• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdebatan Pembuatan Kebijakan Pajak ata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perdebatan Pembuatan Kebijakan Pajak ata"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perdebatan Pembuatan Kebijakan Pajak atas Electronic Commerce: Bagaimana di Indonesia?

Maria R.U.D. Tambunan1

1. Pendahuluan

Transaksi melalui electronic commerce hingga saat ini masih menjadi permasalahan bagi otoritas pajak. Organisasi multilateral seperti OECD dan Uni Erope telah berupaya untuk membuat suatu platform untuk mengalisa masalah dan potensi masalah yang timbul akibat transaksi e-commerce. Upaya harmonisasi kebijakan pajak atas e-commerce merupakan hal yang cukup kompleks dan melibatkan banyak faktor. Banyaknya faktor tersebut justru menghambat upaya harmonisasi atau setidaknya mempengaruhi pengadopsian harmonisasi kebijakan pajak atas transaksi e-commerce pada tingkat nasional maupun internasional. Artikel ini akan membahas literature review mengenai practical aspects dari perkembangan kebijakan pajak atas transaksi e-commerce serta kesulitan untuk mengaplikasikan kebijakan pajak dengan pendekatan global.

2. Historis Perdebatan Kebijakan Pajak atas Transaksi E-Commerce

Perdebatan mengenai legislasi kebijakan pajak atas transaksi e-commerce masih terus berlangsung termasuk masalah perlindungan konsumen atas model transaksi tersebut. Seperti aktivitas manusia lainnya yang terus berkembang sesuai dengan keadaan social dan ekonomi masyarakat, prinsip hokum terkait transaksi ini terus berkembang dalam tahapan-tahapan berikut (Fernandez, Heij dan Pope):

a. Pelaksanaan hokum yang melaksanakan aktivitas illegal dan amoral melalui internet b. Pelaksanaan hokum terkait perlindungan konsumen yang berhubungan dengan transaksi

e-commerce

c. Pelaksanaan hokum untuk menjamin fairness dalam kegiatan bisnis sehubungan dengan transaksi e-commerce

d. Pelaksanaan hokum terkait perlindungan atas kehilangan sejumlah penerimaan pajak atas meningkatknya transaksi e-commerce

2.1E-commerce di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Australia

Sejak November 1996, Department of Treasury Amerika Serikat mengeluarkan white paper “ Selected Tax Policy Implication of Global Electronic Commerce” yang bertujuan untuk membangun sebuah framework untuk melakukan analisis transaksi e-commerce serta bagian dari upaya mengadopsi persetujuan internasional untuk menghindari pengenaan multiple taxation.

1Staf Peneliti Pusat Kajian Ilmu Administrasi kekhususan Ilmu Administrasi Perpakajan Fakultas Ilmu Sosial dan

(2)

Pokok-pokok yang diharapkan menjadi kesepakatan internasional yang tertuang dalam dokumen tersebut meliputi (i) tidak mendistorsi dan menghalangi transaksi e-commerce (ii) pelaksanaan aturan yang simple dan transparan (iii) meminimalisasikan kegiatan akuntansi dan pembukuan lainnya (iv) mengakomodasi ketentuan perpajakan yang ada saat ini terutama yang berhubungan dengan treaty partner. Selain itu ditekankan juga bahwa hendaknya aturan tersebut dilakukan konsisten lintas negara dan lintas jurisdiksi. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka terjadi moratorium diskriminasi pengenaan pajak atas transaksi e-commerce.

Sementara, pada tahun 1997 Uni Eropa mengeluarkan paper berjudul “ European Initiative in Electronic Commerce” dimana dalam dokumen tersebut ditekankan bahwa perlakuan pajak atas transaksi internasional harus ditetapkan dasar hokum yang jelas, pasti dan netral. Uni Eropa menolak adanya “bit tax”, yaitu pengenaan pajak berdasarkan jumlah bytes informasi yang diakses dan hanya berupaya memformulasikan pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiata tersebut. Pada akhirnya, Desember 1997 Uni Eropa dan Amerika Serikat membuat suatu kesepakatan bersama mengenai perlakukan atas transaksi e-commerce. Pada dasarnya kesepatakan tersebut mengenai bahwa transaksi atas e-commerce haruslah jelas, konsisten, netral, tidak diskriminatif serta koperatif untuk memastikan bahwa pengadministrasiannya dapat berjalan dengan efektif.

Pada tahun 1996, Australian Taxation Office (ATO) membentuk suatu tim untuk memeriksa dampak-dampak transaksi e-commerce terhadap resiko potensi penerimaan pajak. Namun pada akhirnya pada tahun 1997 pemerintah Australia memutuskan bahwa penyerahan barang maupun jasa melalui system elektronik tidak dikenakan pajak.

3. Permasalahan Global atas Permasalahan Transaksi E-Commerce?

Solusi yang bersifat global merupakan suatu hal yang diperlukan atas kegiatan ekonomi ini karena pada dasarnya peningkatan besaran transaksi e-commerce terus terjadi sementara pelaku ekonomi tinggal disuatu negara yang memiliki batas territorial. Dengan demikian, negara-negara di dunia semakin menyadari bahwa permasalahan tersebut harus dilakukan dengan harmonisasi.

