• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnis Tionghoa Status Legal dan Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etnis Tionghoa Status Legal dan Masalah"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Etnis Tionghoa, Status Legal dan

Masalah Integrasi

Nurul Firmansyah

Qureta, 16 Agustus 2017

Masalah etnis tionghoa adalah masalah minoritas etnis, yang mau tak mau berhubungan dengan pemisahaan dengan kepribumian dan bersifat rasial. Pemisahaan tersebut berimplikasi secara sosial, dan bukan hanya semata-mata persoalan status hukum.

Pemisahaan etnis tionghoa secara binner dengan pribumi telah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Pada masa itu terjadi penggolongan penduduk berdasarkan ras, antara Pribumi

(Inlanders) dengan kelompok-kelompok etnis timur asing (foreign orientals) dan Eropa pada sisi lainnya, yang menjadikan etnis tionghoa, arab, india dan timur asing lainnya sebagai foreign subject (Lan, 2011).

Pada kasus tionghoa ini, Pemerintah kolonial memang tidak berniat adanya percampuran kelompok tionghoa dengan pribumi. Pertimbangan politisnya adalah untuk menciptakan semacam kelompok sosial perantara bagi kepentingan-kepentingan ekonomi kolonial dari golongan pribumi, dengan menciptakan hirarki sosial dan legal, serta pembangunan pemukiman yang eksklusif (Pacinan) (Lan; 2011 dan Asgart, 2006).

Hirarki sosial dan legal tersebut seolah-olah menguntungkan kelompok tionghoa, namun

pembagian tersebut memperkuat status foreign subject, yang berseberangan dengan kelompok pribumi. Artinya, tidak hanya soal perbedaan tionghoa secara primodial berbeda dengan pribumi,

namun juga secara hukum terdapat hak-hak dan kewajiban legal yang berbeda.

(2)

Status Legal

Paska kemerdekaan, UU kewarganegaraan 1948 tidak mempermasalahkan identitas etnis

foreign orientals dengan basis stelsel pasif berasaskan ius soli, sehingga semua warga tionghoa dinyatakan sebagai warga Indonesia.

Persoalan muncul setelah klaim RRC yang menganut asas ius sanguinis atas warga tionghoa di Indonesia, yang kemudian berlanjut dengan persetujuan penyelesaian dwikewarganegaraan antara RI dengan RRC. Sejalan itu, Indonesia mengubah stelsel pasif menjadi stelsel aktif berdasarkan UU No.62/1958 tentang kewarganegaraan dan aturan pelaksananya melalui PP

No.20/1959.

Akibatnya, warga tionghoa menjadi asing kembali dan harus memilih sebagai warga negara Indonesia dan menyatakannya secara resmi di depan Pengadilan Negari termasuk didalamnya golongan peranakan tionghoa.

Pemberlakukan UU No.62/1958 merupakan kelanjutan persepsi foreign subject yang dibangun kolonial belanda terhadap kelompok tionghoa, yang akhirnya dicabut melalui UU

kewarganegaraan baru (UU No.12/2006) pada masa reformasi. (Lan, 2011).

Secara prinsip, paska pemberlakukan UU Kewarganegaraan baru mengakhiri dualisme

kewarganegaraan kelompok tionghoa dengan menghilangkan prosedur pengajuan warga negara Indonesia dan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) yang deskriminatif tersebut kepada semua kelompok tionghoa, terkecuali bagi mereka yang

naturalisasi (Anam, 2016).

Dalam konteks ini, kelompok tionghoa mempunyai status yang sama sebagai warga negara. Ekspresi budaya dan bahasa tionghoa juga telah secara bebas dilaksanakan.

Masalah Integrasi

Pada sisi lainnya, permasalahan etnis tionghoa adalah juga masalah integrasi (sosial). Pelaksanaan politik integrasi model penyeragaman orde baru yang memaksa etnis minoritas

(3)

Secara kebijakan dan pelaksanaan program, Pemerintah memang telah menghapuskan praktik-praktik deskriminatif, tetapi dalam berbagai proses politik nasional dan daerah, kelompok tionghoa masih dianggap sebagai anasir asing (foreign Subject) yang dalam berbagai ungkapan disebut “Aseng” (bukan pribumi).

