• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang d"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang disusun oleh mahasiswa berdasarkan penelitian lapangan dan/atau kepustakaan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum (S.H.), sesuai dengan program kekhususannya.

Persyaratan pengajuan

Mahasiswa yang sudah mengumpulkan 121 sks diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi dan didahului dengan proposal skripsi.

Proposal Skripsi

Sebelum mahasiswa membuat skripsi terlebih dahulu mahasiswa harus membuat proposal skripsi, yang terdiri dari:

 Latar Belakang Masalah

 Rumusan Masalah

 Tujuan Penulisan

 Metodologi

 Pertanggungjawaban Sistematika

 Bahan Bacaan Awal

Kerangka

Kerangka skripsi dibagi dalam 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian isi (teks) dan bagian akhir.

A. Bagian Awal: 1. Halaman Judul 2. Motto

3. Kata Pengantar 4. Daftar Isi

B. Bagian Isi:

1. Untuk penulisan skripsi dengan pendekatan empiris (law in action) terdiri dari:

 Pendahuluan:

 Permasalahan: Latar Belakang dan Rumusannya

 Alasan Pemilihan Judul

 Tujuan Penulisan

 Metodologi:

 Pendekatan masalah

 Sumber data

 Prosedur pengumpulan dan pengolahan data

 Analisis data

 Pertanggungjawaban Sistematika

 Bab-bab Uraian

 Penutup

 Simpulan

 Saran (apabila ada)

2. Untuk penulisan skripsi dengan pendekatan juridis normatif, terdiri dari:

 Pendahuluan:

 Latar belakang masalah

(2)

 Alasan pemilihan judul

 Tujuan Penulisan

 Metodologi:

 Tipe penelitian (normatif)

 Pendekatan (conceptual approach, statute approach, historical approach, comparative approach) dengan penjelasan, mengapa digunakan pendekatan tersebut

 Bahan/Sumber Hukum:

 Bahan hukum primer

 Bahan hukum sekunder

 Bahan hukum tertier

 Langkah penelitian/penulisan hukum: berisikan paparan secara lengkap tentang langkah pengumpulan bahan hukum dan langkah kajiannya

 Pertanggungjawaban Sistematika

 Bab-bab Uraian:

 Penutup:

 Simpulan

 Saran (apabila ada). Keterangan :

Latar Belakang Masalah adalah paparan yang berisikan uraian tentang apa yang menjadi tema pokok (main issue), mengapa dipermasalahkan, apa relevansi pemecahan tema pokok tersebut.

Rumusan Masalah menunjukkan, pertanyaan hukum yang relevan, tuntas, dan jelas pembatasannya terhadap tema pokok.

Tujuan Penulisan, memuat tujuan/kegunaan pemecahan masalah hukum tersebut.

Bab-Bab Uraian memuat isi penulisan yang teratur dengan baik, dan dapat ditinjau dengan mudah.

Pertanggungjawaban Sistematika memuat argumentasi tentang bab-bab yang tersaji.

Penutup, pada hakikatnya merupakan suatu kajian yang beranjak dari masalah dan diakhiri dengan suatu konklusi yang merupakan jawaban atas masalah yang dikaji.

Simpulan, merumuskan kembali secara singkat jawaban atas pokok masalah sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab uraian yang harus dikaitkan dengan bab pendahuluan (rumusan masalah).

C. Bagian Akhir:

(3)

Novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari ini sudah dibahas dalam bentuk artikel. Artikel dengan judul “Kisah di Balik Perahu” ditulis oleh Salman pada tahun 2009. Melalui novel ini Salman memperoleh kesan bahwa baginya Perahu Kertas adalah pengalaman mencicipi novel bergizi secara Dee. Sebuah konsep cerita yang membuat kita ketagihan sampai tak tahan harus menuntaskan dengan sekali membaca.

Hasil atau kesimpulan dari artikel “Kisah di Balik Perahu” ini yaitu daya magis tulisan Dee yang ikut tumbuh bersama-tokoh-tokoh di dalamnya. Sangat menyenangkan saat melihat semua karakter yang terbaca bergulat bersama waktu dan tumbuh dewasa. Mungkin inilah candu yang diberikan Dee. Artikel yang ditulis Saman ini memiliki kesamaan dengan yang diteliti. Subjek yang diteliti sama-sama menggunakan novel Perahu Kertas. Selain kesamaan juga mamiliki perbedaan. Perbedaan artikel yang ditulis Salman dengan yang dilakukan oleh peneliti adalah mengenai a) wujud konflik, b) sikap tokoh utama dalam menghadapi konflik, dan c) bentuk penyelesaian konflik. Artikel yang ditulis Salman membahas a) tokoh-tokoh dan b) karakter.

