Difusi dalam teknologi militer
In the 21st century technology is advancing very rapidly, converting yesterday’s fiction into today’s reality, Amitav Mallik
Ringkasan Eksekutif
Negara yang memiliki teknologi tinggi dalam konvensional militer diyakini dapat memenangkan setiap pertempuran dari peperangan yang terjadi, keberhasilan kapabilitas teknologi dan ditunjang dengan kemampuan pengaturan strategi yang tepat menjadi kunci dalam memenangkan perang. Secara sederhana kasus penaklukan Irak oleh Amerika Serikat pada Maret-Mei 2003 menunjukkan bahwa bagi negara Adikuasa seperti Amerika Serikat mampu dan secara meyakinkan dapat melumpuhkan kekuatan pemerintahan Iraq dalam tempo yang cepat berdasarkan keunggulan teknologi militer. Hal ini secara sederhana menunjukkan bahwa dengan keberhasilan teknologi tinggi dalam persenjataan dan teknik strategi yang tepat, negara besar telah mengasah keunggulan teknologinya sejak akhir perang dingin.1
Perang Irak menunjukkan bahwa satelit pengintai dengan resolusi pencitraan tinggi dan penggunaan sistem Global Positioning System (GPS) dapat dibuat secara sederhana, handal dan aman untuk digunakan untuk melakukan
command, control, communications dan intellegence (C3I) menjadi lebih efektif dan terintegrasi dan menjadikan perang Iraq sebagai “digital
1 Amitav Mallik, Technology and Security in the 21st Century, A Demand-side
Perspective. SIPRI Research Report No. 20, Stockholm International Peace Research Institute,
battlefield” yang juga turut dibantu dengan penggunaan yang efektif dari
Unmanned air vehicles (UAV). Setelah pengawasan dilaksanakan kemudian pesawat-pesawat tempur F-16 dioperasikan secara bebas di wilayah musuh guna menonaktifkan dan menghancurkan kemampuan elektronik dan pertahanan udara musuh. Kemudian dengan menggunakan helikopter AH-64 Apache dioperasikan sebagai dukungan udara yang efektif untuk pasukan darat yang dilengkapi dengan berbagai alat bantu dengan teknologi modern. Saat ini, adalah kombinasi dari teknologi dan strategi yang dimiliki oleh Amerika Serikat yang jauh diatas negara lain bahkan jauh dari jangkauan negara kedua terbaik.
Gambar 1. System of system with C3I
Sumber : http://www.theriac.org/DeskReference/viewDocument.php?id=199
tindakan strategis maupun pertahanan melawan musuh, selama itu pula kita melihat adanya perlombaan terhadap keunggulan dalam teknologi tinggi yang mendorong negara-negara besar untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan terhadap WMD (weapon mass destructions) dan teknologi
space exploration. Sebuah laporan RAND tahun 20012 menyebutkan segala
perkembangan di ruang angkasa telah didominasi oleh adanya perspektif keamanan. Baik teknologi miniturisasi dalam very large-scale integrations (VLSI) atau high-sensitivity video camera technology, hampir semua perkembangan teknologi tinggi dalam beberapa dekade terakhir telah didorong oleh kepentingan keamanan dalam perang dingin untuk mempertahankan keunggulan teknologi.
Sebuah organisasi seperti US Defence Advanced Research Projects Agency (DARPA) mengatakan bahwa telah membuka batas baru bagi ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak mungkin diwujudkan kini mampu dikonversikan menjadi sebuah realitas.3 Berbekal kepercayaan perlengkapan
berteknologi tinggi, strategi militer telah memasuki Information awareness.
Namun masalah terhadap ketergantungan informasi dan keamanan informasi menghadapi tantangan baru dari teknologi yang digunakan. Peningkatan kapasitas komputasi dan penyusutan hardware telah menciptakan sebuah lingkungan baru dimana berkembang sebuah negara bisa kehilangan comfort zone dalam arus teknologi.4
Karena disaat seluruh dunia berkat kekuatan ekonomi pasar modern dan dampak revolusi teknologi telah mampu merasakan keunggulan teknologi secara cepat, dampak paling nyata yang terjadi adalah ketakutan akan kerawanan teknologi tersebut digunakan untuk ancaman terhadap pemilik teknologi, daripada itu tantangan yang muncul adalah mekanisme kontrol terhadap teknologi masa depan.
