• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR

ASING (BIPA) DI SEKOLAH CINTA BAHASA, UBUD, BALI

Ni Pt Apita Widya Sari, I Md Sutama, I Dw Gd Budi Utama

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: apitawidya@gmail.com, imadesutamaubd@gmail.com, idgbudiutama@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan perencanaan pembelajaran BIPA, (2) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran BIPA, (3) mendeskripsikan evaluasi pembelajaran BIPA, dan (4) mendeskripsikan alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah pengajar BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali dan objek penelitian adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran BIPA serta alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) perencanaan pembelajaran BIPA yang disusun oleh pengajar sudah sesuai dengan silabus yang ditetapkan oleh lembaga Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali,(2) pelaksanaan pembelajaran BIPA yang dilaksanakan pengajar sudah mengarah pada kemampuan untuk mengembangkan kemampuan bahasa Indonesia siswa, (3) evaluasi pembelajaran BIPA yang dilaksanakan pengajar berupa tes lisan atau tes tulis (4) metode-metode pembelajaran BIPA yang digunakan oleh pengajar di Sekolah Cinta Bahasa bervariasi, seperti metode tata bahasa terjemahan, metode langsung, metode membaca, metode suggestopedia, metode eklitik, dan metode audiolingual. Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan pembelajar BIPA belajar bahasa Indonesia.

Kata kunci: pembelajaran, bahasa Indonesia, penutur asing

Abstract

(2)

BIPA teachers already carried out lead to the ability to develop Indonesian Language or Bahasa ability of students, (3) the evaluation of the learning of teaching be implemented BIPA test of oral or written, (4) learning methods which are used by teachers at the Cinta Bahasa school like the varied language, as the grammar translation method, direct method, reading method, suggestopedia method, eclectic method, and audiolingual method. The selection of these methods are adapted to the needs or purpose BIPA learners learn Indonesian Language or Bahasa.

Keywords: learning, Indonesian language, foreign student

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri. Terbukti banyak penutur asing berminat mempelajari bahasa Indonesia atau yang kita kenal dengan sebutan BIPA yaitu Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. BIPA adalah istilah untuk program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing.

Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing sudah dikenal, baik di Indonesia maupun di beberapa negara di luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh dari unpad.co.id pada tahun 2013 (dalam penelitian Rohayani, 2013), bahasa Indonesia telah dipelajari di 72 negara. Beberapa negara tersebut di antaranya adalah Maroko, Jerman, Australia, Polandia, dan Thailand. Di negara-negara tersebut bahasa Indonesia telah dijadikan program studi yang dapat dipelajari di tingkat universitas. Di Thailand, misalnya, berdasarkan data dari KBRI Bangkok, pada tahun 2012 terdapat sekitar tujuh universitas yang menyelenggarakan program bahasa Indonesia. Universitas tersebut adalah Mae Fah Luang University, Chiang Mai University, Naresuan University, King Mongkut University of Technology, Pundit University, Rmakhamhaeng University, dan Burapha University, (Rohayani, 2013:1).

Banyaknya lembaga penyelenggara BIPA mengindikasikan meningkatnya minat pembelajar asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Bertambahnya

pembelajar asing menjadi salah satu faktor dalam perkembangan bahasa Indonesia. Menurut Rohayani (2013:2), berdasarkan data yang diperoleh dari badanbahasa.kemendikbud.go.id pada tahun 2011 tercatat sekitar 92 lembaga yang menyediakan program BIPA. Lembaga-lembaga tersebut terdiri atas universitas, lembaga kursus, sekolah, maupun perusahaan asing yang ada di Indonesia.

(3)

Dengan beragamnya tujuan pembelajar tersebut, perlu diimbangi dengan kesiapan pengajaran BIPA, seperti strategi pembelajaran bahasa yaitu alat-alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, maupun metode pengajarannya. (Zulkifli, 2014:5). Dalam praktiknya, banyak juga ditemukan variasi strategi pembelajaran bahasa, tergantung pada tujuan pembelajar bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa mengajarkan bahasa asing (termasuk bahasa Indonesia) tidak sederhana dan memerlukan banyak pertimbangan, (Wojowasito, 1976:1).

