputi industri perkayuan, perumahan, dan kertas yang memerlukan kebutuhan kayu dalam jumlah besar, Lemahnya penegakan hukum serta kesadaran masyarakat yang rendah akan pelestarian lingkungan.

Kualitas permukiman

(5)

yang menunjukan suatu kualitas masyarakat. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan penghidupan (UU No 4 tahun 1992). Permukiman dapat juga di artikan sebagai kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi-fungsi perumahan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman dengan kualitas yang baik seharusnya memiliki kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan suatu pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya, seperti jaringan jalan untuk mobilitas penduduk. Kelengkapan sarana serta kondisi lingkungan permukiman mempengaruhi mempengaruhi besar kualitas permukiman. Kualitasi permukiman menampilkan derajat kemampuan suatu permukiman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Oto S. dalam Barlin Harahap 2006)

Rumusan Masalah

Kemajuan tekologi citra dengan resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk analisis suatu wilayah dengan hasil lebih detail. Wilayah perkotaan yang bersifat kebijakan. Semakin banyaknya masalah perkotaan maka pertimbangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan kebijakan semakin penting.Penggunaan data pengindraan jauh dilakukan dengan menggunakan interpretasi citra yang kemudian diolah menggunakan software SIG dengan menggunakan metode berjenjang tertimbang. Untuk mengetahui tingkat ketelitian dari proses interpretasi dilakukan uji interpretasi yang dilakukan variabel untuk parameter penilaian kualitas permukiman ?

2. Bagaimana proses pemetaan untuk penilaian kualitas permukiman ?

(6)

Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengaplikasikan teknik pengindraan jauh menggunakan Citra Quickbird untuk menyadap data variabel dalam menentukan kualitas permukiman 2. Menerapkan Sistem Informasi

Geografis untuk memetakan kualitas permukiman berdasarkan variabel yang digunakan dengan menggunakan metode analisis Berjenjang Tertimbang 3. Mengetahui persebaran kelas kualitas

permukiman yang ada di Kelurahan Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman

Manfaat

Penelitian kualitas permukiman diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Tersedianya data kualitas permukiman di Kelurahan Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman

2. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pengindraan jauh dan sistem informasi geografo khususnya studi permukiman perkotaan.

3. Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan penataan ruang kota serta pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan.

METODE DAN BAHAN PENELITIAN Bahan penelitian

1. Citra Quickbird sebagian daerah Yogyakarta

2. Software ArcGIS

3. Variabel penentuan perhitungan kualitas permukiman

4. Alat tulis

Metode

1. Wilayah Kajian

(7)

Dharma Yogyakarta, dan Stadion Internasional Maguwoharjo.

Pada mulanya Desa Maguwoharjo merupakan wilayah yang terdiri dari 5 (lima) Kelurahan dan 2 (dua) kampung, masing-masing adalah: Kelurahan Kembang, Kelurahan Nayan, Kelurahan Tajem, Kelurahan Paingan, Kelurahan Padasan, Kampung Pengawatrejo, Kampung Blimbingsari. Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka 5 (lima) Kelurahan dan 2 (dua) kampung tersebut kemudian digabung menjadi 1 Desa yang otonom dengan nama Desa Maguwoharjo. Secara resmi Desa Maguwoharjo ditetapkan berdasarkan Maklumat Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan. 2. Tahap Persiapan

Tahap ini dilakukan dengan pengumpulan data , analisis, dan rencana penyusunan laporan. Tahap ini dilakukan dengan melakukan studi pustaka untuk mencari arahan penelitian dan juga mencari wawasan mengenai kualitas permukiman.