(3)

Ketika negara yang akan melakukan perjanjian ingin menyelesaikan masalah perdagangan internasional, negara tersebut dapat memajaki transaksi atau person dengan 4 cara, yaitu (i) taxation of a transaction country of origin (ii) taxation of a transaction country of destination (iii) taxation of a person country of residence atau (iv) taxation of person country of source. Taxation of transaction merupakan pemajakan atas konsumsi, sementara taxation of person merupakan pemajakan atas penghasilan. Pertanyaan mendasar untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah apakah prinsip pengenaan pajak tersebut diikutsertakan dalam tax treaty dan akan berfungsi efektif terutama atas besaran penerimaan yang seharusnya atas suatu jurisdiksi ketika membahas transaksi internasional yang berhubungan dengan e-commerce.

a. Country of origin. Sebagian besar negara tidak mengenakan pajak atas ekspor. Hal ini tidak akan berubah berkenaan dengan e-commerce. Dalam kenyataannya semakin banyak negara yang mendorong pelaku usaha untuk mendirikan usahanya secara elektronik untuk mempermudah melakukan ekspansi.

b. Country of destination. Sebelum zaman perkembangan internet, perdagangan internasional merupakan suatu aktivitas terpantau karena bergantung pada pasar secara tradisional dengan produk ril yang umumnya dilakukan oleh industry besar dengan biaya mahal. Adanya internet sebenarnya mempermudah industry untuk melakukan ekspansi ke pasar yang disasar dengan mudah dan cepat. Namun hal ini masih merupakan bagian dari diskusi hangat diantara negara OECD untuk menemukan solusi yang tepat.

c. Country of residence. Dengan adanya e-commerce, resident tidak harus menjadi residen dari suatu negara, dengan demikian kehadiran fisik menjadi hal yang tidak relevan. Hal yang mungkin dapat menjadi pertimbangan adalah tempak kedudukan manajemen efektif (OECD Commentary art. 4) Saat ini cyberspace telah dapat menentukan letak manajemen efektif. d. Country of source. Pada dasarnya tidak ada aturan baku untuk menentukan sumber

penghasilan. OECD Commentary mencatat bahwa website tidak dapat ditentukan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Namun, The European Comission menetapkan bahwa server yang menjadi host sebuah website merupakan penentu letak BUT nya, yaitu lokasi dimana server tersebut secara aktif digunakan untuk melakukan kegiatan ekonominya. Penekanan bukan berada pada letak jurusdiksi teknologi berada, melainkan dimana kegiatan ekonomi aktif dilakukan. Dengan demikian, substance over form menjadi penentu letak kehadiran suatu BUT. Dengan demikian, kunci pelaksanaan pemungutan pajaknya kembali kepada kapasitas administrasi perpajakan.

4. Bagaimana Solusinya?

(4)

Dengan semakin derasnya perdagangan melalui e-commerce, suatu negara dapat mulai mengoptimalkan pengenaan pajak atas konsumsi dengan pengenaan pajak penghasilan yang lebih rendah. Hal ini akan lebih menguntungkan karena selain mampu menarik talent dan investasi, juga mampu untuk mengcapture penerimaan pajak melalui konsumsi yang akan hilang jika perusahaan terutama asing yang menarik pasar domestic melalui e-commerce.

Namun, kembali lagi, hal ini harus diselesaikan secara internasional untuk jangka panjang. Penyelesaian paling koperatif menurut Jeffrey Owens, OECD tax expert mengatakan bahwa harus terjadi kombinasi antara kebijakan pajak disuatu negara dengan pertumbuhan kebijakan yang dilakukan melalui kesepakatan internasional.

Pada dasarnya, ketika suatu perusahaan melakukan melakukan ekspansi menjadi perusahaan multinasional, negara dimana perusahaan tersebut memperoleh keuntungan ekonomi, berkeinginan untuk mengenakan pajak. Dengan demikian, perlu diperhatikan bagaimana perusahaan tersebut mengalokasikan keuntungannya.

Cooper, Krever dan Vann berpendapat bahwa ada 2 metode pengalokasian keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Pertama, “unitary approach”, pengenaan pajak atas penghasilan perusahaan dilakukan world wide basis dengan asumsi bahwa penghasilan diperoleh dari seluruh subsidiary atau unit ekonomi yang dimilikinya. Kedua, “the watering down model” dimana unitary model digunakan untuk menghitung keuntungan kemudian menggunakan multilateral agreement untuk mengalokasikan keuntungan dimasing-masing jurisdiksi. Dengan menggunakan metode ini, diperlukan system akuntntasi yang berbeda di masing-masing jurisdiksi. Bagian dari perusahaan yang berada diluar negeri diperlakukan seolah-olah sebagai perusahaan asing. Namun, treaty dalam hal ini bukanlah simply

menggunakan bilateral OECD framework.