Selain strategi pembelajaran bahasa, keberhasilan pengajaran BIPA juga ditentukan oleh pelaksanaan manajemen atau pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pengajaran BIPA. Widodo (2012), dalam penelitiannya, menyebutkan ada dua hal pokok yang perlu mendapat perhatian. Pertama, yang menyangkut keberadaan lembaga penyelenggara pengajaran BIPA. Kedua, yang menyangkut pelaksanaan manajemen atau pengelolaan pengajaran BIPA. Dengan kata lain, untuk penyelenggaraan pengajaran BIPA dibutuhkan adanya lembaga sebagai penyelenggara dan bagaimana lembaga ini bisa menjalankan fungsinya.

Aspek kelembagaan (termasuk manajemennya) merupakan salah satu penentu dalam mencapai keberhasilan pengajaran BIPA. Salah satu lembaga pengajaran BIPA di Indonesia yang sudah diakui oleh pemerintah RI dan pemerintah daerah adalah Sekolah Bahasa Indonesia di lembaga khusus. Sekolah Bahasa Indonesia atau Indonesian Language School tersebut terdapat di Ubud, Bali yang bernama “Cinta Bahasa”. Cinta Bahasa adalah sebuah organisasi pendidikan yang disebut “Yayasan” di Indonesia, sama seperti Non-Governmental Organizations (NGO). Cinta Bahasa didirikan pada 14 Februari 2011 oleh Yoshida Chandra dan Stephen De Meulenaere. Nama “Cinta Bahasa” berasal dari frase “Cintailah Bahasa Indonesia” yang berarti “Cinta Bahasa Indonesia”. Hal ini adalah tujuan akhir pelatihan bahasa di sana, yaitu mengajarkan pembelajar untuk berbicara

sehingga dapat berbagi pengalaman, perasaan dan pengetahuan dengan orang lain, serta mencintai bahasa, sastra, dan budaya Indonesia.

(4)

pembelajaran yang dilakukan oleh Cinta Bahasa sangat variatif dan fleksibel baik dari layanan kelas yang disediakan, metode-metode yang digunakan, serta strategi-strategi pembelajarannya. Oleh sebab itu, tepat jika peneliti melakukan penelitian di sekolah ini agar hasil penelitian dapat menjadi cerminan bagi lembaga pengajaran BIPA lain.

Penelitian mengenai pembelajaran BIPA pernah dilakukan oleh pertama, Rifca Farih Azizah, Widodo, dan Hs Ida Lestari yang berjudul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) Program CLS (Critical Language Scholarship) di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Tahun 2012”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, dan problematika pembelajaran BIPA program CLS 2012. Kemudian, penelitian kedua, dilakukan oleh Dr. Gusdi Sastra yang berjudul “Pembelajaran BIPA di Universitas Hamburg, Jerman”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan suasana dan cara belajar siswa ketika metode pembelajaran tertentu digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran BIPA di Universitas Hamburg, Jerman.

Kedua penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji pembelajaran BIPA. Meskipun objek yang diteliti sama, namun subjek penelitian peneliti dengan kedua penelitian tersebut berbeda karena subjek penelitian peneliti adalah Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali. Tidak hanya itu, perbedaan juga terdapat pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian peneliti yaitu mendeskripsikan pembelajaran BIPA, baik dari perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran dan alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali.

Sehubungan dengan pemaparan pada bagian latar belakang di atas, ma-salah yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah pembelajaran BIPA dilaksanakan di Sekolah Cinta Bahasa? 2) mengapa dipilih prosedur

tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa?

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran BIPA 2) mendeskripsikan alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali.

(5)

deskripsi mengenai perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan metode pembelajaran yang baik dalam melaksanakan pembelajaran BIPA. Pengetahuan mengenai pelaksanaan pembelajaran BIPA di Cinta Bahasa dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran BIPA; 4) bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bandingan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran BIPA.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif ku-alitatif digunakan untuk mendeskripsikan mengenai perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa.

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah pengajar BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta alasan guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Instrumen dalam penelitian ini adalah catatan lapangan, catatan dokumen, dan pedoman wawancara.

Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif. Aktivitas analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui (1) tabulasi data (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini mencakup (1) perencanaan pembelajaran,(2)

pelaksanaan pembelajaran, (3) evaluasi pembelajaran, dan (4) alasan

guru memilih prosedur tertentu dalam pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud. Ada enam jenjang/ level kelas pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa terdapat, di antaranya 1) kelas private beginner (pribadi pemula), 2) kelas group beginner (kelompok pemula), 3)

kelas private pre-intermediate (pribadi lanjutan), 4) kelas group pre-intermediate (kelompok lanjutan), 5) kelas private advance (pribadi mahir), dan 6) kelas kelompok anak-anak.