2 Amitav Mallik, Technology and Security in the 21st Century, A Demand-side Perspective. Ibid, p.3
3 http://www.darpa.mil/NewsEvents/Releases/2012/04/20.aspx
Kemajuan teknologi informasi dimasa depan ada dua hal yang diperdebatkan, pertama tidak semua orang menghendaki perubahan terhadap kemampuan teknologi pada kehidupan sehari-hari, kedua, di lain sisi beberapa orang mencoba mendorong teknologi untuk melakukan perubahan radikal dalam berbagai sendi kehidupan. Umumnya negara-negara yang melakukan inovasi berada dikedua sisi untuk tetap melakukan perubahan terhadap modernisasi dan tingkat teknologi yang dimiliki tetapi mencoba mengkontrol dari difusi dan penyebaran inovasi teknologi tersebut.5
Tulisan mengenai “technology adoption cycle” yang ditulis Geoffrey Moore dalam tulisannya diawal 1990 yang berjudul Crossiing the Chasm,
berdasarkan penelitian Everett Rogers dalam difusi teknologi,6 Moore
membagi lima kategori dari adaptor teknologi.
Tabel 1. Kategori adaptor teknologi
Sumber : http://www.yourdonreport.com/index.php/2010/06/03/whither-it-part-12-resistance-to-change/
5 http://www.yourdonreport.com/index.php/2010/06/03/whither-it-part-12-resistance-to-change/
1. Negara Inovator, merupakan first tiers yaitu negara pioner yang ingin mendapatkan keuntungan strategis dengan menjadi yang pertama dilingkungan mereka, negara maupun industri mereka untuk menggunakan teknologi baru.
2. Negara adopsi awal (early adopters) atau second tiers biasanya mewakili sekitar 15% dari pasar secara keseluruhan, mereka selalu melihat kesempatan untuk membuat kemajuan besar dalam beberapa cara yang mereka buat, seperti keuntungan yang lebih tinggi, dll. 3. Negara mayoritas awal (early majority) atau third tiers adalah
pelanggan potensial yang lebih konservatif / pengguna di pasar yang tertarik dengan perbaikan dan manfaat, tetapi yang biasanya menunggu sampai mereka melihat “studi kasus” orang lain (yaitu
early adopters) yang telah berhasil menggunakan teknologi.
4. Negara mayoritas akhir (late majority) adalah sangat konservatif, yang biasanya didorong oleh keinginan untuk menghindari biaya dan / atau perpindahan biaya. Mereka tidak terlalu tertarik (atau mau percaya) pada kemampuan teknologi.
5. Lamban atau laggards adalah mereka yang akan menunda, menghindari, dan menunda mengunakan teknologi baru sampai mereka tidak memiliki alternatif lain –misalnya teknologi yang ada telah rusak dan tidak dapat diperbaiki atau diganti. Kelompok seperti ini digambarkan sebagai dalam kelompok “Luddites”.
Amitav Mallik mendefinisikan Difusi teknologi sebagai :
“Technology diffusion may be defined as the natural spread of technology through every type of technology interaction, whether acquisition, development, transfer, co-production or even intellectual exchange”.7
Permasalahan pasca runtuhnya Perang Dingin dan bubarnya Uni soviet adalah hilangnya control Uni Soviet terhadap para ilmuwan pemilik pengetahuan teknologi persenjataan. Amerika Serikat, China dan Israel dapat mengambil kesempatan baik ini untuk kepentingan negara mereka. Selain itu Pengetahuan teknologi merupakan bagian yang paling besar berkontribusi terhadap difusi teknologi, Sifatnya yang intangible
menyebabkan pengetahuan teknologi sulit untuk diawasi dan dikontrol.8
China merupakan contoh nyata negara yang sejak 1990 secara baik dapat mengalami pertumbuhan ekonomi, konsolidasi militer, dan pengembangan teknologi dasar secara cepat.
Pengetahuan teknologi menciptakan berbagai teknologi baru yang kemudian didukung oleh iklim globalisasi telah menyebabkan difusi teknologi berkembang cepat. Globalisasi telah mengaburkan batas negara yang mendorong pengetahuan teknologi dapat menyebar cepat. Oleh karena itu
control ekspor akan brand teknologi dibutuhkan untuk menjadikan lisensi dapat berjalan efektif.
Namun meskipun begitu, ada hambatan lain terhadap control ekspor yang tidak dapat mencegah difusi teknologi yaitu saat munculnya kesadaran sejumlah negara seperti China, India, dan Israel yang telah mengembangkan pertumbuhan teknologi secara mandiri dan menjadi pemasok teknologi diatas kemampuan negara mereka sendiri.9 Selain negara-negara tersebut
menjadi penting sebagai pemain teknologi ekonomi di masa depan, namun mereka juga pasar potensial untuk penjualan teknologi tinggi. Yang menjadi ancaman cukup serius ada kelompok negara seperti Korea Utara dan Pakistan yang sebetulnya tidak cukup memilki kemampuan techno-economy
namun memiliki teknologi pertahanan sensitive yaitu nuklir, di masa akan datang hal ini dapat menyulitkan upaya non proliferasi.
