PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN
Oleh:
Fauzi Ikhsan Kamil
110620170005
Dosen:
Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernandi Affandi, S.H., LL.M.
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Akhir Mata
Kuliah Politik Hukum
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
A. Latar Belakang
Pada dewasa ini, apabila kita melihat tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas),1 yakni berusaha untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, diantaranya adalah bidang ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti dalam sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan dan jasa-jasa.
Perdagangan pada umumnya adalah suatu perbuatan seseoang yang dalam hal ini disebut sebagai produsen yang dalam penyelenggaraan barang untuk pemenuhan kebutuhan hidup orang banyak yaitu konsumen yang pada zaman modern saat ini sangat dibutuhkan. Pengertian perdagangan yang dikemukakan oleh C.S.T Kansil dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, menjelaskan bahwa perdagangan adalah:
“perdagangan atau perniagaan pada umumnya, ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain pada waktu yang berikut dengan maksud
memperoleh keuntungan.”2
Dalam zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan itu. Perdagangan dalam perkembangannya tidak hanya dilakukan di dalam suatu negara itu saja namun dapat dilakukan dengan negara lainnya juga, namun tentu saja dalam pelaksanaannya pasti ada rintangan-rintangan yang dapat menghambat perdagangan tersebut sehingga dapat merugikan para pihak yang sedang melakukan perdagangan itu sendiri.
1 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 1.
2
Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan suatu peraturan yang dapat mengatur penyelenggaraan perdagangan mengingat pada zaman modern ini sistem penyelenggaraan perdagangan banyak pilihan dan/atau cara penyelenggaraannya, misalnya dapat dilakukan dengan cara langsung antara produsen dengan konsumen maupun secara tidak langsung yaitu dengan cara melalui perantara, sehingga dirasa sangat penting adanya peraturan yang secara khusus untuk melangsungkan penyelenggaraan perdagangan yang dapat memberikan kepastian hukum untuk memberikan rasa aman kepada para penyelenggara perdagangan tersebut.
Sistem peraturan perdagangan di Indonesia sejak zaman dulu masih menggunakan produk dari pemerintah kolonial belanda. Ada dua macam peraturan perundang-undangan yang dibuat pada masa Hindia Belanda. pertama, peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan di Negeri Belanda untuk ditetapkan juga di Hindia Belanda (Indonesia). Kedua, peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh perangkat pemerintahan Hindia Belanda sendiri. selain pertimbangan bahwa peraturan perundang-undangan ini adalah produk kolonial (yang tidak dapat lain merupakan cerminan dari politik hukum kolonial), juga telah ketinggalan zaman. Perkembangan masyarakat, ilmu dan teknologi setelah perang dunia kedua, menuntut diciptakan hukum-hukum baru.3
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern pemerintah menyadari bahwa perlunya pengaturan yang lebih mandiri bagi mengenai suatu sistem hukum yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri yang lebih khusus mengatur bidang perdagangan. Selama 80 tahun ini perdagangan nasional diatur oleh produk belanda yaitu dalam Bedrijfsreglementerings Ordonnantie (BO) tahun 1934 yang banyak mengatur mengenai perizinan usaha saja. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, praktis tidak ada satu pun undang-undang yang mengatur perdagangan secara menyeluruh. Meskipun, sebenarnya berbagi aturan menyangkut perdagangan telah
3
dihasilkan selama ini, namun aturan mengenai perdagangan baru di setujui pada tanggal 11 Februari 2014 yang akhirnya bangsa Indonesia memiliki Undang-Undang tentang Perdagangan. Setelah melewati proses yang panjang, melalui sidang paripurna. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui dan mengesahkan draf Rancangangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).
Pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting dalam rangka pembangunan nasional bagi bangsa Indonesia. Sementara itu untuk menghasilkan suatu undang-undang yang sesuai maupun tepat dengan dinamika pada masyarakat di era globalisasi sekarang ini yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi tidak cukup mudah, selain itu dalam pembentukan undang-undang dari segi horizontal menghindarkan tumpang tindih nya peraturan perundang-undangan yang ada dan secara vertikal tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan pembangunan nasional bagi bangsa Indonesia maka pembentukan undang-undang tersebut perlu di bentuk secara terencana, terpadu dan sistematis yaitu melalui suatu alat berupa Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tentunya dengan tetap memperhatikan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, mengingat bahwa tujuan utama penyelenggaraan pembangunan nasional bangsa Indonesia sendiri adalah untuk memajukan kesejahteraan umum seluruh rakyat bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945.4 Lahirnya undang-undang perdagangan tersebut merupakan pembuka harapan baru bagi bangkitnya kekuatan ekonomi nasional. Undang-Undang ini memberikan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen dalam penyelenggaraan perdagangan.
