• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABBASIYAH.p (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABBASIYAH.p (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BIODATA

NAMA : NURHAYATI OLII

ALAMAT : BOLAANG MONGODOW URATA (BOLMUT) T.T.L : BOHABAK, 28 OKTOBER 1997

FAKULTAS : TARBIYAH

(2)
(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan Islam yang berkuasa di Baghdad. Kehalafihan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebut dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah adalah keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termudah, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750-1258 M.

Pemerintahan Abbasiyah dari Tahun 132 H. Hingga tahun 656 H. Temponya ialah selama 524 tahun. Pada tahun 656 H. Kaum tatar melanggar dunia Islam, membunuh khalifah Abbasiyah serta kaum keluarganya dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah.

Tempo sebegitu lama yang dinikmati oleh golongan Abbasiyah ketika memegang tampuk pemerintahan, tidak berarti bahwa kekuasaan para khalifahnya sama sejajar. Sebaliknya kekuasaan tersebut adalah berbeda-beda yang menyebabkan para pengkaji memberikan tempo pemerintahan Abbasiyah itu kepada beberapa periode. Pandangan ahli-ahli tentang pembagian ini dan sebab-sebabnya mungkin berbeda. Tetapi di pihak kita, tempo pemerintahan Abbasiyah itu kita bagi kepada tiga periode yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri berbeda dari yang lain. Periode-periode tersebut ialah : Periode pertama (132-232 H.). Kekuasaan pada periode ini berada di tangan para khalifah. Periode kedua (232-590 H.). Pada periode ini kekuasaan hilang dari tangan para khalifah. Dan periode ketiga (590-656 H.). Pada periode ini kekuasaan berada kembali di tangan para khalifah. Tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.

(4)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah ? 2. Kedudukan Khalifah ?

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA DAULAH ABBASIYAH

Berdirinya daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu : satu dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu mulim al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuk Daulah Abbasiyah. Sedangakan strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-hibauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umawiyah. Dari dua strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan kawan -kawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.1

Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-‘Abbasy, seperti sambil berdagang dan melaksanakan haji di balik itu terprogram bahwa mereka menyebarkan ide dan mencari pendukung terbentuknya Daulah. Penulis melihat pendirian Daulah tidak semudah membalik telapak tangan dan tidak semudah meminum air, tetapi memerlukan tenaga dan usaha-usaha yang sampai mengorbankan nyawa dalam jumblah yang tidak sedikit.

Dan ini bisa terlihat pada peperangan yang terjadi antara Daulah Umawiyah dan pendukung berdirinya Daulah Abbasiyah seperti peristiwa 11 jumadil Al-Akhirah 132 H dalam waktu itu terbunuh 300 orang dari Daulah Umawiyah dan termasuk Ibrahim bin Al-Walid bin Adil Malik saudara dari Yazid. Seperti dikatakan : terbunuhnya Marwan bin Muhammad malam Ahad 3 Zulhijjah 132 H dan dikirim kepalanya kepada Asyafah di kuffah dan berakhirlah Daulah Umawiyah dengan kematiannya pada usia 65 tahun 9 bulan dan beberapa hari.

Pemerintahan Abbasiyah adalah keturunan daripada al-Abbas, paman Nabi SAW pendiri kerajaan al-Abbas ialah Abdullah s-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya di dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW, agar jabatan khlifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak-saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, di mana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.

(6)

Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.

Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh

golongan syi’ah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi’ah selama pemerintahan

Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di

Karbela. Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi’ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai’ah oleh orang-orang syi’ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani

Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi’ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi

imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai

nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi’ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk

mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.2

Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :  Gerakan secara rahasia

Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.

 Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum

Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.

Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul

(7)

Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M.3

Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai’ah

menjadi khalifah , dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan “saya berharap semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim ( Bani Umayyah ) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan….. ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalah al-saffah”. Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus

2. Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah

3. Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.

Faktor-faktor pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya.

a. Banyak terjadi perselisihan antara intern bani Umawiyah pada dekade terakhir pemerintahannya hal ini di antara penyebabnya : memperebutkan kursi kekhalifahan dan harta.

(8)

b. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin al-walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.

c. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang di kerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidilah sebagai putra mahkota.

d. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariah, seperti Al-Qadariah.

e. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah. f. Kesombongan pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya. g. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab). Umawiyah mengakibatkan runtuhnya

Daulah dan berdiri Daulah bani Abbas hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali dari Khurasan dan Persi. Misalnya, bergabungnya Abu muslim al-Khurasani, ia berhasil menjadi pimpinan di Khurasan yang pada awalnya di bawah kekuasaan Umawiyah.

