• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING GELOMBANG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING GELOMBANG (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING GELOMBANG

Buldan Muslim1), Joni Effendi2), Edvin Aldrian3), Fakhrizal3), Bambang Sunardi3) dan

Angga3)

1) Pusat Sains Antariksa, LAPAN; 2) Badan Informasi Geospasial; 3) Puslitbang BMKG

e-mail: mbuldan@gmail.com

ABSTRAK

Gelombang gravitasi atmosfer dan infrasonik dapat ditimbulkan oleh aktivitas seismik seperti gempa bumi dan tsunami. Jika tsunami dan gempa bumi cukup kuat, gelombang-gelombang tersebut dapat menjalar sampai ketinggian ionosfer sehingga fluktuasi ionosfer dalam orde gelombang gravitasi atmosfer dan infrasonik dapat muncul di ionosfer. Sistem monitoring gelombang ionosfer yang terkait dengan gempa bumi dari data GPS (GPSIONOQUAKE) telah dikembangkan dari jaringan stasiun pengamatan GPS di Indonesia

dan sekitarnya. Menggunakan sliding Fast Fourier Transform (SFFT) pada data TEC

differensial yang diestimasi dari data fase gelombang pembawa sinyal GPS, fluktuasi tidak teratur dalam orde beberapa puluh detik sampai beberapa puluh menit dapat dideteksi di ionosfer dengan amplitudo rata-rata yang bervariasi dalam orde kurang dari 0,01 TECU. Pada saat tertentu fluktuasi ionosfer menjadi lebih teratur dengan amplitudo mencapai lebih besar dari 0,01 TECU. Pengujian metodologi menggunakan data GPS pada hari terjadinya gempa bumi Aceh 26 Desember 2004 menunjukkan bahwa gelombang ionosfer dapat dideteksi beberapa menit sampai beberapa jam setelah gempa bumi dan tsunami yang tergantung pada jarak titik pengamatan ionosfer dari episenter gempa bumi.

Kata kunci: GPS, TEC, ionosfer, gempa bumi, gelombang, gravitasi, infrasonik.

(2)

propagate to a height of the ionosphere so that fluctuations in the ionosphere in the period order of atmospheric gravity and infrasonic waves can appear in the ionosphere. Monitoring system of ionosphere waves associated with the earthquake from GPS data (GPSIONOQUAKE) has been developed from a network of GPS observation stations. Using sliding Fast Fourier Transform (SFFT) on differential TEC data estimated from the carrier phase data of the GPS signal, ionospheric irregular fluctuations in period order from seconds to tens of minutes can be detected in the ionosphere with an average amplitude which varies in the order of less than 0,01 TECU. At a certain moment the ionospheric fluctuations becomes more regular and have greater amplitude more than 0,01 TECU. The methodology examining using the GPS data during the occurrence of the December 26, 2004 Aceh earthquake shown that the ionosphere waves can be detected a few minutes to a few hours after the earthquake and tsunami that depends on the distance of the observation point of the ionosphere from the earthquake epicenter.

Keywords: GPS, TEC, ionosphere, wave, infrasonic, gravity, earthquake, tsunami.

1.PENDAHULUAN

Indonesia terletak di daerah pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertemu dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, dan bertemu dengan lempeng Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga terjadi pelepasan energi. Pelepasan energi tersebut menimbulkan bencana berupa gempa bumi dan tsunami.

Untuk mengurangi dampak gempa bumi di laut yang menimbulkan tsunami, telah dikembangkan sistem peringatan dini tsunami oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) bekerjasama dengan instansi luar negeri di Jerman. Sistem peringatan dini tsunami tersebut

dikenal dengan German-Indonesia Tsunami Early Warning System (GITEWS). Sistem

peringatan dini tsunami bekerja berdasakan model hubungan litosfer dan hidrosfer. GITEWS telah selesai dibangun dan telah diserahkan secara penuh oleh Jerman kepada Indonesia pada 31 Maret 2011 (GITEWS, 2014).

Bagaimanapun juga peringatan dini tsunami perlu diklarifikasi melalui pemantauan

gelombang laut dari posisi yang diukur dengan Global Positioning System (GPS) yang dikenal

dengan buoy. Tetapi buoy ini banyak mengalami kendala, baik dalam sistem keamanan

(3)

diperlukan sistem klarifikasi dengan metode lainya yang lebih murah dan lebih efektif.