Menurut Kerlinger (1973:9), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasar pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori merangkan secara sistematis atau fenomena sosial dengan sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.

Dalam menyusun kerangka teori menurut Prof. Noeng Muhadjir, dalam makalahnya yang berjudul ” Proses Mengkonstruksi Teori dan Hipotesis”, bagian teori harus menampilkan bagian yang bulat yang disajikan secara holistik, tetapi juga bukan sekedar penyajian konsep yang terpilah dan terpecah-pecah, sehingga konsep tersebut akan lebih menarik untuk dikaji.

Tata fikir yang ditawarkan dalam penyusunan kerangka teori menggunakan logika reflektif, yaitu logika yang mondar-mandir antara proses berfikir induktif dan proses berfikir deduktif, dan tidak dipermasalahkan dari mana harus dimulai. Alat berfikir bukan hanya sekedar mendasarkan pada generalisasi dari rerata keberagaman individul dan rerata frekuensi kejadian, tetapi juga konteks, esensi, indikasi pragmatik, fungsional, atau yang lainnya.

Oleh karena itu suatu teori tampil sebagai abstraksi, simplifikasi atau idealitas dari fenomena, mungkin merupakan eksplanasi dan mungkin pula merupakan penafsiran atas empiri. Pada dasarnya teori mengandung beberapa hal antara lain: asumsi, postulat, tesis, hipotesis, proposisi dan sejumlah konsep. Dalam teori juga terdapat idealisasi tentang tata hidup kemasyarakatan atau tata hidup alam semesta. Validasi suatu teori diuji atas kemampuannya memberikanevidensi empirik.

2. Fungsi Teori

(4)

sistematis, merinci hubungan antar variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut, maka teori memiliki fungsi antara lain:

a. Menyediakan kerangka konsepsi penelitian, dan memberikan pertimbangan perlunya penyelidikan

b. Melalui teori kita dapat membuat pertanyaan yang terinci untuk penyidikan. c. Menunjukkan hubungan antar variable yang diteliti.

d. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3. Fungsi Kajian Pustaka

Untuk menemukan teori yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian, maka perlu adanya kajian pustaka memiliki beberapa fungsi:

1) Menyediakan kerangka konsepsi atau teori yang direncanakan

2) Menyediakan informasi tentang penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan datang.

3)Memberikan rasa percaya diri sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang berhubungan dengan penelitian kita tersedia.

4)Memberikan informasi-informasi tentang metode-metode penelitian yang digunakan , populasi dan sample, instrumen dalam pengumpulan data dan penghitungan-penghitungan statistic yang digunakan pada penelitian sebelumnya.

5)Menyediakan temuan-temuan, kesimpulan-kesimpulan penyelidikan yang dapat dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.

6)Kepustakaan penelitian meliputi laporan-laporan yang diterbitkan dari penelitian yang sebelumnya.

Kepustakaan konseptual adalah meliputi artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik atau buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam masalah.

4. Penyusunan Landasan Teori

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menyusun kerangka/ landasan teori, antara lain:

a. Kerangka teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu (bisa disajikan di Bab II atau dibuat sub-bab tersendiri).

b. Cara penulisan dari subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai keterkaitan yang jelas dengan memperhatikan aturan penulisan pustaka.

(5)

d. Semakin banyak sumber bacaan, maka kualitas penelitian yang akan dilakukan semakin baik, terutama sumber bacaan yang terdiri dari teks book atau sumber lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet dan lain-lain

e. Pedoman kerangka teori di atas berlaku untuk semua jenis penelitian

f. Teori bukan merupakan pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis di BUKU)

g. Pada akhir kerangka teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori, model konsep (apabila diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri, sedangkan penelitian studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus dicantumkan.

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori. Contoh:

Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkanpengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.

Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atauproposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji. Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:Kegunaan

Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.

Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.

(6)

keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.

Hipotesis dalam penelitian

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.

Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu: Untuk menguji teori,

Mendorong munculnya teori, Menerangkan fenomena sosial,

Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,

Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.

Karakteristik

Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan

Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:

1. Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian? 2. Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam

mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data? 3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?

Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian.