Solusi lainnya yang ditawarkan oleh Vann adalah dengan multilateral treaty sebagai dasar untuk membentuk suatu multinational cybercompany. Berbagai studi menunjukkan bahwa konsep incorporation semakin berkembang seiring dengan efisiensi ekonomi. Perusahaan mulitnasional akan cenderung untuk memilih tidak mendaftarkan diri sebagai bagian entitas legal suatu negara melainkan akan cenderung memilih bergabung dengan new world corporate organization (WCO) yang dibentuk oleh negara-negara yang melakukan multilateral agreement untuk membentuknya. Dengan demikian kebutuhan atas legal entity dipenuhi oleh WCO tersebut. Dengan demikian, besaran tariff pajak akan ditentukan oleh WCO termasuk hal lainnya seperti ketentuan pembagian dividen.

5. Pajak atas Transaksi di Indonesia

(5)

demikian, perlakuan pajak atas e-commerce diperlakukan sama seperti perdagangan lainnya, tidak ada aturan khusus perpajakan yang mengatur transaksi e-commerce ini.

Namun, hal terpenting adalah bagaimana mengadministrasikan jenis transaksi ini dengan efektif dengan potensi yang kian berkembang dan kian besar. Menurut International Data Cooporation (IDC), nilai perdangan lewat internet di Indonesia pada tahun 2011 mencapai USD 3,4 milyar atau sekitar Rp. 30 trilyun dan rata-rata transaksi tersebut tidak dikenakan pajak.

Terkait mengenai pengenaan pajak atas kegiatan usaha e-commerce, maka transaksi yang timbul adalah penyewaan atas space application service provider. Permasalahan muncul untuk menentukan apakah kehadiran perusahaan luar negeri melalui website dianggap sebagai bentuk usaha tetap sesuai dengan Pasal 2(5) UU PPh termasuk jika perusahaan tersebut berdomisili di negara yang mempunyai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. Kemudian, apakah PPh Pasal 26 akan dikenakan bagi perusahaan tersebut jika berdomisi di negara yang tidak mempunyai P3B dengan Indonesia. Selain itu, perlu juga diperhatikan jenis penghasilan yang diperoleh dari pembayaran pengaksesan informasi melalui website tersebut.

Selain PPh, peluang untuk mengenakan PPN atas transaksi ini juga cukup besar. Namun, ketentuan mengenai PPN saat ini belum membahas dengan komprehensif bagaimana pengadministrasian pengenaan PPN atas transaksi ini. Mengutip pendapat Budilaksono, transaksi e-commerce terdiri dari (i) transaksi yang berhubungan dengan pembuatan design (ii) transaksi yang dilakukan melalui sebuah website. Transaksi yang berhubungan dengan pembuatan jika dikategorikan sebagai jasa periklanan menurut PP-144/2000 maka tergolong sebagai jasa yang dikenakan PPN. Selain itu, masih dimungkinkan terjadi pengenaan PPN atas transaksi e-commerce lainnya jika merujuk ke UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sesuai OECD Characterization, terdapat 28 transaksi e-commerce yang dilakukan dengan website. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peluang Indonesia untuk memperoleh tambahan penerimaan pajak dari transaksi e-commerce masih sangat tinggi terutama jika mempertimbangkan kecenderungan jangka panjang yang akan semakin banyak mempergunakan transaksi elektronik.

6. Penutup

(6)

7. Referensi

Cockfield Arthur J., (2002), The Law and Economics of Digital Taxation: Challenges to Traditional Laws and Principles, World Tax Journal, International Bureau of Fiscal Documentation.

Fernandez Prafula, Heij Gitte dan Pope Jeff, (2002), Tax Policy and Electronic Commerce, World Tax Journal, International Bureau of Fiscal Documentation.

Direktorat Jenderal Pajak, Menyasar Pajak Transaksi e-Commerce

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian inikemampuan tanaman untuk membentuk anakan produktif pada berbagai perlakuan frekuensi pengendalian gulma adalah cenderung sama namun tergolong

Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis Tingkat Pemahaman Komputer Akuntansi (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi di Pendidikan Ekonomi FKIP.. UR) diperoleh

Saran yang perlu dilakukan dari penelitian ini yaitu identifikasi senyawa aktif dari ekstrak etanol daun keladi tikus (Typhonium flagelliforme), kemangi (Ocimum sanctum L), dan

Konsentrasi RNA yang diperoleh dengan penambahan sodium asetat dan etanol absolut serta disimpan pada suhu -20 0 C adalah 402 ng/µl untuk RNA bunga kakao, 1.200 ng/µl untuk RNA

masalah atau konflik baginya adalah langkah pertama langsung bertanya atau mintak penjelasan atas masalah tersebut untuk lebih memahami dari sisi yang belum mengetahui

Hasil perhitungan estimasi marjin kotor atas biaya tidak tetap fungsi produksi dengan menggunakan pejan- tan Garut menunjukkan bahwa sampai dengan masa bobot sapih, maka usaha

Cara kimia untuk mengorbankan mencit, tikus, kelinci, dan marmot adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis letalnya sehingga dapat membunuh

terdapat pada luka tukik penyu lekang berdasarkan pengamatan makroskopis bentuk dari delapan isolat umumnya berbentuk bulat. Permukaan pada umumnya