Occipinthi et al. (2008a) menyarankan agar data total electron content yang diturunkan

dari data GPS yang dapat disingkat dengan TEC GPS (bukan posisi alat penerima GPS yang terletak di laut) dapat segera diintegrasikan dengan sistem peringatan dini yang sudah ada.

Berbeda dengan buoy, sistem pendukung peringatan dini tsunami berbasis TEC GPS tidak

memerlukan stasiun GPS di laut lepas, tetapi cukup menggunakan jaringan pengamatan GPS di daratan yang sudah ada karena satu alat penerima GPS dapat mengamati beberapa titik ionosfer yang tersebar di sekitar stasiun GPS sampai lebih dari ratusan km sehingga bisa menjangkau pengamatan ionosfer di atas laut.

Gempa bumi dan tsunami yang besar dapat menimbulkan gelombang gravitasi atmosfer dan gelombang infrasonik yang menjalar sampai ketinggian ionosfer sehingga ionosfer berfluktuasi dalam orde periode gelombang gravitasi atmosfer dan infrasonik. Jika informasi gelombang di ionosfer yang terkait dengan gempa bumi dan tsunami dapat diketahui secara

real time, peringatan dini tsunami dan informasi gempa bumi dapat diklarifikasi dengan

informasi gelombang ionosfer.

Maka dari itu LAPAN, BMKG dan Badan Informasi Geospasial (BIG) telah mencoba bekerjasama mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mengembangkan sistem monitoring gelombang ionosfer dari jaringan stasiun pengamatan GPS (yang selanjutnya kami namakan secara singkat dengan GPSIONOQUIKE). Sistem tersebut tidak dimaksudkan untuk menggantikan GITEWS yang sudah ada melainkan untuk melengkapi dan memperkuat sistem yang sudah ada. Jika GPSIONOQUAKE dapat terwujud dan bisa diimplementasikan, maka harapan besar dari masyarakat bisa dipenuhi.

Secara teknis kerjasama pengembangan GPSIONOQUAKE oleh LAPAN, BIG dan BNMKG sudah berjalan sejak 2014. Makalah ini menjelaskan status GPSIONOQUAKE yang sedang dikembangkan dan arah pengembangan selanjutnya untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami di Indonesia.

2.DASAR TEORI

(4)

gelombangnya ditransfer ke ionosfer melalui tumbukan dengan ion dan elektron sehingga dapat memunculkan gelombang infrasonik di ionosfer. Gelombang infrasonik tersebut dapat dideteksi dengan beberapa peralatan pengamatan ionosfer termasuk GPS.

Adapun teori kopling laut-atmosfer-ionosfer saat terjadi tsunami telah dijelaskan oleh Occhipinti et al. (2008b) yang secara ringkas dapat disimpulkan bahwa:

a. Berdasarkan analisis teori kopling laut-atmosfer-ionosfer melalui gelombang gravitasi

atmosfer internal yang ditimbulkan oleh tsunami menunjukkan bahwa secara kuantitatif tanda-tanda pengaruh tsunami di ionosfer dapat dihitung.

b. Dan kebetulan didukung dengan komponen medan magnet di daerah ekuatorial dan

lintang rendah yang mendekati horisontal, arah kecepatan partikel netral saat terjadi gelombang gravitasi sejajar dengan medan magnet bumi sehingga dapat menjalar sampai ionosfer lebih tinggi dibandingkan propagasi gelombang gravitasi atmosfer di daerah lintang tengah dan tinggi.

c. Perubahan kerapatan elektron ionosfer yang disebabkan oleh gelombang gravitasi

atmosfer internal melalui kopling partikel netral dan terionisasi di ionosfer dapat dideteksi melalui pengamatan TEC yang diturunkan dari data GPS.

d. Di samping itu propagasi gelombang gravitasi akustik juga telah dikaji secara teoritis

yang menunjukkan bahwa gelombang gravitasi akustik dapat dideteksi di ionosfer dengan kecepatan yang jauh lebih besar dari kecepatan gelombang gravitasi atmosfer internal.