Berdasarkan pencatatan dokumen yang penulis lakukan di Cinta Bahasa ditemukan bahwa guru membuat perencanaan pembelajaran sudah berdasarkan silabus yang diterapkan di sekolah tersebut dan sudah disesuaikan dengan tujuan atau kebutuhan siswa belajar bahasa Indonesia. Silabus dimanfaatkan guru sebagai pedoman dalam pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian.

(6)

pembelajaran, dan sumber belajar (media pembelajaran). Dalam RPP yang dibuat, guru tidak mencatumkan judul sumber (teks bacaan) yang digunakan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru hanya mencantumkan jenis sumber belajar yang digunakan. Pada RPP-RPP di semua jenjang/kelas tersebut, guru juga belum merumuskan dan tidak membagi alokasi waktu untuk setiap tahap suatu kegiatan pembelajaran, seperti membagi waktu berapa menit untuk kegiatan awal, berapa menit untuk kegiatan inti, dan berapa menit untuk kegiatan akhir.

Materi pembelajaran yang akan disampaikan guru pada beberapa jenjang/level kelas perlu diuraikan dan dikembangkan sehingga uraian materi dapat mendukung pencapaian tujuan

pembelajaran secara

optimal.Jenjang/level kelas yang dimaksud yaitu kelas private beginner, group beginner, group pre-intermediate, dan kelas anak-anak. Bahri (2006:43) menerangkan materi pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar, tanpa materi pembelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan.

RPP sebenarnya bertujuan mempermudah dan memperlancar pembelajaran, tetapi RPP terkesan hanya sebagai kepentingan administrasi sekolah (formalitas). Untuk menghilangkan kesan tersebut, hendaknya guru memperhatikan dan melengkapi komponen dalam RPP yang masih kurang lengkap. Oleh karena itu, komponen yang dicantumkan pada RPP masih perlu diperbaiki dan disempurnakan.

Kedua, pelaksanaan pembelajaran BIPA di enam jenjang/level kelas tersebut, sudah mengacu pada langkah-langkah pembelajaran dalam RPP yang telah disusun oleh guru. Namun, dalam pembelajaran ada yang belum disampaikan oleh guru yaitu tujuan atau indikator pembelajaran yang hendak dicapai oleh siswa. Tujuan pembelajaran perlu disampaikan oleh guru agar siswa bisa mempersiapkan diri dalam belajar. Daryanto (2005) menyatakan tujuan pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan,

kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

Pada kegiatan awal guru memberikan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Kemudian, guru memberikan salam pembuka dan menyapa siswa. Setelah itu, guru memberikan apersepsi untuk memotivasi siswa agar semangat dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Apersepsi yang diberikan guru berupa cerita singkat, yaitu meminta siswa untuk menceritakan aktivitas yang dilakukannya kemarin atau meminta siswa bercerita pengalamannya selama tinggal di Indonesia.

Kemudian, pembelajaran berlanjut pada kegiatan inti (isi) pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada tahap ini memilki perbedaan di masing-masing jenjang/level kelas. Hal itu karena perbedaan situasi kondisi kelas, indikator atau tujuan pencapaian pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, dan jumlah siswa yang diajar. Namun, di semua jenjang/level kelas tersebut, guru sudah melaksanakan pembelajaran secara interaktif, menyenangkan, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Pada proses ini guru melaksanakan pembelajaran dan memberikan materi sesuai indikator pembelajaran yang harus dicapai siswa.