3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data dilakukan sebelum dilakukan pengolahan data. Data yang

dikumpulkan meliputi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan adalah pengharkatan setiap variabel sedangkan data primer yang dikumpulkan meluputi citra Quickbird yang akan digunakan untuk proses interpretasi citra. Variabel yang dikumpulkan sebagai data sekunder adalah

a. Kepadatan rumah b. Tata letak

c. Lebar jalan d. Kondisi jalan e. Kondisi halaman f. Pohon pelindung

g. Lokasi permukiman h. Air bersih

i. Sanitasi

4. Perolehan Data a. Data sekunder

(8)

b. Data Primer

a) Citra Quickbird

Data yang diperoleh dari citra Quickbird dengan proses interpretasi adalah data kepadatan rumah, tata letak, lebar jalan, kualitas permukiman yang digunakan untuk uji interpretasi citra quickbird dan juga data mengenai air bersih dan sanitasi.

5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan parameter citra

Variabel yang digunakan sebagai parameter penentu kualitas permukiman yang digunakan adalah tata letak/pola permukiman, kondisi jalan, lebar jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokasi permukiman, air bersih dan sanitasi. Variabel kerawanan bencana dihilangkan karena lokasi dianggap tidak rawan bencana. Berikut klasifikasi beserta harkat setiap variabel,

1. Kepadatan pemukiman

Perhitungan kepadatan pemukiman atau kepadatan rumah didapat dari perhitungan rumus :

Kepadatan Pemukiman= Jumlahlua s atap

Luas blok permukimanx100

Bobot tertinggi dari range 1-3, bobok tertinggi yaitu 3 menunjukan tingkat kepadatan terendah, semakin padat blok maka dianggap tingkat kenyamanan berkurang dan memiliki kualitas permukiman rendah.

2. Tata letak/pola permukiman

(9)

tertata teratur

Tabel 1.1 Klasifikasi Pola Permukiman Sumber : Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1959, dalam Rahardjo)

3. Aksesibilitas

Aksesibilitas diukur dengan variabel lebar jalan dan kondisi jalan. Lebar jalan menunjukan lebar rerata badan jalan yanh menghubungkan jalan lokal dengan jalan utama pada suatu blok unit pemukiman sedangkan kondisi jalan masuk merupakan kondisi badan jalan yang menghubungkan jalan lokal dengan jalan utama pada suatu blok unit permukiman (Mudzakir,2008)

Tabel 1.2 Klasifikasi Lebar Jalan

Sumber : Ditjen Cipta Karya,

Tabel 1.3 Klasifikasi Kondisi Jalan

(10)

>50% Halaman Tabel 1.4 Klasifikasi Lebar Jalan

5. Pohon Pelindung

Pengharkatan pada variabel ini diukur dengan asumsi semakin banyak pohon pelindung maka semakin baik kualitas permukiman. Pohon pelindung pada penilaian kualitas permukiman yaitu sebagai peneduh lingkungan permukiman,

Tabel 1.5 Klasifikasi Pohon Pelindung

Sumber : Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1959, dalam Rahardjo)

6. Lokasi Permukiman

(11)

udara maupun suara.

Tabel 1.6 Klasifikasi Lokasi Permukiman

7. Air Bersih

Air bersih menggunakan asumsi dimana kualitas permukiman dinilai baik jika sumber air bersihnya berasal dari PAM dan memiliki sumur, sedangkan kategori sedang jika air bersihnya berasal dari PAM atau sumur dan kategori sedang jika selebihnya dari 25% yang menggunakan PAM dan atau sumur menggunakan sungai sebagai sumber air bersih.

Tabel 1.7 Klasifikasi Air Bersih

Sumber : Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1959, dalam Rahardjo)

8. Sanitasi

(12)

dan dilengkapi dengan

septitank

25-50% rumah pada blok permukiman memiliki WC dan dilengkapi dengan

septitank dan selebihnya tanpa septitank atau

menggunakan selokan

Sedang 2

<25% rumah pada blok permukiman memiliki WC dan dilengkapi dengan

septitank dan selebihnya menggunakan sungai atau selokan

Buruk 1

Tabel 1.9 Klasifikasi Sanitasi

Sumber : Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1959, dalam Rahardjo)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel pengaruh kualitas

permukiman

(13)

Gambar 1 Citra PJ Quicbird

Daerah sebagian Desa Magowoharjo dibagi menjadi 4 segmen dan memilih segmen 4 untuk dilakukan perhitungan, interpretasi dan uji ketelitian interpretasi dengan lapangan. Hal ini dilakukan karena pada segmen 4 telah mewakili 4 segmen Desa Maguwoharjo.