3.DASAR EKSPERIMEN

Berdasarkan data TEC GPS, pengaruh tsunami pada ionosfer melalui beberapa gelombang gravitasi atmosfer dan akustik telah banyak ditemukan untuk kasus gempa bumi besar seperti kasus Aceh 26 Desember 2004 dan Tohoku 11 Maret 2011.

Choosakul et al. (2009) telah menemukan osilasi periodik sekitar 4 menit dari data TEC yang diturunkan dari data GPS SAMP (Sampali, Medan) dan PHKT (Phuket, Thailand) setelah gempa bumi dan tsunami di Aceh 26 Desember 2004. Dari data GPS diketahui osilasi sekitar

4 menit di ionosfer memanjang antara 4oLU sampai 15oLU yang mirip dengan luas retakan

gempa bumi Aceh. Choosakul et al. (2009) telah mengaitkan osilasi ionosfer ini sebagai gelombang akustik di ionosfer yang disebabkan oleh gempa bumi.

(5)

sekitar 3,6 km/detik yang setara dengan kecepatan gelombang Rayleigh.

4. PERALATAN

Gambar 4-1 menjelaskan GPSIONOQUAKE yang terdiri dari alat penerima GPS milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Cibinong. Sekitar 9 stasiun GPS BIG dapat diakses setiap 1 jam dan dua stasiun GPS dapat diakses setiap 1 menit.

Gambar 4-1: Sistem monitoring gelombang ionosfer menggunakan jaringan stasiun pengamatan GPS Badan Informasi Geospasial di Cibinong.

Dua stasiun GPS telah diset untuk pengamatan setiap 1 detik dan data disimpan setiap 1

menit satu berkas (file). Server TEC di BIG digunakan untuk menyimpan data GPS dengan

format Receiver Indepemdent Exchange Format (RINEX) sementara sebelum digunakan untuk

penentuan TEC. PC monitor dan kontrol di LAPAN Bandung digunakan untuk monitor

operasional pengamatan TEC GPS yang beroperasi di Cibinong melalui perangkat lunak Tiem

Viewer. Hasil pengamatan TEC GPS juga dapat diunduh oleh BMKG sehingga hasil

(6)

4.2 Data dan Metodologi

Setiap satu menit pengamatan data GPS format RINEX resolusi 1 Hz disimpan dalam satu berkas (file) pengamatan. Data GPS tersebut digunakan untuk komputasi TEC setiap menit yang disimpan dalam satu berkas.

Metodologi yang digunakan dalam GPSIONOQUAKE pada intinya terdiri dari 3 tahap utama yaitu kombinasi data GPS otomatis, komputasi TEC otomatis, dan analisis spektrum otomatis. Diagram alir metodologi yang digunakan dalam GPSIONOQUAKE diperlihatkan pada Gambar 4-2. Penjelasan diagram alir tersebut adalah sebagai berikut:

4.2.1 Kombinasi data GPS

GPSIONOQUAKE pertama kali mendeteksi adanya berkas data GPS format RINEX yang

ada di folder /komgps. Jika berkas data GPS format RINEX terdeteksi maka program

combiner.exe langsung mengkonversinya menjadi data kombinasi GPS yaitu hasil perhitungan L1-L2, P1-P2, data posisi stasiun dan data waktu pengamatan (epok). Jika tidak ada data GPS

dalam folder /komgps maka combiner.exe akan menunggu beberapa detik sebelum melakukan

deteksi di folder tersebut. Penjelasan lanjut kombinasi data GPS untuk estimasi TEC dapat dilihat di makalah Buldan dkk., (2013).

4.2.2 Konversi data kombinasi GPS ke TEC

Setelah data GPS dikombinasikan maka data RINEX segera dipindahkan ke folder

/obsgps/tahun/doy sesuai dengan data pengamatan pada hari ke berapa (doy singkatan dari day

of year) dan pada tahun sesuai data pengamatan. Adapun data hasil kombinasi masuk secara

otomatis di folder /komgps/komgps. Di folder ini program com2tec.exe sudah mendeteksi

setiap saat keberadaan data tersebut. Jika ada data masuk dalam folder itu maka com2tec.exe segera mengubahnya menjadi TEC dan hasil perhitungannya dimasukkan dalam folder

/komgps/komgps/tecgps/tahun/doy. Ada dua jenis data TEC yaitu data TEC GPS tiap menit

dan data TEC GPS tiap jam. Maka dalam folder /doy ada lagi folder /jam dan folder /men.