Masa Kejayaan Peradaban Bani Abbasiyah

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.

Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.4

Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke India.

Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan. Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas dari Tiongkok, usaha pembuatan kertas erat kaitannya dengan perkembangan Universitas Islam.

(9)

Pabrik kertas ini memicu pesatnya penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran non-formal.

Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh khalifah Al-Rasyid untuk keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800 orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada zaman inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :

1. Ilmu Kedokteran

Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran.

2. Ilmu tafsir

Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir Bir ra’yi, aliran yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist dan pendapat tokoh -tokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan Nash.

3. Ilmu Hadist

Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang.

4. Ilmu Kalam

Bukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan pada masa Bani Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu dan masih besar pengaruhnya sampai sekarang, Diakalangan Ulama Ahlu al-Sunnah wal jamaah.

(10)

Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai

sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid

6. Ilmu Matematika

Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.

7. Ilmu Farmasi

Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’ al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).

B. KEDUDUKAN KHALIFAH

Sistem pemerintahan ke khalifah atau pemerintahan bani Abbasiyah meniru cara Umawiya bukan mncontoh Khulafaurrasiddin yang berdasarkan pemilihan khalifah dengan musyawarah dari rakyat. Dan ada satu hal yang baru lagi bagi khalifah Abbasyiah ialah pemakaian gelar Al-Mansyur. Hal tersebut dapat di telusuri dari lokasi di mana Abbasyiah berkuasa yang bertumpu pada bekas kekuasaan persiah, sehingga model persiah dijadikan acuan bagi pemerintahannya. Antara lain dengan mengatakan seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi.

Dalam masa pemerintahan Al-Mansyur terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang kuat yang berjasa dalam merebut kekuasaan dari tangan bani Umawiyah karena khalifah itu tidak ingin ada tandingannya sehingga melampangkan jalan bagaimana keinginannya. Dalam masa pemerintahan Al-Mansyur, ibu kota Bani Abbas dipindahkan ke kota Baghdad. Al-Mansyur ini memerintah selama 22 tahun dan wafat tahun 158 H. Sebelum wafat Al-Mansyur mewasiatkan kepada anaknya Al-Mahdi untuk menggantikannya dengan menomorduakan Isa Ibn Musa yang pernah ditetapkan oleh As-Saffah untuk memegang pemerintahan setelah Al-Mansyur.5

Dalam masa pemerintahan Al-Mahdi terjadi perubahan dari sifat keras yang diterapkan oleh ayahnya ke sifat moderat dan murah hati. Dia mengembalikan harta kekayaan yang disita oleh ayahnya kepada pemilik harta tersebut, serta membebaskan para tawanan politik dari kelompok

Si’ah serta memerangi kaum kafir yang menyimpang dari ajaran Islam.

Sifat lembut dan kecintaannya kepada manusia karena politiknya ingin menyatukan hati, mencintai sesama manusia, serta mendapatkan keridhaan dan cinta mereka. Al-Mahdi bisa

(11)

melakukan hal tersebut, karena dia mencintai dan dekat dengan orang-orang. Hal pertama yang dia lakukan adalah mencintai musu. Dia membebaskan para tawanan yang ditawan oleh ayahnya karena sebab-sebab politik- bukan sebab-sebab syariat. Mereka dibebaskan dan dieri kemerdekaan setelah sebelumnya disiksa dipenjara. Kemudian, dia pun menggunakan politik, yaitu politik kasih sayang terhadap pengikut, komandan, dan keluarganya. Dia mengambil harta yang banyak dari kas negara kemudian membagi-bagikannya dengan ikhlas. Diceritakan, bahwa dia pernah duduk memberikan hadiah sambil disaksikan oleh keluarga dan para komandannya. Dia membacakan nama-nama, menyuruh untuk menambah sepuluh ribu atau dua puluh ribu, dan hal yang sejenisnya. Hal itu terjadi pada tahun 169 Hijriah. Kemudian, dia pun mengembalikan barang-barang yang telah disita oleh keluarganya kepada peimiliknya dalam jumlah yang sangat banyak. Adapun kepada rakyat, dia telah menempuh jalan yang baik untuk mengetahui pemikiran-pemikiran mereka.