Penentuan kualitas permukiman suatu daerah menggunakan beberapa variabel. Pada penelitian ini menggunakan sepuluh variabel. Sepuluh variabel tersebut yang dapat diinterpretasi dari citra tujuh variabel yaitu kepadatan penduduk, tata letak/pola permukiman, lebar jalan,

kondisi jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokasi permukiman. Variabel yang tidak dapat diinterpretasi dengan citra yaitu variabel air bersih dan sanitasi yang harus dilakukan observasi lapangan secara langsung wawancara serta kerawanan bencana yang dianggap sama dan memiliki harkat 0 karena dianggap tidak rawan bencana karena daerah termasuk daerah yang datar. Hasil interpretasi bersifat subjektif sehingga interpretasi satu orang dengan orang berbeda-beda. Pada variabel kepadatan penduduk menggunakan formula untuk menentukan pengharkatan.

(14)

Gambar 2 Peta Variabel Kepadatan

Variabel yang digunakan diharkatkan dengan tiga kategori karena memudahkan dalam pengkelasan kualitas permukiman. Pada variabel tata letak permukiman di daerah perkampungan memiliki tata letak bangunan yang teratur yang ditandai dengan arah hadap rumah yang tidak sama serta tidak ada akses. Tata letak permukiman di daerah perumahan memiliki bangunan yang lebih teratur dengan pada umumnya memiliki ukuran yang sama. Untuk interpretasi tata letak permukiman pada citra dapat ditandai dengan arah hadap atap yang berbeda-beda. Biasanya bangunan rumah di kampung dibuat secara “tambal sulam” tanpa perencanaan dari awal, sehingga

sering ditemui rumah-rumah yang tidak menghadap jalan.

Gambar 3 Peta Variabel Tata Letak

(15)

Gambar 4 Peta Variabel Lebar Jalan

Variebel yang selanjutnya yaitu kondisi jalan, kondisi jalan yang baik yaitu jalan yang sudah diperkeras dengan aspal atau konblok. Jalan yang diperkeras dengan aspal membuat pengguna jalan lebih nyaman. Jalan aspal umumnya ditemui di daerah perkotaan, sedangkan diperkampung kadang sudah ada jalan yang diperkas dengan aspal tetapi juga ada yang belum diperkeras sehingga masih tanah. Variabel lebar jalan dan kondisi jalan saling berhubungan yaitu jika suatu permukiman memiliki jalan yang besar atau lebar diasumsikan sudah diperkeras dengan aspal. Kondisi jalan juga dapat menunjukkan kualitas permukiman yaitu kondisi jalan yang diperkeras dengan aspal maka memiliki kualitas permukiman yang

baik karena memudahkan dalam aksesbilitas.

Gambar 5 Peta Variabel Kondisi Jalan

(16)

observasi lapangan yang diamati secara langsung. Pada citra yang mampu mengidentifikasi halaman ialah halaman yang memiliki pepohonan, jika halaman ditanami tanaman pot maka dari citra tidak tampak.

Gambar 6 Peta Variabel Kondisi Halaman

Pohon pelindung pada pinggir jalan dapat mengurangi polusi udara dari kendaraan yang berlalu lalang karena setiap kendaraan mengeluarkan gas udara yang kotor sehingga membuat udara lingkungan menjadi kotor. Semakin banyak pohon pelindung di jalan maka tidak terlalu besar polusi udara yang diakibatkan dari kendaraan. Pohon pelindung mudah diinterpretasi melalui citra karena objek pohon tampak jelas. Objek pohon pada citra ditandai dengan

rona hijau yang tampak bergerombol karena dedaunan yang rapat.