Dalam hal teknologi ini setidaknya terdapat tiga teknologi kunci yang berkontribusi terhadap difusi teknologi, Mallik membagi kategorinya berupa
yaitu information technology, biotechnology and energy.10 IT dapat
membantu pemantauan komprehensif dan teknik verifikasi untuk verifikasi kepatuhan serta untuk deteksi dini aktivitas proliferasi, sehingga melengkapi sarana teknis nasional (NTM) untuk verifikasi dan pemantauan.
Sedangkan biotechnology berkontribusi positif terhadap human security dan
negative dalam biological weapons . beberapa hal dalam teknologi energi adalah Penelitian fusi termonuklir terkontrol dapat memberikan energi tak terbatas dari seawater. Demikian pula, penelitian masa depan bahan bakar hidrogen dapat merevolusi industri otomotif dan teknologi propulsi.
Munculnya persoalan control export akibat dari model hubungan antara penyebaran teknologi militer baru dan kekhawatiran terjadinya perang, dimana sebuah teknologi baru diyakini bisa menggeser keseimbangan kekuasaan, menyebabkan perang antisipasif sebagai salah satu cara yang digunakan untuk mencegah yang lain untuk mendapatkannya. Ketika dilain sisi telah memiliki itu, perang lebih memungkinkan untuk terjadinya pergeseran atau transisi terhadap big power. Salah satu akibat dari persoalan ini adalah munculnya innovator dillema.11 Dimana masalah utama
adalah bahwa state akan selalu berusaha pursuite the new technology yang memungkinkan akan menggunakan setiap cara untuk mendapatkannya.
Tabel 2. Illustrative technological sources of concern
10 Amitav Mallik, ibid p. 105-108
Sumber : Paul K. Davis and Peter A. Wilson, The Looming Crisis in Defense Planning, issue 63, 4th quarter 2011 / JFQ, ndupress.ndu.edu
Tinjauan Kritis
Penemuan teknologi militer baru sering diikuti dengan periode panjang dimana instrumen yang terkait perang digunakan untuk negara-negara di seluruh dunia. Kadang-kadang, meskipun tidak selalu, pengenalan dan penyebaran senjata baru ke aktor baru selalui ditandai dengan perang. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui munculnya permasalahan yang diakibatkan oleh dampak difusi teknologi kepada kerentanan terjadinya perang adalah dengan menggunakan model teori permainan (game theory) yang dikembangkan oleh Muhammet A.Bas dan Andrew J. Coe12 dengan
model bargaining diantara dua negara dalam suatu lingkungan dimana teknologi baru tersebar. Dalam teori permainan yang digunakan, akuisisi teknologi baru dapat mengubah keseimbangan military power antara kedua negara tersebut. Besarnya perubahan ini tergantung kemampuan negara
pada teknologi dan militer yang sudah ada. Sementara kemungkinan memperoleh teknologi baru tergantung pada kecanggihan teknologi dua negara dalam kompetisi mereka dalam spionase.
Gambar 2. Diffusion Game
Sumber : Muhammet A.Bas and Andrew J. Coe, 2010, Arms Diffusion and War, Working Paper, Department of Government Harvard University. Pp.6
Dalam contoh model teori diatas, model teori diatas membantu menjelaskan mengapa beberapa kasus penyebaran teknologi lebih rawan daripada masalah yang lain, dan mengapa dalam beberapa kasus bahkan kemungkinan teknologi baru yang dinegara setempat belum memiliki kemungkinan menciptakan perang. Disatu sisi dalam teori ini menjelaskan bahwa kalkulasi kekhawatiran akan perang dimasa depan akibat munculnya penyebaran teknologi baru juga dapat memotivasi perang dimasa sekarang.13
Munculnya difusi teknologi kebeberapa negara, sebenarnya bukannya sesederhana seperti membayangkan bahwa suatu negara cukup melakukan
buying kepada producer innovation. Tetapi jauh daripada itu adanya kompleksitas yang membangun jejaring sehingga aliran difusi teknologi diabad 21 mengalami peningkatan signifikan. Sebuah laporan penelitian dari Amnesti Internasional14 menyebutkan kondisi dimana terdapat kesulitan
dalam melakukan kontrol terhadap difusi teknologi militer adalah disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Globalisasi mendukung terhadap terciptanya penjualan senjata keseluruh dunia;
Globalisasi menuntut adanya integrasi ekonomi diberbagai kerjasama ekonomi kawasan dan internasional, sehingga membantu kebutuhan untuk difusi teknologi melalui pencarian dan penetrasi ke beberapa negara.