Dia membuat daftar bagi orang-orang yang dizhalimi dan mendirikan sebuah dewan untuk hal tersebut. Di dalam istana dia membuat sebuah tempat untuk mengajukan keluhan dan keinginan. Setiap hari dia duduk bersama orang-orang yang dizhalimi. Majelisnya selalu didatangi

oleh para hakim. Dia berkata, “jika saya tidak malu kepada seorang pun, saya malu kepada mereka.”

Kedudukan khalifah pada masa kepemerintahan Bani Abbasiyyah sangatlah berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya (Khulafa’ al-Rasyidin dan Bani Ummayah), mereka beranggapan bahwa seorang khalifah merupakan seseorang yang diberi mandat oleh Allah, bukan dari manusia ataupun sekedar pelanjut nabi sebagimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Dan Bani Abbaslah yang mendapatkan mandat tersebut. Oleh karena itu kedudukan khalifah itu dipegang sepenuhnya oleh keturunan bani abbas, bahkan pada masa al-Mansur, dia pernah berkata :”innama

ana sulthan Allah fi ardhi”

C. SISTEM POLITIK, PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA 1. Sistem politik

Adapun sistem politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:

a) Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali turunan Persia.

b) Kota baghdad sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.

c) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

(12)

e) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamandun Islam.

2. Sistem Pemerintahan dan Bentuk Negara

Dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al- Mansyur yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut, sedangkan pendiri Abbasiyah adalah Abdhul Abbas Al-Saffah. Sistem pemerintahan kekhalifahannya diambil dari nilai-nilai Persia. Para khalifah Abbasiyah memperoleh kekuasaan untuk mengatur negara langsung dari Allah bukan dari rakyat, yang berbeda dari sistem kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.6

Kekuasaan mereka yang tertinggi diletakan pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan sistem teokrasi. Khalifah bukan sajah berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama yang berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai gelar imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya. Namun dalam hal pengangkatan mahkota, Abbasiyah meniru sistem yang dilaksanakan Umawiyah, yakni menetapkan 2 orang putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antara putra mahkota. Tetapi tradisi mengangkat dua putra mahkota tidak berjalan selama masa Abbasiyah.

Pemerintah Abbasiyah berlanjut dari tahun 132-656, kurang lebih selama 524 tahun. Pemerintahan Abbasiyah menurut pandangan ahli sejarah membagi kepada periode:

a) Periode Khalifah Abbasiyah yang pertama Abdul Abbas Al-Saffah 132-136 H/750-754 M. Nama aslinya adalah Abu Al-Abbas bin Muhammad ibnu Ali bin Abdillah bin Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Pada periode ini penulis tidak menemui banyak kemajuan karena masa ini berawal dari pemerintahan dan tampaknya masih bekonsentrasi pada kondisi kedalam dan pembenahan, dan masih ada beberapa perlawanan-perlawanan melawan panglima bani Umawiyah yang loyalitas pada Daulah Umawiyah seperti Abdurahman Ad-Dakhili yang mendirikan Daulah bani Umawiyah di Andalus ia selamat dari kejaran Abbasiyah, kemudian memerangi Abu Salamah Al-Khalifah Marwan. Pada periode ini Al-Khalifah merehabilitasi istana yang berada di Baghdad, namun pada periode Al-Mansyur Khalifah kedua dibangun kembali dengan megah.

b) Periode khalifah kedu

Khalifah kedua sesudah Abu Al-Abbas asd-Safah adalah Abu Jakfar Al-Mansyur tahun 136-158 H/754-775 M. Dilahirkan Abu jafar Abdullah bin Muhammad bin Ali-Abbasy

(13)

tahun 101 H di Qemah pada akhir pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah kedua ini adalah yang merehabilitasi istana dengan megah, seindah-indahnya, diceritakan dalam buku siapa yang melihat dengan istana itu akan terheran-heran.