Selain itu untuk monitoring aktivitas gelombang infrasonik, 10 menit data terakhir masuk di

folder komgps/komgps/tecgps/menlatest. Bagaimana menghitung TEC dari data GPS telah

dijelaskan pada makalah sebelumnya yang terbit di proseding Siptekgan internasional yang disusun oleh Buldan dkk., tahun 2013.

4.2.3 Analisis spektrum

Analisis spektrum gelombang ionosfer dilakukan setiap saat ada data baru di folder

(7)

setiap 5 menit data TEC dan bergerak setiap satu detik yang disingkat dengan Sliding FFT (SFFT). Untuk data GPS setiap jam, digunakan SFFT setiap satu jam dan bergerak setiap 30 detik. Hasil analisis spektrum berupa informasi periodisitas variasi TEC dari orde detik sampai sekitar 500 detik (dari data TEC 1 Hz, dengan berkas setiap menit) dan informasi gelombang ionosfer dengan periode beberapa menit sampai puluhan menit (dari data GPS setiap 30 detik dalam berkas setiap satu jam). Hasil analisis berupa gambar spektrum dan nilai numeriknya

secara otomatis disimpan dalam folder /spektrumlatest dan spektrum/tahun/doy. Data analisis

spektrum yang masuk folder spektrumlatest digunakan untuk monitoring gelombang ionosfer

dalam orde infrasonik secara near real time dan untuk keperluan penyebaran informasi melalui

website atau sebagai bahan informasi website yang dinamis. Komputer yang ada di BIG pada akhir tahun 2014 telah dijadikan server dan telah diberi IP publik sehingga setiap saat bisa diunduh melalui internet.

Untuk berkas data GPS tiap menit telah digunakan data pengamatan TEC selama 10 menit, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang ionosfer infrasonik dengan periode beberapa puluh detik sampai beberapa menit. Adapun gelombang gravitasi atmosfer yang disebabkan tsunami memiliki periode beberapa puluh menit dapat dideteksi dengan data sepanjang 1 jam pengamatan dengan resolusi pengamatan GPS yang standar yaitu setiap 30 detik.

(8)

Gambar 4-2: Diagram alir sistem monitoring gelombang ionosfer dari data GPS

(9)

kecil jangka pendek tetapi gerakan satelit telah mempengaruhi kecenderungan data jangka beberapa jam sehingga perlu dilakukan penyaringan menggunakan metode polinom. Orde polinom yang digunakan adalah orde 3 untuk eliminasi trend jangka panjang dalam satu jam.

5.HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Status GPSIONOQUAKE

Gambar 5-1 menunjukkan tampilan gelombang ionosfer dalam orde periode infrasonik yang ditampilkan di PC TEC di BIG. Status saat ini yaitu pada akhir tahun 2014, GPSIONOQUAKE dapat digunakan untuk monitoring gelombang ionosfer. Dari hasil percobaan GPSIONOQUAKE dapat memunculkan fluktuasi di ionosfer dalam orde periode gelombang infrasonik mulai dari beberapa puluh detik sampai beberapa ratus detik dan dari orde beberapa menit sampai puluhan menit.

Pada Gambar 5-1 diketahui adanya fluktuasi dengan periode sekitar 48 detik yang terjadi sekitar pukul 0,87 UT atau pukul 00:52 UT. Walaupun data pengamatan tiap detik tetapi waktu kemunculan gelombang sulit dilihat sampai orde detik karena kejadian gelombang tidak mendadak pada detik tertentu dan periodenya mendekati orde menit. Amplitudo gelombang rata-ratanya sekitar 0,01 TECU dari stasiun pengamatan GPS di Cibinong dengan kode stasiun BAKO untuk satelit dengan PRN 30 (paling atas). Periode fluktuasi sekitar 48 detik tersebut semakin besar periodenya menjadi lebih dari 50 detik setelah pukul 1.2 UT atau pukul 01:12 UT (no 2 dari atas). Pada pukul 1,32 UT (sekitar pukul 01:19 UT) fluktuasi tersebut sudah mulai melemah dengan amplitudo kurang dari 0,01 TECU, dengan periode lebih besar dari 65 detik (no 3 dari atas). Dari spektrum fluktuasi TEC ionosfer telah diidentifikasi juga periodisitas sekitar 120 detik (2 menit) dengan amplitudo sekitar 0,01 TECU.