(7)

pendapat Sumiati dan Asra, (2009:67) yang menyatakan bahwa jika dalam pembelajaran di kelas guru hanya mengajar dalam bentuk ceramah atau menerangkan yang berarti siswa hanya mendengarkan, siswa tersebut hanya mampu mengingat 20% dari yang didengarnya. Sebaliknya, apabila guru dalam pembelajaran di kelas mengemas kegiatan pembelajaran dalam bentuk siswa mengerjakan tugas-tugas dan melaporkan hasilnya, siswa tersebut akan mampu mengingat sampai dengan 90% dari yang dikerjakan dan dikatakannya dalam bentuk laporan lisan ataupun tulisan. Selain itu, hanya di kelas private advance, guru memberikan materi kosakata kepada siswa. Hal itu dilakukan guru dengan memberikan bahan bacaan berupa artikel yang berisi kosakata-kosakata baru. Hal ini bertujuan untuk menambah penguasaan kosakata bahasa Indonesia siswa karena di kelas tersebut siswa dianggap sudah mahir menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru di kelas tersebut, diperoleh informasi bahwa setiap materi ajar yang diberikan berpotensi untuk menyelipkan pembelajaran kosa kata bahasa Indonesia. Jumlah kosa kata yang diajarkan tidak terlalu banyak, tetapi setidaknya guru bisa memenuhi kebutuhan belajar siswa yaitu mengenalkan dan mengajarkan kosakata bahasa Indonesia yang akan sering digunakan oleh siswa dalam berkomunikasi. Kemudian, pada tahap kegiatan penutup, evaluasi yang dilakukan guru berbeda di masing-masing jenjang/level kelas, tergantung dengan situasi kondisi kelas dan indikator pembelajaran. Guru memberikan evaluasi berupa tes lisan atau tes tulis.

Ketiga, evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran di semua jenjang/level kelas tersebut, sudah sistematis dan terstruktur. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam pembelajaran. Proses pembelajaran memilki tiga hal penting, yaitu input, transformasi, dan output, (Sumiata dan Asra, 2009:34). Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani

proses pembelajaran. Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran, yaitu: guru, materi, bahan ajar, metode pembelajaran, sarana penunjang, dan sistem administrasi. Output adalah capaian yang dihasilkan proses pembelajaran. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa, proses belajar secara garis besar melibatkan tiga hal yaitu input, transformasi, dan output. Terkait dengan hal tersebut, evaluasi yang dilakukan oleh guru adalah tes lisan atau tes tulis. Guru memberikan tes yang berbeda pada setiap jenjang/level kelas tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa belajar bahasa Indonesia, indikator pembelajaran, dan situasi kondisi kelas yang diajar. Hal yang sesuai dengan tujuan pembelajaran terkait evaluasi yang diberikan, yaitu alat ukur yang digunakan sudah jelas karena semua siswa sudah mampu mempraktikan materi yang diberikan oleh guru. Namun, ada beberapa guru yang tidak memberikan evaluasi berdasarkan indikator pembelajaran, yaitu guru yang mengajar di kelas anak-anak dan kelas private beginner.

Keempat, pemilihan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran BIPA di masing-masing jenjang/level kelas tersebut berbeda. Guru menggunakan metode tata bahasa terjemahan dan metode langsung di kelas private beginner dan kelas private pre-intermediate. Metode tata bahasa terjemahan digunakan oleh guru dengan alasan, antara lain: 1) dengan menggunakan metode ini, guru berharap tujuan pokok mengajarkan bahasa indonesia untuk mengembangkan kemampuan membaca literatur dan menerjemahkannya dalam bahasa indonesia dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa guru mengatakan dengan cara itu siswa lebih mudah memahami isi bacaan; 2) siswa akan menguasai banyak kaidah-kaidah tata bahasa indonesia melalui hasil terjemahan yang telah dilakukannya; 3) guru dapat memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal karena siswa pada kelas ini adalah siswa

pemula. Kemudian, guru

(8)

beberapa pertimbangan, di antaranya: 1) karena proses belajar mengajar bahasa asing (bahasa indonesia) sama dengan belajar bahasa ibu atau bahasa pertama, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dalam komunikasi; 2) agar siswa bisa mempelajari cara berkomunikasi dalam bahasa sasaran, seperti menguasai pelafalan bahasa indonesia dengan baik, mengetahui lebih banyak kosakata dan pemakaiannya dalam kalimat, serta siswa juga memiliki keberanian dalam berkomunikasi karena sejak awal telah dilatih untuk berpikir dalam bahasa target; 3) dalam mengajar bahasa, terutama private seperti ini kita tidak bisa memposisikan diri hanya sebagai guru yang mengajari siswa, tapi kita juga bisa mengambil sebuah peran sebagai seorang mitra bagi para siswa dalam kegiatan komunikasi. Hal ini senada dengan Fachrurrozi dan Erta, (2010:56) yangmengungkapkan bahwa salah satu peranan guru dalam metode langsung yaitu guru dan para siswa seperti mitra dalam pembelajaran, guru juga sebagai fasilitator, guru akan menunjukkan kepada para siswa apa kesalahan yang mereka lakukan.