Berdasarkan sifat-sifat masalahnya, Suryabrata (1983) mengemukakan sejumlah metode penelitian yaitu sebagai berikut

(7)

U

ntuk mengetahui bagaimana profil pendidikan suatu daerah baik kabupaten/kota maupun propinsi, maka perlu dilakukan analisis terhadap data yang disajikan. Untuk itu, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dan kegunaan analisis data dan bagaimana analisis deskriptif dapat dilaksanakan berdasarkan indikator yang ada untuk mengetahui suatu profil pendidikan di

kabupaten/kota maupun propinsi.

A. Pengertian dan Kegunaan Analisis Data.

Analisis data adalah suatu kegiatan untuk meneliti,

memeriksa, mempelajari, membandingkan data yang ada dan membuat interpretasi yang diperlukan. Selain itu, analisis data dapat digunakan untuk mengindentifikasi ada tidaknya masalah. Kalau ada, masalah tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan benar. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang memberikan gambaran dengan jelas dan benar. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang

memberikan gambaran dengan jelas makna dari

indikator-indikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara indikator yang satu dengan indikator lain.

Kegunaan analisis data adalah sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan, perencanaan, pemantauan,

pengawasan, penyusunan laporan, penyusunan statistik pendidikan, penyusunan program rutin dan pembangunan, peningkatan program pendidikan, dan pembinaan sekolah.

B. Analisis Deskriptif

Dalam melaksanakan analisis deskriptif, indikator yang

digunakan adalah indikator nonpendidikan dan pendidikan yang terdiri dari indikator efisiensi internal.

Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap indikator ini, perlu disajikan kriteria sebagai standar untuk menentukan atau menginterpretasikan indikator tersebut. Kriteria ini bisa dirinci dalam dua jenis :

1. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional dengan

interval antara tinggi,

(8)

rata-rata propinsi untuk profil kabupten/kota. Interval diambil dari nilai yang

tertinggi dan nilai terendah.

2. Kriteria dihasilkan dari angka rata-rata nasional atau propinsi

untuk profil

propinsi dan profil kabupten/kota dan angka rata-rata propinsi untuk profil

kabupten/kota.

Analisis deskriptif dengan menggunakan kedua kriteria di atas dapat dilaksanakan melalui beberapa cara yaitu :

1. Analisis makro untuk indikator kabupaten/kota dan propinsi. Analisis

ini dilaksanakan dengan membandingkan indikator yang ada dengan rata-rata propinsi atau rata-rata-rata-rata nasional. Misalnya: indikator APM, rata-rata-rata-rata propinsi atau nasional = 75 persen, maka kabupaten/kota atau propinsi yang APMnya kurang dari 75 persen terdapat masalah dan melalui faktor internal dan eksternal agar dicari masalahnya.

2. Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk

indikator kabupaten/ kota dan propinsi. Analisis ini digunakan dengan membandingkan indikator satu dengan indikator lainnya pada jenjang yang berbeda. Misalnya membandingkan antar indikator yaitu indikator angka melanjutkan dan tingkat pelayanan sekolah atau membandingkan satu indikator angka melanjutkan pada jenjang SLTP dengan SM.

3. Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.

Analisis ini dilaksanakan dengan melihat disparitas antar kecamatan atau kabupaten/kota. Misalnya, rasio siswa per kelas dibandingkan antar

kecamatan atau kabupaten/kota dengan menggunakan standar adalah rata-rata angka kabupaten/kota atau propinsi. Bagi kecamatan atau kabupaten/kota yang berada dibawah rata-rata kabupaten/kota atau propinsi merupakan kecamatan atau kabupaten/kota tersebut yang perlu diberi penanganan khusus.

4. Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/kota.

Analisis ini dilaksanakan dengan memberikan bobot untuk setiap indikator di mana bobot yang besar diberikan pada indikator yang dianggap paling menentukan sehingga dapat diperoleh nilai di setiap kecamatan. Nilai yang paling tinggi menunjukkan kecamatan atau kabupaten/kota yang tidak bermasalah dan perlu dipertahankan, sedangklan nilai yang rendah adalah kecamatan atau kabupaten/kota yang bermasalah sehingga perlu diberi penanganan khusus.