Pembentukan UU Perdagangan ini didesain untuk melayani dan memfasilitasi bangkitnya kekuatan ekonomi kecil untuk bertahan dan turut menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan perekonomian nasional.
4 Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 merupakan dasar dalam terciptanya kesejahteraan umum,
dalam pasal ini dikatakan bahwa “perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi
Perdagangan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional bangsa indonesia dewasa ini harus dihadapkan dengan pada perdagangan bebas yang mengintegrasikan potensi dan kekuatan ekonomi dunia. Jelas ini bukan merupakan kemajuan besar bagi bangsa Indonesia. munculnya perdagangan bebas ini pun menjadi salah satu faktor UU Perdagangan ini untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia di tengah integrasi ekonomi dunia yang serat dengan ketidak pastian.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penelitian ini memfokuskan untuk mengangkat rumusan masalah (isu hukum) sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi tujuan penyusunan Rencana Undang-Undang Perdagangan dalam Proglam Legislatif Nasional?
2. Apakah terdapat pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang Perdagangan tersebut?
C.Metode Penelitian
Metode penelitian sangat penting dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang akurat, oleh karena itu metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif yang pendekatannya yuridis normatif, yaitu penelitian yang mencakup penelitian suatu asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum vertikal dan horizontal.5 Penelitian ini berdasarkan kepada data sekunder yang berkaitan dengan Program Legislasi Nasional Perdagangan yang terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan yang diperoleh langsung untuk digunakan dalam penelitian ini. Contohnya adalah peraturan perundang-undangan.
5
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan pustaka yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer seperti penjelasan undang-undang, literatur-literatur.
D.PEMBAHANASAN
1. Tujuan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Perdagangan
Sebagai Tonggak Pembangunan Nasional Perekonomian Bangsa
Pembentukan suatu undang-undang merupakan salah satu cara untuk menapai tujuan tertib pembangunan hukum nasional. Pembangunan hukum sangatlah dibutuhkan untuk meneruskan perjuangan bangsa merdeka setelah terlepas dari belenggu penjajahan kolonialisme barat, serta merupakan eksistensi sebagai negara yang berdaulat tentunya memerlukan kehadiran hukum nasional yang mencerminkan nilai-nilai kultur budaya bangsa . pembangunan hukum pada dasarnya meliputi usaha mengadakan pembaruan pada sifat dan isi dari ketentuan hukum yang berlaku dan usaha-usaha yang diarahkan bagi pembentukan hukum baru yang diperlukan dalam pembangunan masyarakat.6
Perkembangan zaman terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga akan muncul berbagai persoalan yang baru dan lebih kompleks dalam lingkungan masyarakat. Perkembangan zaman akan tidak terkendali apabila tidak cukup peraturan yang mengatur dalam kehidupan bangsa ini, karena di samping perubahan zaman maka akan adanya perubahan pada manusia itu sendiri selaku objek hukum yang dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat
6
dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan.7
sehingga hukum harus terus berpacu dengan perubahan zaman tersebut. Undang-undang sebagai salah satu jenis produk hukum yang merupakan salah satu unsur penting dalam rangka pembangunan nasional, namun adakalanya undang-undang tersebut lebih lamban dari pada perkembangan zaman, hal ini dimungkinkan karena yang pertama masyarakat terus berkembang secara dinamis, karena para penyusun undang-undang dasar tidak selalu mampu melihat ke muka hal-hal yang perlu diatur dalam undang-undang dasar.8
Pengertian undang-undang dalam kepustakaan Belanda dibedakan dengan konstitusi. Menurut paham tersebut undang-undang dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum Dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.” 9
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis dan mudah diterapkan dalam masyarakat merupakan salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Peraturan perundang-undangan dapat dijadikan pedoman maupun sebagai acuan bagi para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diterapkan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Peraturan yang memberikan pedoman tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut selama ini selalu ditunggu dan diharapkan dapat memberikan suatu arahan dan panduan dalam penyusunan
7
Mochtar Kusumaatmadja dalam Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 1.
8Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, cet ke-3, 1978, hlm. 95.
undangan yang meliputi tahap-tahap tersusun secara sistematis mulai dari tahap perencana, persiapan perumusan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengunadangannya menjadi lebih jelas.10 Undang-undang yang ideal sesuai dengan dinamika masyarakat dapat terlaksana apabila pembentukan undang-undang itu dilakukan secara terencana, terpadu dan ter sistematis melalui Program Legislasi Nasional (yang selanjutnya disingkat menjadi Prolegnas).
Prolegnas merupakan pedoman dan pengendali penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang mengikat lembaga-lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Prolegnas tidak saja akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan amanat dasar UUD 1945, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang. Dasar hukum melakukan kegiatan Prolegnas adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(selanjutnya disebut UU-PPP) yang berasal dari usulan Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Koordinasi penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah tersebut dilakukan melalui alat kelengkapan DPR yang khusus di bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khususnya mengenai bidang legislasi, sedangkan di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan.11 Lebih jelasnya lagi pengertian Prolegnas dalam Pasal 1 angka 9 UU-PPP di artikan sebagai instrumen perencanaan dalam program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Perencanaan dalam pembentukan suatu perundang-undangan
10 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya , Kanisius, Yogyakarta, cet. Ke-9, 2012, hlm 1-2.
yang baik sekurang-kurangnya harus mendasari kepada tiga landasan, yaitu:12
1. Landasan Filosofis
Landasan ini lebih kearah Filsafat atau pandangan hidup sesuatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa, yang mana nilai moral dan etika pada dasarnya adalah nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita dijunjung tinggi yang mengandung nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik, sehingga hukum dapat dikatakan baik yang mana harus berdasarkan kepada semua itu.
2. Landasan sosiologis
Sebuah undang-undang dapat dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila dalam ketentuannya telah sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum dalam masyarakat. 3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan suatu undang-undang tentu tak dapat dilepaskan apabila jika kita melihat dari pengertian politik hukum yang sebagaimana dibahas dalam bukunya Moh. Mahfud MD yang berjudul “Politik Hukum
di Indonesia”, bahwa politik hukum adalah:13
“legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.”
Garis besar pengertian politik hukum berdasarkan Mahfud MD di atas adalah pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan
12 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm. 43-44.
sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan diterapkan dalam pembentukan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan negara. Politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk.14 Kebijakan tersebut sebagai patokan penyelenggara dalam menerapkan hukum itu sendiri dalam bentuk pembentukan, penerapan dan penegakan hukum.
Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak daqlam suatu bidang tertentu. Dalam hal demikian dapat kita katakan, bahwa kekuasan itu bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang tadi.15 Kebijakan perdagangan lahir dari serangkaian ritual politik di parlemen, pembentukan UU Perdagangan ini bersandar pada landasan filosofis yang bersumber dari cita-cita luhur untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Para perumus UU Perdagangan ingin memposisikan tujuan besar ini sebagai sandaran menyusun pasal per pasal dalam naskah perundang-undangan. Sejatinya tujuan pembentukan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut dengan jelas diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya tujuan tersebut dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 45 yang menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Demikian pula halnya dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, juga dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tidak dapat di pungkiri lagi bahwa sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat diwujudkan melalui suatu tatanan perekonomian
nasional yang diselenggarakan berdasarkan asas domokrasi ekonomi. „
14 Padmo wahjono, indonesia negara berdasarkan atas hukum, ghalia indonesia, 1986, cet. II, hlm. 160.
15
Demokrasi ekonomi tersebut berdasarkan kepada prinsip-prinsip: kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemanirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kehadiran UU Perdagangan sebagai payung dari kegiatan perdagangan di Indonesia memberikan suatu kejelasan bagi seluruh pihak dalam mengimplementasikannya, dalam penyusunannya banyak hal-hal yang mesti dipertimbangkan oleh pemerintah.