(10)

Gambar 5-1: GPSIONOQUAKE mendeteksi adanya fluktuasi dengan periode sekitar 48 di ionosfer dari satelit GPS dengan PRN 30 (paling atas). Periode fluktuasi tersebut semakin besar menjadi lebih dari 50 menit setelah pukul 1,2 UT atau pukul 01:12 UT (no 2 dari atas) dan akhirnya dengan periodenya lebih besar dari 65 detik (no 3 dari atas). Diidentifikasi juga periodisitas sekitar 120 detik (2 menit) dengan amplitudo mencapai 0,01 TECU (paling bawah).

Sistem monitoring gelombang ionosfer telah dapat beroperasi secara otomatis dan near

real time yang tertunda setiap satu atau dua menit. Tetapi dalam kondisi tertentu pengiriman

data dari alat GPS melalui jaringan lokal di BIG mengalami hambatan sehingga bisa tertunda sampai satu jam. Hal ini disebabkan oleh gangguan jaringan area lokal (LAN) di BIG.

(11)

permukan bumi. Oleh karena itu GPSIONOQUAKE telah dicoba dibuka aksesnya untuk BMKG. Data hasil monitoring gelombang ionosfer dapat digunakan untuk penelitian kopling-litosfer-atmosfer-ionosfer dan untuk kajian serta verifikasi sistem sebelum digunakan untuk operasional dalam memperkuat sistem peringatan dini tsunami.

5.2Pengujian GPSIONOQUAKE untuk deteksi efek gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004

Menggunakan metodologi yang dikembangkan, TEC ionosfer telah dapat dihitung dari data fase gelombang pembawa sinyal GPS dari stasiun pengamatan GPS di Sampali, Medan Sumatra Utara dengan kode stasiun SAMP, dari stasiun GPS di India dengan kode stasiun IISC dan setasiun GPS di Cocos Island dengan kode stasiun COCO.

Dari data TEC GPS tersebut gelombang ionosfer dengan sekala periode gelombang infrasonik yang disebabkan oleh gempa bumi Aceh 26 Desember 2004 telah dapat dideteksi sekitar 13 menit setelah gempa bumi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5-2 bagian atas dan lokasi titik pengamatan ionosfernya ditunjukkan pada Gambar 5-2 bagian tengah. Pada bagian bawah Gambar 5-2 ditunjukkan posisi propagasi tsunami pada pukul 01:12 UT. Kejadian gempa Aceh saat tersebut mendekati pukul 00:59:00 sehingga selisih waktu gempa dengan waktu terjadinya geombang infrasonik di ionosfer (gelombang ionosfer infrasonk)

sekitar 13 menit. Jarak antara titik ionosfer diamati di koordinat (12,1751o LU, 93,889oBT) dan

episenter gempa bumi di koordinat sekitar (3,3oLU, 95,9oBT) adalah sekitar 1011 km. Dan jarak

lurus dari episenter gempa ke titik ionosfer yang diamati pada ketinggian 350 km adalah sekitar 1069 km. Jika dianggap gelombang menjalar dari episenter tsunami langsung ke titik ionosfer maka gelombang infrasonik di atmosfer (gelombang atmosfer infrasonik) harus menjalar dengan kecepatan sekitar 1371 meter/detik. Padahal kecepatan gelombang atmosfer infrasonik hanya sekitar beberapa ratus meter/detik. Chum et al (2012) mendapatkan kecepatan gelombang atmosfer infrasonik ini sekitar 407 meter/detik. Oleh karena itu tidak mungkin gelombang atmosfer infrasonik yang dideteksi di ionosfer sebagai gelombang ionosfer infrasonik menjalar langsung melalui atmosfer dari pusat gempa.

(12)

yang dibutuhkan geombang atmosfer infrasonik dari permukaan bumi sampai ionosfer adaah 8,3 menit sehingga kecepatan geombang atmosfer infrasonik sekitar 700 meter/detik.