Analisis Nonpendidikan dan Pendidikan diuraikan berikut ini :

1. Analisis Nonpendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah terdapat permasalahan dalam kegiatan yang menyangkut

penduduk dilihat dari indikator-indikator berikut ini.

a. Persentase penduduk menurut tingkat pendidikan (% PTP), indikator

(9)

tingginya persentase penduduk yang memiliki pendidikan sarjana ke atas. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih kecil dari angka nasional atau propinsi berarti masih ada permasalahan kecilnya penduduk yang berpendidikan tinggi sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan memberikan penyuluhan bahwa pendidikan sangat penting bagi peningkatan sumber daya manusia.

b. Angka buta huruf (ABH), indikator ini menunjukkan bahwa

masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya

ABH. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih besar dari angka nasional atau propinsi berarti masih ada permasalahan sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan program Kejar Paket A PBH.

c. Angka melek huruf (AMH), indikator ini menunjukkan kebaikan dari

indikator ABH, bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari

tingginya AMH penduduk.Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih rendah dari angka nasional berarti masih ada permasalahan

banyaknya penduduk buta huruf sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan program Kejar Paket A PBH.

d. Persentase penduduk miskin (% PM), indikator ini menunjukkan

bahwa masyarakat yang bermutu dapat dilihat dari rendahnya %

PM. Kriteria : Rata-rata nasional atau propinsi, bila lebih besar dari angka nasional berarti masih ada permasalahan banyaknya penduduk miskin sehingga perlu dicari jalan keluarnya, misalnya dengan meningkatkan program Jaringan Pengaman Sosial (JPS)

2. Analisis Pendidikan dilaksanakan untuk mengetahui apakah

terdapat permasalahan dalam kegiatan pendidikan yang

menyangkut pemerataan, mutu, relevansi dan efesiensi internal yang dilihat dari indikator-indikator yang ada.

Contoh analisis di bawah ini menggunakan indikator pemerataan, namun hal yang sama juga bisa dilakukan untuk indikator mutu, relevansi dan efesiensi internal.

Penjelasan indikator pemerataan dengan menggunakan kedua kriteria di atas.

APK, APM, Perbandingan Antar jenjang, Siswa per Sekolah, Siswa per Kelas, Siswa per Guru, Kelas per Ruang Kelas, Kelas per Guru, Angka Melanjutkan, dan Tingkat Pelayanan Sekolah.

Analisis makro untuk tiap indikator kabupaten/kota dan propinsi.

Indikator untuk pemerataan yang ada dibandingkan dengan angka rata-rata nasional atau angka rata-rata propinsi. Bila nilai masing-masing indikator yang ada kurang dari rata-rata tersebut, maka daerah atau propinsi atau kabupaten/kota tersebut

mempunyai masalah dan harus diberi penanganan khusus.

Analisis makro antar indikator dan jenjang pendidikan untuk kabupaten/kota dan propinsi.

(10)

dapat disimpulkan daerah atau kabupaten/kota atau propinsi mana yang ada masalah, masalah dapat berupa kekurangan gedung sekolah atau kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Bila digambarkan dalam diagram dapat dilihat sebagai berikut :

Diagram tersebut terbagi dalam 4 zona yaitu 1, zona 2, zona 3 dan zona 4. Zona tersebut dibentuk dari APM dan TPS dengan menggunakan rata-rata nasional yaitu APM SD sebesar 95 % dan TPS SD sebesar 134.

Zona 1 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih rendah dari angka nasional (134) misalnya 150 namun telah mencapai angka partisipasi murni sekitar atau lebih tinggi dari angka nasional (95 %), misalnya 96 %. Hal ini berarti, walaupun daerah tersebut masih kekurangan sekolah namun angka

partisipasi murni cukup tinggi. Saran : Perlu pembangunan UGB atau RKB.

Zona 2 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih tinggi dari angka nasional (134) misalnya 125 namun telah mencapai angka partisipasi murni sekitar atau lebih tinggi dari angka nasional (95 %), misalnya 97 %. Hal ini berarti, daerah tersebut telah cukup sekolah dan angka partisipasi murni juga cukup tinggi. Saran : Karena kondisi pendidikan daerah ini cukup baik maka perlu dipertahankan.

Zona 3 : Derah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih rendah dari angka nasional (134) misalnya 150 dan

pencapaian angka partisipasi murni jauh dibawah angka nasional (95 %), misalnya 85 %. Hal ini berarti, daerah tersebut

kekurangan sekolah dan juga angka partisipasi murnimasih

rendah. Saran : Perlu pembangunan UGB atau RKB, pelaksanaan berbagai pola wajar seperti Paket A, dsb.

Zona 4 : Daerah yang menunjukkan tingkat pelayanan sekolah lebih besar dari angka nasional (134) misalnya 125 tetapi

(11)

(JPS), Orang Tua Asuh dan penyuluhan berbagai pola wajar Paket A, dsb.

Analisis makro untuk antar jenjang-pendidikan untuk indikator kabupaten/kota dan propinsi.