Berdasarkan data Sipri mengenai eksport arms global : Tabel 3. Global arms exports
Sumber : http://globalpublicsquare.blogs.cnn.com/2012/03/31/lindsay-global-arms-exports/
2. Adanya Emerging Arms Exports;
Tabel 4. Emerging arms exports
Sumber : http://www.dni.gov/nic/PDF_GIF_research/defensemkts/b3.gif
EAE15 sebenarnya merupakan bagian kecil dari setiap penyebaran
teknologi yang dilakukan oleh negara-negara major, EAE melakukan hampir sekitar 85% import dari total setiap Major menjual teknologi mereka.
3. Tersedianya Komponen penciptaan teknologi terbaru diambil dari beberapa negara di dunia;
Dalam teknologi persenjataan modern saat ini umumnya, kebutuhan manufaktur tidak hanya disediakan oleh negara pembuat inovasi militernya, tetapi kebutuhan mereka yang lain dipasok oleh berbagai negara lainnya.
Sebagai contoh : main contractor pembuatan Main Battle Tank (MBT) Leopard 2A6, Jerman di buat oleh Kraus-Maffei Wegmann GmbH & Co. KG
Tetapi dalam memenuhi beberapa kebutuhan manufakturnya sendiri, Jerman melakukan kontrak karya dengan beberapa Industri di negara lain.
Tabel 5. Daftar list kontraktor pembuatan MBT Leopard 2A6 Jerman
Nama Perusahaan Pengembangan bagian teknologi yang digunakan
Negara asal industri Ametek Rotron Brushless Motors, Fans and Blower United States AVIATRONIC Pty Ltd Laser warning Systems for Combat
Vehicles
Italy
Behr Indutrietechnik Cooling and Air – Conditioning Systems
CelsiusTech Vetronics Fire control systems United States
COMET GmbH Battlefield Simulation Ammunition Germany
Diehl Remscheid & Co Armoured Vehiclle Tracks Germany ERA Technology Ltd Military design and Development
Consultancy
United Kingdom
Evans & Sutherland Visual Systems for Simulation United States
Giat Industries Ammunition France
MPE Limited Electrical Filters for EMC / RFI / EMP / HMP / Tempest
Rheinmetall W & M GmbH Ammunition and Weapon systems for grounded Forces
Germany
Rheinmetall W & M GmbH Gun systems and weapon components
Germany
RKS S.A Slewing Bearings and Special
Bearings
SpanSet International Lifting, Lashing and Personal Safety Systems
United Kingdom
STN ATLAS Elektronik GmbH
Electronic Equipment and Systems Germany
Sumber : diolah dari berbagai sumber
4. Terciptanya komponen Use-dual technology;
Adanya use dual teknologi baik penggunaan teknologi oleh militer maupun teknologi sipil menyebabkan ledakan pengguna teknologi tersebut terus bertambah. Apalagi dalam pengembangannya, dual-use technology didasari atas kerjasama Industri, Pemerintah dan Akademik.
Gambar 3. contoh dual use technology
Sumber : http://www.fas.org/man/dod-101/army/docs/astmp98/sec1d.htm
Didorong dengan meningkatnya transfer teknologi dan persenjataan militer, lisensi produk-produk militer meningkat drastis, dan didalam beberapa kasus, arms lisensi juga diberikan kepada co-produksi atau perakitan senjata disalah satu industri negara pembeli secara kolaboratif.
Kesimpulan Aplikatif
Amerika Serikat yang berhasil menundukkan rezim Saddam Hussein tahun 2003 telah menunjukkan kepada kita kedigjayaan negara adikuasa tersebut terhadap peperangan yang terjadi sekaligus juga menunjukkan kepada kita bahwa kedigjayaan Amerika Serikat tersebut telah didukung kemampuan
Perkembangan globalisasi menjadi prasyarat utama mengapa difusi teknologi yang terjadi pada abad 21 terjadi cukup cepat dan meluas, semakin kompleksnya kebutuhan terhadap keamanan dan strategis pertahanan menjadikan state actors selalu mengejar kemajuan inovasi teknologi dan modernisasinya pada berbagai difusi yang dihasilkan oleh first tiers. Tercipta modernisasi dan inovasi teknologi pada RMA tidak bisa disangkal menciptakan kegairahan state untuk mau melakukan berbagai cara untuk memilikinya, hal ini tergambar pada pengertian difusi teknologi yang disebutkan oleh Amitav Mallik, …. through every type of technology interaction, whether acquisition, development, transfer, co-production or even intellectual exchange.