Kemudian, guru menggunakan metode langsung, metode tata bahasa terjemahan, dan metode membaca dalam pembelajaran BIPA di kelas group pre-intermediate dan kelas private advance. Metode langsung digunakan guru dalam pembelajaran tersebut karena beberapa pertimbangan, di antaranya 1)makna kosakata akan lebih mudah dipelajari jika digunakan dalam kalimat-kalimat daripada hanya dengan hafalan saja; 2) selain itu, guru juga mengatakan dalam mengajar bahasa, kita mengambil sebuah peran sebagai seorang mitra bagi para siswa dalam kegiatan komunikasi; 3) agar siswa bisa menghubungkan makna bahasa sasaran secara langsung. untuk melakukan hal ini, ketika guru memperkenalkan suatu kata atau frasa baru, ia akan mendemontrasikan maknanya melalui pemakaian realita.

Selain itu, metode tata bahasa terjemahan digunakan di kedua kelas tersebut karena 1) melihat situasi kondisi siswa belajar pada saat itu, yaitu para siswa perlu mempelajari aturan tata

bahasa dan kosakata dalam bahasa indonesia; 2) dengan menerjemahkan isi bacaan, kemampuan membaca literatur siswa dalam bahasa indonesia bisa terpenuhi; 3) selain itu, guru juga mengatakan bahwa pembelajaran pada kelas ini adalah kelas kelompok sehingga interaksi kelas akan heterogen. oleh karena itu, dengan menggunakan metode ini kelas lebih mudah diatur dan suara gaduh dapat diminimalisir. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fachrurrozi dan Erta, (2010:42), yang mengatakan bahwa salah satu asumsi pembelajaran bahasa yang disampaikan dengan menggunakan metode tata bahasa terjemahan yaitu siswa lebih mudah memahami kosakata dalam bahasa target bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Selain itu, penggunaan metode membaca di kelas tersebut dilakukan karena 1) agar siswa bisa memahami kandungan isi bacaan dan bisa mengambil kesimpulan mengenai inti teks yang dibaca melalui konteks; 2) untuk mengenalkan kosakata baru dalam bahasa indonesia, sehingga guru bisa mengetahui tingkat penguasaan kosakata siswa dalam bahasa indonesia; 3) siswa mempunyai kemampuan membaca. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Coleman (dalam Fachrurrozi dan Erta, 2010:65) tujuan metode membaca adalah agar pelajar bahasa asing mempunyai kemampuan membaca bahasa asing dengan kecepatan relatif tinggi dan bisa menikmati yang mereka baca sehingga mereka mampu menghasilkan kalimat-kalimat yang benar ketika menulis dan bisa melafalkannya dengan tepat ketika berbicara.

(9)

pemakaiannya dalam kalimat, sehingga siswa akan memiliki keberanian dan spontanitas dalam berkomunikasi karena sejak awal telah dilatih untuk berpikir dalam bahasa target. Kemudian,

pembelajaran dengan metode suggestopedia digunakan karena mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya: 1) untuk menciptakan suasana menyenangkan karena guru menyadari bahwa ia sedang mengajar anak-anak dan pembelajaran berlangsung pada siang hari; 2) para siswa bisa memupuk perasaan kerjasama yang kuat karena mereka saling tolong menolong dalam menyerap semua pelajaran yang diterima. Terakhir, di kelas group beginner guru menggunakan metode eklektik. Metode ini digunakan karena 1) siswa-siswa pada kelompok ini dianggap memiliki antusias belajar yang berbeda, yaitu ada siswa yang sangat aktif, aktif, dan bahkan adapula siswa yang pasif; 2) dengan menggunakan bahasa inggris, pembelajaran akan dapat memberi hasil yang jelas karena penggunaan bahasa indonesia dilakukan secara langsung; 3) para siswa juga memerlukan rasa aman sehingga dengan pemakaian bahasa inggris, guru mampu memberikan perasaan aman karena siswa akan dapat lebih mudah memahami materi pelajaran dan penjelasan guru; 4) menurut guru tidak ada satu metode yang mampu mewujudkan semua tujuan yang diinginkan dengan karakter para siswa dan tujuan pembelajaran yang tidak seragam dan bisa berubah-ubah. artinya, pada saat yang sama tidak ada satu metode pun yang sempurna, sebagaimana halnya tidak ada satu metode pun yang sama sekali tidak bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru, bagi guru prinsip utama dalam pengajaran terpusat pada siswa dan kebutuhannya, bukan pada metode tertentu tanpa memperhitungkan kebutuhan siswa. Artinya, yang terpenting dalam pembelajaran adalah memenuhi kebutuhan siswa belajar bahasa Indonesia, bukan tuntutan suatu metode. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Fachrurrozi dan Erta, (2010:164) yang mengungkapkan seorang