c) Almahdi tahun 158-169 H/775-785 M

Ia adalah khalifah Daulah Abbasiyah ketiga yang memerintah lebih kurang sebelas tahun namanya adalah Muhammad bin Abdillah al-Mansyur dilahirkan di Al-Hamimah 126 H. Pada masa khalifah ketiga ini dikeluarkannya para tahanan-tahanan penjara yang dipenjarakan sebelum ia memerintah kecuali yang punya kesalahan, pelanggaran yang besar. Ia membangun bangunan jalan untuk menuju Mekkah dan membangun perairan dari sumur-sumur besar untuk minum para musafir, dan di alirkan ke penjara-penjara, dan dijaga kebersihannya dari kotoran dan penyakit, ia merehabilitasi masjid Al-Haram akan tetapi ia menghilangkan nama Al-Walid bin Abdil Malik dari dinding masjid Al-Haram dan diganti dengan namanya. Ia juga membuat kantor-kantor pos surat untuk penduduk Mekkah, Madinah dan Yaman, dan menunjuk wakil-wakil raja diberbagai Daulah Abbasiyah. Khalifah ini dikenal dengan kemakmuran dan disukai rakyatnya. Ia juga membuat pagar-pagar di sekeliling kota-kota untuk pertahanan dan khususnya daerah Rafasah. Dan pada masa khalifah Al-Mahdi, Baghdad menjadi pusat perdagangan internasional dan berkembang berbagai ilmu, seperti Assyiir hikmah, adab, dan musik. Pada masa ini Al-Mahdi selalu setiap tahun mengganti kain tutup kakbah sehingga berlanjut menjadi contoh kepada pemerintah dari khalifah selanjutnya. Semasah khalifah ini juga sholat jamaah yang dilaksanakan di istana berahli ke masjid-masjid dan di buat mimbar-mimbar seperti mimbar Rasulullohu alaihi wasalam. Semasa khalifah ini juga dikeluarkan Abdullah bin Marwan bin Muhammad al-Umawih dari pengasingan di negeri Syam tahun 161 H dan di maafkan oleh khalifah, dan diberikan kehidupan yang layak, begitu juga Abdul salam bin Husam Yashuri di Jazirah.

d) Khalifah keempat Al-Hadi dari tahun 169-170 H /785-786

Sepertinya secara terperinci tidak disebutkan kemajuan-kemajuan pada zaman ini, namun penulis melihat khalifah keempat ini adalah melanjutkan kebijakan-kebijakan khalifah sebelumnya.

e) Khalifah ke Lima Harun Al-Rasyid

(14)

dan mencintai ilmu pengetahuan. Kebiasaan al-Rasyid bila ia pergi melaksanakan ibadah Haji bersamanya ikut 100.000 orang ulma beserta anak-anak mereka, dan kalau khalifah tidak pergi haji maka ia menghajikan 300 orang Nama-nama ulama semasa Al-Rasyid, diantaranya Imam Malik bin Annas, Al-Laisy bin saad seorang ahli fikih Mesir, Abu yusuf yang menulis buku Al Kharrajh, Imam Sibaweih, Marwan bin Abi Habsyah.7

Pada zaman khalifah ini puncak gemilangan kebudayaan Islam, pembangunan istana-istana megah dan hasil-hasil bumi, dan Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia. Kekayaan pemerintah pada zaman Al-Rasyid hampir mencapai 70 million dinar yang hanya di ambil dari pajak ini menandakan kemakmuran rakyatnya. Sayuti mengatakan pemerintahan khalifah Al-Rasyid hari-harinya di penuhi dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Menjelang ia meninggal ada tiga macam nasihat terhadap tentara dari bani Hasyim:

1. Pemeliharaan amanah

2. selalu menasehati para pemimpin.

3. Persatuan dalam membuat keputusan,kemudian menilai Muhammad Amin dan Abdullah Makmun dengan cara siapa yang bersalah di antara keduanya (yang berbuat

zalim) melaksanakan hukuman.

f) Khalifah Ke Enam Al-Amin

Pemerintahannya adalah dari tahun 193-198 H/808-813 M. Ia dilahirkan 170 H, anak dari Harun Al-Rasyid. Pada masa ini tidak banyak perkembangan krena pemerintahannya hanya lebih kurang lima tahun dan jauh berbeda dengan bapaknya Al-Rasyid,Al-Amin lebih banyak melemahkan kekuatan-kekuatan yang pernah di rintis oleh bapaknya baik itu dari segi keilmuwan maupun pembangunan fisik.

g) Khalifah ketujuh Al-Ma’mun

Ia memerintah dari tahu 198-218 H/818-833 M. Ia dilahirkan pada tahun 170 H di saat meninggal pamannya Al-Hadi. Pada masa pemerintahan ini awal dari dimunculkannya ilmu falsafat (Alhikmah), dan juga munculnya buku kedokteran, ia mewajibkan kepada para ulama mengatakan Al-Qur’an ini makhluk (makhluk) munculnya pemahaman tentang Al-Qur’an ini makhluk pada Al-Mu’tasyim saudara Al-Ma’mun. Al-Qur’an sebagai makhluk bahkan ia di penjara, dan para rakyat diperintahkan untuk memakai baju hijau karena warna ini adalah baju ahli surga.