Indikator untuk pemerataan, misalnya dibandingkan antara Angka Melanjutkan ke SLTP dan SM, antara APK SD dengan SLTP dan SM, antara rasio siswa per kelas SD dengan SLTP dan SM. Contoh :

a. Angka melanjutkan ke SLTP = 75,0%, ke SM = 60,0%, bila

pemerataan di semua jenjang, maka yang perlu ditangani adalah angka melanjutkan ke SM sehingga mendekati angka melanjutkan ke SLTP.

b. APK SD = 95,0%, SLTP = 65,0 % dan SM = 45,0%, bila

pemerataan di semua jenjang, maka yang perlu ditangani adalah APK di SM dibandingkan dengan SLTP dan SD, tetapi bila

prioritasnya adalah wajar diknas 9 tahun, maka yang perlu ditangani adalah peningkatan APK di SLTP.

c. Rasio siswa per kelas SD = 25, SLTP = 35 dan SM = 40, bila

pemerataan di semua jenjang maka yang perlu ditangani adalah rasio siswa per kelas di SM, tetapi bila prioritasnya adalah wajar diknas 9 tahun, maka yang perlu ditangani adalah penurunan rasio siswa per kelas di SLTP.

Analisis disparitas indikator setiap kecamatan atau kabupaten/ kota

Indikator untuk pemerataan dilakukan dengan membandingkan disparitas antar kecamatan atau kabupaten/kota satu dengan kabupaten/kota lainnya dengan menggunakan angka rata-rata nasional sehingga akan diketahui kecamatan atau kabupaten/kota mana yang angkanya lebih kecil dari rata-rata nasional sehingga APM SD kecamatan-kecamatan yang kecil itu yang perlu diketahui permasalahannya dan menjadi prioritas penanganan lebih dulu. Contoh :

Kecamatan 1 : 50,0%, kecamatan 2 : 65,0%, kecamatan 3 :

(12)

Analisis disparits indikator dengan memberikan bobot untuk

setiap kecamatan atau kabupaten/kota

Indikator untuk pemerataan disatukan, kemudian masing-masing indikator diberikan bobot sesuai dengan penting tidaknya

indikator tersebut. Misalnya APM diberikan bobot yang lebih banyak dibandingkan dengan angka melanjutkan dan angka melanjutkan diberi bobot lebih besar dibandingkan dengan rasio siswa per sekolah, karena APM lebih menentukan pemerataan pendidikan dibandingkan rasio lainnya, sehingga setiap

kecamatan atau kabupaten/kota akan mempunyai nilai masing-masing. Jumlah nilai yang terkecil menunjukkan kecamatan atau kabupaten/kota tersebut bermasalah sehingga perlu ditangani lebih lanjut. Contoh :

Kecamatan 1 memiliki APM = 60,0%, AM – 50,0% dan S/Sek = 240

Kecamatan 2 memiliki APM = 70,0%, AM = 60,0% dan S/Sek = 120

APM diberi bobot 50% AM diberi bobot 30% dan S/Sek diberi bobot 20% kemudian perhitungan nilainya menjadi :

Nilai kecamatan 1 adalah : (0,5*60)+(0,3*50)+(0,2*240) = 30+15+120 = 165

Nilai kecamatan 2 adalah : (0,5*70)+(0,3*60)+(0,2*120) = 35+20+60 = 115

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, setelah menyaksiskan video yang ditampilkan maka siswa mempraktikan teknik yang telah disaksikan selanjutnya setelah proses pembelajaran yang diberikan

yang telah memberikan ilmu tentang kepenulisan artikel ilmiah dan pengalaman menyunting jurnal, sehingga penulis bisa mengerjakan skripsi ini dengan baik.. selaku Dosen Wali

Dari apa yang disampaikan di atas penulis melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan teknik bermain karet gelang untuk meningkatkan hasil belajar

Berdasarkan rendemen pulp, konsumsi alkali, dan bilangan kappa, maka pulp batang pisang yang dihasilkan dari proses semikimia pada konsentrasi alkali 4% lebih layak teknis

Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan efisien dan menarik dalam keseluruhan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan

Oleh karena itu, hal tersebut sangatlah menarik apabila dilakukan studi yang mendalam tentang persepsi pertanian terhadap pelaksanaan program UPSUS PAJALE khususnya di

Kis 2:41-47 bercerita mengenai Cara Hidup Jemaat Pertama. Perikope ini menampakkan persaudaraan dan cinta kasih antar anggota jemaat. Jemaat tersebut terbiasa melakukan

Drive Test Engineer adalah suatu pekerjaan yang di peruntukan untuk mengetahui kualitas suatu sinyal atau pembuktian. kebenaran suatu pekerjaan