guru hendaklah merasa bebas dalam memilih metode yang akan digunakannya sesuai dengan kondisi pembelajar, dengan tidak menutup mata dari berbagai penemuan baru dalam metodologi pengajaran.

PENUTUP

Ada enam jenjang/level kelas pembelajaran BIPA di Sekolah Cinta Bahasa, di antaranya 1) kelas private beginner (pribadi pemula), 2) kelas group beginner (kelompok pemula), 3) kelas private pre-intermediate (pribadi lanjutan), 4) kelas group pre-intermediate (kelompok lanjutan), 5) kelas private advance (pribadi mahir), dan 6) kelas anak-anak. Hasil kajian terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Cinta Bahasa, Ubud, Bali dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, perencanaan pembelajaran guru di semua jenjang kelas tersebut sudah mencakup komponen-komponen yang sesuai dengan kurikilum dan silabus Cinta Bahasa yaitu identitas sekolah, indikator pembelajaran, alokasi waktu, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, langkah-langkah, sumber belajar, media pembelajaran, dan penilaian. Namun, ada beberapa komponen yang harus diperbaiki dan dikembangkan lebih jauh lagi, terutama yang menyangkut alokasi waktu, materi pembelajaran, sumber belajar, dan media pembelajaran.

(10)

digunakan sudah variatif, guru telah mengkombinasikan beberapa macam metode yaitu metode tata bahasa terjemahan, metode langsung, metode membaca, metode suggestopedia, dan metode eklektik; 3) strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengn materi yang disampaikan, guru menggunakan strategi yang bervariasi serta disesuaikan dengan materi dan keadaan siswa di kelas; 4) penilaian pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah meliputi penilaian proses dan penilaian hasil.

Ketiga, evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada semua jenjang kelas tersebut sudah dilakukan secara sistematis dan terstruktur sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Namun, ada beberapa kelas yang belum melakukan evaluasi berdasarkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, yaitu kelas anak-anak dan kelas private beginner. Penilaian yang diberikan guru dalam pembelajaran berupa tes lisan atau penilaian tes tulis. Keempat, guru menggunakan metode yang variatif dan telah dikombinasikan dengan beberapa macam metode. Hal ini terlihat dari alasan-alasan guru memilih metode tertentu dalam pembelajaran, di antaranya: 1) metode eklektik digunakan karena metode ini karena a) siswa-siswa pada kelompok ini dianggap memiliki antusias belajar yang berbeda, yaitu ada siswa yang sangat aktif, aktif, dan bahkan adapula siswa yang pasif; b) dengan menggunakan bahasa inggris, pembelajaran akan dapat memberi hasil yang jelas karena penggunaan bahasa indonesia dilakukan secara langsung; c) para siswa juga memerlukan rasa aman sehingga dengan pemakaian bahasa inggris, guru mampu memberikan perasaan aman karena siswa akan dapat lebih mudah memahami materi pelajaran dan penjelasan guru; d) menurut guru tidak ada satu metode yang mampu mewujudkan semua tujuan yang diinginkan dengan karakter para siswa dan tujuan pembelajaran yang tidak seragam dan bisa berubah-ubah. artinya, pada saat yang sama tidak ada satu metode pun yang sempurna, sebagaimana halnya tidak ada satu