Gambar 7 Peta Variabel Pohon Pelindung

(17)

Gambar 8 Peta Variabel Lokasi Permukiman

Variabel air bersih dan sanitasi tidak dapat diidentifikasi dari citra maka dilakukan survei lapangan. Survei lapangan juga digunakan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi citra. Pada umumnya interpretasi dengan keadaan lapangan berbeda karena dapat dipengaruhi dari waktu pengambilan citra dan kesalahan dalam interpretasi citra yang tidak sesuai dengan objek dilapangan. Keberadaan sumber air bersih merupakan hal yang paling penting untuk mencukupi kebutuhan baik itu makan, minum, mencuci, mandi, dan sebagainya. Rata-rata hasil wawancara di lapangan menunjukan bahwa sumber air bersih dari PDAM/sumur, yang mampu mengakses kedua sumber air terdapat di area yang

baik hingga sangat baik dengan perekonomian yang baik. Beberapa daerah nanggulan menggunakan PDAM karena sumur telah tercemar dan terlalu dalam sehingga masyarakat lebih memilih untuk menggunakan PDAM walaupun keadaan ekonominya buruk.

Gambar 9 Peta Variabel Air Bersih

(18)

Gambar 10 Peta Variabel Sanitasi

2. Tabel Parameter Kualitas Permukiman ( Tentatif dan Akhir)

Tabel kelas parameter peta tentatif yang dibuat sebelum dilakukan lapangan menunjukkan hasil pengharkatan, pemberian harkat permukiman blok ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa parameter yaitu antara lain kepadatan rumah, tata letak, lebar jalan, kondisi jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokasi permukiman, kerawanan bencana, air bersih dan sanitasi. Masing-masing parameter memiliki skor bobot yang telah ditentukan. Tiap-tiap parameter memiliki kriteria-kriteria penilaian tertentu yang akan mempengaruhi skor total dari kondisi permukiman. Parameter kepadatan rumah, lebar jalan, kerawanan bencana dan sanitasi memiliki bobot yang tinggi yaitu 3. (Lampiran Tabel 2.1 Variabel Kelas Permukiman Hasil Interpretasi)

Kepadatan rumah memiliki bobot tertinggi karena kualitas permukiman yang baik merupakan permukiman yang tidak padat penduduk, semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan ditandai dengan kepadatan permukiman. Kepadatan permukiman semakin tinggi akan mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan baik itu dari segi kenyamanan, keamanan, dan pengelolaan sampah, oleh sebab itu kepadatan permukiman menjadi parameter penentu dengan bobot skor tertinggi. Bobot tertinggi lainnya terdapat pada parameter kerawanan bencana, lebar jalan dan sanitasi, akan tetapi pada kriteria-kriteria parameter kerawanan bencana pada Desa Maguwoharjo dianggap nol karena kondisi kerawanan di seluruh wilayah dianggap sama.

Parameter lebar jalan akan sangat menentukan kualitas permukiman. Apabila >50% jalan masuk dapat dilalui oleh mobil besar atau lebar jalan rata-rata >6m akan memiliki kategori baik dengan harkat 3. Semakin lebar jalan, maka akan semakin tinggi aksesibilitas permukiman, semakin tinggi aksesibilitasnya maka perkembangan permukiman dan kualitas permukimannya akan semakin baik dan berkembang.

(19)

dengan kriteria sangat baik yaitu skor total yang memiliki range 35 hingga 37 dengan kebanyakan dari parameternya memiliki nilai baik atau berharkat 3. Skor total dengan kriteria baik memiliki range 32 hingga 34 dengan kebanyakan parameternya bernilai sedang hingga tinggi. Skor total dengan kriteria sedang memiliki range sebesar 29 hingga 31 dengan skor masing-masing parameter rata-rata sedang. Skor total untuk permukiman yang berkelas rendah memiliki range sebesar 25 hingga 28 dengan kebanyakan dari parameternya bernilai buruk hingga sedang. Sementara skor permukiman sangat buruk di dominasi oleh skor total sebesar 21 hingga 24.