Ungkapan-ungkapan provokatif dalam beberapa kasus terjadi dalam proses politik tersebut, terutama melalui media sosial dan arena-arena politik (Anam, 2016). Selain itu, pelaksanaan politik integrasi yang membatasi kelompok tionghoa hanya terlibat dalam bidang ekonomi menciptakan semacam identitas sosial sebagai kelompok ekonomi mapan.

Pembatasan tersebut diperkuat dengan kelanjutan politik zonasi pemerintah kolonial dengan membangun sentral pemukiman tionghoa (pacinan) dan atau membatasi kelompok ini hanya pada kota-kota besar. Identitas sosial tersebut seolah-olah meletakkan kelompok tionghoa secara keseluruhan pada kelas sosial tinggi dan eksklusif.

Sekali lagi, kedudukan etnis tionghoa sebagai golongan sosial kelas dua (foreign oriental) pada masa kolonial belanda diperkuat oleh pemerintahan orde lama dan orde baru sebagai foreign subject. Kedudukan ini seolah-olah menguntungkan kelompok tionghoa, namun sebenarnya melahirkan diskriminasi hukum dan sosial yang berakibat pada prasangka negatif berlatar belakang sosial-ekonomi.

Upaya menghilangkan deskriminasi terhadap tionghoa dalam status hukum kewarganegaraan adalah pilar capaian yang perlu didukung, namun integrasi sosial, ekonomi dan politik etnis tionghoa menjadi tantangan ke depan yang perlu diselesaikan.

Di sisi lain, etnis tionghoa tidaklah tunggal. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa sejarah melahirkan kelompok peranakan tionghoa yang khas sebagai hasil asmilasi dan bahkan

akulturasi sosial dengan pribumi, jauh sebelum masa kemerdekaan (baik dengan paksaan maupun sukarela).

Komunitas cina benteng adalah salah satu contoh kelompok peranakan tionghoa yang memiliki identitas budaya khas akibat integrasi dan akulturasi tersebut (Asgart, 2006). Kelompok tionghoa

(4)

Sebagai minoritas, kelompok ini mengalami marjinalisasi berlapis akibat prasangka-prasangka negatif dan minimnya akses pada ruang ekonomi, politik dan sosial. Secara umum, pembatasan sektor ekonomi tionghoa yang digiring hanya pada ruang perkotaan berakibat pada minimnya akses tionghoa peranakan di wilayah pedesaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak hanya pemerintahan Indonesia dan Korea Selatan yang bekerjasama dalam bidang kepariwisataan, pemerintahan provinsi yang didukung oleh pemerintahan negara

Rugi magnetik akibat celah udara atau torsi denyut adalah salah satu masalah yang dapat menyebabkan penurunan performa tegangan keluaran dan daya keluaran pada

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian tugas guru adalah cara penyajian bahan atau materi dari guru dengan memberikan tugas-tugas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh benda pengganggu berupa silinder sirkular yang diletakkan di depan returning blade untuk meningkatkan

Presentasi diri informan sebagai mahasiswi dan ayam kampus menunjukkan hasil dimana adanya perbedaan dari masing-masing informan dalam mengelola peran dan kesan yang

Namun mungkin tidak banyak yang tahu, kalau Maulwi Saelan adalah salah satu anggota Tjakrabirawa, pasukan pengawal presiden Soekarno.. Maulwi Saelan juga sudah bertempur

kemampuan representasi konten pada program Konkuren, walaupun mereka belum mencapai tahap maksimal (Gambar 1). Peningkatan nilai konten yang terlihat didalam CoRe menunjukkan

Dengan menggunakan inisialisasi nilai awal pembobot = 1 pada Jaringan Heuristik, maka diperoleh hasil prediksi persentase distribusi PDB atas Harga Berlaku menurut