metode pun yang sama sekali tidak bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran, 2) metode langsung digunakan dengan beberapa alasan, di antaranya diantaranya: a) karena proses belajar mengajar bahasa asing (bahasa indonesia) sama dengan belajar bahasa ibu atau bahasa pertama; b) agar siswa bisa mempelajari cara berkomunikasi dalam bahasa sasaran, seperti menguasai pelafalan bahasa indonesia dengan baik, mengetahui lebih banyak kosakata dan pemakaiannya dalam kalimat, serta siswa juga memiliki keberanian dalam berkomunikasi karena sejak awal telah dilatih untuk berpikir dalam bahasa target, 3) guru menggunakan metode membaca dengan alasan karena a) agar siswa mempunyai kemampuan membaca; b) metode ini digunakan untuk memahami isi bacaan dan siswa akan mengenal kosakata-kosakata baru serta bisa menikmati apa yang mereka baca, 4) metode tata bahasa terjemahan digunakan oleh guru karena a) siswa mampu menerjemahkan isi bacaan yang dipelajarinya dan memahami isi bacaan secara detail; b) siswa menguasai banyak kaidah-kaidah tata bahasa pada tata bahasa indonesia; c) metode ini memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat kosakata serta maknanya dan menghafal materi yang dipelajarinya, 5) metode suggestopedia digunakan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya: 1) untuk menciptakan suasana menyenangkan karena guru menyadari bahwa ia sedang mengajar anak-anak dan pembelajaran berlangsung pada siang hari. oleh karena itu, guru ingin menciptakan pembelajaran dalam suasana santai agar siswa tidak bosan belajar dan tetap antusias untuk mengikuti pelajaran; 2) para siswa bisa memupuk perasaan kerjasama yang kuat karena mereka saling tolong menolong dalam menyerap semua pelajaran yang diterima.

(11)

semua jenjang kelas tersebut agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.; 2) berdasarkan pelaksanaan pembelajaran BIPA, guru disarankan lebih meningkatakan keterampilannya dalam mengajarkan bahasa Indonesia bagi penutur asing. Dengan kata lain, guru diharapkan terus berusaha menciptakan berbagai metode, media, dan strategi pembelajaran untuk meningkatkan motivasi siswa dan mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran; 3) guru disarankan lebih kreatif dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran BIPA dan sebaiknya mengadakan evaluasi pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran yang harus dicapai 4) kepada pihak lembaga Sekolah Cinta Bahasa diharapkan bisa menambah sarana dan prasarana yang lebih menunjang pelaksanaan pembelajaran, misalnya, buku pelajaran yang dijadikan pegangan siswa dan media-media (alat peraga) pembelajaran.; 5) peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian yang sejenis terkait dengan pembelajaran BIPA.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Rifca Farih.2012. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) Program CLS (Critical Language Scholarship) di Fakultas Sastra Universitas

Negeri Malang Tahun 2012”.

journal. Malang: Universitas Negeri Malang.

Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Fachrurrozi, Aziz dan Erta, Mahyuddin. 2010. Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Bania Publishing. Masnur, Muslich.2008. Pembelajaran

Bahasa Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Rohayani, Novia Siti.2013. “Penggunaan Kartu Data Pada Pembelajaran Kosakata Berafiks Dalam

Keterampilan Menulis BIPA Tingkat Dasar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan

Indonesia”. e-journal.Jakarta:

Universitas Pendidikan Indonesia. Sastra, Gusdi. 2012. “Pembelajaran BIPA

di Universitas Humburg, Jerman”.

e-journal.Padang: Universitas Andalas.

Sumiati dan Asra, M. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Jurnal Sumber Belajar. Kajian Teori dan Aplikasi. 5 Juli 2016.

Wojowasito, S. 1976. Perkembangan Ilmu Bahasa (Linguistik) Abad 20. Bandung: Shinta Dharma.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penambahan susu kapur adalah untuk meningkatkan pH sehingga gula pereduksi yang dihasilkan rendah, gula reduksi yang rendah akan meningkatkan kadar gula sukrosa

Dari plot dapat dilihat bahwa fungsi yang didapat dari metode spline kubik ini pada titik-titik data yang diberikan fungsinya tidak kontinu, artinya turunan pertamanya dari

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara kombinasi perlakuan yang terbaik untuk semua parameter (presentase per- kecambahan, laju perkecambahan dan indeks vigor) adalah

Studi yang berjudul “Penyusunan Zona Pemanfaatan dan Konservasi Airtanah pada Cekungan Airtanah (CAT) CAT Majenang, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah” ini

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Belanja Modal terhadap Peningkatan

Pembaharuan kehidupan bermasyarakat, manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan sebagai suatu tradisi yang dilakukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat serta memerlukan