Hasil skor total pra-lapangan kemudian dilakukan uji akurasi dengan pengecekan di lapangan, tabel hasil pasca lapangan dengan tabel hasil pra-lapangan terdapat beberapa daerah yang mengalami kesalahan interpretasi

Tabel interpretasi lapangan dengan skor total yang menunjukkan kelas permukiman sangat baik memiliki range skor total 46 hingga 51. Skor total yang menunjukkan kelas permukiman baik memiliki range sebesar 40 sampai dengan 45. Skor total yang menunjukkan kelas permukiman sedang memiliki range sebesar 36 hingga 38. Skor total yang

menunjukkan kelas buruk memiliki range 26 hingga 30. Sementara untuk skor total kualitas permukiman sangat buruk sebesar 19.

Berdasarkan hasil tabel pra-lapangan dan pasca-pra-lapangan ini telah mewakili keseluruhan data yang ada di lapangan karena sifat fisik, sosial, budaya dan ekonomi di wilayah sebagian Kecamatan Depok ini bersifat hampir serupa dan homogen. Sehingga, data yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda. (Lampiran Tabel 2.2 Variabel Kelas Permukiman Hasil Lapangan)

3.Kualitas permukiman Sebagian Desa Maguwoharjo

(20)

dilakukan karena pada segmen 4 telah mewakili 4 segmen Desa Maguwoharjo.

Uji ketelitian merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguji hasil interpretasi dengan kesesuaian kenampakan di lapangan. Uji ketelitian pada sebagaian wilayah Desa Maguwoharjo yang dilakukan pada segmen 4 sebesar 47 %, sedangkan pada perhitungan interpretasi sebesar 35 %. Terjadinya selisih pada uji ketelitian menunjukan bahwa terjadi kesalahan pada interpretasi citra pada hakekatnya uji ketelitian lebih besar dari 50 %. Kesalahan besar yang dilakukan dapat terjadi ketika pemberian harkat pada masing-masing variabel. Ketika harkat baik atau sebesar 2 dimasukkan kedalam nilai 1 maka akan merubah semua pengharkatan, karena didalam variabel terdapat pembobotan. Kesalahan dalam interpretasi karena dalam foto citra udara ketika pemotretan tertutup pohon sehingga kenampakan asli tidak terlihat. Kesalahan yang akan terjadi ketika interpretasi kurang ketelitian terletak pada pengambilan sampel, dengan demikian, pada segmen 4 pengambilan sampel kurang banyak.

Tabel 3.1 Uji ketelitian interpretasi

Peta Kualitas Permukiman di Sebagian Desa Maguwoharjo pada segmen 4 memiliki kualitas permukiman yang memiliki persebaran merata. Hal ini dibuktikan pada peta bahwa kelas sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk merata di sebagian segmen. Persebaran yang merata dipengaruhi oleh penilaian yang subyektif oleh pelaku interpretasi. Secara sosial persebaran yang merata dilakukan oleh interaksi spatial yang ada didalam masyarakat. Interaksi tersebut ketidakadanya sinergi spatial atau hubungan timbal balik antara blok yang ada, sehingga tidak ada daya tarik kualitas permukiman yang sangat baik dengan yang sangat buruk tidak saling mempengaruhi ataupun dipengaruhi, hubungan tersebut tidak baik untuk perkembangan perkotaan karena akan terjadi ketimpangan sosial di wilayah yang berdekatan.

(21)

ekological, dan compleks regional. Dalam pendekatan spatial terdapat pola, interaksi, sinergi, dan kompesiti spatial. Pola spatial yang terbentuk dari kualitas permukiman yang ada di Sebagian Wilayah Desa Maguwoharjo berpola mengelompok dan linear dengan jalan, dimana jalan menunjukkan aksesibilitas untuk dapat berinteraksi ke tempat yang lain. Pola dimana sebuah kelompok rumah termasuk kedalam kelompok sangat baik hingga sangat buruk, terbentuknya pola tersebut karena faktor ekonomi dari masyarakat yang tinggal. Masyarakat kelas atas akan lebih memperhatikan lingkungan permukiman untuk tempat tinggal sehingga memiliki permukiman dengan aksesibilitas baik, lingkungan udara baik. Namun masyarakat kelas rendah tidak dapat memilih lingkungan yang baik untuk ditinggali sehingga permukiman yang ada sebatas uang cukup tanpa memikirkan faktor permukiman yang layak huni. Permukiman yang linear dengan jalan dijadikan tempat komersial sebagai pertokoan. Interaksi spatial terjadi ketika permukiman terdapat jalan sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya, bersosial. Interaksi sosial mendukung terjadinya pola permukiman dimana interaksi dengan golongan yang sama akan lebih nyaman dan berkomunikasi mudah..