h) Khalifah kedelapan Al-Mu’tasim

Ia memerintah dari tahun 218-227 H/833-842 M, ia di lahirkan tahun 178 H nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tasim bin Ar-Rasyid. Pada masa ini siapa yang tidak setuju dengan pemikiran Al-Mu’tazirah atau dengan Al-Qur’an sebagai makhluk, maka ia dihukum dicambuk, namun di lain pihak Al-Mu’tasim sesuatu masalah yang tidak bisa menyelesaikannya ia serahkan kepada para ahlinya.

(15)

i) Khalifah kesembilan Al-Wasiq

Pemerintahannya dari tahun 227-232 H/742-847 M. Ia dilahirkan 186 H dengan nama Harun Al-Wasiq Billah bin Al-Mu’tasim.

Pada pemerintahan ini ia lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan Al-Atrak (Turki sekarang) pada periode ini tidak banyak di sebutkan kemajuan-kemajuan karena khalifah kesembilan ini lebih banyak membenahi kedalam, seperti memerhatikan para ulama-ulama yang tidak sepaham dengan mazhab Al-Mu’tazilah.

Perkembangan Peradaban Islam Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing. Setelah mencapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian munculah pada zaman itu sekelompok penyair-penyair handalan, filosof- filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga- pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.

Banyak ahli dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti; filsafat. Filosuf terkenal saat itu antara lain adalah Al-Kindi (185-260 H/801-873 M). Abu Nasr al Faraby (258-339 H/870-950 M), yang menghasilkan karya dalam bentuk buku berjudul Fusus al-Hikam, Al-Mufarriqat, Ara’u ahl al-Madinah al-Fadhilah. Selain mereka, juga ada Ibnu Sina(370-428 H/980-1037 M), Ibnu Bajjah (w. 533 H/1138 M), diantara karyanya adalah

Risalatul Wada’, akhlak, kitab al-Nabat, Risalah al-Ittishal al-‘Aql bil Ihsan, Tadbir al -Mutawahhid, kitab al-Nais, Risalah al-Ghayah al-Insaniyah, Al- Ghazali (1059-1111 M), Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1196 M), dan lain-lain.

Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbas menjadi empat periode :

1. Masa Abbasy ; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H sampai meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H.

(16)

3. Masa Abbasy , tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi sampai masuknya Daulah Saljuk.

4. Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad, sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu. Sistem Politik dan Kepemerintahan

Secara garis besar sistem politik dan kepemerintahan yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah dibagi menjadi dua periode, yaitu :

1. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah I

2. Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II,III, dan IV politik yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah I, meliputi :

a. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab murni dibantu wazir, mentri, gubernur dan para panglima beserta para pegawai yang berasal dari berbagai bangsa.

b. Kota Baghdad sebagai ibukota negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan kebudayaan, dijadikan kota Internasional yaang terbuak untuk segala bangsa dan keyakinan.

c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangt penting dan mulia. Para kahlifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

d. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.

e. Para mentri turunan Persia diberikan hak penuh dalam memnjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam.

politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II, III, dan IV yaitu :

a. Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang sebagai lambang saja. Kekuasaan sebenarnya ditangan wazir atau panglima atau sultan yang berada di Baghdad, oleh karena itu kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya karena negara-negara bagian tidak menghiraukan lagi pemerintahan pusat kecuali pengakuan politis saja.

b. Kota Baghdad bukan satu-satunya kota Internasional dan terbesar, sebab masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. Dibarat tumbuh kota Cordon, Toledo, Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Maroko, dll c. Kalau keadaan politik dan militer merosot, maka ilmu pengetahuan di majukan sehingga

tambah maju dan pesat, hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, Amir, khalifah ataupun sulatan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mmendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan, para pengarang, penterjemah, hasilnya pada abad ke-4 H ilmu pengetahuan Islamiyah lebih tinggi martabatnya.