Deteksi geombang gravitasi atmosfer di ionosfer setelah tsunami dapat dilakukan dengan metode yang sama. Setelah dilakukan SFFT hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5-3 bagian atas. Lokasi titik ionosfer diperlihatkan pada Gambar 5-3 bagian tengah dan estimasi propagasi tsunami pada saat tersebut ditunjukkan pada Gambar 5-3 bagian bawah. Dari Gambar 5-3 bagian tengah dan bawah diketahui waktu tsunami mencapai lokasi koordinat titik ionosfer di permukaan bumi adalah sekitar pukul 01:53 UT. Sekitar 8 menit kemudian atau sekitar pukul 2:02 UT gejala gelombang ionosfer dengan periode sekitar 34 menit mulai terlihat di Gambar 5-3 bagian atas.

(13)
(14)
(15)

Gambar 5-4: Gelombang ionosfer teramati dari data TEC GPS sekitar pukul 4:00 UT dengan periode 22 menit (bagian atas) di titik ionosfer di sebelah timur Cocos Island (bagian tengah). Kondisi propagasi tsunami pada pukul 03:43 beberapa menit sebelum terdeteksinya gelombang ionosfer (bagian bawah).

(16)

gravitasi atmosfer dan menjalar vertikal dan sampai ke ionosfer 8,3 menit kemudian yaitu sekitar pukul 3:51 UT. Dari Gambar 5-4 bagian bawah dan atas diketahui bahwa perhitungan ini sesuai dengan waktu pengamatan gelombang ionosfer dengan periode sekitar 22 menit.

Dari tiga stasiun GPS yaitu SAMP di Sampali, IISC di India dan COCO di Cocos Island telah dibuktikan bahwa metodologi yang dikembangkan mampu mendeteksi gelombang ionosfer yang bersumber dari gempa bumi melalui gelombang seismik dan gelombang infrasonik, dan dapat mendeteksi gelombang ionosfer yang bersumber dari tsunami melalui hidrosfer secara horisontal dan menjalar vertikal melalui atmosfer dalam bentuk gelombang atmosfer infrasonik.

5.4 Pengembangan Sistem Untuk Keperluan Operasional

GPSIONOQUKAE baru dapat digunakan untuk monitoring gelombang ionosfer yang terkait dengan aktivitas gelombang infrasonik dengan periode kurang dari 5 menit dan gelombang gravitasi atmosfer di ionosfer dengan periode beberapa puluh menit. Untuk monitoring gelombang ionosfer infrasonik, sistem belum dapat digunakan untuk estimasi arah dan besar kecepatan gelombang ionosfer karena masih menggunakan dua alat penerima GPS beresolusi 1 Hz.

Adapun dari data GPS tiap jam, sistem monitoring dapat digunakan untuk estimasi propagasi tsunami melalui gelombang ionosfer karena sudah menggunakan 8 stasiun GPS, tetapi pengumpulan data otomatis setiap 1 jam belum memenuhi kebutuhan untuk operasional. Untuk dapat digunakan secara operasional pemantauan gelombang ionosfer terkait gempa bumi dan tsunami, GPSIONOQUAKE memerlukan minimal 3 GPS receiver dengan resolusi 1 Hz yang dapat disimpan datanya setiap 10 detik. Jarak antar stasiun GPS adalah sedemikian sehingga kecepatan gelombang infrasonik sekitar beberapa km/detik masih dapat dideteksi. Hal ini membutuhkan jarak antar stasiun GPS sekitar 30 km. Dengan demikian sistem monitoring dapat memberikan informasi gelombang ionosfer yang diupdate setiap 10 detik. Untuk transfer data GPS dari 3 stasiun dibutuhkan kabel fiber optik agar stabil dan cepat. PC yang dibutuhkan adalah yang memiliki kecepatan tinggi, dengan media penyimpan data yang dinamis sehingga dapat ditambah sesuai kebutuhan tanpa menghentikan operasional sistem. Dengan demikian diperlukan pengembangan perangkat lunak yang dapat membaca streaming

(17)

6.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Gelombang ionosfer telah dapat dimunculkan dengan sistem monitoring gelombang ionosfer GPSIONOQUAKE. Osilasi periodik ionosfer sama dengan dengan orde osilasi gelombang infrasonik sampai gelombang gravitasi atmosfer. Adapun gangguan ionosfer yang tidak reguler periodenya hampir tiap saat terjadi dengan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang yang periodik dan reguler.

Pengujian metodologi untuk deteksi efek gempa bumi dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 pada lapisan ionosfer menunjukkan bahwa metodologi yang digunakan GPSIONOQUAKE mampu mendeteksi gelombang ionosfer yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami tersebut.