KESIMPULAN

1. Variabel yang dapat di interpretasi untuk menentukan kualitas permukiman daerah sebagian Desa Maguwoharjo melalui data penginderaan jauh (citra Quickbird) yaitu kepadatan pendduduk, tata letak, lebar jalan, kondisi jalan, kondisi halaman, pohon pelindung, lokais permukiman. Sedangkan variabel yang tidak dapat diinterpretasi dalam citra ialah air bersih, dan air bersih.

2. Metode analisis berjenjang tertimbang dipergunakan karena variabel memiliki bobot tersendiri dalam menentukan kualitas permukiman. 3. Persebaran kelas kualitas permukiman

yang ada di Kelurahan Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman ialah menyebar karena dipengaruhi oleh penilaian yang subyektif oleh pelaku interpretasi dan interaksi spatial.

DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, Projo. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: ANDI Offset.

(22)

Informasi Geografiuntuk Pemetaan Kualitas Permukiman di Kawasan Tegalrejo Kota Yogyakarta. Fakultas Geografi UGM: Yogyakarta

Liliesand, TM and Kiefer. 1999. Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra, terjemahan Tim Fakultas Geografi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Muzdakir.2008.Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Pemetaan Kualitas Lingkungan Permukiman di Kecamatan Pakualaman Kota Yogyakarta. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Rahardjo, Noorhadi. 1989. Penggunaan

Foto Udara Jenis PankromatikHitam Putih Kabupaten Magelang untuk Mengetahui Agihan Kualitas Permukiman dengan kondisi Sosial Ekonomi Penghuninya. Thesis S2. Pascasarjana . Universitas Gadjah Mada

Sumber : Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (1959, dalam Rahardjo)

Sutanto. 1992. Pengindraan Jauh Jilid 1. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Fakultas Geografi

Gambar

Tabel 1.4  Klasifikasi Lebar Jalan
Tabel 1.7  Klasifikasi Air Bersih
Tabel 1.9  Klasifikasi Sanitasi
Gambar 1 Citra PJ Quicbird
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode penginderaan jauh dilakukan dengan interpretasi secara visual untuk memperoleh data faktor-faktor persebaran industri di wilayah Tegallega, hal tersebut

Tahap analisis data yang dilakukan meliputi: identifikasi objek pada fusi citra Quickbird, interpretasi visual penggunaan/penutupan lahan dari citra Landsat dan citra

Kemampuan Citra Quickbird yang digunakan dalam penelitian guna mengidentifikasi 5 parameter yaitu pola bangunan, lebar jalan masuk, kondisi pohon pelindung, pengaruh

Berdasarkan hasil interpretasi Citra Quickbird tahun 2010 dan tahun 2015 yang telah di digitasi, menunjukkan perkembangan luas lahan permukiman adanya peningkatan

Kemampuan Citra Quickbird yang digunakan dalam penelitian guna mengidentifikasi 5 parameter yaitu pola bangunan, lebar jalan masuk, kondisi pohon pelindung, pengaruh polusi

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan lalu lintas (2) Menghasilkan model

Citra Quickbird merupakan citra satelit resolusi tinggi yang dihasilkan Teknik Penginderaan jauh dapat digunakan untuk klasifikasi permukiman teratur dan tidak teratur di

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) citra penginderaan jauh Quickbird dapat digunakan untuk mengektraksi parameter kondisi fisik kualitas permukiman secara mendetail, (2)