(17)

Sistem sosial pada zaman Abbasiyah adalah sambungan dari zaman sebelumnya, yaitu zaman Umawiyah. Pada masa Daulah Abbasyiah ini terjadi perubahan yang sangat menonjol di antaranya adalah:

1. Tampilnya kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan posisi penting di pemerintahan.

2. Menurut janji Jurzi zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu:

a. Kelompok khusus, yaitu: bani Hasyim, pembesar negara, bangsawan yang bukan bani Hasyim.

b. Kelompok umum, yaitu: seniman, ulama, pengusaha, pujangga,dan lain-lain.

3. Kerajaan Islam Daulah Abbasyiah tersusun dari beberapa unsur bangsa yang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah, Arab, Irak, Persia, Turki).

4. Perkawinan campur dan melahirkan anak dari unsur campur darah.

5. Terjadinya pertukaran pendapat, cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan baru. 6. Perbudakan

Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah pada waktu itu, tetapi secara garis besar dapat kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa Abbasiyyah membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan menggunakan sistem administrasi dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan ras atau kesukuan, melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin tinggi pula kelasnya.

Mungkin sistem sosial yang paling sesuai di antara para penguasa bani Abbasiyyah menurut kami terjadi pada masa Harun ar-Rasyid yang berkelanjutan pada masa pemerintahan putranya al-Ma’mun.

Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter, di samping itu pemandian- pemandian umum juga dibangun.8

Di zaman pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid itu juga, Baitul Mal ditugaskan menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian musim panas dan musim dingin, ini tentunya berbeda dengan sistem khalifah sebelumnya, karena

(18)

Harun ar-Rasyid menjadikannya tugas dan tanggung jawab baitul mal, sedangkan khalifah sebelumnya mangatsnamkan suatu pemberian.

Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu :

1. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial

2. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)

3. Perkawina campur yang melahirkan darah campuran

(19)

BAB III KESIMPULAN A. PENUTUP

1. Berdirinya Daulah Abbasyiah didirikan atas dua strategi, yaitu: Pertama, dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertengahan hijriah yang dipusatkan di Al Hamimah. Kedua, dengan terang-terangan dan himbauan di forum –forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasyiah berlanjut dengan dengan peperangan melawan Daulah Umaiyah.

2. Sistem pemerinthan bani Abbasyiah meniru cara Umaiyah.Dasar –dasar pemerintah

Abbasiyah diletakan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al-Mansyur.

3. Sistem politik Abbasiyah yang dijalankan antara lain: Para khalifah tetap dari turunan Arab murni, kota Bagdhad sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dipandang sbagai sesuatu yang sangat penting, kebebasan berpikir sebagai HAM diakui penuh, dan para menteri turunan persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009

H. Harun, Maidir dan Drs. Firdaus, Sejarah Peradaban Islam jilid II,Padang : IAIN-IB Press, 2001 Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : 1989

Ismail Chadijah, sejarah pendidikan Islam, Padang : IAIN-IB Press, 1999 Musyifah, Sejarah Islam KlasiK, Jakarta : Kencana 2003

Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Sunanto, 2007

Osman, Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, Jakarta : Widjaya, 1983

Ridwan, dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004

Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta : Kencana. 2003

Wahid, N. Abbas dan Suratno, Khazanah, Sejarah Kebudaan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009

Yatim,Badri, M. A, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II ), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Referensi

Dokumen terkait

Hasil peneletian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Pratiwi (2008) tentang Hubungan Antara Efikasi Diri Tugas

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada korelasi yang signifikan antara prestasi mata pelajaran fiqh dengan pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII MTs Al-

mengalami suatu permainan harga atau tidak, kemudian jaminan bahwa kata–kata yang tercantum dalam label kemasan sesuai dengan senyatanya serta jamianan terhadap keselamatan dan

Dapat dikatakan bahwa perumusan, pembentukan dan pengembangan norma hukum Islam di Indonesia telah tereduksi dari yang seharusnya menjadi bagian beragama yang dibangun dari

a) Untuk sambungan yang dikelim di lapangan, contoh uji dari sambungan keliman yang diambil harus dikelim dengan menggunakan alat dan prosedur yang sama seperti

Kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai kardiomiopati pada wanita hamil yang terjadi pada trimester tiga kehamilan sampai 5 bulan periode post partum, tidak

Melihat hal tersebut pengkajian sejarah penunjukan kawasan konservasi di Provinsi Jawa Tengah menjadi hal yang sangat penting untuk melihat kembali pengelolaan kawasan konservasi

• Dengan memahami biologi diharapkan kita dapat: - memahami diri kita dan kehidupan sekitar kita - menyelesaikan berbagai masalah.. - lebih bijak