Yang menjadi tujuan dalam Prolegnas RUU Perdagangan ini adalah bahwa UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bertujuan untuk menggairahkan dunia perdagangan Indonesia, memperkuat sistem perekonomian melalui perdagangan yang mengutamakan kepentingan nasional, serta sebagai jawaban bagi hadirnya tantangan global. Selain untuk meningkatkan perekonomian nasional dan berdasarkan kepentingan nasional. UU Perdagangan ini diharapkan menjadi kepastian hukum dan memberikan rasa aman dalam berusaha yang dilakukan oleh semua golongan mulai dari usaha menengah kebawah sampai menengah keatas selain itu, Perdagangan nasional Indonesia adalah aspek strategis yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan Indonesia di bidang ekonomi yang diharapkan hasil akhirnya tercapai makin majunya ekonomi bangsa dan makin sejahteranya rakyat Indonesia. Kronologi penyusunan rancangan undang-undang perdagangan dalam perkembangannya dalam tahun ke tahun16 :
1. Tahun 1996-2000
Rancangan akademik RUU tentang Perdagangan sudah disusun sejak tahun 1996, yang ditindak lanjuti dengan penyampaian Prakarsa Penyusunan RUU tentang Perdagangan kepada Presiden. Pada tahun 1999, RI telah menghasilkan dua Undang-Undang Inisiatif DPR-RI yakni:
- UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
- UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; - UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang WTO; dan
- UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Tahun 2001-2004
Pada tahun 2001, dilakukan penyusunan kembali RUU Perdagangan. Presiden R.I. melalui Surat Nomor : 686/MPP/XI/2003 tanggal 7 November 2003 dan Presiden R.I melalui Sekretaris Negara memberikan Persetujuan Prakarsa Penyusunan RUU tentang Perdagangan dengan Surat Nomor B-323 tanggal 31 Desember 2003. Pembentukan Tim Antardep yang bertugas menyusun dan membahas RUU.
3. Tahun 2005-2007
Pembahasan RUU Perdagangan sudah mulai fokus mengatur hal-hal yang belum diatur dalam UU lainnya, seperti: Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Perdagangan, Perdagangan Barang, Perdagangan Jasa, Perizinan, Lembaga Usaha Perdagangan, Perdagangan Lintas Batas, Standarisasi Dalam Perdagangan, Ekspor Impor, Perlindungan Perdagangan, Transaksi Elektronik, dan memasukkan Praktek Perdagangan Yang Dilarang: Sumberdaya Manusia Perdagangan dan Pengawasan-Penyidikan.
4. Tahun 2008-2012
disampaikan ke Kementerian Perdagangan tanggal 9 Agustus 2011, melalui surat Menteri Hukum dan HAM No. PPE.PP.02.03-1282 tanggal 9 Agustus 2011. Di tahun ini, terjadi pembahasan atas istilah
“demi kepentingan nasional.” Presiden melalui surat No. R -29/Pres/03/2012 Tanggal 5 Maret 2012 telah menyampaikan naskah RUU Perdagangan kepada Ketua DPR-RI.
5. Tahun 2013
Menteri Perdagangan membentuk Tim Pembahas RUU tentang Perdagangan Tahun 2013 untuk pemantapan pembahasan di DPR melalui SK Mendag No. 104/M-DAG/ KEP/2/2013. Bulan Juni 2013Masukan untuk perbaikan RUU Perdagangan dari DPR.
6. Juni 2013
Masukan untuk perbaikan RUU Perdagangan dari DPR, masyarakat, organisasi usaha, media massa, dll meliputi:
a. Naskah Akademik dan RUU Perdagangan menganut paham liberalisme karena menyerahkan perekonomian Indonesia ke dalam sistem pasar bebas;
b. RUU Perdagangan bertentangan dengan amanat konstitusi yang ada dalam Pasal 33 UUD 1945 yaitu “demokrasi
ekonomi”;
c. RUU Perdagangan memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan liberalisasi sektor perdagangan retail tanpa mengacu pada peraturan nasional.
7. Juli-Agustus 2013
Lahir RUU Perdagangan disesuaikan dengan naskah akademik yang baru, setelah melalui serangkaian pembahasan dengan semua fraksi di parlemen, penyusunan daftar inventaris masalah (DIM) dan pembahasannya secara intensif.
Pada tanggal 10 Februari 2014, Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi melaporkan hasil perumusan dan sinkronisasi pasalpasal dalam RUU Perdagangan kepada Tim Panitia Kerja.