GPSIONOQUAKE perlu dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan untuk monitoring arah pergerakan gelombang ionosfer sehingga dapat dijadikan bahan informasi untuk perkiraan episenter gempa bumi dan monitoring tsunami melalui gelombang ionosfer dan dapat dijadikan sebagai penguat sistem peringatan dini tsunami di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada LAPAN yang telah memberikan dukungan fasilitas untuk pengembangan sistem GPSIONOQUAKE, kepada BIG yang telah memberikan ijin penempatan komputer server dan untuk komputasi TEC dari jaringan pengamatan GPS yang dikelolanya, dan kepada BMKG yang telah mempercayakan pengembangan sistem kepada penulis.

DAFTAR RUJUKAN

Choosakul, N., A. Saito, T. Iyemori, dan M. Hashizume, 2009, “Excitation of 4-Min Periodic

Ionospheric Variations Following The Great Sumatra-Andaman Earthquake In 2004”,

JOURNAL OF GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 114.

Chum, J., F. Hruska, J. Zednik, and J. Lastovicka, 2012,” Ionospheric Disturbances

(Infrasound Waves) over The Czech Republic Excited”, the 2011 Tohoku earthquake,

JOURNAL OF GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 117, A08319.

Hao, Y.Q., Z. Xiao, and D. H. Zhang, 2012, “Multi-Instrument Observation on Co-Seismic

Ionospheric Effects after Great Tohoku Earthquake”, JOURNAL OF

GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 117.

(18)

Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa (SNSAA) 2014

Muslim, B., J. Effendi, R. Suryana, 2013, “Developing Real Time GPS TEC Computing

System”, Proceeding of International SIPTEKGAN, Serpong, 3 Desember 2013.

Occhipinti G., A. Komjathy, P. Lognonne, 2008a, “Tsunami Detection oleh GPS, How

Ionospheric Observation Might Improve the Global Warning System”, GPS World,

February, 2008.

Occhipinti, G., E. A., Kherani, and P., Lognonn´e, 2008b, “Geomagnetic Dependence of

Ionospheric Disturbances Induced Oleh Tsunamigenic Internal Gravity Waves”,

Geophys. J. Int.,173, 753–765.

Gambar

Gambar 4-1 menjelaskan GPSIONOQUAKE yang terdiri dari alat penerima GPS milik
Gambar 4-2: Diagram alir sistem monitoring gelombang ionosfer dari data GPS
Gambar 5-1: GPSIONOQUAKE mendeteksi adanya fluktuasi dengan periode sekitar 48 di
Gambar 5-2: Gelombang ionosfer infrasonik muncul sekitar 13 menit setelah gempa bumi Aceh, 26 Desember 2004 pukul 00:59 UT (bagian atas), di titik ionosfer (bagian tengah, dan status tsunami Aceh 26 Desember 2004, 13 menit setelah gempa
+3

Referensi

Dokumen terkait

baik dalam melakukan budidaya kelapa sawit karena masih berada pada kategori kurang baik, tetapi tidak menutup kemungkinan bila terdapat perbaikan kedepannya

3 Jumlah mata pancing dan ketersediaan umpan Jumlah mata pancing yang digunakan pada saat setting operasi penangkapan ikan dilakukan sangat berkaitan dengan peluang tertangkapnya

Keuntungan penggunaan balok baja dengan menggunakan castellated beam selain dapat mengurangi biaya konstruksi dan membuat bahan menjadi lebih ringan jika dibanding dengan profil

Augmented reality dapat menampilkan objek dan animasi tata surya beserta informasinya kelingkungan nyata secara real time, pengguna dapat berinteraksi langsung dengan

Hasil penelitian dan pembahasan tentang ”Upaya Meningkatkan Kinerja Guru Bimbingan Konseling dalam Penyusunan Rencana Program Layanan melalui Pendampingan Supervisi Klinis di

SDVDU 7RELQ¶V 4 HPLWHQ Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat pengembalian ekuitas yang baik maka akan memperoleh respon baik juga dari pasar, hal ini sejalan

6 Juni (sampai tanggal 5) 10.. Bentuk-bentuk Perlakuan Buruk Majikan terhadap Pekerja Migran Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dapat diidentifikasi beberapa