9. 11 Februari 2014
Pada tanggal 11 Februari 2014 RUU Perdagangan disetujui oleh semua fraksi di DPR-RI untuk disahkan menjadi UU No. 7 tentang Perdagangan.
10. 11 Maret 2014
UU tentang Perdagangan ditandatangani oleh Presiden RI dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 11 Maret 2014 menjadi UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 45 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5512).
2. Pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang Perdagangan
sebelum membahas pelanggaran konstitusional dalam undang-undang perdagangan, baiknya kita pahami terlebih dahulu istilah dari konstitusi terlebih dahulu, sebagaimana diuraikan oleh Taufiqurrahman Syahuri dalam
bukunya yang berjudul “Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum”, secara
singkat konstitusi diartikan dalam arti absolut, yaitu mencakup17: a. Konstitusi sebagai kesatuan oragnisasi negara;
b. Konstitusi sebagai bentuk negara baik demokrasi ataupub monarki c. Konstitusi sebagai faktor integrasi; dan
d. Konstitusi sebagai norma hukum dasar negara.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka konstitusi merupakan bagian dari negara yang mencakup berbafai aspek mulai dari sebagai organisasi negara,
17
bentuk negara, dan yang paling pentin konstitusi sebagai norma negara. Maka dalam menjaga konstitusi suatu negara dibutuhkan aturan yang relevan, maksudnya adalah bahwa aturan itu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi karena apabila bertentangan maka konstitusi negara tersebut menjadi terlanggar.
pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan hukum nasional yang dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu melalui, yurisprudensi dan hukum tidak tertulis. Dari berbagai cara tersbut, peraturan perundang-undangan menduduki tempat atau peran utama. Ada berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam pembentukan suatu undang-undang, peranan peraturan perundang-undangan dalam suatu negara tergantung pula pada tradisi hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Secara tradisional, terdapat dua kelompok tradisi hukum yang utama di dunia ini, yaitu tradisi hukum kontinental (Civil Law Tradition), dan tradisi hukum angloaskis (Common Law Traditional). Di samping itu, ada juga yang menambahkan dengan tradisi hukum yang ketiga, yaitu tradisi hukum sosial (Socialist Law Tradition).18
Republik Indonesia secara historis bersentuhan lebih banyak dengan tradisi hukum kontinental, karena Belanda menjajah Bangsa Indonesia selama kurang lebih tiga setengah abad, sehingga bangsa Indonesia mengenai penerapan hukumnya tidak terlepas dari pengaruh hukum kontinental. Hal tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Undang Perdagangan). Dalam hal pengesahan Undang-undang Perdagangan oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah pada dasarnya tidak mengubah wajah kolonialisme dari undang-undang perdagangan terdahulu yaitu Bedrijfsreglementerings Ordonnantie (BO) tahun 1934. Hal ini karena pasal-pasal yang diatur dalam UU Perdagangan yang baru merupakan pengadopsian dari ketentuan perjanjian perdagangan internasional, yakni WTO.
Sebagai contoh lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan realisasi dari kesepakatan keanggotaan Indonesia dalam Organisasi perdagangan dunia, dengan pemberlakuan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang terdapat dalam GATT/WTO yaitu antara lain prinsip non diskriminasi (Most Favoured Nation) dan prinsip perlakuan yang sama (National Treatment), ketentuan penanaman modal Indonesia semakin liberal hal ini terlihat dari beberapa pasar yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu antara lain Pasal 3 ayat (1) huruf d, Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 6 yang merupakan pencerminan dari prinsip GATT/WTO mengenai National Treatment dan Most Favoudr Nations, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 18 angka 4, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (4).19
Liberalisasi perdagangan bebas yang berkaitan dengan penanaman modal asing membawa dampak yang besar bagi perkembangan hukum penanaman modal dan perdagangan internasional di Indonesia. di satu sisi Indonesia harus membuat peraturan atau ketentuan-ketentuan yang memudahkan perusahaan-perusahaan multinasional untuk menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi di satu sisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pun tidak boleh bertentangan dengan landasan ekonomi Indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Apabila kita melihat tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas),20 yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan dan jasa-jasa. Melihat dari ketentuan WTO merupakan suatu bentuk aturan neo-kolonialisme yang mendorong liberalisasi perdagangan sehingga mengakibatkan hilangnya kedaulatan Negara
19An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penananman Modal, PT. Alumni, Bandung, 2014, hlm. 15.
dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya akibat komitmen yang diikatkannya. Oleh karena itu, UU perdagangan berpotensi melanggar Konstitusi, sebagai contohnya adalah:21
1. UU Perdagangan telah menimbulkan perlakuan yang tidak adil bagi pelaku usaha kecil (petani, nelayan, dan UMKM).
Pasal 2 huruf c, Pasal 14 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 57 ayat (1) dan (2), Pasal 133
Prinsip non-diskriminasi yang diterapkan dalam UU perdagangan terhadap seluruh pelaku usaha telah merugikan petani, nelayan, dan UMKM ketika harus berhadap-hadapan secara langsung dengan pelaku usaha yang lebih besar. Perbedaan yang sangat besar diantara mereka mengakibatkan petani, nelayan, dan UMKM tidak akan mampu bersaing secara setara dalam medan perdagangan bebas yang berjalan hari ini. Hal ini akan berdampak terhadap kesejahteraan serta kelangsungan atas usaha yang menjadi penghidupan petani, nelayan, dan UMKM.
Oleh karena itu, Negara seharusnya memberikan perlindungan bagi petani, nelayan, dan UMKM secara eksklusif dengan perlakuan khusus terhadap mereka. Dan hal ini telah dilindungi dalam Konstitusi.
2. UU Perdagangan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan sehingga
menghilangkan tanggung jawab Negara, dalam hal ini
pemerintah , untuk melindungi hak-hak dasar kelompok
masyarakat rentan yang dirugikan dari praktik perdagangan
bebas.
Pasal 13
Praktik perdagangan bebas yang merugikan masyarakat, khususnya petani, nelayan, dan UMKM, semakin dilanggengkan dengan keberadaan UU Perdagangan. Bahkan aturan perlindungan kepentingan nasional terhadap ancaman perdagangan bebas seakan sengaja dibuat mengambang dan tidak mengikat kuat secara hukum. Sehingga menghilangkan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat.
Hal ini akibat pengikatan komitmen terhadap berbagai perjanjian perdagangan internasional yang tidak dapat dilanggar sehingga menghilangkan kedaulatan pemerintah dalam menetapkan isi dari regulasi nasional yang mampu melindungi kepentingan nasional secara tegas, kuat, dan mengikat. Inilah yang akhirnya menyebabkan hilangnya tanggung jawab Negara dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana amanat dari konstitusi.
3. UU Perdagangan telah menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan
pembelaan untuk mempertahankan kepentingannya. Pasal 67 ayat (3), Pasal 70 ayat (1), Pasal 97 ayat (3)
Oleh karena itu, setiap warga Negara mempunyai hak untuk melakukan pembelaan dan memperjuangkan haknya demi mempertahankan kepentingannya. Hal ini telah dilindungi di dalam Konstitusi.
4. UU Perdagangan telah menghilangkan kedaulatan rakyat untuk
dapat mempertahankan penghidupannya
Pasal 26 ayat (1), Pasal 57 ayat (4), Pasal 57 ayat (7)
Pembukaan pasar telah mendorong lonjakan impor yang akhirnya menyingkirkan keberadaan produk lokal yang kalah bersaing dengan produk impor. Selain itu, pembukaan pasar tidak lagi mewajibkan pemerintah untuk mengutamakan produksi dalam negeri sebagai satu-satunya sumber dalam memenuhi kebutuhan domestik nya. Pengelolaan Negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting dan strategis menjadi hilang. Sehingga pilihan impor selalu menjadi jalan keluar.
Hal ini kemudian berdampak terhadap pelaku usaha kecil lokal yang semakin tersingkir perannya dan pada akhirnya menghilangkan sumber penghidupannya. Kedaulatan rakyat atas ekonominya menjadi hilang.
5. UU Perdagangan telah menghilangkan jaminan dan hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 57 auat (4) dan ayat (7)
Berdasarkan Point 5 diatas, ketika kedaulatan rakyat telah hilang dalam mempertahankan kepentingannya, dalam hal ini adalah sumber-sumber penghidupan ekonominya, maka hal ini sudah tentu juga telah menghilangkan jaminan perlindungan terhadap hak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat.
Bahwa esensi dari pengaturan perdagangan dalam UU ini didasari pada semangat liberalisasi ekonomi, bukan kepada semangat ekonomi kerakyatan yang didasari pada Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3).
UU Perdagangan pada nyatanya seperti yang telah dijabarkan diatas yaitu masih terdapatnya suatu kekurangan, yaitu adanya pela pelanggaran konstitusi, padahal apabila kita melihat dari tujuan pembentukan UU Perdagang terebut yang berdasarkan kepada Pasal Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa dalam terciptanya kesejahteraan umum ialah perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi, lalu kekayaan alam di kuasai oleh negara dan dipergunkan oleh seluruh rakya.
Pada kenyataanya UU Perdagagan ini pun terdapat beberapa Pasal yang melanggar asasi manusia. Bahwasanya dalam Pasal 28 huruf D UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa:22
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam UU Perdagangan ini banyak dirasakan oleh para pengusasa kecil yang munculnya diskriminatif terhadap haknya, ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan, menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan pembelaan untuk mempertahankan kepentingannya, menghilangkan kedaulatan rakyat untuk dapat mempertahankan penghidupannya, menghilangkan jaminan dan hak rakyat
22
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, melanggar kedaulatan ekonomi nasional.
E.Kesimpulan
Yang menjadi tujuan dalam Prolegnas RUU Perdagangan ini adalah bahwa UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bertujuan untuk menggairahkan dunia perdagangan Indonesia, memperkuat sistem perekonomian melalui perdagangan yang mengutamakan kepentingan nasional, serta sebagai jawaban bagi hadirnya tantangan global. Selain untuk meningkatkan perekonomian nasional dan berdasarkan kepentingan nasional. UU Perdagangan ini diharapkan menjadi kepastian hukum dan memberikan rasa aman dalam berusaha yang dilakukan oleh semua golongan mulai dari usaha menengah kebawah sampai menengah keatas selain itu, Perdagangan nasional Indonesia adalah aspek strategis yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan Indonesia di bidang ekonomi yang diharapkan hasil akhirnya tercapai makin majunya ekonomi bangsa dan makin sejahteranya rakyat Indonesia
Terdapatnya suatu pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang Perdagangan yang mana diantaranya adalah munculnya diskriminatif terhadap haknya, ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan, menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan pembelaan untuk mempertahankan kepentingannya, menghilangkan kedaulatan rakyat untuk dapat mempertahankan penghidupannya, menghilangkan jaminan dan hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, melanggar kedaulatan ekonomi nasional.
F. Rekomendasi
Dalam Naskah Akademik perlu diuraikan tentang rujukan terkait dengan RUU yang akan dibuat. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang
tindihnya aturan baik secara horizontal maupun vertikal, serta untuk
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Hernandi. 2013. Hak Asasi Manusia, Pemerintahan Yang Baik, dan Demokrasi di Indonesia. CV. Kancana Salakadomas. Bandung.
Budiardjo, Miriam. 1978. Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta Chandrawulan, An.An, 2014. Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi
Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penananman Modal, PT. Alumni, Bandung.
Ilmar, Aminuddin . 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Kencana. Jakarta.
Indrati, Maria Farida. 2012. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius. Yogyakarta.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil. 2004. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar. 2013. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,
PT. Alumni, Bandung.
MD, Moh. Mahfud. 2009. Politik Hukum Di Indonesia, Rajawali Pers. Jakarta Manan, Bagir dan Kunta Magnar. 1987 Peranan pertauran Perundang-undangan
Dalam Pembinaan Hukum Nasional. CV. Armico. Bandung.
Nusantara, Abd. G. Hakim dan Nasroen Yasabari. 1980. Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia. PT. Alumni. Bandung.
Ranggawidjaja, Rosjidi. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung.
Salman, Otje dan Eddy Damian. 2002. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mammudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Wahjono, Padmo. 1986, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, ghalia indonesia. Jakarta.
Undang-Undang:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Sumber lain-lain:
Indonesia for global jusdtice & IKAPPI, “Pelanggaran Konstitusi dalam UU
Perdagangan, 3 Maret 2014, diunduh dari: http://igj.or.id. Pada tanggal 19 Desember 2017, pukul 15.00 WIB